You are on page 1of 12

1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2010 - 2015 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan adalah impian semua penduduk di muka bumi ini, tak terkecuali Indonesia. Indonesia bahkan telah dua kali mencanangkan program Indonesia Sehat. Yang pertama pada 2010, dimana indikator untuk menuju ke arah Indonesia sehat masih belum terpenuhi dan kemudian diperbaharui menjadi Indonesia Sehat 2015 (Andri, 2012). Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat yang setinggi-tingginya di seluruh republik Indonesia. Gambaran masyarakat di Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai INDONESIA SEHAT 2015. Di penghujung abad lalu, Indonesia mengalami perubahan besar yaitu proses reformasi ekonomi dan demokratisasi dalam bidang politik. Tidak begitu lama kemudian, tepatnya pada tahun 2000, para pimpinan dunia bertemu di New York dan menandatangani Deklarasi Milennium yang berisi komitmen untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan. Komitmen tersebut diterjemahkan menjadi beberapa tujuan dan target yang dikenal sebagai Millennium Development Goals (MDGs). Pencapaian sasaran MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa Indonesia. Pencapaian tujuan dan target tersebut bukanlah semata-mata tugas pemerintah tetapi merupakan tugas seluruh komponen bangsa (Bappenas, 2008). Bagi pemerintah, biasanya lebih mudah memperbaiki bidang pendidikan ketimbang kesehatan. Kemajuan dalam bidang pendidikan, umumnya berkat sekolah. Sementara perbaikan di bidang kesehatan, diperlukan lebih dari sekedar pelayanan yang efektif. Faktor lain, seperti apakah seseorang merokok, atau apakah ia memiliki pola makan baik, berperan cukup signifikan. Meskipun demikian, apapun bidangnya, sangat mungkin untuk menetapkan target dan mengupayakan pencapainnya. Misalnya, kita dapat menetapkan target bahwa setiap orang bisa mendapatkan air minum yang bersih pada tahun tertentu. Begitu pula dalam pemberantasan malaria, demam berdarah atau mengatasi banjir dan kemacetan. Tentu saja, ada hal yang pencapaiannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan yang lain. Dalam rangka mewujudkan hal ini, kemudian dirumuskan 8 (delapan) Tujuan Pembangunan Milenium (Milennium Development Goals). Delapan tujuan umum, seperti kemiskinan, kesehatan, atau perbaikan posisi perempuan. Namun, dalam setiap tujuan terkandung target-target yang spesifik dan terukur. Melihat komitmen dari berbagai bangsa tersebut, pembangunan kesehatan di Indonesia juga menitik beratkan sasaran terhadap acuan yang digarap pada MDGs. Sehingga visi Indonesia 2015 dengan misi yang dirumuskan dalam empat komponen misi pembangunan, telah merumuskan tujuan kebijakan pembangunan kesehatan melalui paket program MDGs. Sehingga dalam makalah ini kami mengangkat topik mengenai menuju Indonesia sehat 2015/Millenium Development Goals yang akan membahas secara rinci mengenai sasaran, waktu dan target yang terukur mengenai delapan paket rumusan pembangunan (Bappenas, 2008). B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Mengetahui visi misi pembangunan kesehatan. 2. Mengetahui delapan rumusan MDGs yang merupakan tujuan pokok pembangunan kesehatan.

2 BAB II PEMBAHASAN Gambaran masyarakat di Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat yang setinggi-tingginya di seluruh republik Indonesia. Gambaran masyarakat di Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai INDONESIA SEHAT 2015. Dengan adanya rumusan visi tersebut, maka lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2015 adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi akif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya masyarakat mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Layanan yang tersedia adalah layanan yang berhasil guna dan berdaya guna yang tersebar secara merata di Indonesia. Dengan demikian terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. A. Untuk dapat mewujudkan visi INDONESIA SEHAT 2015, ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan sebagai berikut : 1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan. Dengan kata lain untuk dapat terwujunya INDONESIA SEHAT 2015, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan, seyogyanya tidak diselenggarakan. Untuk dapat terlaksananya pembangunan yang berwawasan kesehatan, adalah seluruh tugas yang berelemen dari sistem kesehatan untuk berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan. 2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salahsatu upaya kesehatan pokok atau misi sektor kesehatan adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau mengandung makna bahwa salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan

3 pemerintah, melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat dan berbagai potensi swasta. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya mengandung makna bahwa tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warga negaranya, yakni setiap individu, keluarga dan masyarakat Indonesia, tanpa meninggakan upaya menyembuhkan penyakit atau memulihkan kesehatan penderita. Untuk terselenggaranya tugas ini penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif. Agar dapat memelihara dan meningkatkankesehatan individu, keluarga dan masyarakat diperlukan pula terciptanya lingkungan yang sehat, dan oleh karena itu tugas-tugas penyehatan lingkungan harus pula lebih diprioritaskan (Syafrudin, 2009). Kemudian mengenai tujuan kebijakan pembangunan nasional terekam secara rinci dalam suatu paket program MDGs. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals atau MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 tersebut. Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3, dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015. B. Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua negara : 1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem Target 1A : Menurunkan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan menjadi setengahnya antara 1990-2015. Menggunakan garis kemiskinan nasional, angka kemiskinan Indonesia pada 1990 adalah 15,1%. Dasar penghitungan berubah pada 1996, sehingga sebenarnya data setelah itu tidak bisa begitu saja dibandingkan dengan data-data dari tahun-tahun sebelumnya. Seandainya kita menggunakan dasar penghitungan saat ini, angka pada 1990 akan sedikit lebih tinggi dari 15,1%. Namun, karena belum ada perhitungan ulang, laporan ini menggunakan angka 15,1%. Pada 2006, terjadi peningkatan kemiskinan yang kemudian sedikit menurun pada 2008 menjadi 15,4%. Mencermati berbagai kecenderungan akhirakhir ini, seharusnya masih mungkin untuk mengurangi kemiskinan menjadi 7,5% pada 2015. Sementara, menggunakan garis kemiskinan 1 dollar per hari, situasi sepenuhnya berbeda. Berbasiskan ukuran tersebut, Indonesia telah mencapai target karena berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dari 21% (1990) menjadi 7,5% pada 2006. Dua indikator lain memberikan informasi pelengkap. Indikator yang lebih rumit adalah rasio kesenjangan kemiskinan (poverty gap ratio) yang mengukur perbedaan antara penghasilan rata-rata penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Pada 1990 rasio-nya

4 adalah 2,7% dan 2,8% pada 2008, menunjukkan bahwa situasi penduduk miskin belum banyak mengalami perubahan. Indikator yang lebih sederhana adalah indikator penyebaran penghasilan : total jumlah konsumsi penduduk termiskin secara nasional adalah 20%. Ini pun belum banyak berubah. Antara tahun 1990 dan 2008, angkanya berada pada sekitar 9%. Target 1B: Meneydiakan seutuhnya Pekerjaan yang produktif dan layak,terutama untuk perempuan dan kaum muda. Untuk mengukur kemajuan pencapaian target ini, empat buah indikator digunakan yaitu : (i) pertumbuhan PDB per proporsi jumlah pekerja/ produktivitas pekerja, (ii) rasio pekerja terhadap populasi, (iii) proporsi pekerja yang hidup dengan kurang dari $1 perhari/pekerja miskin dan (iv) proporsi pekerja yang memiliki rekening pribadi dan anggota keluarga bekerja terhadap jumlah pekerja total/ pekerja rentan. Kemajuan pencapaian target ini diindikasikan dengan semakin tingginya rasio, yang artinya semakin tingginya angkatan kerja yang mendapatkan pekerjaan. Data terakhir terkait pekerja miskin di Indonesia adalah 8,2% (2006), dan belum beranjak jauh dari pencapaian tahun 2002. Pekerja renran di Indonesia mengalami sedikit penurunan semenjak tahun 2003, meskipun mayoritas pekerja (62%) masih tergolong sebagai pekerja yang rentan. Produktivitas pekerja juga mengalami peningkatan yang cukup baik, dimana rata-rata pertahunnya mencapai 4,3% dalam periode tahun 2000 hingga 2007. Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990 dan 2015. Indikator pertama adalah prevalensi anak usia di bawah lima tahun (balita) dengan berat badan kurang. Angka saat ini adalah 28% dan nampaknya akan meningkat. Dengan angka ini, jelas kita tidak (akan) mencapai target. Indikator keduaadalah proporsi penduduk yang mengkonsumsi kebutuhan minimum perharinya. Dengan menggunakan perhitungan FAO, tampaknya Indonesia masih berada di jalur yang benar untuk mencapai target MDGs ini. 2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua Target 2A : Memastikan bahwa pada 2015 semua anak di manapun, laki-laki maupun perempuan akan bisa menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh. Terdapat dua indikator yang relevan. Pertama, untuk tingkat partisipasi disekolah dasar, Indonesia telah mencapai angka 94,7%. Berdasarkan kondisi ini, kita dapat mencapai target 100% pada 2015. Indikator kedua berkaitan dengan kelulusan, yaitu proporsi anak yang memulai kelas 1 dan berhasil mencapai kelas 5 sekolah dasar. Untuk Indonesia, proporsi tahun 2004/2005 adalah 81%. Namun, sekolah dasar berjenjang hingga kelas enam. Karena itu, untuk Indonesia lebih pas melihat pencapaian hingga kelas enam. Jumlahnya adalah 77% dengan kecenderungan terus meningkat. Artinya, kita bisa mencapai target yang ditetapkan. Data kelulusan yang digunakan dalam laporan ini berasal dari Departemen Pendidikan Nasional berdasarkan data pendaftaran sekolah. Berbeda dengan Susenas (2004), yang menghitung angka yang jauh lebih besar, yaitu sekitar 95%. Indikator ketiga untuk tujuan ini adalah angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun. Dalam hal ini, nampaknya kita cukup berhasil dengan pencapaian 99,4%. Meskipun demikian, kualitas melek huruf yang sesungguhnya mungkin tidak setinggi itu karena tes baca tulis yang diterapkan oleh Susenas terbilang sederhana. 3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling lambat tahun 2015 . Yang menjadi indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak lakilaki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya sudah mencapai

5 target, dengan rasio 100% di sekolah dasar, 99,4% di sekolah lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan tinggi. Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki untuk usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target dengan rasio 99,9%. Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja berupah disektor non pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan. Nilainya saatini hanya 33%. Indikator keempat adalah proporsi perempuan di dalam parlemen, dimana proporsinya saat ini hanya 11,3%. 4. Menurunkan angka kematian anak Target 4A : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara 1990 dan 2015. Karena itu, indikator utama tujuan ini adalah angka kematian anak dibawah lima tahun (balita). Target MDGs adalah untuk mengurangi dua pertiga angka tahun 1990. Saat itu, jumlahnya 97 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Target saat ini adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Dengan demikian, Indonesia cukup berhasil. Indikator kedua adalah proporsi anak usia satu tahun yang mendapat imunisasi campak. Angka ini telah meningkat, menjadi 72% untuk bayi dan 76% untuk anak dibawah 23 bulan pada 2006, namun perlu lebih ditingkatkan lagi. 5. Meningkatkan kesehatan ibu Target 5A: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015. Data tersedia yang terdekat dengan tahun 1990 berasal dari tahun 1995. Berdasarkan data-data tersebut, target yang harus dicapai adalah 97. Melihat kecenderungan saat ini, Indonesia tidak akan mencapai target. Indikator kedua yaitu proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, saat ini menunjukkan angka 73%. Target 5B : Mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada 2015. Penggunaan kontrasepsi oleh wanita usia 15-49 tahun meningkat menjadi 61.0%. Perawatan antenatal juga mengalami peningkatan. Akan tetapi, dengan keterbatasan data, sulit untuk mengukur sejauh mana pencapaian target akses untuk kesehatan reproduksi. 6. Memerangi HIVdan AIDS, malaria serta penyakit lainnya Target 6A: Menghentikan dan mulai membalikkan tren penyebaran HIVdan AIDS pada 2015. Prevalensi saat ini adalah 5,6 per 100.000 orang di tingkat nasional namun pada saat ini tidak ada indikasi bahwa kita telah menghentikan laju penyebaran HIV dan AIDS. Meskipun demikian, kita semestinya bisa melakukannya. Hampir semua data yang ada berikut ini, terkait dengan kelompok-kelompok berisiko tinggi. Prevalensi HIV Para pengguna napza jarum suntik 2003: Jawa Barat, 43%. PSK perempuan 2003 : Jakarta, 6%, Tanah Papua 17%. PSK laki-laki 2004: Jakarta, 4%. Nara pidana 2003 : Jakarta, 20%. Tes Melakukan tes selama 12 bulan terakhir dan mengetahui hasilnya, 2004-2005 : PSK perempuan, 15%, pelanggan pekerja seks, 3%, pengguna napza jarum suntik 18%, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, 15%. Pengetahuan Proporsi kelompok yang tahu bagaimana mencegah infeksi dan menolak kesalah pengertian utama 2004 : PSK, 24%; pelanggan pekerja seks, 24%; laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, 43%, pengguna napza jarum suntik, 7%.

6 Target 6B: Tersedianya akses universal untuk perawatn terhadap HIV/AIDS bagi yang memerlukan, pada 2010 Untuk target ini, belum ada data tersedia. Target 6C: Menghentikan dan mulai membalikkan kecenderungan persebaran malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya pada 2015. Malaria Tingkat kejadian hingga 18.6 juta kasus per tahun. Jumlah ini mungkin sudah turun. Tuberkulosis (TBC) Prevalensi: 262 per 100.000 atau setara dengan582.000 kasus setiap tahunnya. Deteksi kasus: 76%. Angka keberhasilan pengobatan DOTS: lebih dari 91%. 7. Memastikan kelestarian lingkungan Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan kedalam kebijakan dan program negaraserta mengakhiri kerusakan sumber daya alam Indikator pertama adalah proporsi lahan berupa tutupan hutan. Berdasar citra satelit, jumlahnya sekitar 49,9%, atau bahkan mungkin sudah lebih rendah dari angka tersebut. Namun citra Landsat merupakan citra satelit dengan resolusi rendah dan mungkin tidak terlalu sesuai untuk melacak perubahan. Indikator lain adalah rasio kawasan lindung untuk mempertahankan keragaman hayati. Pada 2006 rasio tersebut adalah 29,5% meskipun sebagian dari jumlah tersebut telah dirambah. Sejauh ini,angka terkini tentang emisi karbon dioksida per kapita adalah 1,34 sedangkan konsumsi bahanbahan perusak lapisan ozon masih pada tingkat 6.544 metrik-ton. Proporsi rumah tangga yang menggunakan bahan bakar padat pada 2004 adalah 47,5%. Target 7B : Mengurangi laju hilangnya keragaman hayati, dan mencapai pengurangan yang signifikan pada 2010. Belum ada data terbaru mengenai hal ini Target 7C: Menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses yang berkelanjutan terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasarpada 2015. Pada tahun 2006, 57,2% penduduk memiliki akses terhadap air minum yang aman dan meskipun masih ada jarak, kita hampir berhasil untuk mencapai target 67%. Untuk sanitasi kita nampaknya telah melampaui target 65%, karena telah mencapai cakupan sebesar 69.3%, meskipun banyak dari pencapaian ini berkualitas rendah. Target 7D: Pada 2020 telah mencapai perbaikan signifikan dalam kehidupan (setidaknya) 100 juta penghuni kawasan kumuh. Meskipun 84% rumah tangga telah memiliki hak penguasaan yang aman, baik dengan memiliki ataupun menyewa, namun jumlah komunitas kumuh yang memiliki akses terbatas pada layanan dan keamanan semakin meningkat. 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan tarif dan kuota untuk ekspor mereka, meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar, pembatalan hutang bilateral resmi, dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah hutang negara-negara berkembang.

7 Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang. Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda. Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan aksesobat penting yang terjangkau dalam negara berkembang Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Waktu untuk mencapai sasaran-sasaran Millennium Development Goals (MDG) tinggal tiga tahun lagi. Dari delapan goals yang ditetapkan, lima goals yaitu MDG1, 4, 5, 6 dan 7 terkait erat dengan kesehatan. MDG merupakan hasil kesepakatan lebih dari 180 Kepala Negara dan Pemerintah Anggota PBB tahun 2000. Kesepakatan untuk mencapai MDG bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Untuk Indonesia, sasaran MDG tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014 (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Untuk mencapai sasaran-sasaran MDG perlu kerja keras dan kerja cerdas, meninggalkan cara kerja yang business as usual. Harus ada inovasi dan terobosan serta fokus pada kegiatan prioritas. Implementasi kebijakan ini hanya mungkin terjadi bila didukung seluruh jajaran lintas sektor, pemerintah daerah, seluruh masyarakat, dan stakeholders lainnya. Walaupun target MDG-1 yaitu menurunkan prevalensi gizi kurang pada anak balita dalam posisi on track, namun beberapa provinsi masih menunjukkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas angka nasional. Di samping itu ada masalah stunting prevalensinya mencapai 35,8% (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Strategi terkait MDG-4 untuk menurunkan angka kematian balita 2/3 dari kondisi tahun 1990 dalam posisi on track. Harus disadari adanya disparitas angka kematian anak baik antar Provinsi maupun Kabupaten/Kota, pada anak yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki sosio-ekonomi yang rendah serta merekayang tinggal di pedesaan. Kesenjangan ini terkait dengan, kemudahan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, keterbukaan daerah terhadap pembangunan ekonomi, ketersediaan sumber daya, serta, kebijakan masing-masing daerah. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah angka kematian neonatal cenderung stagnan. Faktor infeksi dan masalah gizi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak. Riskesdas 2007 menunjukkan, penyebab kematian balita sebesar 36% adalah masalah neonatal (Asfiksia, Berat Badan Lahir Rendah dan Infeksi), 17,2% karena Diare dan 13,2% oleh Pneumonia (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Terkait MDGS-5 yaitu Menurunkan Angka Kematian Ibu, masih diperlukan kerja keras dan kerja cerdas untuk menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 Kelahiran Hidup (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan melakukan langkah-langkah yaitu Meningkatkan pengetahuan dan peran aktif keluarga dan masyarakat melalui penerapan Buku KIA, Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), Program rumah tunggu, Program kemitraan bidan dan dukun; Peningkatan persalinan oleh tenaga kesehatan dan persalinan difasilitas kesehatan, serta Mengatasi masalah emergensi melalui Puskesmas PONED dan Rumah sakit PONEK (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Sejak tahun 2011 diluncurkan Program Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir (neonatal). Program ini diperuntukkan bagi ibu hamil yang tidak memiliki jaminan persalinan (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012).

8 Terkait MDG-6 untuk HIV-AIDS, TB dan Malaria masih dalam posisi off track. Kemenkes masih menghadapi kendala khususnya Pengendalian penyebaran dan penurunan jumlah kasus HIV-AIDS, Penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi, Peningkatan pengetahuan tentang HIV-AIDS. Dalam kata lain, pengetahuan masyarakat tentang HIV-AIDS masih rendah. Strategi yang dilakukan untuk mencapai target MDG 6 adalah Peningkatan sosialisasi, Peningkatan akses pengobatan HIV-AIDS, Implementasi program, PMTCT, Pengurangan dampak buruk pada penyalahguna NAPZA suntik atau Penasun (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Sementara terkait Pengendalian Malaria, dalam posisi on track karena angka kejadian malaria per 1000 penduduk menunjukkan kecenderungan menurun. Sedangkan untuk Pengendalian TB, sasaran menurunkan kasus baru tuberkulosis justru sudah tercapai (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Terkait target MDG-7 yaitu Akses Air Bersih Pada Rumah Tangga, Menkes menyatakan masih dalam posisi off track. Pencapaian MDG-7 ini sangat penting bagi kesehatan masyarakat, karena kualitas air dan sanitasi merupakan faktor risiko berbagai penyakit menular (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2012). Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya dibawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Laporan Sasaran Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian sasaran MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran-sasaran ini. Dengan tujuan utama mengurangi jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah minimum regional antara tahun 1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang (Bappenas, 2008). Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalami kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerjasama dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs didaerah Asia dan Pasifik (Bappenas, 2008). C. Untuk mewujudkan tercapainya target MDGs, terutama di bidang kesehatan, dirumuskanlah INDONESIA SEHAT 2015. Sasaran pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015 adalah : 1. Perilaku hidup sehat. Meningkatnya secara bermakna jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan, jumlah bayi yang memperoleh imunisasi lengkap, jumlah yang memperoleh ASI eksklusif, jumlah anak balita yang ditimbang setiap bulan, jumlah pasangan usia subur (PUS), peserta keluarga berencana (KB), jumlah penduduk dengan makan dengan gizi seimbang, jumlah penduduk yang memperoleh air bersih, jumlah penduduk buang air besar dijamban, jumlah pemukiman bebas vector dan rodent, jumlah rumah yang mempunyai syarat kesehatan, jumlah penduduk berolahraga, dan

9 istirahat teratur, jumlah keluarga dengan komunikasi internal dan eksternal, jumlah keluarga yang menjalankan ajaran agama dengan baik, jumlah penduduk yang tidak merokok dan tidak minum-minuman keras, jumlah penduduk yang tidak berhubungan seks diluar nikah serta jumlah penduduk yang menjadi peserta JPKM. 2. Lingkungan sehat Meningkatnya secara bermakna jumlah wilayah/kawasan sehat, tempat-tempat umum sehat, tempat pariwisata sehat, tempat kerja sehat, rumah dan bangunan sehat, sarana sanitasi, sarana air minum, sarana pembungan limbah, serta berbagai standar dan peraturan perundang-undangan yang mendukung terwujudnya lingkungan sehat. 3. Upaya kesehatan Meningkatkan secara bermakna jumlah sarana kesehatan yang bermutu, jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan, penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan, penggunaan obat secara rasional, memanfaatkan pelayanan promotif dan preventif, biaya kesehatan yang dikelola secara efisien, serta ketersediaan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. 4. Manajemen pembangunan Kesehatan Meningkatnya secara bermakna sistem informasi pembangunan kesehatan, kemampuan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, pembangunan kesehatan, kepemimpinan dan manajemen kesehatan, peraturan perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan, kerjasama lintasprogram dan sektor. 5. Derajat kesehatan Meningkatnya secara bermakna umur harapan hidup, menurunya angka kematian ibu dan bayi, menurunnya angka kesakitan beberapa penyakit penting, menurunya angka kecacatan dan ketergantungan serta meningkatnya status gizi masyarakat, menurunya angka infertilitas. (Syafrudin, 2009) Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan melandaskan pada dasardasar tersebut diatas, maka penyelenggaraan tersebut diatas, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum yang dikelompokkan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kerjasama lintas sektor untuk optimalisasi hasil pembangunan berwawasan kesehatan, kerjasama lintas sektor merupakan hal yang utama, dan karena itu perlu digalang serta mantapkan secara seksama, sosialisasi masalah-masalah kesehatan kepada sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkala. Kerjasama lintas sektor haus mencakup pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta melandaskan dengan seksama pada dasardasar pembangunan kesehatan. 2. Peningkatan perilaku, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan swasta masyarakat dan swasta perlu berperan aktif dalam penyelenggaraan upayakesehatan. Dalam kaitan ini perilaku hidup manusia sejak usia dini melalui berbagai kegiatankegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan, sehingga menjadi bagian dari norma hidup dan budaya masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kemandirian untuk hidup sehat. Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan terutama melalui penerapan konsep pembangunan kesehatan masyarakat tetap didorong atau bahkan dikembangkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan serta kesinambungan upaya kesehatan. 3. Peningkatan kesehatan lingkungan Kesehatan lingkungan perlu diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan, lingkungan yang sehat, yaitu keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Upaya ini perlu untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam merencanakan pembangunan berwawasan kesehatan. Kesehatan lingkungan pemukiman, tempat kerja dan tempat-tempat umum serta tempat pariwisata ditingkatkan melalui penyediaan serta pengawasan mutu air yang memenuhi persyaratan terutama perpipaan, penerbitan tempat

10 pembuangan sampah, penyediaan sarana pembuangan air limbah serta berbagai sarana sanitasi lingkunan lainnya. Kualitas air, udara dan tanah ditingkatkan untuk menjamin hidup sehat dan produktif sehingga masyarakat terhindar dari keadaan yang dapat menimbulkan bahaya kesehatan. Untuk itu diperlukan peningkatan dan perbaikan peraturan perundangundangan, pendidikan lingkungan sehat sejak dari usia muda serta pembakuan standar lingkungan. 4. Peningkatan upaya kesehatan Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta upayakhusus melalui pelayanan kemanusiaan dan darurat atau krisis. Selanjutnya, pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan perlu terus menerus diupayakan. Dalam rangka mempertahankan status kesehatan masyarakat selama krisis ekonomi, upaya kesehatan diprioritaskan untuk mengatasi dampak krisis disamping tetap mempertahankan peningkatan pembangunan kesehatan. Perhatian khusus dalam mengatasi dampak krisis diberikan kepada kelompok berisiko dari keluarga-keluarga miskin agar derajat kesehatannya tidak memburuk dan tetap hidup produktif. Pemerintah bertanggungjawab terhadap biaya pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin. Setelah melewati krisis ekonomi status kesehatan masyarakat diusahakan ditingkatkan melaui pencegahan dan pengurangan morbiditas, mortalitas dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita, dan wanita hamil, melahirkan dan masa nifas, melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan serta pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Prioritas utama diberikan kepada penanggulangan penyakit menular dan wabah cenderung meningkat. 5. Peningkatan sumber daya kesehatan Peningkatan tenaga kesehatan harus menunjang seluruh upaya pembangunan kesehatan dan diarahkan untuk menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai pengembangan ilmu dan tekhnologi, beriamn dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, seta berpegang teguh pada pengabdian bangsa dan Negara dan etika profesi. Pengembangan tenaga kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan atau daya guna tenaga dan penyediaan jumlah serta mutu tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah yang mampu melaksanakan pembangunan kesehatan. Dalam perencanaan tenaga kesehatan perlu diutamakan penentuan kebutuhan tenaga di berbagai Negara diluar negeri dalam rangka globalisasi. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), yakni cara pelayanan kesehatan melalui pembayaran secara pra upaya dikembangkan terus untuk menjamin terselenggaranya pemeliharaan kesehatan yang lebih merata dan bermutu dengan raga yang terkendali. JPKM diselenggarakan sebagai upaya bersama antara masyarakat, swasta, dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan biaya pelayanan kesehatan yang terus meningkat. Tarif pelayanan kesehatan perlu disesuaikan atas dasar nilai jasa dan barang yang diterima oleh anggota masyarakat yang memperoleh pelayanan. Masyarakat yang tidak mampu akan dibantu melalui system JPKM yang disubsidi oleh pemerintah bersamaan dengan itu dikembangkan pula asuransi sebagai pelengkap/pendamping JPKM. Pengembangan asuransi kesehatan berada dibawah pembinaan pemerintah dan asosiasi peransuran. Secara bertahap puskesmas dan rumah sakit milik pemerintahan dikelola secara swadana. 6. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama melalui peningkatan secara strategis dalam kerja sama antara sektor kesehatan dan sektor lain yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para pelaku dalam pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen upaya kesehatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengendaliandan penilaian diselengarakan secara sistematik untuk menjamin upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh. Manajemen terebut didukung oleh sistem informasi yang handal guna menghasilkan pengambilan keputusan

11 dan cara kerja yang efisien. Sistem informasi tersebut dikembangkan secara komprehensif diberbagai tingkat administrasi kesehatan sebagai bagian dari pengembangan administrasi modern. Organisasi departemen kesehatan perlu disesuaikan kembali dengan fungsi fungsi : regulasi, perencanaan nasional, pembinaan dan pengawasan. 7. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan Penelitian dan pengembangan dibidang kesehatan akan terus dikembangkan secara terarah dan bertahap dalam rangka menunjang upaya kesehatan, utamanya untuk mendukung perumusan kebijaksanaan, membantu memecahkan masalah kesehatan dan mengatasi kendala didalam pelaksanaan program kesehatan. Penelitian dan pengembangan kesehatan akan terus dikembangkan melalui jaringan kemitraan dan di desentralisasikan sehingga menjadi bagian penting dari pembanguna kesehatan daerah. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didorong untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, gizi, pendayagunan obat, pengembangan obat asli Indonesia, pemberantasan penyakit dan perbaikan lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan ekonomi kesehatan dikembangkan unutuk mengoptimalkan pemanfaatan pebiayaan kesehatan dari pemerintah dan swasta, serta meningkatkan kontribusi pemerintah dalam pembiayaan kesehatan yang masih terbatas. 8. Peningkatan lingkungan sosial budaya selain berpengaruh positif globalisasi juga menimbulkan perubahan sosial dan budaya masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap pembangunan kesehatan. Untuk itu sangat diperlukan peningkatan kesehatan sosial danbudaya masyarakat melalui penungkatan sosio-ekonomi masyarakat, sehingga dapat mengambil manfaat yang sebesar besarnya sekaligus meminimalkan dampak negatif dari globalisasi. (Syafrudin, 2009).

12 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Tujuan pembangunan milenium merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan tingkat kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada Millennium Summit (pertemuan tingkat tinggi Millenium) pada bulan September 2000. Dalam mencapai sasaran pembangunan milenium (millennium development goals /MDGs) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia Sehat 2010, sasaran MDGs ada indikatornya serta kapan harus dicapai. Sasaran MDGs ini bisa dijadikan slogan IndonesiaSehat di tahun 2015 sebagai pengganti slogan sebelumnya. Dalam visi ini Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah satunya yaitu mengurangi angka kematian bayi dan ibu pada saat persalinan. Maksud dari visi tersebut yaitu kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang akan dilahirkan hidup sehat, dengan misinya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan di dalam menghadapi persalinan yang aman. Sasaran MDGs yang lain yaitu menurunkan angka kelaparan (kurang gizi) menjadi setengahnya (50 persen) di tahun 2015 dibanding tahun 1996. Kemudian menurunkan angka kematian bayi dan balita, juga menjadi setengahnya dibanding tahun 1996. Lalu menurunkan angka kematian ibu sebanyak 75 persen, mengendalikan penularan penyakit menular, khususnya TBC dan HIV, sehingga pada tahun 2015 nanti jumlahnya tidak meningkat lagi tetapi justru menurun. B. Saran Demikianlah makalah ini penulis buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang Kebijakan Pembangunan Di Bidang Kesehatan Tahun 2010-2015. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah ini sdapat lebih baik lagi. Sekian dan Terima Kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Andri. 2012. Desa Siaga, Jembatan Menuju Indonesia Sehat 2015. Diakses tanggal 23 Maret 2012.http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/02/01/desa-siaga-jembatan-menujuindonesia-sehat-2015/ Bappenas. 2008. Laporan Millenium Development Goals (MDG) Indonesia. Diakses tanggal 23 Maret 2012.http://www.bappenas.go.id/node/44/942/laporan-millenium-development-goalsmdg-indonesia/ Millennium Development Goals 2000-2015. Diakses tanggal 23 Maret 2012.http://www.betterbytheyear.org/downloads/MillenniumSedyaningsih, Rahayu Endang. 2012. Stalker Peter. 2008. Lets Speak Out for MDGs. BAPPENAS : Jakarta Syafrudin, SKM. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Trans Info Media : Jakarta.United.

You might also like