You are on page 1of 9

THE ANSWER IS

Hanum Putri C

BAB I

Plok plok plok.. suara tepuk tangan bergemuruh dari berbagai sudut ruangan aula. Lelaki berwajah oval berjalan tegap menuju panggung. Sesekali ia melihat ke arah penonton, lalu menyunggingkan senyum. Aku menengok ke barisan tempat duduk para wali yang berada tepat di sisi kanan barisan tempat duduk para mahasiswa. Antara barisan tempat duduk wali dengan mahasiswa hanya dipisahkan oleh karpet merah panjang menuju panggung yang lebarnya sekitar satu setengah meter. Wanita setengah baya di kursi paling tepi ikut bertepuk tangan. Entah sadar atau tidak, air mata bahagia menggenang di pelupuk matanya. Kemudian lelaki itu pun tiba di atas panggung. Rektor menyambutnya dengan berjabat tangan, lalu memeluknya. Dengan senyum yang tetap tersungging, lelaki itu memegang microphone dengan tenang. Sebelumnya, terima kasih saya sampaikan atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara di tengah-tengah tujuh ratus mahasiswa disini. Saya sama sekali tidak menyangka menjadi lulusan terbaik mengingat semua mahasiswa di universitas ini sangat hebat. Selama 22 tahun saya hidup, 16 tahunnya saya gunakan untuk mencari ilmu, mereka inilah saingan yang tiada duanya. Tepuk tangan kembali bergemuruh, bahkan ada beber apa mahasiswa yang bersiul, menyebut nama lelaki itu, dan ada pula yang bersorak. Terima kasih saya sampaikan kepada Allah SWT, kepada Ibu saya, Ayah saya yang saat ini tidak dapat hadir, semua dosen yang telah mengampu kuliah dengan sangat baik, dan teman-teman yang selalu mendukung saya. Tak banyak yang ingin saya sampaikan, hanya terima kasih, terima kasih, dan terima kasih. Semoga dengan ijazah di tangan kita ini, bukti perjuangan kita selama empat tahun, kita semua dapat benar-benar menjadi seseorang. Dapat menjadi penerus bangsa yang tidak hanya menyumbang materil tapi juga moril. Apalah arti nilai jika kita tidak dapat menjadi sosok yang bermoral? Apalah arti pekerjaan jika pekerjaan itu tidak dilandasi dengan kejujuran? Plok ..plokplok suara tepuk tangan hadirin membuat lelaki itu berhenti berpidato sejenak. Lalu melanjutkan pidatonya kembali.

Mari kita bersama-sama untuk berjuang kembali, kakak saya pernah bilang bahwa wisuda bukan akhir tetapi adalah awal kehidupan yang sebenarnya. So, welcome to the jungle buddies! Lelaki itu turun dari panggung diiringi tepuk tangan hadirin yang sangat meriah, bagaikan artis Holywood yang mendapatkan award. Lalu ia duduk di kursi sebelahku, menatapku dan tersenyum. Aku membalas senyumnya lalu menjabat tangannya. Congrats Gio, finally youve got what you want. Kataku pelan. Thankyou Raya. Thanks for always supporting. Setidaknya aku mempunyai satu percakapan yang cukup bermakna dengan Giovanni Ferdian, pacarku ini. Karena sejak kami masuk ke ruangan aula ini kami terus-terusan membicarakan sesuatu yang tidak penting karena saking deg-degannya. Seperti, Aku penasaran siapa yang pertama kali mengenakan toga. Atau OMG, kita belum foto bareng! atau Ray, hak sepatumu tinggi banget. Mau tukeran? Meskipun ini bukan pertama kalinya kami diwisuda (waktu SMP dan SMA juga pernah), tetapi tetap saja jantung kami berdetak lebih cepat dari biasanya. Terutama Gio, karena kabar yang berhembus di kalangan mahasiswa selama seminggu ini adalah Gio merupakan lulusan terbaik yang cumlaude dengan IPK 4,00. Kabar itu tak diindahkannya, ia hanya menganggap apa yang dibicarakan teman-teman kami merupakan doa. Namun tetap saja hari ini ia begitu degdegan menunggu Rektor mengumumkan siapa lulusan terbaik. Dan ternyata hari ini terjawab sudah bahwa kabar itu benar. Aku bisa melihat betapa bahagianya dia saat ini. Ia pernah bercerita bahwa lulusan terbaik adalah cita-citanya semenjak duduk di bangku SMP namun belum pernah kesampaian hingga hari ini ia pun menjadi sang lulusan terbaik itu. Namun sayang sekali di saat ia mendapatkan prestasi yang membanggakan ayahnya tidak dapat datang karena masih berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Sehingga yang datang hari ini hanyalah ibu dan kakak perempuannya. Aku belum pernah bertemu dengan keluarganya sampai sejauh ini, karena di dalam keluarganya urusan pacaran adalah hal yang tabu. Sehingga ia tidak berniat sama sekali mengenalkanku pada satu saja anggota keluarganya. Jadi aku memandang dari kejauhan, mengamati seberapa mirip apakah mereka dengan Gio.

Tapi ia berjanji suatu saat jika sudah waktunya ia akan mengenalkanku pada seluruh anggota keluarganya tak terkecuali kakek neneknya. Jadi, apa rencanamu selanjutnya setelah ini? tanyaku ketika kami sedang duduk menunggu giliran untuk berfoto. Yang jelas aku akan mencari pekerjaan dahulu, lalu akan kuliah lagi melanjutkan S2. Aku hanya mengangguk tanda mengerti namun sedikit kecewa. Sebenarnya bukan itu jawaban yang aku harapkan. Aku ingin dia menjawab Membeli cincin lalu melamarmu. Dan kita akan bertunangan seperti janjiku dulu. Seperti rencana kita. Gio memang pernah berjanji saat awal kami pacaran dulu bahwa jika ia mendapat IPK cumlaude, ia akan melamarku dan bertunangan denganku. Tapi sekarang saat ia sudah mendapatkannya, ia malah lupa apa yang pernah dijanjikannya. Mungkin ia terlalu bahagia, sehingga lupa akan kejadian-kejadian di masa lalu. Hal tersebut wajar bukan? Aku mencoba ber-positive thinking. Raut muka kecewa diwajahku kuganti cepat-cepat dengan raut bahagia, agar aku tak merusak harinya. Kamu sendiri mau lanjut kuliah lagi atau mau kerja dulu? Gio bertanya sambil melepas toganya. Em..aku sepertinya mau bekerja dulu. Aku bosan kuliah terus. Justru itu sebaiknya kamu kuliah dulu baru kerja. Yah..agar cepat-cepat kelar kuliahnya dan kamu bisa tenang bekerja. Apa? Agar cepat-cepat kelar kuliah dan bisa tenang bekerja? Aku bukan mesin uang Gio. Aku ingin tunangan dulu agar bisa bekerja dengan tenang, kataku dalam hati. Rasa kecewaku timbul lagi dan aku tak dapat mengganti raut muka kecewa ini seperti tadi. Andai saja Ray, kok ngelamun? Aku foto dulu ya. Giliranku nih. Kata -katanya membuyarkan lamunanku. Eh iya aku lagi mikirin kerja atau kuliah lagi. Oke aku duluan ya, mau ketemu orangtuaku sebentar. Aku menjawab seadanya lalu cepat-cepat pergi. Sungguh, aku tak mau dia melihat raut mukaku yang cemberut ini.

<>

Malamnya, aku tak bisa tidur memikirkan kejadian tadi. Kejadian dimana Gio berencana kerja lalu kuliah, lalu menyuruhku kuliah dulu agar aku bisa tenang. Ah apa benar-benar Gio lupa? Atau janji Gio yang dulu hanya basa-basi saja? Atau malah Gio sengaja berpura-pura lupa tentang janjinya lalu diam-diam merencanakan sesuatu untuk melamarku? Tapi Gio adalah orang yang to the point. Tak suka membuat kejutan, tak suka merencanakan diam-diam di belakangku dan tak suka membuat hal-hal yang menurutnya aneh (padahal menurutku romantis). Tapi, mungkin saja Gio berubah menjadi orang yang suka membuat kejutan saat ini. Bahagia bisa merubah sesuatu kan? Jadi menurutku sekarang ia berpura-pura lupa lalu tengah menyiapkan skenario pelamaran. Dimana dalam skenario itu aku sedang makan malam yang amat sangat romantis di sebuah rooftop hotel berbintang lima bersama Gio. Dari rooftop tersebut disuguhi pemandangan yang sederhana namun terlihat megah. Lampu-lampu kota berkelap-kelip bagaikan bintang yang jatuh bertaburan di tanah. Kemudian menu desert dan menu utama pun disajikan. Hingga akhirnya menu penutup. Namun, menu penutupnya hanya ada satu piring. Aku penasaran dan membuka tudung saji peraknya. Dan ternyata di dalamnya bukanlah makanan penutup, tetapi kotak beludru berwarna merah maroon yang sudah dibuka hingga sebuah cincin emas putih bermata berlian berkilauan. Will you marry me? Tanya Gio dengan sangat lembut. Of course, yes. Jawabku mantap. Brrtbrrt Getar handphone-ku menyebabkan aku tersadar dari lamunan yang terlalu jauh ini. Skenario super romantis yang sebenarnya kuciptakan sendiri. Aku menatap layar handphoneku, sebuah sms masuk. From : Gio (+6286529070277) Ray, lg apa? Singkat. Jelas. Padat. Tiga khas sms yang kudapat dari Gio. Meskipun kami pacaran, tetapi Gio tak pernah membesar-besarkan urusan komunikasi. Telepon pun jarang. Bahkan, terkadang ia lupa menaruh handphone-nya dimana. Bagi dia, yang penting kami tetap saling percaya meskipun intensitas komunikasi kami sangat sedikit. Berbeda denganku, bagiku komunikasi sangatlah penting. Ketika pasangan tidak saling bertemu, apalagi yang dapat

menghubungkan keduanya selain komunikasi dengan teknologi? Aku pernah protes, aku ingin bahasa sms Gio seperti teman-temanku yang memanggil pacarnya dengan sebutan sayang atau apapun itu. Sekedar panggilan sayang tanpa kata-kata yang manis aku tetap senang kok. Justru kebanyakan kata-kata manis akan seperti gombalan murahan jadinya. Tetapi Gio bilang bahwa itu semua tidak penting. Kami dapat bertemu di kampus karena walaupun kami berbeda fakultas, kami kuliah di gedung yang sama. Jadi aku menurutinya saja. Dan membiasakan diri untuk selalu menyiapkan mental agar tidak berkecil hati ketika mendapatkan sms yang singkat, padat dan jelas dari si pacar. Aku pun membalas smsnya dengan enggan. To : Gio (+6286529070277) Lg nglamun. Km? Brrtbrrt From : Gio (+6286529070277) Nglamun apa? Lg mau jmput papa. Sebenarnya aku ingin membalas aku sedang melamun cara apa yang kamu gunakan untuk melamarku. Tapi buru-buru kuhapus karena kelihatannya norak sekali. Jadi kuputuskan untuk tidak membahas masalah melamun. To : Gio (+6286529070277) Papa pulang? salam ya. Brrtbrrt From : Gio (+6286529070277) Iya papa br bs pulang skg. Ntar ya otw dlu. Bye. Kalau kalian berpikir sms dari Gio sangat membosankan, ya memang membosankan. Tapi aku sudah terbiasa. Lagipula sejak awal memang kami dekat bukan karena sms, namun karena pertemuan demi pertemuan kami di kampus. Selain itu, Gio sosok yang sangat serius dan dewasa. Jadi kupikir begitulah cara orang dewasa ber-sms. No jokes. Gio inilah lelaki yang selama ini kucari, lelaki dewasa yang serius dalam hal apapun terutama pacaran. Aku sudah malas mencari pacar yang main-main. Pacaran yang siklusnya selalu kenal-pedekate-pacaranputus-nyambung-putus lagi-nyambung lagi-putus-musuhan-nggak kenal. Berbeda dengan Gio, siklus pacaran kami adalah kenal-teman-sahabat-komitmen dan belum pernah putus barang

sekalipun selama tiga tahun ini. Hebat bukan? Tetapi bukan berarti kami tidak pernah berselisih. Kami selalu berbeda pendapat, berbeda pandangan. Contohnya masalah sms tadi. Biasanya ketika kami berselisih, Gio lah yang menang karena pendapat Gio lebih bisa diterima logika dibanding perasaan. Tetapi bukan berarti ia tak pernah mengalah lho. Ia mengalah jika aku sudah mengeluarkan killer words, seperti Kamu tuh nggak pernah ngerti perasaanku ya. Dan setelah itu dia minta maaf dan aku memaafkannya kemudian kita berbaikan lagi seolah tidak terjadi apa-apa diantara kami. Ia juga tidak mau mengungkit-ungkit lagi masalah yang pernah terjadi.

<>
Hari ini merupakan hari ketujuh pasca wisuda. Sekarang aku sudah cukup percaya diri menyandang gelar Sarjana Komunikasi. Jika kelak aku menikah, namaku di undangan akan ditulis seperti ini : Sorraya Jasmine, S.Sos. Keren bukan? Maka hari ini pun, dengan cukup percaya diri aku memasuki gedung kantor Treassure Advertisment. Sebuah perusahaan iklan ternama yang berpusat di Jakarta dan sekarang membuka cabang di Yogyakarta. Karena itulah dibutuhkan banyak karyawan baru di berbagai bidang. Aku melirik jam tangan Tag Heur warna navy blue yang melingkar di pergelangan tangan kiri ku. Baru pukul 08.15 WIB namun lobby kantor yang luas dan ber-AC lima buah terasa sesak karena sudah cukup banyak pelamar kerja menunggu giliran interview. Sembari menunggu giliran, aku mencari tempat duduk. Soraya! teriak seorang wanita yang tengah duduk di barisan kursi yang sudah penuh. Debby! Hai! balasku dengan setengah berteriak pula. Aku mengenal Debby, dia teman sekelasku ketika SMA dulu. Aku menghampirinya dan spontan menjabat tangannya. Udah lama banget ya Deb kita nggak ketemu, kamu tambah cantik. Ujarku. Iya Ray udah empat tahun ya, cepet banget perasaan baru kemaren sore kita sekelas hahaha. Kamu juga tambah cantik Ray. Kalau aku bilang Debby tambah cantik, itu memang seratus persen benar sebab Debby memang sudah cantik dari sononya. Tapi kalau Debby bilang aku tambah cantik, itu hanya semacam hiburan kuno saja karena secara fisik aku jauh dari kata cantik. Waktu SMA saja banyak sekali yang mengejar-ngejar dia mulai dari teman sekelas, teman seangkatan, kakak

kelas, bahkan banyak juga dari SMA lain. Selain cantik dia juga pintar dan ramah kepada semua orang. Jujur aku saja juga ngefans padanya hehehe. Sekarang ia terlihat jauh lebih dewasa, dengan mengenakan setelan coklat muda dipadu syal Hermes dan oh lihat tasnya! Tas Celine yang bentuknya tidak terlalu formal namun terlihat pas sekali jika dipadu dengan setelan yang ia gunakan. Aku mengagumi penampilannya yang serba bermerk itu. Ngomong-ngomong Ray, yuk cari tempat duduk lain biar bisa ngobrol lebih banyak. Disini udah nggak ada kursi kosong untukmu. Aku mengangguk dan berjalan disampingnya, dan aku berani bertaruh semua lelaki disini memandang Debby dengan tatapan kagum. Kini aku merasa seperti Beauty and The Beast. Oh God Setelah menemukan kursi yang masih kosong untuk dua orang, kami mengobrol panjang lebar mulai dari soal masa kuliah hingga soal asmara. Jadi kenapa kamu tertarik mendaftar disini Ray? Ya karena ini kan perusahaan baru buka cabang, jadi kupikir masih banyak peluang lah. Lagipula siapa sih yang nggak kenal dengan Treassure Advertisement? Bagaimana denganmu? Aku sebenarnya sudah diterima di perusahaan lain, tepatnya tiga minggu yang lalu. Lalu tadi malam aku mendapat kabar bahwa Ts Ads membuka cabang baru disini. Aku nggak mencari gaji yang lebih besar Ray, tapi aku mencari seseorang. Seseorang? tanyaku heran. Ya seseorang, dia lebih dulu diterima di Ts Ads sebulan yang lalu di Jakarta. Aku juga tahu informasi mengenai lowongan pekerjaan disini juga dari ibunya yang menelepon ibuku. Jadi tepatnya siapakah orang itu? Pacarmu atau temanmu? Debby tertawa ringan kemudian menjawab, Bukan dua-duanya Ray. Dia hanya orang yang kusukai sejak em.. sekitar tiga tahun yang lalu. Dia tetanggaku dulu. Tapi aku belum begitu mengenalnya karena dia sudah pindah rumah. Begitu. Aku mengangguk lalu diam, tak kusangka wanita secantik Debby memendam rasa pada seseorang tanpa orang itu tahu perasaan Debby. Dan aku yakin, yakin sekali bahwa banyak lelaki yang menyukai dirinya. Aku juga tak berani berkomentar apapun karena aku tidak terlalu dekat dengan Debby dulu hanya mengobrol biasa. Tapi sekarang Debby curhat kepadaku dan aku merasa sedikit kaku.

Jadi kalau nanti kamu diterima dan aku tidak, tolong bilang aku ya Ray meng enai dia. Ini kuberi nomor teleponku. Debby mengeluarkan blocknote dan pulpen dari dalam tasnya, menyobek selembar kertas blocknote tersebut kemudian menuliskan beberapa nomor telepon. Dua ini nomor handphone ku, ini nomor kantorku, dan yang ini nomor r umahku. Terserah kamu mau menghubungi yang mana. Tambahnya seraya memberikan kertas tersebut kepadaku.

You might also like