You are on page 1of 4

Ya Ampun, Anggaran untuk Kunker ke Luar Negeri DPR Tujuh Kali Lipat daripada untuk Pemberantasan Korupsi!

OPINI | 22 November 2012 | 11:14 Dibaca: 383 Komentar: 23 Nihil Bagi anggota DPR sepertinya studi banding atau kunjungan kerja ke luar negeri lebih penting daripada memperjuangkan pemberantasan korupsi. Apa tidak salah? Hal ini bisa dilihat alokasi anggaran kunjungan kerja yang dilaporkan Tempo.co berdasarkan catatan Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra). Tercatat anggaran kunker ke luar negeri anggota DPR tahun 2012 jauh lebih besar dibanding anggaran untuk pemberantasan korupsi. Perbandingannya adalah Rp 141 miliar untuk kunker dan pemberantasan korupsi hanya Rp 21 miliar. Ya ampun, 7 kali lipat. Bayangkan sauadara-saudara! Padahal sudah bukan rahasia lagi kebanyakan kunjungan kerja tidak efesien. Lebih kepada acara jalan-jalan. Lucunya, hanya untuk menentukan logo PMI saja anggota dewan harus sampai pergi ke Turki. Atau tentang kepramukaan harus ke Afrika Selatan. Yang lebih lucu dan membodohi adalah kunker anggota DPR kali ini untuk studi banding RUU Keinsinyuran ke Jerman yang salah alamat. Pertemuan Deutsches Institut fur Normung (DIN)bisa dibilang salah alamat karena DIN itu lembaga yang untuk standardisasi produk bukan profesi seperti yang menjadi agenda utama anggota DPR, kata Ketua PPI Berlin, Yoga Kartiko dalam siaran pers, Kamis (22/11/2012) yang dikutip Detik.com. Maunya studi banding soal keinsinyuran, malah perginya ke tempat yang tidak ada urusan soal keinsinyuran. Sudah tahu tidak bisa bahasa Inggris, tidak bawa penerjemah lagi. Pertanyaannya pun _maaf_ kampungan. Bikin yang ditanya bingung. Ya ampun, pergi jauh-jauh menghabiskan uang miliaran hanya untuk bertanya yang bikin dahi berkerut yang ditanya. Ini studi banding atau main-main sambil mempertunjukan kebodohan anggota dewan terhormat yang katanya pintar? Kalau yang menulis sih tidak usah ditanya memang tak pintar, makanya tidak bisa jadi anggota dewan he he he.

Insinyur (Ir) adalah gelar profesi bukan akademik


29. JAN, 2013 0 KOMENTAR

Jakarta, dpd.go.id Insinyur (Ir) adalah gelar profesi bukan akademik, ungkap Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Said Didu. Seorang insinyur adalah orang yang melakukan rekayasa teknik terhadap sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan umat manusia dan bila sarjana teknik tidak melakukan itu maka bukan insinyur, ujarnya pada RDPU Komite II DPD RI yang membahas RUU Keinsinyuran yang dilaksanakan di ruang rapat gedung B DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa, (29/01/2013). Menurut PII, tujuan adanya undang-undang Keinsinyuran itu supaya masyarakat terlindungi dari mall praktek insinyur, contoh kasus hambalang, runtuhnya jembatan kutai kertanegara, dan kasus-kasus korupsi adalah kasus mall praktek dan insinyur tidak bisa dituntut karena tidak ada undang-undangnya dan kedua yaitu insinyur juga terlindungi. Kenapa undang-undang ini harus secepatnya dikeluarkan, sangat penting tahun ini dikeluarkan karena tahun 2015 sudah liberalisasi profesi sehingga banyak insinyur asing yang masuk dengan mudah sedangkan insinyur Indonesia tidak diakui oleh internasional karena tidak ada sertifikasinya yang mengatur dan insinyur asing harus diatur sertifikasinya untuk masuk ke Indonesia. Substansi RUU Keinsinyuran ini sebagian besar hanya membahas mengenai sertifikasi insinyur, padahal diharapkan tidak hanya itu tetapi juga standarisasi profesi insinyur dan kode etik insinyur dan kedua adalah mensetarakan kualifikasi insinyur yang ada di Indonesia dengan internasional, Insinyur membutuhkan UU ini untuk mendapatkan sertifikasi pekerjaan untuk menyamakan level kualifikasi dengan insinyur asing dan memprotec yang bukan insinyur mengaku insinyur, harap Said. Berbicara mengenai profesi arsitek yang disinggung pada RDPU sebelumnya, PII menjelask an apabila arsitek yang masuk dalam enginering maka akan mudah masuk dalam UU keinsinyuran apabila arsitek sebagai enginer art atau lebih awam disebut seniman maka perlu adanya undang-undang tersendiri, jelas Akmad Bukhari Saleh (PII). Sedangkan untuk sertifikasi yang berbeda-beda di masing-masing daerah di Indonesia yang dikaitkan dengan tingkat SDMnya maka dengan undang-undang ini akan hilang dengan sendirinya hal-hal itu dan tentang kompetensi sertifikasi, sertifikasi di Papua berlaku juga di Jakarta, senada Prof.Djoko Suharto (akademisi ITB) mengatakan tidak setuju kalo sertifikasi kompetensi berbeda-beda, Indonesia harus bertekad hanya ada lead measure atau satu standar/ukuran, tidak boleh tawar menawar, itu berbahaya karena tidak profesional, ungka p Djoko.

Insinyur adalah sebutan profesi sebagaimana pengacara, notaris, jaksa, hakim, atau apoteker. Yaitu sebutan bagi para penyandang gelar akademis yang mempraktekkan hasil pendidikan akademisnya itu sebagai profesinya seharihari. Sebutan profesi ini diperoleh setelah memenuhi persyaratan, kemampuan dan pengalaman professional. Seorang Insinyur harus mampu menangani masalah keinsinyuran, seorang insinyur harus mampu bekerjasama, mentaati kode etik dan tata-laku profesional, berkomunikasi dan interaksi, memahaanmi dampak sosial, lingkungan, dan global. PII merupakan organisasi profesi sebagai wadah perhimpunan para Sarjana Teknik dan Sarjana Pertanian yang berprofesi didunia keinsinyuran. Untuk sebutan profesi Ir., seorang Sarjana Teknik atau Pertanian anggota PII harus mengikuti program profesi, yang member bekal kemampuan untuk memasuki profesi keinsinyuran yang sebelumnya tidak diperoleh dipendidikan akademis. Kesimpulan dari pembahasan diatas, peran PII adalah untuk meningkatkan sumber daya profesionalisme insinyur,dan berbakti untuk kemajuan bangsa Indonesia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak terpengaruh oleh sesuatu aliran politik, dan memberi kontribusi nyata untuk kesejahteraan masyarakat.

JAKARTA - Baru saja Badan Kehormatan (BK) DPR menyatakan akan melakukan pengkajian ulang terhadap mekanisme kunjungan kerja (kunker) keluar negeri. Namun lucunya kini sebanyak 11 anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR malah melakukan kunker ke luar negeri. Tak tangung-tanggung, kali ini tujuan kunker mereka ke Jerman. Di negara panser tersebut, 11 anggota Baleg hanya melakukan study banding terkait dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keinsinyuran. "Kami ke Jerman untuk study banding UU Keinsinyuran. Dari 17 sampai 23 November. Dipimpin Sunardi Ayub," kata Ketua Badan Legeslatif (Baleg), Ignatius Mulyono, Jumat (16/11). Ia mengatakan, alasan utama dilakukanya kunker tersebut karena selama ini Indonesia belum memiliki dasar kompetensi yang jelas terkait dengan keinsinyuran. "Karena insinyur Indonesia saat ini belum memiliki UU. Karena belum memiliki dasar kompetensi keinsinyuran oleh pihak asing tidak ditempatkan sepadan dengan insinyur luar negeri," tuturnya. Selain itu, lanjut Ignatius, Indonesia juga harus memiliki pakem yang jelas terkait dengan jenjang dari sarjana teknik ke gelar insinyur. "Karena lususan Perguruan Tinggi itu S1 Sarjana Teknik itu perlu meningkat bisa disebut sebagai insinyur harus ada pendidikan dan pelatihan uji kompetensi. Jerman punya UU tentang itu. Yang sudah punya UU Keinsinyuran," terangnya. Selama melakukan kunker ke Jerman, para wakil rakyat yang terhormat tersebut akan mendatangi beberapa tempat, diantaranya adalah kampus-kampus yang fokus memberikan pelajaran Teknik serta organisasi keinsinyuran disana. "Kita bertemu lima lembaga. Lembaga dewan keinsiyuran, Perguruan Tinggi teknik. Kita juga akan mendatangi organisasi insiyur Jerman kalau di Indonesia Persatuan Insiyur Indonesia. Terakhir kita menemui lembaga-lembaga yang menggunakan keinsyiran," pungkasnya. Sebelumnya, pada 3 September lalu, sebanyak 22 anggota Baleg juga telah melakukan kunker ke Denmark dan Turki. Kunker tersebut dilakukan hanya terkait perdebatan logo Palang Merah Indonesia (PMI). Kunker yang dilakukan oleh beberapa anggota DPR ke Jerman tersebut akhirnya kembali menuai protes keras dari berbagai kalangan. Selain penolakan yang berasal dari dalam negeri, kunker 11 anggota baleg juga mendapatkan penolakan dari luar negeri terutama mayarakat Indonesia di Jerman. Mereka yang tergabung Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Jerman serta Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul ulama (NU) dan Watch Indonesia di Jerman menyatakan penolakan kunker itu. "Merujuk pada tuntutan PPI Berlin/Jerman dan PCI NU Jerman atas kunjungan kerja DPR RI komisi I ke Jerman pada April 2012 lalu yang belum

terpenuhi dan untuk mengantisipasi rencana Kunjungan Kerja ini, maka PPI Berlin, PCI NU Jerman dan Watch Indonesia menyatakan penolakan rencana kunjungan kerja tersebut," kata Ketua PCI NU Jerman, Suratno. PPI, PCI NU, serta Watch Indonesia berpendapat sebaiknya para anggota dewan tersebut lebih memfokuskan diri pada masalah-masalah di tanah air terutama yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi DPR. Pasalnya, wakil rakyat di parlemen tersebut sedang mendapatkan sorotan dan kritikan tajam dari berbagai pihak. "Hendaknya mereka menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hal yang akan mereka studi bandingkan dengan mengandalkan informasi-informasi serta kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait di dalam-negeri," paparnya. Menurut Suratno, seharusnya para pejabat negara terutama DPR harus mampu melakukan penghematan anggaran. "Hendaknya mereka memiliki sense of crises ditengah keterpurukan ekonomi bangsa dengan melakukan penghematan anggaran. Kegiatan kunjungan kerja ke luar negeri merupakan bentuk pemborosan anggaran karena selama ini belum teruji efektivitas dan manfaatnya," ungkapnya. Kata dia, pihaknya menuntut adanya transparansi atas kunker, berupa tujuan, biaya perjalanan, akomodasi, jadwal, materi-materi yang di bicarakan dan partner kerja di tempat tujuan. Selain itu, masyarakat Indonesia di Jerman juga menuntut adanya publikasi hasil konkret dari kunker ke luar negeri yang selama ini dilakukan oleh DPR. Terutama dalam konteks kunjungan ke Jerman pada April 2012 lalu. okz,ins

You might also like