You are on page 1of 4

Immunitas

Kekebalan yang ditimbulkan berlangsung lama, bila penyakit ini didapat semasa kanak-kanak maka akan terjadi immunitas silang antara Varicella dan herpes zoster. Varicella pada orang dewasa umumnya lebih hebat dari pada anak-anak.

Aspek Klinis HIV/AIDS


Perjalanan penyakit Sesudah HIV (Human Immunodefficiency Virus) memasuki tubuh manusia, partikel virus tersebut bergabung dengan DNA sel penderita yang terinfeksi. DNA sel akan selalu ada pada tubuh manusia, sehingga sebagai akibatnya satu kali seorang terinfeksi HIV. Seumur hidup ia akan tetap terinfeksi dan diistilahkan sebagai seorang dengan HIV. Dari semua pengidap HIV, hanya sedikit yang menjadi AIDS dalam 3 tahun pertama diperlukan 3-10 tahun bagi pengidap HIV untuk mencapai tahap AIDS (Acquired Immune Defficiency Syndrome). Perjalanan penyakit tersebut menunjukan gambaran penyakit yang kronis. Sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Sel yang terutama diserang HIV adalah salah satu jenis sel darah putih yang disebut Lymfosit, sub jenis lymfosit T helpes. Setelah terinfeksi HIV, jumlah lymfosit T akan berkurang secara bertahap. Padahal lymfosit T memegang peranan amat penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga bila jumlah dan fungsinya terganggu menyebabkan seseorang mudah diserang penyakit infeksi dan kanker. Kerusakan sistem kekebalan yang bertahap tersebut tercermin dalam perkembangan perjalanan penyakit infeksi HIV, mulai dari tahap gejala sampai dengan keadaan klinis yang amat berat. Pada tahap awal biasanya penderita tidak menunjukan gejala sama sekali, ia merasa sehat dan dari luar tampak sehat tetapi sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. Kadang-kadang ada juga kelenjar getah beningnya membesar, tetapi tetap dapat bekerja normal dan tidak mempunyai keluhan. Gejala infeksi HIV a. Tahap infeksi akut Sebanyak 30-60% penderita mengalami gejala tidak khas, timbul dalam 6 minggu pertama berupa demam, rasa letih, sakit pada otot dan sendi, sakit menelan dan pembesaran kelenjar getah bening, jadi mirip penderita influenza atau penyakit mononukleasia ikfeksiosa. Ada juga yang disertai gejala radang selaput otak (meningitis aseptik) berupa demam, sakit kepala, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak. Pada pemeriksaan cairan otak menunjukan peningkatan kadar protein dan sel mononuklear, gejala infeksi akut HIV biasanya sembuh sendiri.

b. Tahap asimtomatik (tanpa gejala) Bila seorang baru saja terinfeksi HIV, biasanya tidak menunjukan gejala dan tidak ada keluhan. Hal ini dapat berlangsung antara 6 minggu sampai beberapa bulan atau bahkan tahun setelah infeksi c. Tahap simtomatik ringan Setelah beberapa tahun tanpa gejala, pada tahap berikutna timbul penurunan berat badan walaupun tidak mencolok (tidak sampai 10%). Pada tahap ini kadang ada gejala kulit dan mulut yang ringan, misal : infeksi jamur pada bulu, sariawan berulang pada mulut dan perandangan pada sudut mulut. Walaupun demikian, penderita masih dapat melakukan aktivitas normal. Pada tahap yang lebih lanjut penderita semakin kurus, penurunan berat badan sudah lebih dari 10%, diare yang lamanya lebih dari 1 bula, panas yang tidak diketahui penyebab selama lebih dari 1 bulan, baik yang hilang timbul maupun panas terus menerus. Gangguan sariawan pada mulut sering ditemukan adalah karena jamur (Kandidiasis) dan bercak putih berambut, radang paru, kadang dijumpai yuberculosis paru dan pneumonia berat akibat infeksi bakteri. Pada tahap ini biasanya penderita berbaring lebih dari 12 jam sehari, selama sebulan terakhir. d. Tahap AIDS (tahap lanjut) Pada tahap akhir penderita diserang oleh atau beberapa macam infeksi oportumistik, misalnya pneumonia, taksoplosmosis otak, diare akibat kriptosporidiasis, penyakit virus sitomegali, infeksi virus herpes, kondidiasis, oesofagus, trachea, bronkus atau paru serta infeksi jamur jenis yang lain ; kadang-kadang dapat ditemukan beberapa jenis kanker antara lain kanker kelenjar getah bening dan kanker sarkoma kapasi.

Diagnosis AIDS
Biasanya didasarkan atas : 1. Gejala infeksi HIV seperti tersebut di atas 2. Pembuktian infeksi HIV dilakukan pemeriksaan laboratorium 3. Adanya pembuktian infeksi opartumistik dan kanker tertentu

Cara Penularan
Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV adalah sperma, darah, cairan vagina, ASI, air mata, air liur, urine, air ketuban, cairan cerebrosipnal, akan tetapi yang potensial sebagai media penularan adalah air mani (sperma), darah, atau cairan vagina. Hingga saat ini penularan yang diketahui ialah melalui hubungan seksual, darah, dan secara perinatal.

Tidak ada bukti bahwa HIV ditularkan melalui kontak sosial. AIDS tidak ditularkan melalui hidup serumah dengan penderita, berjabat tangan, berpelukan, penderita AIDS bersin, atau batuk didekat kita, berciuman pipi, melalui alat makan atau minum, gigitan nyamuk atau serangga, berenang, menggunakan WC yang sama, memakai telepon umum, tempat kerja dan sekolah. Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang merawat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak termasuk resiko tinggi untuk tertular HIV khususnya bila mereka menerapkan prosedur baku kewaspadaan universal guna mencegah penularan infeksi HIV. Penularan melaui hubungan seksual Beberapa aktivitas seksual memberikan resiko penularan HIV yang berbeda berdasarkan urutan kemungkinan resiko penularan HIV dari tertinggi sampai terendah pada berbagai aktivitas seksual sebagai berikut : Hubungan seksual lewat liang dubur Hubungan seksual lewat liang vagina Kontak dngan menggunakan mulut Ciuman mulut dan ciuman mulut dengan alat kelamin Hubungan seksual dengan kondom Penularan melaui darah

Transmisi melalui transfusi darah atau produk darah Penularan melalui alat suntik atau alat medis lain yang tidak steril pada kelompok yang menggunakan jarum suntik tidak steril dan bergantian. Penularan melaui cairan tubuh lain : dapat pula terjadi melalui penerimaan organ, jaringan atau sperma; Penularan secara perinatal Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan kepada bayi yang dikandungnya terutama terjadi pada persalinan karena pada proses melahirkan terjadi kontak antar darah ibu dan bayi sehingga virus HIV dapat masuk ke tubuh bayi. Bayi dapat juga tertular dari ibu sewaktu masih dalam kandungan atau tertular melalui ASI ( kecil kemungkinannya). Atas dasar penularan melalui ASI maka dianjurkan agar ibu yang terinfeksi tidak menyusui bayinya. Frekuensi penularan dari ibu ke janin atau bayi (melalui ke tiga cara tersebut) diperkirakan 20-45%.

Pencegahan
Sampai saat ini belum ditemukan obat mujarab yang dapat menyembuhkan AIDS ataupun vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi HIV, oleh karena itu maka upaya pencegahan non medik merupakan upaya satu-satunya untuk penangkalan terhadap infeksi HIV. Di dalam penyuluhan harus ditekankan bahwa resiko terinfeksi HIV meningkat pada orang yang mempunyai banyak mitra hubungan seksual atau kelompok manusia yang menggunakan jarum suntik bersama-sama. Hindari hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV, resiko penularan dapat dikurangi dengan memakai kondom. Dalam transfusi darah, komponen darah diperiksa dahulu adanya anti bodi terhadap HIV. Donor darah, organ, jaringan atau sel (termasuk semen atau inseminasi buatan) tidak diambil dari orang yang memiliki resiko terinfeksi HIV. Semua donor harus diuji terlebih dahulu HIVnya, selalu diingat bahwa pada sarana kesehatan yang melakukan pemeriksaan HIV harus dilengkapi dengan pelayanan konseling yang dilaksanakan konselor terlatih siap menuntun pengidap HIV dengan baik. Indikasi transfusi harus dapat dipertanggungjawabkan secara medis, pada operasi berencana yang diperikirakan perlu transfusi darah, diupayakan transfusi darah autologus. Jarum dan alat tajam lain harus diperlakukan secara hati-hati sejak menggunkan sampai dengan pembuangan. Petugas kesehatan harus memakai sarung tangan, bila kontak dengan pasien, darah atau cairan tubuh lain yang tampak berdarah termasuk gigi, percikan darah dicuci dengan anti septik, sabun, air yang mengalir.

You might also like