You are on page 1of 0

EVALUASI BEBERAPA TES

TREPONEMAL TERHADAP SIFILIS










Dr. Donna Partogi, SpKK
NIP. 132 308 883








DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI
MEDAN
2008



Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

EVALUASI BEBERAPA TES TREPONEMAL
TERHADAP SIFILIS



PENDAHULUAN

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat
ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.
1

Sifilis dijumpai di seluruh dunia (terutama negara berkembang), namun sulit
untuk membandingkan insidensi dari satu negara dengan negara yang lain karena ada
perbedaan pelaporan.
2

Insidensi penyakit sifilis ini dipengaruhi oleh pengobatan penyakit dan perbaikan
sosio ekonomi. Sifilis paling sering dijumpai pada usia 20-30 tahun. Di Indonesia,
prevalensi sifilis terlihat menurun sejak dilakukannya program pemberantasan sifilis yang
dimulai tahun 1957 berupa pelaksanaan Regular Mass Treatment (RMT) pada Pekerja
Seks Komersil (PSK). Namun karena RMT sudah dihentikan maka ada kemungkinan
terjadi peningkatan kembali, misalnya di Sumatera Utara seroreaktor PSK di beberapa
lokalisasi yang tadinya dijumpai 8% pada tahun 1996, pada tahun 2000 mengalami
peningkatan kembali menjadi 13,8%.
2,3,4

Tes serologik Sifilis (TSS) merupakan pembantu diagnosis yang penting bagi
sifilis. Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi ialah sensitivitas dan spesifisitas.
Sensitivitas adalah kemampuan untuk bereaksi dengan penyakit sifilis. Sedangkan
spesifisitas berarti kemam
puan non reaktif pada penyakit bukan siflis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin
baik tes tersebut dipakai untuk tes skrining. Tes dengan spesifisitas yang tinggi sangat
baik untuk diagnosis. Makin spesifik suatu tes makin sedikit memberi hasil postif semu.
5





Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

BAHAN PEMERIKSAAN
Spesimen untuk tes serologis adalah darah vena yang bisa disimpan dalam tabung
tanpa koagulan. Setelah darah membeku , serum dipisahkan dengan sentrifugasi 1500-
2000 rotasi/menit selama 5 menit. Serum dapat disimpan dalam keadaan beku atau pada
suhu 4-8
0
C selama beberapa hari.
6


TES TREPONEMAL
Tes treponemal adalah tes yang menunjukkan antibodi anti treponema dengan
menggunakan Treponema Pallidum sebagai antigen. Antibodi ini terdiri dari antibodyi
anti-treponema spesifik dan gugusan antibodi anti treponema .
2,5


Tes ini terdiri dari 2 jenis, yaitu:
A. Tes serologis untuk menentukan gugusan antibodi anti treponema
Tes ini memakai antigen treponema strain Reiter. Reaksinya ada yang
berdasarkan fiksasi komplemen yaitu RPCFT (Reiter Protein Complement fixation Test)
dan ada yang memakai counter immuno electrophoresis yaitu RPCIE (Reiter Protein
Counter Immuno electrophoresis).
2,5

Penelitian yang dilakukan oleh Banner dkk menunjukkan bahwa RPCIE
menunjukkan spesifisitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan RPCFT dengan
sensitifitas yang sama. Berdasarkan kesederhanaancara melakukan dan kemungkinan
bebas dari timbulnya faktor-faktor anti komplementer dari serum, maka perpaduan tes
VDRL dan RPCIE mungkin dapat dipertimbangkan sebagai tes penyaring pada tahap
permulaan.
2


B. Tes serologis untuk menentukan jenis antibodi anti Treponema spesifik
Yaitu antara lain terdiri dari:
1. Tes Treponema Pallidum Immobilization (TPI)
Tes ini merupakan tes yang menentukan adanya antibodi anti treponema yang
pertama dan spesifik untuk menegakkan diagnosis sifilis, tetapi oleh sebab
pembiayaan tes ini sangat mahal dan perlu tenaga terdidik serta reaksinya lambat,
baru positif pada akhir stadium primer, tidak dapat digunakan untuk menilai hasil
Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

pengobatan, hasil dapat negative pada sifilis dini dan sangat lanjut, sehingga
bukan merupakan tes pilihan utama.
2.5

2. Tes Flourescent Treponemal Antibody (FTA-Abs)
Sebagai pengganti tes TPI digunakan tes FTA Abs sebagai tes konfirmasi terhadap
sifilis yang lebih luas penggunaannya saat ini terutama bila tidak ada persesuaian
antara hasil pemeriksaan tes treponema Pallidum Hemaglutination (TPHA) dan tes
VDRL dibutuhkan tes FTA Abs sebagai penentu dalam menegakkan diagnosis.
Hasil positif bila dijumpai kuman yang bersinar pada pemeriksaan mikroskop
flouresensi. Tes ini sangat sensitive sedangkan spesifisitasnya pada permulaan
dianggap menyerupai tes TPI tetapi ternyata kemudian dapat terjadi positif
semu.
2,5,6,7


Positif semu dapat dijumpai pada penyakit autoimmune atau penyakit jaringan
ikat seperti systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, skleroderma,
kadang-kadang dijumpai pada wanita hamil, herpes genitalis, setelah vaksinasi
cacar dan pemakaian obat bius. Intensitas flouresensi pada positif semu ternyata
lemah dan tidak tetap. Baertschy dkk menjumpai 2 % dari 23000 sera yang
diperiksa menunjukkan positif semu terhadap pemeriksaan FTA Abs.
2,8


3. Tes FTA Abs IgM
Pada mulanya penentuan antibodi IgM spesifik terhadap T Pallidum, dianjurkan
untuk menunjang diagnosis sifilis kongenital dini, untuk menunjukkan aktifitas
penyakit dan untuk dapat menentukan apakah diperlukan pengobatan ulang.
Antibodi IgM dapat ditentukan dengan modifikasi tes FTA Abs sebagai FTA Abs
IgM. Ternyata kadang-kadang masih terjadi reaksi non-spesifik atau positif semu
maupun negatif semu, sehingga penggunaan tes ini untuk menegakkan sifilis pada
orang dewasa dan bayi masih menimbulkan masalah.
2,5,8,9


Positif semu mungkin terjadi pada serum yang mengandung rheumatoid factor dan
antibodi IgM anti Ig G. Pada bayi yang menderita sifilis kongenital ternyata
Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

terbentuk sejumlah besar antibodi IgM anti IgG , sebab pembentukan antibodi IgM
terhadap Treponema pallidum akibat infeksi yang terjadi tidak cukup.
2,5


Negatif semu terutama terjadi akibat persaingan oleh IgG untuk menghalangi IgM
diikat oleh antigen. Dengan demikian hasil pemeriksaan tes FTA Abs IgM yang
menunjukkan positif maupun negatif harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan
dengan demikian penggunaan tes ini masih terbatas.
2,5


4. Tes FTA Abs IgM (19S)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencoba menghindari agar jangan
terjadi positif semu, maupun negatif semu dengan cara memisahkan fraksi
imunoglobulin dari serum sebelum diperiksa dan dengan memisahkan fraksi IgM
(19 S) dapat digunakan tes FTA Abs IgM (19S). Dilakukan dengan cara
imunoflouresensi yang tidak langsung dengan conjugat U Chain spesific (anti
human IgM) dengan menggunakan fraksi 19S yang diisolasi dengan filtrasigel,
sehingga fraksi 19S bebas dari IgG.
2


Tes FTA Abs IgM (19S) hanya dapat dilakukan oleh tenaga terlatih dn
berpengalaman dan hanya dilakukan di dalam laboratorium yang besar dengan
peralatan yang serba lengkap. Cara melakukan tes ini agak lama dan masih
terbatas penggunaannya pada serum yang merupakan masalah.
2


5. Tes Treponema Pallidum Hemagglutination (TPHA)
Tes ini merupakan tes hemagglutinasi indirek (pasif). Dalam tes ini dipakai sel
darah merah domba yang telah diolah dengan antigen Treponema. Ada juga yang
menggunakan butir-butir darah ayam Belanda, tetapi kurang sensitif. Antigen
diperoleh dengan cara ultrasonikasi kuman. Antigen ini akan diserap oleh
permukaan sel darah merah yang telah diobati dengan asam tanin. Selanjutnya sel
darah merah yang telah diolah dengan antigen ini diteteskan pada sederetan serum
penderita dengan berbagai pengenceran (untuk penentuan titer serum).
10

Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

Hasil pertama dibaca setelah pengeraman 3-4 jam dan hasil akhir diperoleh setelah
18 jam dalam suhu kamar. Reaksi dinyatakan positif jika terlihat warna kemerahan
yang merata, sedangkan endapan merah tua dalam bentuk titik atau cincin
menunjukkan hasil reaksi negatif. Hasil tes positif 3-4 minggu setelah infeksi.
10


Pada sifilis dini dengan pengobatan yang efektif reaktivitas TPHA kadang-kadang
baru menghilang baru menghilang beberapa tahun sesudahnya. False negative
dapat terjadi pada awal penyakit karena belum terbentuk antibodi. False positive
jarang dijumpai (dapat mencapai 0,07%) dan biasanya disebabkan oleh
autoantibodi. Tes ini cukup mudah dan sensitif dapat dipakai untuk skrining
penyakit sifilis.
2,10


Sensitifitas dan spesifisitas tes TPHA bergantung kepada mutu antigen yang teta[
dari berbagai produksi yang dihasilkan dengan waktu yang berbeda, bila
mencakup sensitifitas dan spesifisitasnya.
2


Untuk menopang diagnosis sifilis atau sebagai tes konfirmasi tes TPHA dapat
digunakan sebagai pengganti tes FTA Abs karena penelitian yang telah dilakukan
oleh Hutapea NO membuktikan bahwa tes TPHA menunjukkan sensitifitas yang
hampir sama dengan FTA Abs dan spesifisitas tes TPHA sama dengan FTA
Abs. Cara melakukan tes TPHA sangat sederhana dila dibandingkan dengan FTA
Abs dan hanya membutuhkan peralatan yang sederhana, dengan demikian dapat
dilakukan di dalam laboratorium yang sederhana. Pembiayaan tes TPHA lebih
murah daripada tes FTA Abs dan dapat dilakukan pemeriksaan secara massal.
2,5,6


Keuntungan penggunaan tes TPHA ialah mempunyai spesifisitas terhadap
Treponema dan dapat dilakukan cara otomatisasi, reprodusibilitas yang baik dan
sensitifitasnya terhadap antibodi anti Treponema IgM (19S) spesifik.
2


Pada umumnya tes TPHA menjadi reaktif setelah sifilis primer telah mapan dan
bila telah reaktif akan tetap reaktif di dalam waktu yang lama, walaupun terjadi
Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

penurunan antibodi setelah pengobatan. Kemungkinan tes TPHA menjadi negatif
setelah pengobatan sifilis dini sangat jarang .
2,5


6. Tes Solid Phase Hemadsorption IgM Spesifik (SPHA IgM spesifik)
Merupakan suatu cara yang dapat segera menunjukkanantibodi IgM spesifik
terhadap treponema pallidum. Dengan imunoglobulin ini dapat dibedakan infeksi
yang baru terjadi atau yang sudah lama berjalan dan dapat menopang
kemungkinan penentuan apakah dibutuhkan atau tidak dibutuhkan pengobatan
ulang. Tes ini untuk diagnosis sedini mungkin karena sudah positif pada minggu
kedua. Hasil pengenceran atau lebih tinggi menunjukkan reaksi positif
sedangkan pengenceran dianggap batas reaksi (borderline).
2,5


Pada tes ini masih terjadi positif semu yang disebabkan oleh autoantibodi,
rheumatoid factor dan faktor lain yang belum diketahui. Persesuaian dengan FTA
Abs IgM (19S) adalah sekitar 96,3%. Reaktifitas terjadi pada minggu kedua
setelah infeksi, kemudian menurun dan akhirnya menghilang di dalam waktu 2-3
bulan setelah pemberian pengobatan pada sifilis dini dan di dalam waktu 12 bulan
setelah pemberian pengobatan sifilis lanjut.
2


Saat ini telah dikembangkan tes treponemal berdasarkan Enzym Immuno Assay
(EIA) yang baru berdasarkan antigen spesifik T.Pallidum rekombinant, dan telah
dievaluasi sebagai tes treponemal untuk sifilis. Serodia Treponema .Pallidum Particle
Agglutination (TPPA) dari Fujirebio Tokyo, adalah alternatif terhadap TPHA,
menggunakan gelatin sebagai pembawa partikel yang disensitisasi dengan T. Pallidum
patogen untuk mendeteksi antibodi terhadap T.Pallidum di serum.
11

Murex Syphilis ICE adalah sebuah EIA yang menggunakan tiga antigen
T.Pallidum rekombinan (TpN15, TpN17, TpN47) dan mendeteksi IgG dan IgM. Tes ini
menunjukkan sebagai tes treponemal yang paling sensitif dengan spesifisitas yang tinggi,
membutuhkan waktu 2,5 3 jam untuk pemeriksaan.
11

Enzywell TP adalah jenis EIA baru yang lebih cepat, dengan menggunakan 2
antigen rekombinan dan mendeteksi IgG dan IgM, hanya membutuhkan waktu sekitar 1
Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

jam. Aktas dkk melakukan evaluasi Serodia TPPA, Murex Syphilis ICE dan Enzywell
TP . Hasil penelitian menunjukkan untuk Syphilis ICE mempunyai spesifisitas 99,9% dan
sensitifitas 99,4 %. Enzywell TP mempunyai spesifisitas 99,7% dan sensitifitas 100%.
Sedangkan untuk TPPA sensitifitas dan spesifisitasnya 99,4%. Kesamaan hasil dengan
TPHA pada Serodia TPPA mencapai 96,7%, Murex Syphilis ICE 100% dan Enzywell TP
mencapai 99,1 %. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa salah satu dari ketiga tes
tersebut bisa digunakan sebagai skrining untuk sifilis.
11

Keuntungan utama dari tes EIA ini adalah kemampuan untuk memeriksa sampel
dalam jumlah besar dan dapat dibaca secara otomatis dengan spektrofotometric
sedangkan TPHA dan FTA Abs dievaluasi secara subjektif.
11


KESIMPULAN
Untuk menegakkan diagnosis sifilis diperlukan pemeriksaan serologik yaitu Tes
Serologik Sifilis (TSS). Selain itu TSS juga diperlukan untuk evaluasi pengobatan.
Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologik adalah sensitivitas dan spesifisitas.
Tes treponemal terdiri dari 2 jenis yaitu tes untuk menentukan gugusan antibodi
yg terdiri dari RPCFT dan RPCIE dan tes untuk menentukan jenis antibody anti
Treponema spesifik yang terdiri dari TPI, FTA Abs, FTA Abs IgM, FTA Abs IgM (19S),
TPHA dan SPHA
Serodia TPPA, Murex Syphilis ICE dan Enzywell TP telah dievaluasi sebagai tes
treponemal dan menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga dapat
digunakan sebagai skrining diagnosis sifilis.









Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

DAFTAR PUSTAKA

1. Hutapea NO. Sifilis . Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, J udanarso J ,
editor. Penyakit Menular seksual, edisi kedua. J akarta: Balai Penerbit FKUI,
2001: 85-103.
2. Hutapea NO. Treponematosis Penelitian aspek serologis dalam rangka program
pemberantasan penyakit kelamin dan frambusia di Sumatera Utara. Bandung:
Penerbit Alumni Bandung, 1990:2-29.
3. Musher DM. Early syphilis. Dalam: Holmes KK, Mardh PA, Sparling PF, et all,
editor. Sexually Transmitted Diseases: 3
rd
edition. New York: Mc Graw-Hill,
1999: 47985.
4. Hutapea NO, Syafei, Ramsi RR, Sulani F, Hutapea R, Karmila N. Studi penyakit
menular seksual (PMS) dikalangan pekerja seks di Sumatera Utara. MDVI 2002;
vol.29:3: 119-24.
5. Natahusada EC, Djuanda A. Sifilis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketiga. J akarta: Balai Penerbit
FKUI, 2002:371-91
6. J osodiwondo S. Pemeriksaan bakteriologik dan serologik penyakit menular
seksual. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, J udanarso J , editor. Penyakit
Menular Seksual, edisi kedua. J akarta: Balai Penerbit FKUI, 2001:30-7.
7. Dingel W. Syphili. Available at www.wisc.edu 2003
8. Brown DL, Frank J E. Diagnosis and management of syphilis. Available at
www.afp.com 2003
9. Waseem M. Syphilis. Available at www.emedicine.com 2004
10. J osodiwondo S. Treponema Pallidum. Dalam: Daili SF, Erdina HDP, Dwikarya
M, Sugito TL, Menaldi SL, penyunting. Perkembangan terakhir penanggulangan
sifilis dan frambusia. J akarta: FKUI, 1998: 11-21.
11. Aktas G, Young H, Moyes A, Badur S. Evaluation of the Serodia Treponema
pallidum particle agglutination, the Murex Syphilis ICE and the Enzywell TP tests
for the seodiagnosis of syphilis. Available at www.rsmpress.co.uk/std.htm. 2005

Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

Donna Partogi : Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis, 2008
USU e-Repository 2009

You might also like