You are on page 1of 17

1.2.

PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP SALDO UTANG DAGANG Utang usaha merupakan hutang lancar, meliputi semua kewajiban yang akan dilunasi dalam periode jangka pendek (satu tahun atau kurang dari tanggal neraca atau dalam siklus normal kegiatan perusahaan) dengan cara mengurangi aktiva yang dikelompokkan dalam aktiva lancar atau dengan cara menimbulkan utang lancar lain. Utang lancar terdiri dari 6 kelompok: 1. Hutang usaha yang timbul dari transaksi pembelian bahan baku, bahan penolong, pembelian suku cadang, dan bahan-bahan yang habis dipakai untuk proses produksi. Untuk hutang usaha digolongkan lebih lanjut menjadi 2 golongan: a. Utang yang tidak disertai dengan surat berharga sebagai bukti tertulis tentang kesanggupan untuk membayar kewajiban. b. Utang yang disertai dengan surat berharga sebagai bukti tertulis tentang kesanggupan untuk membayar kewajiban. 2. Uang jaminan masuk dari pelanggan. 3. Utang yang timbul dari berlalunya waktu. 4. Utang yang timbul kepada pihak ketiga, karena perusahaan ditunjuk sebagai pemungut pajak (fiskus, bank persepsi, bank penerima pembayaran, dll.) 5. Acrual yang timbul dari kegiatan usaha perusahaan meskipun: a. Jumlah utang tersebut harus ditaksir seperti utang bonus b. Krediturnya tidak diketahui seperti utang biaya reparasi untuk produk perusahaan yang dijual dengan garansi. c. Utang yang jumlahnya harus diukur dari transaksi sekarang misalnya utang sewa, pendapatan yang diterima dimuka, utang yang jumlahnya diitung dari besarnya deplesi sumber alam. 6. Utang lain yang diperkirakan akan dilunasi dalam jangka waktu pendek seperti: a. Utang bank.

b. Kredit modal usaha. c. Deviden. d. Utang pajak. e. Utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam 1 tahun.

A. Perbedaan Karakteristik Hutang Lancar dan Aktiva Lancar 1. Dalam penyajian aktiva lancar, klien berkecenderungan umum untuk menyatakan aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang real. Kecenderungan ini sering kali didorong oleh motif untuk memberikan gambaran modal kerja yang lebih baik sehingga kelihatannya perusahaan memiliki likuiditas yang baik. Gambaran modal kerja yang baik dapat ditempuh dengan menurunkan nilai hutang lancar, yaitu umumnya dengan cara tidak mencatat hutang lancar sehingga terdapat hutang yang tidak tercatat di dalam laporan keuangan (neraca). 2. Dalam penyajian aktiva lancar, klien menghadapi masalah penilaian unsur-unsur aktiva lancar per tanggal neraca. Kas harus disajikan pada nilai kursnya pada tanggal neraca, jika kas tersebut berupa valuta asing; piutang harus disajikan pada nilai bersih yang dapat ditagih pada tanggal neraca, sediaan harus dihitung kuantitas, ditentukan kualitas, dan kondisinya untuk dapat disajikan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan pada tanggal neraca. Di lain pihak, dalam penyajian utang lancar, klien tidak menghadapi masalah penentuan nilai utang lancar tersebut pada tanggal neraca. Apa yang menjadi kewajiban perusahaan pada tanggal neraca tidak perlu ditentukan nilainya. Klien menghadapi fakta di dalam menyajikan utang lancar.

B. Perbedaan Pengujian Substantif terhadap Utang Lancar dengan Pengujian Substantif terhadap Aktiva Lancar 1. Pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk menemukan adanya penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang

seharusnya (understatement utang lancar), sedangkan untuk aktiva lancar untuk menemukan penyajian aktiva lancar yang lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya (overstatement aktiva lancar). Dalam pengujian substantif terhadap kas; auditor melakukan pengujian fisik kas, dalam pengujian substantif terhadap piutang, auditor mengirimkan konfirmasi terhadap debitur; dalam pengujian substantif terhadap persediaan, auditor melakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan yang dilakukan seorang klien. Berbagai perosedur audit tersebut dilakukan untuk menemukan adanya overstatement dalam aktiva lancar. Di lain pihak, pengujian substantif terhadap utang lancar ditujukan untuk menentukan adanya utang yang belum dicatat (unrecord liabilities) pada tanggal neraca. Hal ini dimaksudkan oleh auditor untuk mendeteksi adanya kemungkinan penyajian utang lancar yang lebih rendah dari saldo yang seharusnya (understatement utang lancar). 2. Dalam pengujian substantif terhadap aktiva lancar, auditor menghadapi masalah penentuan kewajiban nilai aktiva lancar (nilai bersih yang dapat direalisasikan) yang dicantumkan ke dalam neraca. Dilain pihak dalam pengujian substantif terhadap hutang lancar auditor menghadapi data historis mengenai kewajiban perusahaan yang terjadi di masa lalu, yang dalam jangka pendek harus dilunasi. Oleh karena itu, pengujian substantif terhadap utang lancar memerlukan waktu yang relatif lebih pendek bila dibandikan dengan pengujian substantif terhadap aktiva.

C. Akuntansi Berterima Umum dalam Penyajian Utang Lancar di Neraca 1. Setiap jenis utang lancar harus disajikan terpisah (cut off) dari jumlah yang material. 2. Utang terhadap perusahaan afiliasi, pemegang saham, karyawan perusahaan harus dipisahkan dari utang kepada pihak ketiga yang independen.

3. Aktiva yang dijaminkan dalam penarikan utang lanca harus diungkapkan dalam laporan keuangan. 4. Aktiva dan utang lancar tidak boleh digabung penyajiannya ke dalam jumlah netto. 5. Utang bersyarat harus dijelaskan di dalam neraca.

D. Tujuan Pengujian Substantif Terhadap Utang Usaha 1. Memperoleh Keyakinan Terhadap Keandalan Catatan Akuntansi Yang Bersangkutan Utang Usaha. 2. Membuktikan Keberadaan Utang Usaha dan Keterjadian Transaksi Yang Berkaitan Dengan Utang Usaha yang Dicantumkan di Neraca. Auditor melakukan berbagai pengujian substantif berikut ini: a. Pengujian analitik. b. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan utang usaha. c. Pemeriksaan pisah batas transaksi yang berkaitan dengan utang usaha. d. Konfirmasi piutang usaha. e. Rekonsiliasi utang yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang yang diterima oleh klien dari krediturnya. 3. Membuktikan Kelengkapan Transaksi yang Dicatat Dalam Catatan Akuntansi Dan Kelangsungan Saldo Usaha yang Disajikan di Neraca. Auditor melakukan berbagai pengujian substantif berikut ini: a. Pengujian analitik. b. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan utang usaha. c. Pemeriksaan pisah batas transaksi yang berkaitan dengan utang usaha. d. Konfirmasi piutang usaha.

e. Rekonsiliasi utang yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang yang diterima oleh klien dari krediturnya. 4. Membuktikan Kewajiban Klien yang Dicantumkan di Neraca. Auditor melakukan pengujian substantif berikut ini: a. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan utang usaha. b. Konfirmasi piutang usaha. c. Rekonsiliasi utang yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang yang diterima oleh klien dari krediturnya. 5. Membuktikan Kewajaran Penyajian dan Pengungkapan Utang Usaha di Neraca. Pengujian substantif untuk membuktikan asersi penyajian dan pengungkapan utang usaha di neraca adalah: a. Konfirmasi utang usaha b. Rekonsiliasi utang yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang yang diterima oleh klien dari krediturnya. c. Pembanding penyajian utang usaha di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum yang diaudit dengan prinsip akuntansi berterima umum. Tujuan utama pengujian substantif terhadap utang usaha adalah membuktikan bahwa saldo akun Utang Usaha yang dicantumkan dalam neraca mencerminkan saldo Akun Utang Usaha yang sesungguhnya pada tanggal neraca tersebut. E. Program Pengujian Substantif Terhadap Utang Usaha Program pengujian substantif terhadap utang usaha berisi prosedur audit yang dirancang untuk mencapai tujuan audit seperti yang telah diuraikan di atas. Tahap-tahap prosedur audit dimulai dari pemeriksaaan yang bersifat luas dan umum sampai ke pemeriksaaan yang bersifat rinci.

Berbagai prosedur audit dilaksanakan dalam lima tahap berikut ini: 1. Prosedur Audit Awal Sebelum membuktikan apakah saldo utang usaha yang dicantumkan oleh klien di dalam neracanya sesuai dengan utang usaha yang benarbenar ada pada tanggal neraca, auditor melakukan rekonsiliasi antara informasi utang usaha yang dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya. Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar auditor memperoleh keyakinan bahwa informasi utang usaha yang dicantumkan di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, auditor melakukan enam prosedur audit berikut ini dalam melakukan rekonsiliasi informasi utang usaha di neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan: a. Usut saldo utang usaha yang tercantum di neraca ke saldo utang usaha yang bersangkutan di dalam buku besar. b. Hitung kembali saldo akun utang usaha di buku besar. c. Usut saldo utang usaha ke kertas kerja tahun yang lalu. d. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam akun aktiva tetap dan akumulasi depresiasinya. e. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun utang usaha ke jurnal yang bersangkutan. f. Lakukan rekonsiliasi buku pembantu utang usaha dengan akun utang kantor utang usaha di buku besar.

2. Prosedur Analitik Pada tahap awal pengujian substantif terhadap utang usaha, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Untuk itu, auditor melakukan perhitungan berbagai ratio berikut ini: Ratio Formula

Tingkat perputaran utang usaha

Pembelian Rerata utang usaha

Rasio utang usaha dengan utang Saldo utang usaha Utang lancar lancar

Rasio yang telah dihitung tersebut kemudian dibandingkan dengan harapan auditor. Pembanding ini membantu auditor untuk

mengungkapkan : a. Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, b. Perubahan akuntansi, c. Perubahan usaha, d. Fluktuasi acak, e. Salah saji.

3. Pengujian Terhadap Transaksi Rinci Karena hampir semua saldo utang lancar, seperti utang usaha dan utang wesel, didukung dengan dookumen yang berasal dari pihak luar, maka keberadaan saldo akun utang dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan akuntersebut dibuktikan oleh auditor dengan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen pendukung transaksi tersebut. Dalam memverifikasi saldo utang usaha dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan akun tersebut, auditor memeriksa arsip bukti kas keluar yang belum dibayar (open voucher file) beserta dokumen pendukungnya seperti surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur pemasok. Dalam memverifikasi utang wesel, meskipun sertifikat wesel berada di tangan kreditur, namun biasanya klien memiliki copy sertifikat wesel tersebut. Dengan demikian verifikasi keberadaan utang wesel dilakukan oleh auditor memriksa copy sertifikat wesel yang disimpan oleh klien. Dalam memeverifikasi keberadaan utang bank, auditor meminta surat perjanjian penarikan kredit dari bank untuk membuktikan eksistensi utang

tersebut serta untuk memperoleh informasi mengenai sarat-sarat kredit dan jumlah pokok pinjaman, kekayaan yang dijaminkan, serta tarif bunga.

Keandalan saldo utang usaha sangat ditentukan oleh keterjadian transaksi yang dikredit dan didebitkan kedalam akun utang usaha berikut ini: a. Transaksi pembelian kredit b. Transaksi retur pembelian c. Transaksi pembayaran kas untuk pelunasan utang usaha. Disamping itu, keandalan saldo utang usaha ditentukan pula oleh ketepatan pisah batas yang digunakan untuk mencatat berbagai transaksi tersebut diatas. Oleh karena itu, auditor melakukan pengujian substantif terhadap transaksi rinci yang mengkredit dan mendebit akun utang usaha dan pengujian pisah batas yang digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan akun tersebut. a. Periksa Sampel Transaksi yang Tercatat dalam Akun Utang Usaha ke Dokumen yang Mendukung Timbulnya Transaksi Tersebut Prosedur audit ini dimulai oleh auditor dari buku pembantu utang usaha. Pengujian dilaksanakan dengan mengambil sampel berikut ini: 1. Sampel akun debitur yang akan diperiksa transaksi mutasinya. 2. Sampel transaksi yang dicatat dalam akun kreditur pilihan. Periksa pengkreditan akun utang usaha ke dokumen

pendukung: bukti kas keluar (voucher), laporan penerimaan barang, dan surat order pembelian. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat disebelah kredit akun kreditur yang terpilih dalam sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini:

1. Mengambil dari arsip klien bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya: laporan penerimaan barang, faktur pembelian dari pemasok, dan surat order pembelian. 2. Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung bukti kas keluar. 3. Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam bukti kas keluar dan dokumen pendukungnya. 4. Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun kreditur berdasarkan bukti kas keluar. 5. Memastikan bahwa semua bukti kas keluar yang disampel telah dicatat disebelah kredit akun kreditur. Periksa pendebitan akun utang usaha ke dokumen pendukung; bukti kas keluar, memo debit untuk retur pembelian. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat disebelah debit akun kreditur yang terpilih dalam sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini: 1. Mengambi dari arsip klien bukti kas keluar dan memo debit beserta dokumen pendukungnya: surat tagihan, atau kwitansi dari kreditur, dan laporan pengiriman barang (untuk retur pembelian) 2. Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung bukti kas keluar dan memo debit. 3. Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam bukti kas keluar dan memo debit dan dokumen pendukungnya. 4. Memeriksa kebenaran data yang di-posting kedalam akun kreditur berdasarkan bukti kas keluar dan memo debit. 5. Memastikan bahwa semua bukti kas keluar dan memo debit yang disampel telah dicatat disebelah debit akun kreditur.

b. Lakukan Verifikasi Pisah Batas (Cut Off) Transaksi Pembelian dan Retur Pembelian Verifikasi pisah batas dimaksudkan untuk membuktikan apakah klien menggunakan pisah batas yang konsisten dalam memperhitungkan transaksi pembelian dan retur pembelian yang termasuk dalam tahun yang diaudit dibanding dengan tahun sebelumnya. Jika klien tidak menggunakan tanggal pisah batas yang konsisten, akibatnya adalah transaksi pembelian yang seharusnya diakui sebagai unsur penentuan kos barang yang dijual (cost of good sold) tahun berikutnya, dicatat oleh klien sebagai unsur kos barang yang dijual tahun yang diaudit. Dilain pihak, transaksi pembelian tahun yang diaudit dapat diakui oleh klien sebagai unsur kos barang yang dijual tahun berikutnya.dengan demikian jika klien tidak konsisten dalam menggunakan tanggal pisah batas perhitungan rugi laba tahun yang diaudit akan terpengaruh langsung. Oleh karena itu, auditor malakukan pemeriksaan terhadap transaksi pembelian dan retur pembelian, serta transaksi pengeluaran kan untuk pembayaran utang usaha yang terjadi dalam beberapa minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca, untuk menetukan perlakuan yang tepat terhadap pengakuan kos barang yang jual dan pencatatan transaksi pengurangan utang usaha. Periksa dokumen mendukung timbulnya utang usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca. Untuk membuktikan bahwa klien menggunakan pisah batas yang konsisten terhadap transaksi pembelian, auditor memeriksa bukti kas keluar dan dokumen pendukungnya yang dibuat dan dicatat oleh klien dalam periode sebelum dan sesudah tanggal neraca. Dengan membandingkan tanggal bukti kas keluar, faktur pembelian dari kreditur, tanggal laporan penerimaan barang dan syarat pembelian yang digunakan, auditor dapat membuktikan

apakah transaksi pembelian dan timbulnya utang yang terjadi dalam periode sebelum dan sesudah tanggal neraca, telah dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya. Periksa dokumen yang mendukung berkurangnya utang usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca. Untuk membuktikan ketetapnan pisah batas dalam transaksi berkurangnya utang usaha karena pembayaran kas kepada kreditur, auditor memeriksa dokumen bukti kas keluar dan kwintansi penerimaan kas dari kreditur yang dipakai sebagai basis pencatatan kedalam kartu utang. Dari pemeriksaan ini, auditor dapat membuktikan ketetapan pisah batas yang dipakai oleh klien dalam mencatat pengurangan utang usaha dari pembayaran kas kepada kreditur. Lakukan verifikasi pisah batas (cut off) transaksi pengeluaran kas. Untuk membuktikan ketepatan pisah batas transaksi pengeluaran kas, auditor melakukan observasi terhadap semua cek yang dibayarkan pada hari terakhir tahun yang diaudit untuk membuktikan ketepatan pencatatan pengeluaran kas dalam periode yang seharusnya. Periksa adanya utang usaha yang tidak dicatat. Klien memiliki kecenderungan untuk melakukan understatement utang usaha dengan cara tidak mencatat kewajiban klien pada tanggal neraca. Oleh karena itu, fokus auditor dalam pengujian substantive terhadap utang usaha adalah menemukan adanya unrecorded transaction yang berkaitan dengan utang usaha. Utang yang belum dicatat pada tanggal neraca dapat timbul sebagai akibat dari berbagai keadaan berikut ini: a. Adanya dokumen-dokumen yang belum diproses untuk pembayaran pada tanggal neraca, dan baru dibuatkan bukti kas keluar setelah tangga neraca.

b. Adanya barang-barang yang diterima sebelum tanggal neraca, namun faktur dari pemasok baru diterima setelah tanggal neraca. c. Klien menggunakan basis tunai dalam melaksanakan system bukti kas keluarnya. d. Adanya jasa yang telah dinikmati oleh klien sebelum tanggal neraca, namun pejual jasa baru menagih harga jasa tersebut setelah tanggal neraca. Prosedur audit untuk menemukan adanya utang yang belum dicatat pada tanggal neraca: a. Periksa bukti-bukti yang mendukung transaksi pengeluaran kas yang dicatat setelah tanggal neraca. b. Periksa bukti kas keluar yang dibuat setelah tanggal neraca. c. Periksa catatan sediaan barang konsinyasi masuk. d. Pelajari peraturan perpajakan yang menyangkut bisnis klien. e. Lakukan review terhadap anggaran modal, perintah kerja, dan kontrak pembangunan untuk memperoleh bukti adanya utang yang belum dicatat. Jika auditor menemukan adanya utang yang pada tanggal neraca belum dicatat dan tidak disajikan di neraca, ada dua jalan yang dapat dtempuh oleh auditor, yaitu: a. Mengusulkan adjustment kepada klien untuk mencatat utang tersebut. b. Tidak mengusukan adjustment kepada klien, dan membiarkan utang tersebut tetap tidak tercatat.

4. Pengujian Terhadap Saldo Akun Rinci Tujuan pengujian saldo akun Utang Usaha Rinci adalah untuk memverifikasi: a. Keberadaan atau keterjadian,

b. Kelengkapan, c. Kewajiban, d. Penyajian dan pengungkapan. Keberadaan, kelengkapan, kewajiban, serta penyajian dan

pengungkapan utang usaha di neraca dibuktikan oleh auditor dengan mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur dan rekonsiliasi utang usaha yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang bulanan yang diterima oleh klien dari kreditur.

a. Lakukan Konfirmasi Utang Usaha Konfirmasi dalam pengujian sunbstantif terhadap utang usaha merupakan prosedur yang tidak harus ditempuh (bukan merupakan mandatory procedure) seperti halnya dengan konfirmasi piutang usaha. Ada tiga sebab mengapa prosedur konfirmasi bukan merupakan mandatory procedure dalam pengujian substantif terhadap utang usaha: 1. Tujuan utama pengujian substantif terhadap utang usaha adalah untuk menemukan adanya unrecorded liabilities. Konfirmasi utang usaha didasarkan pada utang usaha yang telah tercatat, sehingga konfirmasi tidak dapat menentukan keberadaan utang usaha yang belum dicatat pada tanggal neraca. 2. Konfirmasi dilakukan untuk memperoleh bukti dari pihak luar yang dapat dipercaya. Dalam pengujian substantif terhadap utang usaha, auditor dapat memperoleh bukti-bukti dari pihak luar, seperti faktur dari pemasok dan pernyataan piutang dari kreditur. 3. Kebanyakan utang usaha yang tercatat pada tanggal neraca telah dibayar oleh klien sebelum auditor menyelesaikan tugas lapangannya. Pembayaran ini merupakan bukti adanya utang usaha pada tanggal neraca.

Prosedur konfirmasi utang usaha ditempuh oleh auditor jika dua kondisi berikut ini terdapat di dalam perusahaan yang diaudit, yaitu: 1. Pengendalian terhadap utang usaha lemah, 2. Dalam pengujian substantif tidak dapat dijumpai adanya pernyataan piutang dari kreditur.

Jika prosedur konfirmasi ini dilaksanakan oleh auditor, kreditur yang dipilih untuk dikirimi surat konfirmasi adalah: 3. Kreditur yang melakukan penjualan yang besar kepada klien dalam tahun yang diaudit, 4. Kreditur yang memiliki akun berisi transaksi yang luar biasa sifatnya, 5. Krediturnya mempunyai hubungan istimewa dengan klien (misalnya hubungan antara induk dan anak perusahaan).

b. Periksa Dokumen yang Mendukung Transaksi Pembayaran Utang Usaha Setelah Tanggal Neraca Pembayaran utang usaha yang dilakukan oleh klien dapat memberikan petunjuk mengenai keberadaan kewajiban klien tersebut. Oleh karena itu, untuk membuktikan keberadaan utang usaha pada tanggal neraca, auditor melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang mendukung transaksi pembayaran utang usaha yang terjadi setelah tanggal neraca, yang dicatat dalam register cek. Dengan pemeriksaan dokumen pendukung transaksi pembayaran utang usaha yang dicatat dalam register cek tersebut, auditor dapat memperoleh keyakinan bahwa utang usaha yang tercantum di neraca benar-benar ada dan adanya utang usaha yang tidak dicatat pada tanggal neraca.

c. Lakukan Rekonsiliasi Utang Usaha yang Tidak Dikonfirmasi ke Pernyataan Piutang Bulan yang Diterima oleh Klien dan Kreditur Utang klien pada debitur yang tidak dikonfirmasi dapat diverifikasi keberadaanya melalui rekonsiliasi akun utang kepada kreditur dengan surat pernyataan piutang (account receivable statement) yang diterima secara bulanan oleh kreditur. Dari rekonsiliasi ini, auditor dapat memperoleh keyakinan bahwa utang usaha yang tercantum dineraca benar-benar ada dan adanya utang usaha yang tidak dicatat pada tanggal neraca.

5. Verifikasi Terhadap Penyajian dan Pengungkapan a. Periksa Klasifikasi Utang Usaha Di Neraca Unsur utang lancar harus disajikan di neraca menurut urutan jatuh temponya. Jika jumlahnya material, utang usaha harus disajikan di neraca menjadi tiga golongan: 1. Utang usaha pada kreditur usaha, 2. Utang usaha kepada perusahaan afiliasi, dan 3. Utang usaha kepada direksi, pemegang saham utama, manager, dan karyawan perusahaan. Auditor harus memeriksa saldo debit akun utang usaha dan jika perlu melakukan jurnal penggolongan kembali. Saldo debit akun utang usaha juga dapat timbul karena adanya retur pembelian. Jika jumlahnya material, saldo debit akun utang usaha ini harus dikelompokkan sebagai unsur aktiva lancar,tidak boleh dikurangkan dari utang usaha. Oleh karena itu, auditor berkewajiban

menggolongkan kembali akun utang usaha yang bersaldo debit besar ke dalam kelompok aktiva lancar. Utang usaha harus disajikan secara terpisah dari utang nonusaha. Jika klien mempunyai komitmen yang akan menimbulkan kewajiban dalam periode akuntansi berikutnya, ia

harus mengungkapkan mengenai hal ini di neraca. Utang jangka panjang yang jatuh tempo harus digolongkan kedalam utang lancar.

b. Periksa Pengungkapan yang Bersangkutan dengan utang Nonusaha Jika utang jangka panjang yang segera jatuh tempo dilunasi dengan aktiva tidak lancar (misalnya dari dana pelunasan utang jangka panjang/sinking fund), maka jumlah utang ini tetap disajikan di neraca dalam kelompok utang jangka panjang, bukan utang lancar untuk menghindari pengaruh signifikansi terhadap perhitungan perubahan posisi keuangan (modal kerja)

c. Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang usaha Utang usaha yang dijamin dengan aktiva harus diungkapkan secara memadai di neraca atau dalam penjelasan laporan keuangan. Begitu pula aktiva yang dijaminkan dalam utang usaha harus diungkapkan secara memadai. Utang usaha harus selalu dinyatakan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan trade discounts. Potongan tunai dapat dikurangkan atau dapat pula tidak dikurangkan dari utang usaha, tergantung atas prosedur pencatatan utang usaha yang digunakan oleh klien.

d. Mintalah Informasi dari Klien untuk Menemukan Komitmen yang Belum Diungkapakan dan Utang Bersyarat dan Periksa Penjelasan yang Bersangkutan dengan Utang Tersebut Sebenarnya kewajiban perusahaan tidak hanya terdiri dari utang yang nyata telah terjadi, tetapi juga meliputi kewajiban yang secara potensial akan terjadi, yang berupa komitmen dan utang bersyarat. pemakai laporan berkepentingan untuk mengetahui informasi mengenai utang yang benar-benar telah merupakan

kewajiban perusahaan pada tanggal tersebut. Oleh karena itu, dalam pengujian Substantif terhadap utang usaha, auditor berkewajiban untuk menentukan ada atau tindaknya komitmen yang tidak diungkapakan dan utang bersyarat pada tanggal neraca, dan jika ada, apakah klien telah mengungkapkan secara memadai mengenai utang tersebut.

You might also like