You are on page 1of 7

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

Mata kuliah Waktu pertemuan Hari, Tanggal Pertemuan ke

: Metode Penelitian : 100 menit : :

A. KOMPETENSI UMUM Setelah mengikuti perkuliahan 1 semester diharapkan mahasiswa bidan mampu menjelaskan variabel dalam penelitian. B. KOMPETENSI KHUSUS Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian variabel, jenis-jenis variabel, hubungan variabel dan definisi operasional dalam suatu penelitian. C. POKOK BAHASAN Menjelaskan variabel dalam penelitian. D. SUB POKOK BAHASAN 1. Pengertian variabel 2. Jenis-jenis variabel 3. Hubungan variabel 4. Definisi operasional E. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR Tahap Kegiatan pengajar

Kegiatan peserta didik Menjawab Menjawab Menyimak Menyimak Menyimak Menyimak Menyimak Berpartisipasi

Media dan alat pengajaran

Pendahuluan 5 menit

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Mengucapkan salam pembuka Memeriksa daftar hadir Kontrak waktu Menyampaikan kompetensi Menyampaikan ruang lingkup bahasan Menyampaikan tujuan kompetensi Memberikan motivasi Mengajukan pertanyaan apersepsi

9. Menjelaskan materi tentang : Penyajian a. Pengertian variabel 85 menit b. Jenis-jenis variabel c. Hubungan variabel d. Definisi operasional 10. Mengajukan pertanyaan kepada

Menyimak & LCD, laptop. Berpartisipasi

peserta didik 11. Memberikan reward atas kemampuan peserta didik Penutup 10 menit 12. Mengevaluasi kemampuan peserta didik 13. Menyimpulkan materi bersama pesrta 14. Merumuskan rencana tindak lanjut 15. Menyepakati kontrak yang akan datang 16. Menutup pembelajaran

Menjawab Menyimak Menjawab Berpartisipasi Menyimak Menyepakati Menyimak

F. MATERI AJAR Materi ajar terlampir. G. EVALUASI 1. Jenis evaluasi : Lisan 2. Jumlah evaluasi : 2 soal 3. Pertanyaan : a. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis variabel ! b. Jelaskan tentang hubungan variabel ! c. Apa yang dimaksud dengan definisi operasional ? H. SUMBER 1. Pratiknya. 2000. Dasar-dasar Metodologi Penelitian dan Kesehatan. Jakarta. Raja Grapindo Persada. 2. Tjokronegoro, A. 1999. Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran. Jakarta. FKUI. 3. Notoadmojo, S. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Jakarta, .................................... Dosen Pengajar,

(........................................)

Perubahan Fisiologis Masa Nifas


A. Perubahan Sistem Reproduksi 1. Uterus a. Pengerutan Rahim (Involusi) Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (tinggi fundus uteri). Involusi Saat bayi lahir Akhir kala III (uri lahir) 1 minggu post partum 2 minggu post partum 6 minggu post partum 8 minggu post partum TFU Setinggi pusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat-simpisis Di atas simpisis Mengecil (tak teraba) Sebesar normal Berat Uterus 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30 gram

Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan miometrium yang bersifat proteolisis. Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain : 1) Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebarnya dari sebelum hamil. Sitoplasma sel yang berlebihan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. 2) Atrofi jaringan Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. 3) Efek oksitosin Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses homeostasis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. Selama 1-2 jam pertama post partum, intensitas kontraksi uterus dapat berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali untuk menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau

intramuskuler, segera setelah kepala lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara. b. Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya : a) Lokhea rubra/merah Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium. b) Lokhea sanguinolenta Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum. c) Lokhea serosa Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14. d) Lokhea alba/putih Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritsis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan lokhea purulenta. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut dengan lokhea statis. c. Perubahan pada Serviks Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke-6 post partum, serviks sudah menutup kembali.

2. Vulva Vagina Vulva vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol. Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara perpriman (sembuh dengan sendirinya), kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis. 3. Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil. B. Perubahan Sistem Pencernaan Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia. Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan. C. Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post partum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu. Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-kadang odem trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitif dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi. D. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta dilahirkan.

Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagaia kibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi. E. Perubahan Sistem Endokrin 1. Hormon plasenta Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum. 2. Hormon pituitary Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada ase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. 3. Hypotalamik pituitary ovarium Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron. 4. Kadar estrogen Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat memengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI. F. Perubahan Tanda-Tanda Vital 1. Suhu Badan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,5C-38C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya, pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI. Payudara menjadi bengkak dan berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium (mastitis, tractus genitalis, atau sistem lain). 2. Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit adalah abnormal dan hal ini menunjukkan adanya kemungkinan infeksi. 3. Tekanan Darah

4. G. H. I.

Pernapasan Perubahan Sistem Kardiovaskuler Perubahan Sistem Hematologi Perubahan Komponen Darah

You might also like