You are on page 1of 43

LAPORAN AKHIR PKM-P

POTENSI PEMBUATAN ETANOL DARI ECENG GONDOK MELALUI PROSES HIDROTHERMAL

oleh:

DYAN PRATIWI M. DAHLIA QADARI NURUL UTAMI SM.

331 11 019 331 11 005 331 11 011`

(2011) (2011) (2011)

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG MAKASSAR 2013

HALAMAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN 1. 2. Judul Kegiatan : Potensi Pembuatan Etanol Dari Eceng Gondok Melalui Proses Hydrothermal. Bidang Kegiatan : () PKM-P ( ) PKM-M ( ) PKM-KC ( ) PKM-K ( ) PKM-T Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas/Institut/Politeknik e. Alamat Rumah/Telp./fax. Makassar f. Alamat Email Anggota Pelaksana Kegiatan Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIDN c. Alamat Rumah /No Telp/Hp

3.

: Dyan Partiwi M : 331 11 019 : Teknik Kimia : Politeknik Negeri Ujung Pandang : Jl. Toddopuli V Stp 2 No 28/29 blok 32 : vanessadyan@yahoo.co.id : Dua orang

4. 5.

: Octovianus SR Pasanda, ST., MT : 0005106511 : Bumi Tamalanrea Permai Blok AA No. 30 081242826202 : Rp. 9.800.000,: : 6 Bulan

6. Biaya Kegiatan Total : a. DIKTI b. Sumber Lain 7. Jangka Waktu Pelaksanaan

ii

ABSTRAK Dyan Pratiwi, dkk. 2013. Potensi Pembuatan Etanol dari Eceng Gondok melalui proses Hidrothermal. (Didampingi oleh Octovianus SR Pasanda) Eceng gondok (Eichorrnia crassipes) merupakan gulma yang memiliki kemampuan tumbuh serta mampu membentuk populasi yang sangat besar dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu maka berbagai upaya pengendalian populasinya terus dilakukan. Selain upaya pengendalian, upaya pemanfaatan secara ekonomis pun dilakukan. Batang eceng gondok memiliki kandungan selulosa, yaitu 64,51%. Melalui proses hidrolisis, selulosa dikonversi menjadi glukosa yang difermentasi menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi seperti etanol. Umumnya, selulosa ada dalam kombinasi dengan lignin dan hemiselulosa membentuk komplek lignoselulosa sehingga selulosa sulit mengalami hidrolisis secara enzimatik. Untuk memudahkan hidrolisis selulosa oleh enzim selulase maka terlebih dahulu diproses melalui suatu metode, yakni dengan metode perlakuan hidrothermal , kemudian untuk menghasilkan etanol maka pada tahap fermentasinya digunakan Saccharomyces cerevisiae. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai konversi selulosa menjadi glokosa dan pengaruh kerusakan struktur sel eceng gondok terhadap perlakuan hydrothermal untuk produksi bioetanol serta memperoleh produk etanol dengan komposisi tertentu. Setelah dilakukan proses hydrothermal, diperoleh nilai konversi selulosa menjadi glukosa optimum sebesar 5,78 % pada kondisi suhu 170oC dan waktu 60 menit. Setelah itu, dilakukan proses hidrolisis dengan enzim selulase agar selulosa dapat teruraikan menjadi glukosa secara optimal. Dimana setelah uji struktur sel, eceng gondok mengalami kerusakan sel setelah proses hydrothermal dan bertambah rusak setelah proses hidrolisis. Bioetanol yang dihasilkan setelah proses fermentasi adalah sebesar 6,4% dan 6,2%. Kata kunci: Eceng gondok, hidrothermal, hidrolisis, etanol

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., atas berkah, rahmat dan ijin-Nya kami bisa menyelesaikan Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa yang berjudul Potensi Pembuatan Etanol dari Eceng Gondok melalui Proses Hidrothermal. Laporan akhir ini disusun untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian yang diadakan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) Jakarta tahun 2012-2013. Dalam penyusunan laporan akhir ini penysusun mendayagunakan kemampuan semaksimal mungkin untuk menjadikan laporan akhir ini memiliki bobot pengetahuan sekalipun dalam kategori yang minim. Namun demikian, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya laporan akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini sudah selayaknya penyusun menghaturkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ayah dan Ibunda penyusun yang telah memberikan dorongan dan dukungan selama penyusun melaksanakan kegiatan hingga penyusunan laporan akhir. 2. Bapak Drs.Muslimin.,M.T.,M.Hum., selaku Pembantu Direktur III Bidang Kemahasiswaan yang telah memberikan dukungan. 3. Bapak Drs. H. Abdul Azis, M. T., selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah memberikan dukungan. 4. Bapak Octovianus SR Pasanda,S. T., M. T., yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan kegiatan. 5. Bapak Sakius yang telah banyak memberikan bantuan selama pelaksanaan kegiatan. 6. Teman-teman seperjuangan Teknik Kimia 2011, semua akan indah pada waktunya. 7. Serta orang-orang yang telah memberikan motivasi dan bantuan moril kepada penulis hingga laporan praktik kerja lapangan ini dapat terselesaikan. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penyusun. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan. Makassar, September 2013

Penyusun

iv

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh masyarakat. Persentase konsumsinya terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan.Satu hal yang mengkhawatirkan adalah bahwa ada kecenderungan impor BBM kian meningkat, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan mengimpor sepenuhnya kebutuhan BBM bila upaya mendiversifikasi pemakaian energi non BBM tidak dilakukan secara serius. Pada tahun 1992 pemakaian BBM sebagai energi final sebesar 201.577 ribu SBM., ternyata kilang dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 167.944 ribu SBM. Sehingga harus mengimpor sekitar 33.633 ribu SBM atau bila dirata-ratakan setiap harinya harus mengoimpor BBM sebanyak 92.145 SBM. Angka impor BBM ini terus meningkat hingga mencapai 107.935 ribu SBM pada tahun 2003 atau sekitar 32.75 % dari total konsumsi BBM dalam negeri. Maka dari itu perlunya pengembangan alternatif lain guna mengurangi pengeluaran devisi negara dan bersifat ramah lingkungan. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM. (yprawira.2007) Bioetanol adalah etanol (alkohol yang paling dikenal masyarakat) yang dibuat dengan fermentasi yang membutuhkan faktor biologis untuk prosesnya (Stefan Nagtegaal and Steven Wittens,2008). Bahan baku yang digunakan untuk membuat bioethanol adalah eceng gondok. Keunggulan tersebut adalah memiliki laju pertumbuhan tiga persen dari 3 % perhari di rawa atau danau dan tingkat perumbuhan eceng gondok mencapai 125 ton basah/6 bulan(Glori K. Wadrianto : 2012).

Dengan

penelitian lebih lanjut, diketahui eceng gondok

dapat

membantu produsen bioethanol untuk mengetahui spesies yang dapat menghasilkan bioethanol , dilihat dari jumlah sukrosa yang dihasilkan spesies tersebut jika dihidrolisis sebelum proses hidrolisis dengan enzim, dilakukan terlebih dahulu proses hidrothermal dengan harapan biomassa yang menggandung tignoselulosa yang dinding selnya terbungkus oleh ligning dipecah menjadi gula sederhana agar enzim mudah menembus selulosa yang ada didalamnya. 1. 2. Perumusan Masalah Ketersediaan bahan limbah lignoselulosa yang melimpah dan tidak bersaing dengan bahan pangan belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Limbah lignoselulosa tersebut memiliki potensi besar dalam pembuatan bioethanol. Pengkombinasian antara proses hidrolisa secara enzimatis dengan metode pretreatment yang tepat, akan menghasilkan produk dengan yield yang cukup tinggi serta relatif tanpa kandungan inhibitor sama sekali. Metode perlakuan awal dengan proses hydrothermal pada eceng gondokdengan berbagai variasi tekanan hidrolisa, waktu hidrolisa dan kondisi pH larutan biomassa yang digunakan diteliti untuk mengetahui ada/tidaknya degradasi ikatan lignin secara hidrothermal yang diindikasikan oleh perubahan struktur dinding sel. 1. 3. Tujuan Program Secara khusus penelitian ini bertujuan, antara lain : 1. Mengetahui pengaruh waktu autoklaf terhadap persen glukosa dari eceng gondok 2. Mengetahui pengaruh temperature autoklaf terhadap kerusakan struktur sel eceng gondok 3. Menganalisis produk fermentasi yang dihasilkan. 4. Menghasilkan produk etanol dari proses bioetanol.

1. 4. Luaran yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bioetanol dari pengolahan eceng gondok guna mengatasi masalah krisis pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali di suatu perairanmelalui proses hydrothermal dengan variasi waktu. Selainitu, banyaknya ketersediaan bahan baku eceng gondok di lingkungan diharapkan dapat membantu dalam ketersediaan bahan baku alternatif bahan bakar mengingat mahalnya hargabahanbakar saat ini. Proses pembuatan etanol pada umumnya adalah fermentasi gula menjadi etanol dan gas CO2. Spesies mikroba yang digunakan adalah kelompok yeast/khamir, bakteri dan fungi dapat memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Mikroba melakukan fermentasi tersebut untuk mendapatkan omoge dan untuk tumbuh. Proses yang terjadi secara alami untuk menghasilkan etanol tersebut dapat mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia yang sulit untuk ditangani. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar

pengembangan pengetahuan dalam bentuk publikasi bagi industri bioetanol baik dalam skala kecil maupun skala besar 1. 5. Kegunaan Pada penelitian ini akan dilakukan kajian tentang pengaruh

hidrothermal menggunakan autoklaf terhadap kerusakan/perubahan struktur sel yang akhirnya menghasilkan paket teknologi produk bioetanol dan pemurniannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Eceng Gondok Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, diLampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkeban gsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.

Gambar 1: Eceng Gondok

Pada tabel 2. 1. 1., (Anonymous, 1966) dalam penelitiannya terhadap eceng gondok dari Banjarmasin mengemukakan kandungan kimia tangkai eceng gondok tua yang segar.

Tabel 2. 1. 1. Kandungan Kimia Enceng Gondok Segar


Senyawa Kimia Air Abu Serat kasar Karbohidrat Lemak Protein Fosfor sebagai P O
2 2 5

Persentase (%) 92,6 0,44 2,09 0,17 0,35 0,16 0,52 0,42 0,26 2,22

Kalium sebagai K O Klorida Alkanoid

Tabel 2. 1. 2. Kandungan Kimia Enceng Gondok Kering


Senyawa Kimia Selulosa Pentosa Lignin Silika Abu Persentase (%) 64,51 15,61 7,69 5,56 12

Karena eceng gondok memiliki kandungan selulosa yang tinggi, sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar. 2. 2. Pretreatment Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial. Sebagai contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis. Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis.

10

Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula. Menurut (Sun & Cheng, dalam Isroi, 2008) pretreatment seharusnya memenuhi kebutuhan berikut ini:1) meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan menghasilkan gula pada proses berikutnya melalui hidrolisis enzimatik; 2) menghindari degradasi atau kehilangan karbohidrat; 3) menghindari pembentukan produk samping yang dapat menghambat proses hidrolisis dan fermentasi, 4) biaya yang dibutuhkan ekonomis.

2. 3. Fermentasi Beberapa spesies mikroba dari kelompok yeast/khamir, bakteri dan fungi dapat memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Mikroba melakukan fermentasi tersebut untuk

mendapatkan omoge dan untuk tumbuh. Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi pembuatan etanol adalah sebagai berikut: C6H12O6 2 C2H12OH + 2 CO2

Metode fermentasi untuk gula C6 telah diketahui dengan baik sejak paling tidak 6000 tahun yang lalu, ketika orang-orang Sumeria, Babylonia, dan Mesir mulai membuat bir dari nira. Mikroba yang sangat umum dimanfaatkan dalam proses fermentasi adalah ragi roti (Saccharomyces cereviseae) dan Zymomonas mobilis. Saccharomyces cereviseae memiliki banyak keunggulan antara lain adalah mampu memproduksi ethanol dari gula C6 (heksosa), toleran terhadap konsentrasi ethanol yang tinggi dan toleran terhadap senyawa inhibitor yang terdapat di dalam hidrolisat biomassa lignoselulosa (Olsson and Hahn-Hgerdal dalam Isroi,2008). Namun demikian, strain liar dari S. cerevieae tidak dapat memfermentasi gula C5 (pentose) seperti: xylosa, arabinosadan celloligosaccharides, menjadi salah satu kendala pemanfaatannya. Beberapa yeast diketahui

10

11

dapat memfermentasi xylosa seperti: Pichia stipitis (Verduyn et al. dalam Isroi, 2008).

2. 4. Bioetanol Bioetanol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan bahan yang mengandung oksigen pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi gas CO yang sangat beracun dari sisa pembakaran. Aditif MTBE pada mulanya dipergunakan untuk meningkatkan nilai oktan, namun saat ini dilarang dipergunakan. MTBE dapat dideteksi dan menyebabkan pencemaran pada air tanah sehingga alkohol merupakan alternatif yang menarik untuk mengurangi emisi gas CO. Penggunaan alkohol murni dibanding dengan bensin secra umum akan mengurangi kadar CO2 hingga 13% karena merupakan hasil dari pertanian. Seperti diketahui produk pertanian memerlukan gas CO2 untuk metabolismenya. Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Selain bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan premium. Misalnya gasohol E10

mengandung bioetanol 10% dan sisanya premium. Bioetenol yang mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efesiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti MTBE dan TEL. Bioetanol dapat langsung dicampur dengan premium pada berbagai komposisi sehingga dapat meningkatkan efesiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan.

11

12

2. 5. Sistem Peralatan Sistem peralatan berfungsi sebagai tempat proses hidrolisis dimana proses perlakuan awal dilakukan, yakni metode autoklaf dilanjutkan dengan impregnasi dengan HCl. Sistem peralatan dengan koil pemanas dilengkapi dengan sensor pengatur suhu, pengadukan, manometer, dan kran tempat pengambilan sampel.
Keterangan

1.

Tangki Sainless Stell Pengaduk Pengeluaran Sample Koin Pemanas Sensor Suhu Motor Pengaduk Alat Kontrol Suhu

6 2 3 1

5 4 7

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Gambar 2.Autoklaf

12

13

BAB III METODE PENDEKATAN

3. 1. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Eceng Gondok Bahan baku yang digunakan untuk percobaan adalah eceng gondok jenis kelas Monocotylodenae dan keluarga Pontederiaceae yang berasal dari Kota Makassar. Eceng gondok sebanyak 10 kg dibersihkan dari kotoran seperti pasir dan lumut kemudian dipotong-potong 1-2 cm. Pencucian dilakukan dengan cara meyemprotkan air ke eceng gondok. Kemudian direndam semalam lalu dicuci kembali dan direndam kembali, pekerjaan tersebut dilakukan selama 3 hari. Setelah itu eceng gondok tersebut dikeringkan dahulu pada suhu 1050C selama 16 jam Eceng gondok yang telah dikeringkan diperkecil ukurannya hingga lolos 100 mesh . Selanjutnya eceng gondoksiap untuk di treatment sesuai dengan kondisi operasi yang telah ditetapkan. 3. 2. PerlakuanHidrothermal

Pengaruh suhu, waktu operasi dan pH larutan terhadap kerusakan struktur sel eceng gondok diteliti dengan melakukan perlakuan hidrothermal pada tekanan 1 atm. Penelitian pada tekanan 1 atm (101, 35 kPa) juga dilakukan sebagai kondisi kontrol/pembanding. Penelitian ini juga dilakukan dengan memvariasikan suhu (1200C,1500C dan 1700C)selama 30 dan 60 menit serta pH larutan dengan ada/tanpa penambahan larutan buffer (10 g eceng gondok dalam 500 ml buffer asetat). 3. 3. Filtrasi (memisahkan ampas dan hidrolisat)

Tahap berikutnya adalah menyaring hidrolisat yang diperoleh dengan dibantu oleh kerja pompa vakum. Analisa dilakukan di awal maupun diakhir

13

14

proses, yaitu analisa glukosa dari bahan baku eceng gondok , kadar lignin dan strukturnya. 3.3.1 Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl Dipipet 10 ml substrat ke dalam labu takar kemudian diimpitkan dengan aquadest hingga tanda batas lalu dipipet 25 ml ke dalam erlenmeyer Ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan 15 ml aquadest Ditutup erlenmeyer dengan aluminium foil kemudian dididihkan selama 10 menit. Setelah dingin ditambahkan 2 g KI dan 25 ml larutan H2SO4 4 N Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N (yang sudah distandarisasi) dan menggunakan kanji 3 % sebagai indikator. Untuk memperjelas perubahan warna pada saat titrasi sebaiknya kanji ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Dicatat volume penitar yang digunakan (a ml). Dilakukan hal yang sama untuk blangko menggunakan aquadest (b ml)

3.3.2 Analisa Kandungan Selulosa dan Lignin Dengan Metode Chesson Ditimbang sampel kering sebanyak 1 gram (berat a), ditambahkan 150 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 1000C selama 1 jam. Disaring dan residu dicuci dengan air panas 300 ml, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 1050C selama 30 menit kemudian ditimbang (berat b) Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N, kemudian merefluks selama 1 jam pada suhu 1000C Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral Dikeringkan hingga berat konstan (berat c) Ditambahkan 100 ml H2SO4 72 % dan membiarkan selama 4 jam pada suhu kamar. Menambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan merefluks pada suhu 1000 C selam 1 jam. Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral, mengeringkan di dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh berat konstan (berat d) Selanjutnya diabukan di dalam tanur pada suhu 8000C Didinginkan dalam eksikator dan menimbangnya (berat e) Dihitung kadar selulosa dan lignin dengan rumus

14

15

% =

100 % % = 100 %

3. 4. Hidrolisis

Mengambil eceng gondok yang sudah halus dan kering sebanyak 10 gram ke dalam gelas kimia dan melarutkan dengan buffer asetat pH 4,6 sebanyak 500 ml untuk hidrolisis melakukan proses pemanasan sesuai suhu optimum yang di dapatkan dari pengujian kadar gula. Ke dalam gelas kimia tersebut ditambahkan inokulum ( mengambil 10-15 % dari larutan tersebut, lalu menambahkan 1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di sterilkan selama 15 menit suhu 121 0C, lalu ditambahkan secuil mikroba Trichoderma ressei yang telah diremajakan dan dishaker selama 48 jam) sisa dari larutan tersebut sebagai media fermentasi, selanjutnya memasukkan inokulum tersebut ke dalam media fermentasi, menguji kadar gulanya dengan tujuan mencari waktu optium untuk proses hidrolisis.. 3. 5. Fermentasi Hasil dari proses hidrolisis kemudian dipanaskan pada suhu 1210C selama 15 menit, membuat media inokulum (mengambil 10-15 % dari larutan tersebut, lalu menambahkan 1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di sterilkan selama 15 menit suhu 121 0C, lalu ditambahkan secuil mikroba Saccharomyces cereviseae yang telah diremajakan, lalu ditambahkan 0,15 g urea , NPK 0,15 g dan dishaker selama 24 jam) sisa dari larutan tersebut digunakan sebagai media fermentasi ditambahkan urea 2,4 g dan NPK 2,4 g bagian dari volume fermentasi larutan tersebut dan didiamkan selama 7-8 hari. Dengan reaksi fermentasi sebagai berikut: C6H12O6 2CO2 + 2C2H5OH

Pada hari pertama pemberian ragi tidak langsung terjadi reaksi karena bakteri butuh waktu yang agak lama untuk berkembang. Setelah

15

16

kurang lebih 3 hari perbedaan eceng gondong hasil hidrolis (hidrolisat) hari pertama dan hari ke tiga mulai tampak. Dan setelah 7 hari dihasilkan g e l e m b u n g - g e l e m b u n g u d a r a p a d a e c e n g g o n d o k t a m p a k a g a k k e k u n i n g a n d i b a n d i n g hari sebelumnya. Gelembung tersebut merupakan hasil ferment asi dimana dihasilkan gas CO2 dan etanol serta energi yang berupa panas. 3. 6. Penyulingan Untuk mendapatkan etanol hasil fermentasi perlu dilakukan pemisahan yaitu dengancara penyulingan atau distilasi pada suhu 80 0C dan suhu ini harus dipertahankan,k a r e n a e t a n o l s e n d i r i menguap pada suhu tersebut. Uap etanol ya n g

d i h a s i l k a n dikembalikan ke fase cair dengan cara kondensasi sehingga didapatkan etanol. Pada penyulingan pertama biasanya dihasilkan etanol 50%-60%. 3.6.1 Pengujian kadar etanol dengan indes bias Dibuat kurva standar (campuran larutan air-etanol dengan indeks bias) Dipipit hasil fermentasi untuk 2 hari dan dianalisa Kadar etanol yang di dapatkan dapat dilihat melalui kurva standar 3.6.2 Pengujian kadar etanol dengan alat Gas Cromatographi Alat dinyalakan dan ditunggu hingga 10-15 menit. Dipipet etanol 98 % dengan alat syrine lalu dimasukan ke alat injeksi GC dan menekan tombol sambil menunggu pembacaan kadar etanol pada komputer. Hal sama dilakukan untuk kedua sampel tersebut

16

17

BAB IV PELAKSANAAN PROGRAM

4. 1. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari pengumuman hasil seleksi proposal PKM-P sampai dengan 16 Agustus 2013 bertempat di laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang. 4. 2. Tahapan Pelaksanaan Adapun tahap pelaksanaan program yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Penyiapan Bahan Baku (Eceng Gondok) Tahapan ini dilakukan untuk menyiapakan bahan baku yang akan digunakan dalam proses pembuatan bioetanol. b. Penyiapan Alat dan Bahan Penyiapan alat guna mendukung proses pembuatan etanol agar berjalan dengan baik dan untuk penyiapan bahan berupa bahan kimia guna menunjang proses analisa yang dilakukan dalam pembuatan bioetanol. c. Pengujian SEM Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan

struktur terhadap struktur eceng gondok. d. Pengujian Indeks Bias Pengujian awal untuk mengethaui kadar etanol yang dihasilkan dari hasil penyulinan pertama. e. Pengujian Dengan Alat Gas Chromatography Pengujian akhir guna mengetahui kadar etanol murni yang dihasilkan dari proses pembuatan bioetanol.

17

18

4. 4. Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya Rancangan biaya yang diusulkan ke DIKTI adalah sebesar Rp. 12.000.000,- dan dana yang disetujui oleh DIKTI adalah sebesar Rp. 9.800.000,-. Berikut ini adalah realisasi biaya yang dikeluarkan selama pelaksanaan kegiatan: Pemasukan Tanggal Rincian Jumlah Dana Awal 14/3/2013 Pribadi Rp.500.000 Pengeluaran Jumlah Rp.180.000 Rp. 20.000 Rp.50.000 Rp.40.000

No. 1

Rincian

Baskom 3 buah Eceng gondok 2 karung Tapisan Baskom 2 buah (kecil) Eceng gondok 5 karung Buku besar Blender -Aluminum foil - Kiki nota - Fermipan -Transpor Peminjaman Kamera -Asam sitrat -CuSO4 -Na2SO4. 5 H2O -Na2SO4 teknis KI pa

2 15/3/2013

3 22/3/2013 4 26/3/2013 5 10/4/2013 Dana Pribadi Rp.800.000

3/5/2013

Rp. 40.000 Rp. 9.000 Rp. 800.000 Rp. 10.500 Rp. 2.900 Rp. 12.000 Rp. 5.000 Rp.750.000 Rp. 5.000 Rp. 12.000 Rp.50.000 Rp. 10.000 Rp. 95.000 Rp.15.000 Rp. 4.500 Rp. 3.000 Rp. 4.000 Rp. 210.000 Rp. 20.000 Rp.56.000 Rp.7.500

5/5/2013

Dana Pribadi

Rp.750.000

7/5/2013

Na2CO3 teknik Kertas saring Plastik klip Kanji NaOH pa 10 L Aquadest H2SO4 pa HCl pa

18

19

CH3COOH pa CH3COONa pa K2Cr2O7 pa Transpor Asam sitrat Sarung tangan Label Sunlinght Spidol kecil Pulpen Cello tape Label besar Transpor Masker 3 buah Na2CO3 teknis CuSO4 Transpor Strigoan Tissu gulung 1 psc Trasnpor Asuransi Kecelakaan Skalar Skalar Transpor 3 m kabel 2 x 2,5 1 buah s. Kontak 3 L Transpor Dana print Transpor amplop Peminjaman Dana dari PNUP

Rp. 13.000 Rp. 66.000 Rp. 7.400 Rp. 5.000 Rp. 5.000 Rp. 12.000 Rp. 2.300 Rp. 6.500 Rp. 2.600 Rp. 6.000 Rp. 4.000 Rp. 2.300 Rp. 5.000 Rp. 45.000 Rp.6.000 Rp. 12.000 Rp. 5.000 Rp. 7.000 Rp. 12.500 Rp. 5.000 Rp. 275.000 Rp. 22.000 Rp. 41.900 Rp. 5.000 Rp. 27.000 Rp.13.000 Rp. 5.000 Rp. 2.500 Rp. 5.000 Rp. 2.000

8/5/2013

10

9/5/2013

11 12 13

11/5/2013 14/5/2013 30/5/2013

14

14/6/2013

15

17/6/2013

16

25/6/2013

17

26/6/2013

KI Rp.4.000.000 Periuk 16 cm Plat Reaktor Teknisi Stainless steel 12


19

Rp. 95.000 Rp. 25.500 Rp. 900.000 Rp.400.000 Rp. 16.400

20

cm Konsumsi teknisi Aquadest Amplas kasar 2 m WD-40 Konsumsi teknisi LabuSemprot Aquadest Botol semprot Aquadest 1 liter Transpor Trycoderma Reseei Saccharomycess Murni Biaya pengiriman Rantang tunggal 14 cm Transpor Kue teknisi Print bekas Kertas + Tinta Cawan Transpor Ose bulat Sumbat karet Batang Pengaduk Transpor Double tape Aluminium Foil Buku Folio Transpor Magnetic Stirer Botol Kaca Transpor 1 mtr Selang Selang Lem silikon Alkohol Teknisi untuk fermentor manual Botol 1 liter 7 buah Uji SEM Analis Transpor Rp. 25.000 Rp. 5.000 Rp. 15.000 Rp. 18.000 Rp. 13.500 Rp. 15.000 Rp. 13.500 Rp.15.000 Rp. 13.500 Rp. 6.500 Rp. 300.000 Rp. 150.000 Rp.400.000 Rp.52.500 Rp.6.500 Rp.26.000 Rp.500.000 Rp.100.000 Rp.30.000 Rp.6.500 Rp.8.000 Rp.12.000 Rp.8.000 Rp.6.500 Rp.2.500 Rp.15.500 Rp.16.200 Rp.6.500 Rp.60.000 Rp.14.000 Rp.6.500 Rp.14.000 Rp.16.000 Rp.25.000 Rp.4.000 Rp.50.000 Rp.210.000 Rp.1.000.000 Rp.300.000 Rp.20.000

18

27/6/2013

19

28/6/2013

20

3/7/2013 Dana Pribadi Rp.500.000

21

5/7/2013

22

9/7/2013

23

11/7/2013

Dana Pribadi

Rp. 210.000

24

13/7/2013

Dana Pribadi

Rp1.300.000

20

21

Uji Gas Rp. 500.000 Chromatography Rp.1.000.000 26 Dana Pribadi Rp.1.000.000 Biaya Lain-lain Total Rp.9.560.000 Rp.9.482.500 Sisa pengeluaran adalah Rp. 317.500 25 Dana Pribadi Rp.500.000

21

22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil No 1 2 3 4

Tabel 5.1.1 Kadar Glukosa dari Proses Hidrothermal


Suhu (0C) 80 120 150 170 Waktu (Menit) 30 60 30 60 30 60 30 60 Volume Tio (ml) 25,4 25 24,4 23,9 23,5 22,9 22,7 22,6 % Gula (b/v) 0,286 0,50 1,39 1,80 3,19 3,9 5.62 5,78 % Karbohidrat 0,644 1,012 3,127 4,049 7,97 8,8 12,645 13,02

Grafik Hubungan Kadar Glukosa vs Temperatur-Waktu


7 6 5 4 3 2 1 0 0 50 100 150 200 30 menit 60 menit

Kadar Glukosa (%)

Temperatur (oC)

22

23

Sampel

Tabel 5.1.2 Pengujian Kadar lignin dan Selulosa


A 1,0495 1,0085 1,0000 b 0,8819 0,6981 0,2065 c 0,7654 0,5796 0,1767 d 0,7184 0,3537 0,1252 e 0,0054 0,0171 0,0053 % Lignin 67,9 33,4 11,9 % Selulosa 4,5 13,1 5,15

Tanpa perlakuan Hidrothermal pada suhu 170 0C Setelah hidrolisis dengan enzim

Pengujian Kadar Etanol Dengan Alat Indeks Bias Tabel 5.1.3 Kurva Standar
Kadar 5 10 15 20 25 Indeks Bias 1.3333 1.3356 1.337 1.3402 1.3431

Tabel5.1.4 Sampel
Hari 2 3 4 5 6 7 Indeks Bias 1.3314 1.3315 1.3313 1.3314 1.3308 1.3317 Kadar bila volumenya 100 ml 1,7 1,9 1,6 1,7 1,0 2,5

23

24

Kurva Standar
1.344 1.343 1.342 1.341 1.34 1.339 1.338 1.337 1.336 1.335 1.334 1.333 1.332 1.331 1.33 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425 Kadar Etanol

Indeks Bias

Kurva Standar

Pengujian Kadar Etanol dengan Alat GC setelah Pemurnian Kedua


Ret. Time Area Konsentrasi (%) 2.504 16190976 6.468279953 2.504 15611918 6.236946817 2.442 250313470 100

Sampel Hari ke-3 Hari ke-7 Etanol Absolute

24

25

Pengujian SEM Pada Eceng Gondok

Tanpa Perlakuan

Hydrothermal suhu 120oC

Hydrothermal suhu 1500C

Hydothermal suhu 1700C

Setelah hidrolisis

25

26

5.2 Pembahasan Pada tabel 5.1.1 menunjukkan kadar glukosa pada eceng gondok dengan pemanasan 1700C dengan waktu 60 menit adalah 5,78 % (b/b) sementara kadar lignin 33,4 % dan selulosa adalah 13,1 %. Melihat kadar gula pada pemanasan 1700C dengan waktu 60 menit lebih banyak daripada pemanasan sampel lain. Sehingga pemanasan 1700C waktu 60 menit dijadikan patokan untuk melanjutkan ketahap hidrolisis. Selain itu, dari grafik hubungan antara kadar glukosa dan temperatur terlihat bahwa kadar glukosa setelah proses hydrothermal berbanding lurus. Dimana semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses hydrothermal maka semakin besar pula kandungan glukosa yang dihasilkan. Hal ini menandakan bahwa dalam proses hydrothermal terjadi pengerusakan ikatan lignin sehingga pada saat hidrolis enzim dengan mudah masuk ke dalam struktur selulosa karena ikatan lignin telah terbuka oleh proses hydrothermal. Akan tetapi, pada kondisi suhu 170oC kadar glukosa yang dihasilkan pada waktu 30 menit dan 60 menit sudah tidak memiliki selisih kandungan glukosa yang besar dengan kata lain, kadar glukosa pada temperature tersebut telah konstan. Hidrolisis eceng gondok sendiri menggunakan mikroba Trichoderma reseei guna menghasilkan enzim selulase agar dapat merombak struktur selulosa eceng gondok sehingga memudahan pembentukan etanol dikarenakan adanya lignin yang menghambat proses pembentukan Berdasarkan gambar struktur eceng gondok sebelum dan sesudah proses hidrolisis nampak jelas bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh Trichoderma reseei membuka struktur eceng gondok. Dengan terbukanya struktur eceng gondok maka memudahkan ke proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Pada proses fermentasi kedua, bakteri Saccharomyces cerevisiae dapat mengubah glukosa menjadi etanol dan gas CO2. Untuk mendapatkan

26

27

etanolnya diperlukan perlakuan seperti pH antara 4,5-4,8, suhu sekitar 3840 0C dan difermentasi sampai 7 hari. Sebab waktu maksimal membentuk etanol adalah pada hari ke-7. Untuk metode pengujian selanjutnya, volume yang diambil dari hasil fermentasi adalah 100 ml dari 400 ml. Untuk menghitung kadar etanol yang terbentuk setelah destilasi pertema menggunakan alat indeks bias, sebaiknya menggunakan kurva standar dengan membuat larutan etanol-air kemudian diuji dengan alat indeks bias, selanjutnya untuk mengetahui kadar etanol dari masing-masing sampel berdasarkan harinya

menggunakan metode ploting. Sehingga didapatkan kadar etanol dari hari ke 2-7 adalah 1.7, 1.9, 1.6, 1.7, 1.0 dan 2.5 %. Adapun kadar etanol yang terbentuk tidak konstan dikarenakan kemungkinan saat destilasi terjadinya penguapan.

Untuk destilasi kemurnian konsentrasi etanol yang diambil adalah 1,9 dan 2.5 % dari jumlah volume awal 100 ml dan setelah di destilasi menjadi 6 ml dan 9 ml. Selanjutnya dilakukan pengujian etanol menggunakan alat GC guna mengetahui kadar kemurnian etanol sebenarnya. Hasil dari pengujian kemurnian etanol adalah 6,2% dan 6,4%

27

28

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 6. 1. 1. Waktu yang digunakan untuk mendapatkan kadar glukosa yang optimum pada proses hydrothermal yaitu selama 60 menit. 6. 1. 2. Temperatur pada proses hydrothermal berbanding lurus dengan kadar glukosa yang dihasilkan, tetapi pada suhu optimum kadar glukosa mancapai pada keadaan konstan. 6. 1. 3. Pada kondisi optimum dalam proses hydrothermal, terjadi kerusakan struktur sel ecang gondok. Sehingga mampu

merombak hemiselulosa dan menghasilkan glukosa yang optimal. 6. 1. 4. Kandungan bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi dan pemisahan destilasi adalah 6,2% dan 6,4% .

6.2 Saran 6. 2. 1. Untuk penelitian selanjutnya, pemisahan etanol-air sebaiknya menggunakan destilasi fraksionasi agar etanol yang dihasilkan tidak terlalu banyak mengandung air. Sehingga dapat diperoleh etanol yang benar-benar merupakan hasil dari fermentasi melalui proses hydrothermal.

28

29

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1966,

Eceng Gondok, http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_gondok, diakses tanggal 22 September 2011Makassar Ardiwinata.R.O. 1985. Musuh Dalam Selimut di Rawa Pening, Kementrian Pertanian. Vorking: Bandung. Contributed by Administrator. 2007. Bio-Etanol, Sentra Teknologi Polimer. http://www.sentrapolimer.com, diakese tanggal 22 September 2011 Makassar Glori K. Wadrianto.2012 Danau Tondano Dikepung Eceng Gondok, (http://travel.kompas.com/read/2012/11/01/09005234/Danau. Tondano.Dikepung.Eceng.Gondo) diakses tanggal 22 September 2011 Makassar. Izzati Nurul, dkk. 2010. Pengaruh Perlakuan Awal Autoklaf dan AutoklafImpregnasi Terhadap Persen Sakarifikasi Ampas Tebu Secara Enzimtis Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Program Kreativitas Mahasiswa, Universitas Negeri Malang. Kadar Z, dkk. 2007. Ethanol Fermentation of Various Pretreated and Hydrolyzed Substrates at Low Initial pH. Applied Biochemistry and Biotechnology Vol. 136140; pp 847858. Naila, 2010, Fermentasi Bioethanol, [online] http://dunianaila.blogspot. com/2010/04/proses fermentasi-glukosa-menjadi-bioethanol, diakses tanggal 22 September 2011 Makassar. Taherzadeh, M. J, dkk. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas Production. International Journal of Molecular Sciences, 1621-1651. ISSN 1422-0067. Taufikrahmats Park. 2008. Problema Eceng Gondok di Ibu Kota [online], (http://taufikurahman.wordpress.com/2008/02/06/problemaeceng-gondok-di-ibu-kota/) diakses tanggal 22 September 2011Makassar. Tomy Linelejan,2009, Ancaman Eceng Gondok (http://sman1ah .wordpress.com /2009/07/20/ancaman-eceng-gondok/), diakses tanggal 22 September 2011, Makassar

29

30

LAMPIRAN Pembuatan Larutan Kimia Buffer Asetat Larutan A = 0,2 M larutan Asam Asetat (11,55 ml dalam 1 liter) Larutan B = 0,2 M larutan Natrium Asetat (16,4 g CH3COONa atau 27,2 g CH3CHOONa 3 H2O dalam 1 liter) x ml larutan A + y ml larutan B encerkan sampai 100 ml. A x 46,3 44 41 56,8 30,5 25,5 20 14,8 10,5 8,8 4,8 Larutan Luff B y 3,7 6 9 13,2 19,5 24,5 30 35,2 39,5 41,2 45,2 pH 3,6 3,8 4 4,2 4,4 4,6 4,8 5 5,2 5,4 5,6

Dilarutkan 143,8 g Na2CO3 dalam 300 ml air *. DIlarutkan 50 g asam sitrat dalam 50 ml air suling Dilarutkan 25 g CuSO4. 5H2O dalam 100 ml air Dalam gelas kimia yang berisi larutan Na2CO3 dimasukkan perlahanlahan asam sitrat dan mengaduknya perlahan-lahan (guna menghilangkan gas CO2 yang berasal dari Na2CO3)

Lalu ditambahkan larutan CuSO4. 5H2O ke dalam larutan Na2CO3 dan asam sitrat. Diaduk perlahan-lahan hingga tercampur semua Dipindahkannya ke dalam labu ukur yang berkapasitas 1 liter, dihimpitkannya. Dihomogenkannya.

30

31

NB (*) perendaman.

Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya

Larutan H2SO4 4 N Diisi air bagian ke dalam gelas kimia. DImasukkan H2SO4 pekat sebanyak 111 ml ke dalam gelas kimia berisi air tersebut * Diaduknya. Dipindahkan larutan tersebut ke labu ukur kapasitas 1 liter Dihimpitkan hingga tanda garis dan dihomogenkannya. NB(*)Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya perendaman dan hati-hati sebab H2SO4 pekat merupakan larutan berbahaya. Pembuatan Larutan Tio 0,1 N Ditimbang 25 g Na2S2O3. 5 H2O Dilarutkan ke dalam 300 ml H2O Dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter, dihimpitkan dan

dihomogenkannya Dimasukkan ke dalam botol coklat, jauhkan dari sinar matahari langsung. Ditambahkan 0,1 g Na2CO3 atau 3 tetes CHCl3 Supaya larutan awet atau tidak rusak

Standarisasi Tio 0,1 N Ditimbang 0,5 g K2Cr2O7 pa ke dalan labu ukur 100 ml dan dihomogenkannya Dipipet 25 ml ke dalam erlenmeyer asah 500 ml yang berisi KI 10 ml larutan KI 20 % dan 25 ml larutan HCl 4 N Diencerkan hingga 200 ml

31

32

Dititrasi dnegan tio 0,1 N . setelah larutan kuning, ditambahkan 1 ml kanji, lalu dititar kembali. Warna larutan berubah dari biru menjadi hijau muda Kenormalan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7 Fp x V x 49

HCl 4 N disiapkan alat, memipet 0,83 ml ke dalam labu ukur 100 ml yang sebelumnya telah diisikan sedikit H2O Dihimpitkan dan dihomogenkannya Dipindahkan ke dalam botol.

Larutan Kanji 0,5 % Ditimbang amilum 0,5 g Ditimbang NaCl 2 g Dididihkan H2O 75 ml Dimasukkan amilum yang sudah ditimbang ke dalam air mendidih. Diaduknya, menambahkan NaCl 2 g, sambil diaduk-aduk (Tujuannya agar amilum awet) Disimpannya ke dalam botol.

Larutan H2SO4 1 N Diisi air bagian ke dalam gelas kimia. Dimasukkan H2SO4 pekat sebanyak 28 ml ke dalam gelas kimia berisi air tersebut * Diaduknya. Dipindahkan larutan tersebut ke labu ukur kapasitas 1 liter Dihimpitkan hingga tanda garis dan dihomogenkan. NB(*)Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya perendaman dan hati-hati sebab H2SO4 pekat merupakan larutan berbahaya.

32

33

Larutan H2SO4 72 % N Diisi air bagian ke dalam gelas kimia. Dimasukkan H2SO4 pekat sebanyak 75 ml ke dalam gelas kimia berisi air tersebut * Diaduknya. Dipindahkan larutan tersebut ke labu ukur kapasitas 100 ml Dihimpitkan hingga tanda garis dan menghomogenkannya. NB(*)Larutan tersebut bersifat eksoterem maka dari itu perlunya perendaman dan hati-hati sebab H2SO4 pekat merupakan larutan berbahaya.

Stadarisasi Natrium Tiosulfat Berat K2Cr2O7 = 0,5030 Volume Tio = 24,1 ml Kenormalan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7 Fp x V x 49 = 0,5030 g 4 x 0,0241 ltr x 49 g/ grek = 0,1065 N Berat K2Cr2O7 = 0,5030 Volume Tio = 23,9 ml Kenormalan Na2S2O3 = mg K2Cr2O7 Fp x V x 49 = 0,5030 g 4 x 0,0239 ltr x 49 g/ grek

33

34

= 0,1073 N Pengolahan Data Perhitungan Uji Kadar Gula Pada Eceng Gondok. Pada suhu 800 C selama 30 menit Volume titrasi blangko = 26,1 ml Volume titrasi sampel = 25,4 ml N tio 2 2 3 = 2 2 3 = = 0,1065 N
(26,125,4) 0,1065 0,1

= 0,7455

mg gula menurut tabel Luff Schoorl 0,7455 ml x 2,4 = 1,7892 mg % = % = % = % =


1,7892 10000

0,9 100 % 40 0,9 100 % = 0,644 % 100 %

1,7892 25

40 100 % = 286,3 % = 0,286 % /

Sesuai perhitungan diatas sehingga didapatkan tabel.


No Suhu (0C) 80 Waktu (Menit) 30 60 30 60 30 60 30 60 Volume (ml) 25,4 25 24,4 23,9 23,5 22,9 22,7 22,6 Tio % (b/v) 0,286 0,50 1,39 1,80 3,19 3,9 5.62 5,78 Gula % Karbohidrat 0,644 1,012 3,127 4,049 7,97 8,8 12,645 13,02

120

150

170

Perhitungan Uji Lignin Dan Selulosa Dengan Metode Chesson Untuk sampel tanpa perlakuan

34

35

Bobot sampel Cawan kosong Berat kertas saring Berat cawan setelah pemanasan I Berat cawan setalah pemanasan II Berat cawan setelah pemanasan III

= 1,0495 g ( a) = 19,0322 g = 0,9350 g = 20,8491 g = 20,7326 g = 20,6856 g

Berat cawan dan sampel setalah pemijaran = 19,0376 g Untuk( b) = (Berat cawan setalah pemanasan I - bobot kertas saring - bobot cawan kosong) = (20,8491 0,9350 19,0322) g = 0,8819 g Untuk( c) = (Berat cawan setalah pemanasan II - bobot kertas saring - bobot cawan kosong) = (20,7326 0,9350 19,0322) g = 0,7626 g Untuk( d) = (Berat cawan setalah pemanasan III - bobot kertas saring - bobot cawan kosong) = (20,6856 0,9350 19,0322) g = 0,7184 g Untuk( e) = (Berat cawan setalah pemanasan IV - bobot cawan kosong) = (19,0376 19,0322) g = 0,0054 g % = % = % = % =

100 %
1,0495

(0,76540,7184)

100 % = 4,5 %

100 %
1,0495

(0,7184 0,0054)

100 % = 67,9 %

35

36

Pengujian Kadar lignin dan Selulosa


Sampel Tanpa perlakuan Hidrothermal pada suhu 170
0

a 1,0495 1,0085

b 0,8819 0,6981

c 0,7654 0,5796

d 0,7184 0,3537

e 0,0054 0,0171

% Lignin 67,9 33,4

% Selulosa 4,5 13,1

C hidrolisis dengan

Setelah enzim

1,0000

0,2065

0,1767

0,1252

0,0053

11,9

5,15

36

37

Pengujian SEM
1. Tanpa Perlakuan

37

38

2. Hydrothermal suhu 1200C

38

39

3. Hydrothermal suhu 1500C

39

40

4. Hydrothermal suhu 1700C

40

41

5. Proses hydrothermal

41

42

Dokumentasi Kegiatan

Pengambilan Bahan Baku Pengayakan

Pencucian

Pengeringan

Proses Hydrothermal

Penghancuran

Pengujian Kadar Gula

42

43

Pengujian Lignin dan Selulosa

Uji SEM Hidrolisis

Produk

Fermentasi

Destilasi

43

You might also like