You are on page 1of 31

Ns. SUSMAWATI,S.

Kep

BY:

Tetanus adalah penyakit infeksi yang di akibatkan oleh toksin kuman Clostridium Tetani, dimanifestasikan dg kejang otot secara paroksimal dan di ikuti kekakuan otot seluruh badan, Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

1.

Clostiridium tetani @. kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, @ .golongan gram positif, @ .hidup anaerob. @. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah

Penyakit

ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dgn cakupan imunisasi DPT yang rendah Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tidak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui : Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik OMP, caries gigi Pemotongan tali pusat yang tidak steril. Penjahitan luka robek yang tidak steril.

Clostridium Tetani

Organisme piogenik

Basil tetanus tetap berada di daerah luka&bkembang biak

Oksotoksin beredar mengikuti sirkulasi darah


Toksemia murni (bersifat antigen)

Toksemia murni

Ujung-ujung saraf motorik

Susunan saraf pusat Mencapai sel-sel kornu anterior medula spinalis yg melalui axis silinder
Kegiatan motorik blebihan (kejang)

a. Umur tua atau anak-anak b. Luka yang dalam dan kotor c. Belum terimunisasi

a.

Masa inkubasi tetanus berkisar antara 4-21 hari, semakin lama masa inkubasi prognosis semakin baik (masa inkubasi tergantung dari jumlah bakteri, virulensi, dan jarak t4 masuknya kuman dg SSP) b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak) c. Kesukaran membuka mulut (trismus) d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

a. Badan kaku dengan epistotonus


b. Tungkai dalam ekstensi c. Lengan kaku dan tangan mengepal d. Biasanya keasadaran tetap baik e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena : 1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan 2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

1. Anamnesis @. Lokasi Lukia @. Penyebab luka (pernah kena luka karat, jatuh di jalan dkt ktoran kuda dan kll @. Luka sebelumnya ada OMP @. Pernah diberi ATS/TOXOID

2. Amati gejala-gejala yang tampak (maisalnya sakit saat menelan, sulit bernafas, sulit berkemih, dll) 3. Pemeriksaan laboratorium @. Terdapat leokositois ringan @. Kadang-kadang terjadi PTIK @. Kultur jaringan di daerah luka terdapat Clostridium Tetani

1. Tetanus local: otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luka. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang

2. Tetanus general merupakan bentuk paling

sering, @. timbul mendadak dengan kaku kuduk, @. trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. @. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik meluas. @. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.

3. Tetanus sephal : @. varian tetanus local yang jarang @. terjadi masa inkubasi 1-2 hari @. terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.

4. Neonatal tetanus :

@. Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan

Menurut

berat gejala dapat dibedakan 3 stadium : 1. Trismus (3 cm) (ringan) tanpa kejang-lonik umum meskipun dirangsang. 2. Trismus (3 cm atau lebih kecil/sedang) dengan kejang tonik umum bila dirangsang. 3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.

Mencegah terjadinya luka 2. Perawatan luka yang adekuat (memakai H2O2, debridemen, bilas dg NaCL, Dan jahit 3. Pemberian anti tetanus (ATS) dalam beberapa jam setelah luka yaitu untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus gejalanya ringan. Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata.
1.

4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1bulan 2 kali berturut-turut. 5. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000 U/kgBB/hari).

6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis). Bila terjadi luka berat pada seseorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoi tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan sekaligus antioksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan)

1.

Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi. 2. Asfiksia 3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret 4. Fraktura kompresi

Prinsip

terapi ditujukan pada adanya toksin yang beredar di sirkulasi darah dan adanya basil di tempat luka

1. Untuk menetralisir toksin, berikan ATS secara IV 100.000-200.000 UI atau HyperTest 2. Di sekitar luka berikan ATS 10.000 UI secara IM 3. Setiap hari diberikan ATS berikan ATS 10.000 UI secara IM sampai gejala hilang

4. Untuk membunuh basil di tempat luka, injeksikan penicillin 10-20 juta UI secara IV 5. Untuk mengurangi stimulus, isolasi klien di tempat tenang 6. Untuk menghilangkan gejala kejang,, berikan mucle relaxan injeksi valium 10 mg IV sampai kejang hilang 7. luka-luka terbuka boleh dilakukan debridemen 1 jam setelah ATS, luka jangan dibalut

8.

Pemberian makanan dengan NGT 9. Sesak lalkukan trkeostomi 10. Pasang dower cateter

PENGKAJIAN a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat. b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 4344 C

d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria) f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus. g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan. b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otototot pernafasan. c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

e. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara f. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang g. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria h. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi. j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

TERIMAKASIH

You might also like