You are on page 1of 43

Shiyam atau puasa menurut bahasa bermakna: menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu Menurut arti

i istilah syara yang dimaksud dengan shiyam adalah: menahan diri dari makan, minum, dan bersenang-senang dengan istri, mulai dari fajar hingga maghrib, karena mengharap akan ridha Allah dan menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya, dengan jalan memperhatikan Allah dan dengan mendidik bermacam kehendak

Shiyam yang melambangkan kontrol diri dalam ajaran islam terbagi menjadi 3 macam, yaitu: Puasa Wajib Puasa Sunnah Puasa yang diharamkan

Puasa Ramadhan Puasa Kifarat Puasa Nadzar

Ibadah puasa di bulan Ramadhan diwajibkan Allah SWT pada tahun kedua hijrah. Dalam sejarahnya ibadah puasa ini bukan suatu ketentuan baru yang ditemukan dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, tetapi ibadah ini sudah diwajibkan pula pada jaman Nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad saw, seperti Nabi Nuh, Daud, Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Yusuf, Musa dan Isa as. Ini jelas terlihat pada firman Allah swt: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. Al-Baqarah 183)

Beberapa yang wajib melaksanakan Puasa Ramadhan, seperti: 1. Orang Mumin Di dalam suratul Baqarah ayat 183 tersurat "Diwajibkan berpuasa atas orang-orang yang beriman". Beriman artinya orang yang mu'min dan bukannya orang muslim 2. Berakal sehat. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa: Tiga golongan yang terlepas dari hukum (syara), yaitu orang yang sedang tidur hingga ia bangun, orang gila, atau hilang ingatan sampai sembuh atau sadar, dan kanak-kanak sehingga baligh 3. Orang yang sudah baligh 4. Sehat jasmani Hal ini didasarkan pada surat Al-Baqarah ayat 184 yang menyatakan bahwa orang yang sedang menderita sakit diperkenankan tidak berpuasa. Dari penegasan ini dapat diambil pemahaman sebaliknya bahwa orang yang tidak sakit wajib puasa Ramadhan.

5. Orang yang mukim atau menetap Penegasan ini juga didasarkan pada surat Al-Baqarah ayat 184 yang menyatakan bahwa orang yang sedang musafir diperkenankan untuk tidak berpuasa. Kebalikan dari penjelasan itu berarti bahwa orang yang tidak bepergian terkena kewajiban menjalankan puasa Ramadhan. 6. Orang yang sedang tidak menstruasi atau sedang tidak bernifas Ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yang menerangkan bahwa kalau seseorang sedang menstruasi ataupun sedang nifas maka harus membuka puasanya, dan kelak kalau sudah suci ia wajib mengqadhanya. Adalah kami menstruasi di masa Rasulullah, maka kami diperintahkan agar supaya mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat. (HR. Jamaah dari Muaz r.a.)

Tingkat Golongan yang Tidak Puasa Ramadhan 1. Tidak wajib sama sekali Ada 2 golongan yang sama sekeali tidak berkewajiban menjalankan puasa Ramadhan, yaitu:
Orang kafir.

2. Wajib berbuka, dan wajib mengqadha Yang termasuk kategori ini adalah kaum wanita yang sedang menstruasi dan sedang nifas. Bagi kedua golongan ini wajib berbuka dan haram berpuasa.

Alasan dari penegasan ini didasarkan pada surat AlBaqarah ayat 183 yang menegaskan bahwa perintah puasa Ramadhan itu hanya khusus ditujukan untuk orangorang yang beriman saja, bukan untuk orang kafir. Orang gila

3. Boleh berbuka puasa dan membayar fidyah. Yang termasuk golongan ini ada 4, yaitu: Orang yang sudah lanjut usia Orang yang sakit yang tidak ada harapan sembuh Karyawan atau buruh yang bekerja pada berbagai pekerjaan yang berat sekali seperti pekerja tambang yang berada di bawah tanah, atau di tengah laut, pelaut, buruh-buruh kasar dan sebangsanya. Dua golongan di atas diqishaskan atau dianalogkan dengan orang tua yang renta, atau orang-orang yang memaksa-maksa diri sebagaimana digambarkan dalam surat Al-Baqarah ayat 184.

menyusui. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yang menyatakan: dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: Ditetapkan bagi orang yang mengandung dan menyusui untuk berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepada orang miskin setiap harinya(H.R. Abu Daud dari Ibnu Abbas r.a.). 4. Boleh berbuka puasa dan wajib mengqadha Termasuk kategori boleh berbuka akan tetapi wajib mengqadha ini adalah mereka yang ditunjuk secara jelas oleh surat Al-Baqarah:184, yaitu: Orang yang menderita sakit, Musafir

Orang yang sedang mengandung dan yang sedang

Puasa/shaum wajib kifarat ialah melaksanakan puasa karena adanya sanksi/denda karena adanya sesuatu hal. Hukum Puasa Wajib Kifarat terbagi atas: hukum li'an hukum jihar hukum kazib hukum tahkim hukum haji

Kata li'an artinya curiga, menuduh atau menyangka. Li'an terjadi apabila seorang istri menuduh suami berbuat serong atau sebaliknya. Bila tuduhan itu tidak benar dari si istri atau suami maka yang terkena hukum li'an ialah yang menuduhnya. Bila tuduhan itu benar tapi yang dituduh pura-pura tidak tahu/menyangkal maka yang terkena hukum li'an ialah yang dituduh. Dan untuk orang yang terkena hukum li'an ialah melaksanakan puasa 3 hari berturut-turut puasa kifarat. Bila tidak mengerjakan maka akan mendapatkan segala amal ibadahnya tidak diterima dalam jangka waktu 11 hari.

Kata jihar asalnya dari kata zhahir yang artinya nampak. Karena adanya mempersamakan wajah rupa seseorang kepada wajah isteri/suami. Jihar terbagi kepada: Jihar Nasab. Ialah suatu kejadian yang mempersamakan wajah rupa suami/isteri kepada salah satu wajah rupa orang tua, saudara atau keturunan. Bila telah terjadi hal demikian maka haram hukumnya mengadakan hubungan suami isteri (bersetubuh). Untuk menghilangkan dengan sanksinya atas jihar nasab yaitu dengan melaksanakan puasa kifarat selama 1 hari, dan apabila sanksi puasa kifarat tidak dilaksanakan 3 kali berturut-turut jatuhlah talaq.

Jihar Takliq. Ialah suatu jihar yang berhubungan dengan nafkah hidup. Umpamanya seorang suami yang mempunyai uang banyak tetapi tidak mau memberikan uang nafkah kepada iseterinya yang memang tidak mempunyai uang untuk belanja. Kemudian si isteri mengambil uang dari saku suaminya. Dari keadaan itu maka yang terkena jihar taqliq ialah suaminya, dan untuk suaminya wajib melaksanakan puasa kifarat selama 2 hari berturut-turut. Kebalikan dari itu, apabila di dalam suatu rumah tangga seorang isteri tidak mau mengurusi keperluan suaminya (mengurus keperluan suami di dalam rumah tangga adalah wajib bagi isteri) maka terkenalah jihar taqliq atas si isteri dengan melaksanakan puasa kifarat selama 2 hari berturut-turut.

Jihar Talaq. Berlaku kepada siapa saja yang berucap kata talaq atas isteri/suami. Janganlah memudahkan kata talaq apabila terjadinya ketidaksesuaian antara suami dengan isteri (krisis rumah tangga). Bila terjadi hal jihar talaq maka bagi yang mengatakannya terkena sanksi jihar talaq berupa berpuasa kifarat selama 3 hari berturut-turut. Selama belum melaksanakan puasa kifarat yang 3 hari itu maka hubungan antara suami isteri (bersetubuh) menjadi haram hukumnya. Kata talaq adalah salah satu kata yang dibenci Allah, tetapi dihalalkan. Selain itu, kata talaq dapat mengguncang arasy, akibatnya para malaikat akan mengutuknya.

Kadzib Sunnah Ialah berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah. Misalnya menerangkan sesuatu yang tidak tahu asal-usulnya, tetapi dikatakan didapat dari sunnah Rasul. Dengan berbohong demikian maka terkena hukum kadzib sunnah, sanksinya melaksanakan puasa kifarat 3 hari berturut-turut. Kadzib Awam Ialah berdusta kepada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal atau kepada anak-anak, dll. Terhukum kadzib awam, sanksinya melaksanakan puasa kifarat 1 hari. Bila terjadi 1 kali kadzib maka akan terhalang doa selama 11 hari. Kadzib adalah penghalang doa, sedangkan shalat sunnad dhuha' adalah kunci segala doa.

Tahkim ialah pelanggaran hukum terhadap diri sendiri yang akibatnya akan merusak diri. Contohnya merusak diri:

Memotong rahim agar tidak beranak lagi. Melakukan vasektomi. Merubah kelamin yang asal lelaki kemudian wadam,

Untuk melakukan hal ini maka akan terkena sanksi berupa melaksanakan puasa kifarat selama 7 hari berturut-turut. Segala doa akan terhalang bila tidak melaksanakan puasa kifaratnya.

kemudian menjadi perempuan dengan merubah alat vitalnya.

Ialah setiap pelanggaran yang dilakukan ketika melaksanakan ibadah haji. Dengan adanya pelanggaran-pelanggaran di dalam melaksanakan ibadah haji akan terkena sanksi dengan melaksanakan puasa kifarat selama 10 hari (3 hari dilaksanakan di Makkah dan sisanya 7 hari dilaksanakan setelah pulang di tanah air). Kifarat ini dapat diganti dengan 1 ekor kambing bila tidak mengerjakan karena sakit.

Sebelum melaksanakan puasa nazar hendaklah dimohonkan dahulu kepada Allah akan segala keinginan kita, dan apabila telah terkabulnya permohonan barulah melaksanakan puasa nazar. Jadi bila kita ingin bernazar yang sesungguhnya ialah dengan berpuasa Dan bila telah berhasil tetapi tidak mau melaksanakan puasa nazarnya (ingkar akan janji nazarnya) mendapatkan kifarat.

Adapun puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan

Macam-macam Puasa Sunnah: Puasa Senin-Kamis Puasa tiga hari setiap bulan Hijriyah/Qamariyah Puasa Daud Puasa di bulan Syaban Puasa enam hari di bulan Syawal Puasa di awal Dzulhijjah Puasa Arofah Puasa Asyura

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa. (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya). Dari Aisyah radhiyallahu anha, beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis. (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)

Hari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar. (HR. An Nasai no. 2345. Hasan). Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda padanya, Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah). (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari. (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)

Aisyah radhiyallahu anha mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Syaban. Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Syaban seluruhnya. (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156). Yang dimaksud di sini adalah berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya) sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul Munir. Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (HR. Muslim no. 1164)

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah). Para sahabat bertanya: Tidak pula jihad di jalan Allah? Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun. (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih). Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Quran, dan amalan sholih lainnya. Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.

Puasa Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arofah? Beliau menjawab, Puasa Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa Asyura? Beliau menjawab, Puasa Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu (HR. Muslim no. 1162).

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan puasa hari Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata, Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani. Lantas beliau mengatakan, Apabila tiba tahun depan insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan. Ibnu Abbas mengatakan, Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia. (HR. Muslim no. 1134).

Puasa pada dua hari raya Puasa pada hari tasyriq Puasa sepanjang masa Puasa seorang istri yang suaminya tidak mengijinkannya Puasa Hari Jumat

Puasa yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri atau pada hari raya Idul Adha haram hukumnya, baik untuk melaksanakan puasa wajib semacam puasa nadzar ataupun puasa sunnah. Hal ini diterangkan dalam salah satu pesan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyatakan: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang berpuasa pada kedua hari ini (idain). Adapun pada hari raya Fitri, karena ia merupakan saat hari berbuka dari puasamu (Ramadhan), sedang mengenai hari Adha, agar kalian dapat menyantap hasil korbanmu. (H.R. Ahmad dan empat imam lainnya dari Umar r.a.)

Puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari tanggal 11, 12 dan atau 13 Dzulhijjah adalah tidak sah dan hukumnya haram. Hal tersebut didasarkan pada ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa: Bahwasannya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutus Abdullah bin Khudzafah berkeliling kota Mina untuk menyampaikan: Janganlah kalian berpuasa pada hari ini, karena ia merupakan hari makan-minum dan mengingat Allah Azza wa Jalla. (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah r.a.)

Ajaran Islam melarang seseorang yang berpuasa sepanjang tahun, tanpa pernah berhenti barang satu hari pun, atau tanpa meninggalkan sekalipun hari-hari terlarang untuk berpuasa. Hal ini didasarkan padda petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa: Tidaklah berarti puasa orang yang berpuasa sepanjang masa. (H.R. Bukhari Muslim dan Ahmad)

Seorang istri yang melakukan puasa sunnah tanpa seizin suami, dan memang suami tidak mengizinkannya, maka puasa tersebut menjadi tidak sah, dan hukumnya haram. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: Janganlah seseorang wanita itu berpuasa sekalipun hanya satu hari apabila suaminya berada di rumah, kecuali dengan seizinnya- selain puasa Ramadhan. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.).

Hari Jumat adalah hari raya bagi kaum muslimin, dan oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang seseorang yang melaksanakan puasa khusus hari Jumat saja. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari setelahnya. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Jabir r.a.)

Niat. Pada waktu malam untuk tiap-tiap satu hari di dalam puasa fardhu (tergantung niatnya). Sabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka tiada puasa baginya. (Riwayat Bukhari, NasaI, dan Ibnu Majah) 2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa secara sadar, tidak terpaksa dan dalam keadaan mengerti hukumnya dari sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
1.

Murtad 2. Haid 3. Nifas 4. Bersalin 5. Gila (meskipun hanya sebentar) 6. Ayan (apabila merata sehari penuh) 7. Mabuk yang disengaja Beberapa contoh yang dimaafkan jika masuk ke rongga ketika berpuasa: Sesuatu yang sampai ke rongga karena lupa Sesuatu yang sampai ke rongga karena ketidaktahuan Sesuatu yang sampai ke rongga karena terpaksa, atau dipaksa orang lain Mengalirnya air ludah bersama sisa-sisa makanan yang sangat kecil sehingga tidak dapat dikeluarkan dan sulit jika dipaksakan Sesuatu yang sampai ke rongga berupa debu yang ada jalanan
1.

Bagi seseorang yang benar-benar menjalankan tata aturan ibadah puasa dengan setertibtertibnya sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, di samping akan menemukan maksud, tujuan utama dari ibadah tersebut, ia pun akan mendapat berbagai keutamaan serta faedah yang bukan main banyaknya. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerangkan dalam salah satu haditsnya sebagai berikut:

Tiap-tiap amal anak Adam untuknya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan pembalasannya kepadanya. Puasa itu Junnah (perisai); karena itu apabila seseorang diantara kalian sedang berpuasa, janganlah ia menurutkan kata-kata yang buruk, yang keji, dan yang membangkitkan rangsangan syahwat, dan jangan pula ia mendatangkan hiruk-pikuk. Apabila ia dimaki-maki atau ditantang oleh seseorang, hendaklah ia katakan, saya sedang berpuasa, saya sedang berpuasa! Demi Allah yang diriku (Muhammad) di tangan-Nya, bau busuk dari seseorang yang sedang berpuasa lebih baik dan lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi yang harum semerbak. Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kesenangan, yaitu kesenangan saat berbukanya, dan kesenangan bertemu Tuhannya dengan karena puasanya (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah r.a.)

1. Dengan ibadah puasa jasmani menjadi sehat Pernyataan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Berpuasalah kalian, (pasti) kalian akan menjadi sehat walafiat 2. Dengan ibadah puasa seseorang akan memiliki sifat perwira (iffah) Hikmah yang didapatkan oleh seseorang yang melaksanakan ibadah puasa adalah dimilikinya sifat perwira atau iffah. Sifat perwira ditunjukkan dengan kemampuannya mengendalikan dan mengarahkan berbagai macam nafsu, terutama nafsu makan dan minum, nafsu syahwat (kelamin), dan nafsu harga diri. 3. Dengan ibadah puasa menambah kepekaan bahwa dirinya selalu diamati oleh Allah swt (Muraqabah) Pada intinya puasa dalam syariat Islam merupakan tempat berlatih meningkatkan kesadaran dan menghayati bahwa setiap perbuatan, betapapun kecil dan remehnya nilai yang ada padanya pasti diketahui oleh Allah SWT. dan DIA menyertai kalian, dimana dan kapanpun kalian berada (al-Hadid : 4)

Puasa merupakan suatu ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada kita umatnya. Puasa atau shiyam artinya menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu. Puasa yang merupakan wujud kontrol diri terbagi menjadi 3, yaitu: 1) Puasa Wajib, 2) Puasa Sunnah, dan 3) Puasa yang Diharamkan. Dengan puasa yang dianggap oleh sebagian orang merupakan paksaan sesungguhnya tersimpan banyak manfaat bagi manusia. Dengan berpuasa kita akan mengistirahatkan tubuh kita terutama organ pencernaan yang biasanya tidak pernah beristirahat. Berpuasa yang mengendalikan hawa nafsu juga berhikmah terbentuknya sifat perwira (iffah) pada diri manusia, dan juga berpuasa menambah kepekaan kita terhadap Allah swt. Pada dasarnya semua yang menjadi perintah Allah dan sunah dari Rasul-Nya adalah hal yang sangat bermanfaat bagi umat manusia.

Kamal Pasha, Mustofa dkk. 2003. Fikih Islam. Yogyakarta: Cipta Karsa Mandiri. Nafi, Dian. 2010. Fiqih Puasa untuk Remaja. Jakarta: Penerbit Inti Medina. Widjyanto dan Kinoysan. Biar Puasa Nggag Sia-sia. Jakarta: Pustaka Oasis.

Pertanyaan??

You might also like