You are on page 1of 48

Security System in Library: Security Gate

Posted on Oktober 31, 2012 by ula3 Abad ke-21 merupakan era transformasi teknologi canggih. Teknologi berkembang dengan cepat yang terlihat nyata pada peranan internet. Semua perangkat serba elektronik atau digital seperti dokumen elektronik, journal elektronik, dll. Ada pula perpustakaan elektronik atau digital. Perpustakaan elektonik atau digital menurut Arms (2000) dalam Seminar Nasional Ilmu Perpustakaan Undip di Semarang tanggal 5 Mei 2011 oleh Sulistyo-Basuki, memberikan definisi sebagai berikut: A managed collection of information, with associated services where the information is storied in digital formats and accesible over a network. A crucial part of thif definition is that the information is managed. Sedangkan menurut Digital Library Federation dari AS bahwa Digital libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual acces to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are reaily and economically available for use by a defined community or set of communities. (Greenstein, 2000) (Sulistyo-Basuki, 2011) Perpustakaan digital adalah sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung akses obyek informasi tersebut melalui perangkat digital. (Supriyanto, 2008:31). Perpustakaan sekarang dan yang kita pergunakan telah banyak mengalami perkembangan. Salah satunya adalah perkembangan teknologi informasi sehingga terjadi transformasi perpustakaan menjadi perpustakaan digital atau elektronik. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Definisi informasi terdapat perbedaan karena pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang diperoleh dari data dan dari observasi terhadap dunia sekitar kita serta meneruskannya melalui komunikasi, (Sulistyo-basuki, 1991: 87). Seperti yang dikatakan Wahyu Supriyanto dan Ahmad Muhsin, Kemajuan Perpustakaan banyak diukur dengan penggunaan teknologi informasi yang diterapkan, (Supriyanto, 2008: 14). Menurut Ikhwan Arif, 2003:2,3 dalam Makalah Seminar dan Workshop Sehari Membangun Jaringan Perpustakaan Digital dan Otomasi Perpustakaan Menuju Masyarakat Berbasis Pengetahuan, penerapan teknologi informasi di perpustakaan dapat difungsikan dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut:

Pertama, teknologi informasi digunakan sebagai Sistem Informasi managemen Perpustakaan. Bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem informasi perpustakaan yaitu pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi bahan pustaka, pengelolaan anggota, statistik, dan sebagainya. Fungsi ini sering diistilahkan sebagai bentuk automasi perpustakaan. Kedua, Teknologi informasi sebagi sarana untuk menyimpan, mendapatkan, dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital. Bentuk penerapan TI dalam perpustakaan ini sering dikenal dengan Perpustakaan Digital. (Supriyanto, 2008: 33) Perpustakaan yang berperan sebagai pengumpul, penyimpan, pengolahan dan pendistribusian informasi secara tidak langsung akan terpengaruh dengan teknologi seiring penggunaan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi mampu mendorong perpustakaan untuk mengembangkan pelayanannya. Namun demikian, meskipun teknologi informasi mempunyai kelebihan seperti kecepatan dan akurasi akses, pada sisi lain ia juga mempunyai kelemahan seperti biaya yang diperlukan dan biaya perawatannya mahal disamping kita akan sangat tergantung pada teknologi tersebut. Teknologi memang terus maju, tapi media informasi dalam bentuk teks masih tetap banyak dimanfaatkan. Sebab, harganya relatif murah, tidak selalu tergantung pada teknologi informasi, dan mudah dipergunakan (atau dibaca di mana saja), (Suwarno, Wiji, 2007: 35). Sirkulasi termasuk bidang pekerjaan yang akan diintregasikan dalam sistem informasi perpustakaan. Pelayanan sirkulasi merupakan layanan utama dalam kegiatan suatu perpustakaan yang lebih sering dikenal dengan layanan peminjaman buku. Peminjaman buku untuk dibawa pulang merupakan bagian utama jasa perpustakaan karena tidak semua pemustaka senang membaca buku di perpustakaan. Mengingat perpustakaan merupakan penyedia jasa sudah barang tentu selalu dikunjungi oleh pengguna dari berbagai macam latar belakang. Termasuk sudah mempunyai keinginan dan niat masing-masing, yang besar kemungkinan berbeda. Ada yang mempunyai niat baik tapi juga ada yang jelek. Terjadinya pencurian koleksi di perpustakaan layaknya fenomena gunung es. Tiap waktu, jumlah buku hilang angkanya lebih besar, (Fatmawati, Endang, 2010: 54-55). Perpustakaan FIB Undip pernah kehilangan koleksi buku, skripsi dan buku langka karena kelalaian pustakawan mengawasi pemustaka ditambah dengan tidak adanya security gate kata Tugirin, S.Hum selaku pustakawan Perpustakaan FIB Undip ketika diwawancarai. Perpustakaan SD Muhammadiyah 13 Semarang pernah kehilangan koleksi buku pula ketika penulis melakukan observasi. Begitu juga di perpustakaan SMA N 3 Sukoharjo yang sering kehilangan koleksi buku. Di Perpustakaan ini sering terjadi kehilangan buku, kata Retno Sariningsih, S.Pd. Maka dari itu perlu adanya pengaman koleksi buku untuk menekan angka jumlah buku yang hilang. Teknologi informasi dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam perpustakaan. Melalui fasilitas semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari tangantangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun, (Surachman, Arif).

M. Solihin Arianto mengungkapkan bahwa guna mengantisipasi kehilangan koleksi perpustakaan sebagai akibat dikembangkannya sisyem layanan mandiri, perpustakaan menerapkan teknologi security system yang terintegrasi dengan program EAS (Electronic Article Surveillance) Gantry. Teknologi ini mampu mendeteksi secara random dari jarak satu meter untuk koleksi yang tidak dipinjam melalui prosedur yang semestinya, (Arianto, M. Solihin). Wahid Nashihuddin menceritakan penerapan security gate di Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam artikel Mesin Sirkulasi mandiri Book Drop bahwa di pintu keluar perpustakaan dipasangi perangkat keamanan elektronik yang dikenal dengan Security Gate. Security Gate menggunakan sistem Electronic Article Surveillance (EAS) Gantry, yaitu teknologi yang diterapkan di perpustakaan untuk pintu masuk pengunjung elektronik yang dapat mendeteksi dan menolak pengguna perpustakaan yang tidak terdaftar sebagai anggota perpustakaan. Dengan kata lain, kalau pengguna ingin meminjam koleksi/buku maka harus menjadi anggota perpustakaan, tentunya harus sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang sudah ditentukan oleh perpustakaan. Untuk sistem kerjanya, perangkat security elektronik ini mendeteksi secara otomatis dengan gelombang radio untuk setia buku yang dipinjam ke luar perpustakaan. Akan tetapi, jika buku yang dipinjam tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (ada kesalahan teknis dari pengguna) maka alarm akan berbunyi, seperti halnya sistem keamanan yang ada di Supermarket/Mall. Selain itu, pintu ini juga dapat menunjukkan data statistik pengunjung secara otomatis berdasarkan kategori anggota perpustakaan, baik per hari, per minggu, maupun per tahun, (Nashihuddin, Wahid, 2011) Perkembangan perangkat keamanan yang mampu menampilkan kemampuan semakin beragam dan efektif. Perangkat keamanan perpustakaan salah satunya adalah Security Gate. Selain di Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan STAIN Salatiga juga menerapkanya. jika dahulu berkunjung ke perpustakaan harus melepas jaket dan dilarang membawa tas atau map, maka sejalan berkembangnya teknologi cctv, security gate, pemustaka tidak lagi dibebani dengan keharusan menanggalkan jaket dan tasnya. (http://stainsalatiga.ac.id) Perkembangan perpustakaan yang menerapkan security gate membawa dampak pada pelayanan yang efektif yaitu sangat membantu kerja pustakawan dan proses sirkulasi peminjaman buku oleh pemustaka. Penerapan ini juga bersifat bersahabat dengan tidak harus melepas atribut pakaian seperti jaket dan tas, pemustaka akan merasa lebih nyaman dengan berkunjung ke perpustakaan tanpa aturan yang risih. Situs penjualan security gate supermarket yaitu harrygs.com, menjelaskan program EAS yang digunakan dalam technologi security system dengan terjemahan sebagai berikut, EAS atau Electronic Article Surveillance System yang terdiri dari tiga komponen kunci. Komponen Pertama adalah sistem deteksi. Sistem deteksi adalah peralatan yang terletak di pintu masuk dan keluar toko yang memiliki alarm. Sistem deteksi memiliki banyak bentuk, yang paling sering digunakan adalah dua antena deteksi di kedua sisi pintu. Komponen kedua adalah komponen keamanan yang melekat pada item yang harus dilindungi dari pencuri. Ada berbagai jenis komponen keamanan yang dapat melekat pada item dengan berbagai metode.

Dua metode yang paling populer adalah yang (1)menempelkan paku payung seperti pin yang terhubung ke dalam alarm atau (2)menerapkan stik pada label pada label yang cocok untuk permukaan datar yang halus pada item. jenis ini disebut dengan komponen pengaman lunak. Komponen pengaman lunak ini hanya dapat dipakai selama beberapa dekade. Komponen pengaman ini kemudian dinetralkan dengan a hard tag detacher atau a soft tag deactivator. A hard tag detacher adalah mesin penetralisir yang digunakan untuk menghapus pin dari komponen pengaman keras. Ada banyak jenis hard tag detachers agar ada banyak pilihan dengan berbagai jenis komponen pengaman keras. A soft tag deactivator adalah mesin penetralisir yang digunakan untuk mematikan atau menonaktifkan komponen pengaman lunak. Dalam penjumlahan, pelanggan akan berjalan ke toko melalui sepasang antena keamanan. mereka akan membawa item ke kasir dimana pengaman tersebut akan dinetralisir oleh salah satu pengaman keras atau lembut. Sehingga pelanggan dapat meninggalkan toko tanpa terdeteksi alarm keamanan. (http://www.harrygs.com/)

Perkembangan teknologi yang semakin pesat pada zaman modern ini mendorong manusia untuk terus berinovasi dalam menciptakan sarana dan prasarana, guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. Salah satu pilihan untuk meningkatkan efisiensi adalah dengan digunakannya sistem otomatisasi. Penerapan sistem ini membuat pekerjaan menjadi lebih ringan, hemat biaya, waktu dan tenaga. Otomatisasi bukanlah suatu hal yang baru, maka sudah selayaknya jika pekerjaan sehari-hari dibantu dengan otomatisasi. Sebuah perpustakaan setiap hari memiliki aktivitas yang padat. Setiap pengunjung yang masuk memiliki tujuan yang berbeda-beda. Perpustakaan berfungsi sebagai media transfer ilmu pengetahuan, oleh karenanya perpustakaan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan suatu lembaga. Selain itu perpustakaan juga berfungsi sebagai sumber informasi, dan merupakan penunjang yang penting artinya bagi suatu riset ilmiah, sebagai bahan acuan atau referensi. Dengan banyaknya pengunjung yang datang, catatan data pengunjung sangat diperlukan oleh instansi tersebut. Banyaknya jumlah pengunjung yang datang menuntut kinerja pendataan pengunjung harus efisien dalam hal waktu dan tenaga, maka lebih efisien jika pembukaan pintu perpustakaan bisa diintegrasikan dengan data pengunjung. Sistem ini

PINTU ABSEN DI PERPUSTAKAAN UGM Filed under: Uncategorized ari.kurniawati @ 10:08 am

Banyak orang kalau ditanya apa itu statistika, pasti menjawab segala sesuatu yang berhubungan dengan menghitung. Padahal sesungguhnya, pengertian asli dari statistika adalah ilmu yang membahas mulai dari bagaimana cara memperoleh data, meringkas, menyajikan, menghitung

ukuran ukuran deskriptif atau numerik dari sekumpulan data dan menarik kesimpulan. Tetapi memang pada dasarnya, lebih ke mengolah data dengan jalan melakukan perhitungan perhitungan. Di semua bidang dalam kehidupan ini pasti ada hal semacam itu. Kegiatan perhitungan pasti ada di setiap kantor kantor, institusi institusi dan lain lain. Begitu pula dengan sebuah perpustakaan. Melihat pengalaman setiap kali mengunjungi perpustakaan Unit 2 milik UGM, di mana setiap kita masuk sebuah ruangan pasti di disitu juga ada komputer yang berfungsi untuk absen yang pada akhirnya nanti dari data absen itu dikelola lagi, agar pengelola perpustakaan bisa tahu berapa pengunjung yang datang setiap harinya. Dan hal itu, menurut saya tidak praktis. Tidak memudahkan pengunjung yang datang. Nah, untuk menanggulangi semuanya itu, suatu saat saya berkeinginan untuk membuat suatu alat yang dipasang di semua perpustakaan UGM yang fungsinya sama yaitu pada intinya untuk melakukan perhitungan pengunjung yang datang setiap harinya. Alat ini menggunakan suatu sensor. Tidak perlu lagi ada kartu tanda anggota. Tidak perlu lagi daftar untuk menjadi anggota perpustakaan. Karena semua warga universitas (mahaiswa dan dosen) pasti sudah menjadi anggota perpustakaan tersebut. Sehingga hanya dengan satu kali saja absen, sudah cukup untuk mewakili semua kegiatan yang akan dilakukan di dalam perpustakaan. Alat ini berbentuk seperti pintu yang diselilingnya dipasang sensor. Dan sensor itu tersambung dengan suatu mesin berbasiskan komputer. Di dalam komputer sudah tersimpan data data seluruh mahasiswa dan dosen. Sehingga setiap ada seorang mahasiswa yang melewatinya, akan muncul data dari seorang tersebut. Dengan kata lain, ID yang digunakan dalam setiap masuk ke perpustakaan adalah tubuh mereka sendiri. Cara kerja alat ini adalah sseorang memasuki perpustakaan melalui pintu khusus tersebut. Kemudian mesin akan secara otomatis mendata atau mengumpulkan data siapa - siapa saja yang berkunjung ke perpustakaan selama sehari itu. Setelah itu mesin akan langsung melakukan perhitungan, berapa pengunjung yang datang setiap harinya. Kalau ingin melihat laporannya, kita tinggal menekan tulisan cetak pada mesin, dan sesaat kemudian keluarlah kertas laporan yang diinginkan. Namun pastinya, alat ini membutuhkan biaya yang besar. Jadi untuk pemeliharaannya, mungkin bisa dibebankan kepada mahasiswa. Maksudnya, setiap kali mahasiswa mahasiswa membayar uang BOP setiap semesternya, itu sudah termasuk di dalamnya untuk pemeliharaan alat ini. Dan sebenarnya, ini juga sekaligus menjadi dampak dengan adanya alat ini. Di samping itu, masih ada juga dampak yang lain, yaitu jika ada orang umum yang bukan warga universitas yang ingin mengunjungi perpustakaan. Sehingga mungkin, orang tersebut harus terlebih dulu daftar dan pastinya membayar sejumlah tertentu untuk pendaftarannya.

User Education dan Library Instruction di Perpustakaan Perguruan Tinggi


Posted by: Pemustaka on 24 January 2011 in Artikel Perpustakaan Leave a comment Kemampuan pemustaka dalam memanfaatkan perpustakaan merupakan dasar yang amat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan. Akan tetapi banyak pemustaka yang terlahir di perguruan tinggi tidak tahu bagaimana memanfaatkan perpustakaan. Oleh karena itu, perpustakaan diharapkan mampu untuk mendidik pemustakanya untuk tertib dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan semua koleksinya secara maksimal. Dengan demikian perpustakaan akan berfungsi secara optimal apabila pemustakanya dapat mengetahui dengan baik dan cepat dimana dan bagaimana cara menemukan sumber informasi yang mereka butuhkan. Pustakawan mengajarkan pemustaka bagaimana menggunakan perpustakaan meliputi koleksi, metode pencarian informasi yang disebut library instruction, bibliographic instruction hingga user instruction. Hal ini termasuk memberikan jawaban yang lengkap kepada pertanyaan pemustaka. Dalam bahasa Inggris ada bermacam-macam istilah yang dipakai untuk pendidikan pemustaka diantaranya user education, library orientation, library instruction, bibliographic instruction, library use instruction, dan user guidance. User Education adalah istilah yang lebih luas yang digunakan daripada semua istilah lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi user education, 1. Hazel Mews ?? ?.. instruction given to readers to help them make the best use of a library.?. Pendidikan Pemustaka adalah instruksi yang diberikan kepada pemakai agar mereka dapat menggunakan perpustakaan dengan baik. 2. Renford and Hendrickson ?? ?..encompass all activities designed to teach the user about library resources and research techniques? Pendidikan pemustaka adalah cara suatu kegiatan pengajaran dengan menggunakan berbagai sumber perpustakaan dan cara-cara penelitian 3. Malley ?.a process whereby the library user is firstly made aware of the extend and number of the library s resources, of its services and of the information sources available to him or her, and secondly taught how to use these resources, servicces and sources. Pendidikan pemustaka adalah suatu proses dimana pemustaka perpustakaan untuk pertama kali diberi pemahaman dan pengertian sumber-sumber perpustakaan, termasuk pelayanan dan sumber-sumber informasi yang saling terkait, bagaimana menggunakan sumber-sumber tersebut, bagaimana pelayanannya dan di mana sumbernya 4. ODLIS (Online Dictionary for Library and Information Science ) definisi user education (pendidikan pemustaka) adalah ??All the activities involved in teaching users how to make the best possible use of library resources, services, and facilities, including formal and informal instruction delivered by a

librarian or other staff member one-on-one or in a group. Also includes online tutorials, audiovisual materials, and printed guides and pathfinders..? Semua kegiatan yang terlibat dalam mengajar pengguna bagaimana memanfaatkan sebaik mungkin sumber daya perpustakaan, layanan, dan fasilitas, termasuk instruksi formal dan informal disampaikan oleh seorang pustakawan atau anggota staf lain satu-satu atau dalam kelompok. Juga termasuk tutorial online, bahan-bahan audiovisual, dan panduan tercetak dan pathfinders. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi perlunya user education di perpustakaan perguruan tinggi, diantaranya adalah : 1. Sarana dan prasarana serta koleksi di perpustakaan merupakan suatu investasi yang sangat besar bagi perguruan tinggi, oleh karena itu perpustakaan harus digunakan dan dimanfaatkan semaksimal oleh pemustaka. 2. Pemustaka sebagian besar adalah mahasiswa yang ditekankan pada studi mandiri, sehingga diharapkan dengan library instruction, pemustaka mampu untuk lebih memahami dan menggunakan perpustakaan dengan berbagai fasilitas dan layanannya secara lebih efektif dan efisien. 3. Dengan adanya kegiatan pendidikan pemustaka maka perpustakaan harus mengatur dan membenahi dirinya agar dapat dipergunakan dengan mudah oleh Pemustakanya. 4. Dengan adanya kegiatan ini maka merupakan suatu kesempatan bagi pustakawan untuk meningkatkan diri bukan hanya sebagai petugas yang hanya melayani Pemustaka saja tetapi ikut serta menyumbangkan pikiran dan keahliannya dalam meningkatkan kualitas layanan perpustakaan. 5. Melalui pendidikan Pemustaka ini berarti perpustakaan telah dapat dan secara nyata memberikan sesuatu yang amat diperlukan oleh Pemustakanya. Program pendidikan pemustaka perpustakaan (user education programme) bagi mahasiswa perguruan tinggi perlu mendapatkan perhatian. Berbagai alasan dikemukakan mengapa program tersebut perlu dilaksanakan oleh perpustakaan. Hal yang sering disoroti adalah 1. Kemampuan mahasiswa dalam memanfaatkan perpustakaan merupakan dasar yang amat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan. 2. Selain itu perpustakaan diharapkan mampu berfungsi dalam mendidik mahasiswa untuk menjadi pemustaka yang tertib dan bertanggungjawab. 3. Di sisi lain perpustakaan senantiasa mengupayakan agar segala kekayaan dalam bentuk koleksi, baik tercetak maupun terekam, dengan segala fasilitas dan pelayanannya, dapat digunakan secara maksimal oleh pemustaka. Tujuan utama diadakannya kegiatan pendidikan pemustaka perpustakaan adalah untuk memperkenalkan ke pemakai bahwa perpustakaan adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat koleksi dan sumber informasi lain. Menurut Rahayuningsih (2005), ada bermacam-macam tujuan yang hendak dicapai, diantaranya adalah : 1. Agar pemakai menggunakan perpustakaan secara efektif dan efisien. 2. Agar pemakai dapat menggunakan sumber-sumber literatur dan dapat menemukan informasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi. 3. Memberi pengertian kepada mahasiswa akan tersedianya informasi di perpustakaan dalam bentuk tercetak atau tidak. 4. Memperkenalkan kepada mahasiswa jenis-jenis koleksi dan ciri-cirinya.

5. Memberikan latihan atau petunjuk dalam menggunakan perpustakaan dan sumber-sumber informasi agar pemakai mampu meneliti suatu masalah, menemukan materi yang relevan , mempelajari dan memecahkan masalah. 6. Mengembangkan minat baca pemakainya 7. Memperpendek jarak antara pustakawan dengan pemustakanya Dalam user education, Malley (1984) membagi ke dalam dua hal yaitu library orientation dan library instruction. Orientasi perpustakaan bertujuan untuk mengenalkan pemustaka tentang keberadaan perpustakaan dan layanan apa saja yang tersedia di perpustakaan juga memungkinkan pemustaka mempelajari secara umum bagaimana menggunakan perpustakaan, jam buka, letak koleksi tertentu dan cara meminjam koleksi perpustakaan. Ratnaningsih (1994) memberikan tujuan orientasi perpustakaan yaitu : 1. Mengetahui fasilitas yang tersedia di perpustakaan 2. Mengetahui kewajiban yang harus dipenuhi 3. Mengetahui tata letak gedung, ruang koleksi serta layanan yang tersedia. 4. Mengerti tata cara menggunakan catalog, computer dan media teknologi lain. 5. Mampu memanfaatkan perpustakaan secara maksimal dengan efektif dan efisien. 6. Mampu menemukan koleksi yang dibutuhkan dengan cepat dan tepat. 7. Dapat menggunakan sumber-sumber penelusuran referensi, baik secara tradisional maupun media elektronik yang ada. 8. Termotivasi senang belajar di perpustakaan. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah melaksanakan program pendidikan pemustaka, di antaranya adalah Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Universitas Bina Nusantara, Universitas Atmajaya, Universitas Pelita Harapan, Universitas Sanata Dharma serta beberapa universitas lain. Cara dan waktu pelaksanaan pendidikan pemustaka berbeda-beda, misalnya 1. Ada yang memasukkan program pada saat orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek), 2. Ada pula yang memasukkan dalam mata kuliah tertentu Pendidikan pemustaka dimasukkan dalam mata kuliah kapita selekta dengan 2 SKS dan bersifat wajib. Sementara di Perpustakaan Universitas Pelita Harapan Tangerang, selain memasukkan program pendidikan pemustaka saat ospek, juga melayani permintaan jurusan dengan materi di kelas selama 2 jam. 3. Ada yang mewajibkan mahasiswa baru mengikuti progam sebagai syarat mendapatkan kartu anggota perpustakaan tetapi ada yang tidak mewajibkan mahasiswa baru dan hanya melayani mereka yang berminat. Berbagai pendidikan pemustaka yang diterapkan dibeberapa perguruan tinggi belum mencapai hasil maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Kurangnya tenaga pustakawan profesional, 2. kurangnya fasilitas perpustakaan, 3. Belum terjalinnya kerjasama di antara staf, pustakawan dan pemustaka, serta 4. Perencanaan program yang belum tepat. Kadang-kadang pelaksanaan program tidak memperhatikan beberapa aspek seperti tujuan program, waktu pelaksanaan, rnateri yang akan disampaikan, siapa pelaksananya, serta metode yang akan digunakan. Sehingga terkesan hanya melaksanakan suatu program rutin, tanpa dipikirkan hasil yang akan dicapai.

Metode Pendidikan Pemustaka Agar program pendidikan pemustaka perpustakaan dapat memperoleh hasil yang maksimal, perlu menentukan metode apa yang kira-kira sesuai dan efektif digunakan. Dalam memilih metode perlu pula dipertimbangkan medianya, karena masing-masing media mempunyai daya guna yang berbeda Menurut Fjalbbrant dan Malley (Ratnaningsih, 1994) metode pengajaran yang cocok bagi program pendidikan pemustaka secara garis besar dapat dibagi atas 3 kelompok, yaitu 1. Metode yang sesuai pendidikan kelompok 2. Metode yang sesuai untuk pendidikan individu/perorangan 3. Metode yang dapat dipakai baik bagi pendidikan kelompok maupun perorangan Metode yang dipilih dalam penyajian, masih pula harus mempertimbangkan subyek yang diajarkan, pemustaka yang mengikuti pendidikan dan pengajar atau pembimbingannya. Dalam pendidikan pemustaka dapat juga memilih beberapa metode antara lain : a. Ceramah b. Seminar/tutorial/demonstrasi c. Wisata perpustakaan d. Metode audio visual : Film, Video tape, Slide e. Bentuk tercetak : Brosur, Leaflet f. Latihan/Praktek g. Program bimbingan kelompok h. Program bimbingan khusus I. Program bimbingan individu Pelaksanaan Pendidikan Pemustaka Mengenai kapan pendidikan pemustaka dapat dilaksanakan, tergantung kepada kedua pihak, yaitu antara pemustaka dan perpustakaan. Beberapa perpustakaan perguruan tinggi melaksanakan program ini sebagai program wajib bagi setiap pemustaka perpustakaan, yang dilaksanakan secara kontinyu dan terjadwal. Tempat pelaksanaan dapat di perpustakaan atau fakultas, disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Tetapi nampaknya perpustakaan merupakan salah satu altematif terbaik sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan pemustaka, mengingat perpustakaan merupakan unsurpendukung terpen ting dalam penyelenggaraan program pendidikan pemustaka. Tentu saja perpustakaan harus menyelenggarakan kerja sama dengan fakultas agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik. Pelaksanaan pendidikan pemustaka dapat dilakukan dengan tiga tingkatan antara lain: a. Tingkatan orientasi Orientasi ini biasanya dilakukan pada mahasiswa baru pada awal mengikuti kegiatan ospek. Kegiatan pendidikan pemustaka yang disatukan dalam ospek tersebut diberikan pada materi khusus yang diselenggarakan selama kurang lebih 2 jam. Dengan materi mengenai. pentingnya perpustakaan, jam buka perpustakaan. sarana temu kembali informasi, jasa perpustakaan.jenis koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan dan peraturan perpustakaan. Metode pendidikan pemustaka yang dapat digunakan adalah ceramah dengan prinsip pengenalan. kunjungan perpustakaan dan demonstrasi atau peragaan. Pelaksanaan dalam pemberian pendidikan pemustaka pada tingkat ini adalah minimal pustakawan dengan kualifikasi setingkat sarjana muda ilmu perpustakaan. b. Pendidikan pemustaka pada tingkatan tertentu.

Pendidikan pemustaka pada tingkatan tertentu ini, ada yang melalui jalur kurikulum, ada juga melalui bimbingan individu atau kelompok (non kurikulum). Pada jalur kurikulum ada yang dititipkan pada metodologi penelitian, ada yang masuk ajaran pengantar perpustakaan dan ada juga yang memasukkan kedalam ajaran penelusuran literatur. Dengan alokasi waktu selama satu semester dengan 2 SKS. Untukjalur non kurikulum (bimbingan individu/kelompok) pendidikan pemustaka dapat dilakukan oleh pustakawan dengan cara bimbingan langsung pada masingmasing pemustaka. Dapat juga dibuka kelas pada jumlah tertentu dan dilaksanakan pendidikan pemustaka Pembahasan di perpustakaan. Materi pendidikan pemustaka pada tingkatan ini sarna dengan materi orientasi, namun ada penekanan dalam materi pemustakaan sarana temu kembali informasi (katalog, indeks, abstrak dan bibliografi) juga penelusuran informasi otomasi. Staf pelaksananya bisa pustakawan atau yang berkualifikasi sarjana muda bidang ilmu perpustakaan. Untuk materi praktek di perpustakaan bisa dibantu oleh asisten pustakawan. Metode yang cocok adalah ceramah, demonstrasi dan praktek/latihan. c. Pendidikan pemustaka pada peserta Pascasarjana Pendidikan pemustaka program pascasarjana ini biasanya peserta terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Karena para peserta selalu melakukan penelitian, mereka selalu membutuhkan referensi yang lengkap dan mutahir dari jurnal, bibliografi dan sumber informasi tentang penelitian lain. Mereka sering melakukan wawancara dan dialog dengan pustakawan yang kompeten untuk mendiskusikan penelusuran informasi yang kadang sangat spesifik. Untuk kebutuhan seperti ini diperlukan adanya pustakawan spesialis atau setidaknya pustakawan yang telah mendalami bidang layanan minat tersebut dengan cukup pengalaman, sehingga mudah untuk memahami terminologi khusus yang kadang diperlukan pemustaka. Pada tingkat ini, pendidikan pemustaka dapat dilaksanakan setiap tahun atau 2 x setahun. Materi yang diberikan sarna dengan tingkat pendidikan pemustaka yang lain tetapi ada penekanan pada materi penelusuran baik manual maupun terotomasi juga pemakaian bibliografi hasil-hasil penelitian. Staf pelaksana setidaknya berkualifikasi setingkat S-1 dan S-2 ilmu perpustakaan. Untuk pelaksanaan praktek bisa dibantu asisten pustakawan. Metode pendidikan/penyampaian yang cocok untuk program tingkat ini adalah : dibagikan makalah, ceramah, praktek penelusuran, dan soal-soal latihan, misal dengan membuat panduan pustaka (path finder) d. Pendidikan pemustaka melalui homepage Seiring dengan makin mudahnya akses internet maka banyak perpustakaan yang memiliki web site. Kegiatan pendidikan pemustaka akan lebih efisien dan efektif bila dilakukan melalui home page yang bisa diakses oleh pemustakanya. Fasilitas ini bisa diakses dimanapun dan kapanpun oleh pemustaka perpustakaan. Fasilitas homepage untuk pendidikan pemustaka telah dilakukan oleh perpustakaan di luar negeri misalnya di Perpustakaan Pusat University of The Ryukyus, Japan, dimana perpustakaan menyampaikan informasi kegiatannya yang dapat diakses pemustakanya dimanapun berada. Informasi tersebut adalah : 1. Informasi kegiatan perpustakaan 2. Petunjuk menggunakan perpustakaan 3. OPAC, dan data base CD-ROM (searching) 4. Pengantar bahan ?? bahan local 5. Pameran 6. Bulletin perpustakaan Keuntungan metode tersebut antara lain :

a. Cepat b. Dapat setiap saat diperbaharui c. Tidak perlu waktu khusus untuk menyampaikannya (bahkan bisa sepanjang tahun) d. Bila dihitung secara keseluruhan akan lebih murah Library Instruction Pada saat ini, jumlah informasi yang dihasilkan dan yang dapat diakses terutama melalui internet tumbuh dengan pesat. Kemampuan untuk menggunakan berbagai macam bentuk informasi dengan efektif dan efisien sangatlah penting. Ketrampilan ini yaitu library literacy atau information literacy. Library instruction merupakan komponen yang penting dalam pencarian informasi, mempromosikan pembelajaran seumur hidup dengan menyediakan bantuan yang tidak hanya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, tetapi juga belajar untuk menemukan informasi apabila referensi bantuan tidak selalu tersedia. Menurut ODLIS, library instruction memiliki definisi yang sama dengan bibliographic instruction yaitu Instructional programs designed to teach library users how to locate the information they need quickly and effectively. BI usually covers the librarys system of organizing materials, the structure of the literature of the field, research methodologies appropriate to the discipline, and specific resources and finding tools (catalogs, indexes and abstracting services, bibliographic databases, etc.). Di perpustakaan akademik, LI biasanya berkaitan dengan kursus atau kursus-terintegrasi. Perpustakaan yang memiliki LI dengan laboratorium komputer dilengkapi sesi praktek penggunaan katalog online, database bibliografi, dan sumber daya Internet. Instruksi biasanya diajarkan oleh pustakawan layanan instruksional dengan pelatihan khusus dan pengalaman dalam metode pedagogis. Library Instruction bertujuan agar para pemakai dapat memperoleh informasi yang diperlukan dengan tujuan tertentu dengan menggunakan semua sumber daya dan bahan yang tersedia di perpustakaan. Instruksi perpustakaan berkaitan dengan temu kembali informasi. Tujuan Library Instruction menurut Ratnaningsih (1994) adalah memberikan bimbingan bagi pemakai dengan tingkatan tertentu dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mampu memanfaatkan perpustakaan secara efektif dan efisien 2. Mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dalam penemuan informasi yang mereka butuhkan 3. Mampu menelusur informasi melalui sarana-sarana penelusuran informasi yang ada 4. Memahami penelusuran bibliografi baik secara manual (catalog) maupun dengan media teknologi (computer, CD ROM dsb). Jenis-jenis dari Library Instruction yaitu : 1. Point-of-Use Instruction Beberapa penulis memberikan gambaran point-of-use instruction dengan informasi tercetak di perpustakaan yang memberikan penjelasan tentang alat dan koleksi referensi yang dipajang dimana alat dan koleksi tersebut diletakkan. Ketika pemustaka membutuhkan jawaban maka pustakawan memberikan gambaran yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka. 2. Formal Instruction Formal instruction merupakan salah satu aspek dari user education. Macamnya yaitu : ? Tour dan orientasi Perpustakaan

? ? Tutorial

Presentasi

di

kelas

PENUTUP Kegiatan user education termasuk didalamnya library instruction merupakan kegiatan yang sangat penting bagi perpustakaan. Kesuksesan pemustaka dalam memanfaatkan seluruh fasilitas dan koleksi perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasinya akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pelaksanaan user education. Kesuksesan kegiatan ini akan memberikan dampak positif bagi ketrampilan literasi informasi pemustaka. Seperti yang kita ketahui bahwa informasi memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan, maka pemustaka yang memiliki information literacy skill yang baik akan berhasil dalam setiap tahapan bidang kehidupan yang dilaluinya. DAFTAR PUSTAKA Asrukin, Mochammad. 1995 . Memahami kebutuhan pemakai perpustakaan. Bulletin Bina Pustaka No. 103/th.XVI Evans, G. Edward. et. al. 1992. Introduction to public library services. Colorado : Libraries Unlimited. Malley, Ian. 1984. The basics of information skills teaching. London: Clive Bingley Rahayuningsih, F. 2005. Mengkaji pentingnya pendidikan pemustaka. Info Persadha Vol. 3/No.2/Agustus 2005. Soerono. 1996. Pendidikan pemustaka pada perpustakaan perguruan tinggi.Media Pustakawan Volume III No. 4 Desember 1996. Sulistyo-Basuki. 1992. Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta : Gramedia. University Ryukyu Library. 1999. User??s guide to the Library University Ryukyus. http://lu.com/odlis/ diakses pada tanggal 14 januari 2011 pukul 17.00 Oleh Sugeng (pustakawan UNDIP) Priyanto dan Haryani

Sumber: http://www.pemustaka.com/user-education-dan-library-instruction-di-perpustakaanperguruan-tinggi.html

Sekarang Zamannya Era Digitalisasi Termasuk Perpustakaan


Posted by: Pemustaka on 12 February 2012 in Artikel Perpustakaan Leave a comment Semasa penulis duduk di bangku sekolah, ada satu ungkapan menarik yang sering diungkapkan oleh guru-guru. Yaitu, ungkapan ??membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.? Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting. Bahwa membaca (iqra) ternyata merupakan perintah Allah Swt kepada seluruh umat manusia, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq [96] ayat 1-5. Tetapi amat disayangkan minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%). Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IEA melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD. Sedangkan pengguna Internet di Indonesia sudah mencapai 18.000.000, pada tahun 2005 terhitung dari World Internet Usage Statistics. Badan ini merupakan sebuah situs penghitung pengguna internet disetiap negara-negara. Dari catatan badan ini, maka Indonesia pada tahun 2000, sudah memiliki 2.000.000 pengguna internet. Seiring dengan berlalunya waktu, maka terjadi melonjak drastis hingga mencapai 18.000.000 pengguna. Sedangkan pada tahun 2008 melonjak menjadi 27.000.000 orang. Pada tahun 2009 ini, Indonesia menempati urutan terbesar kelima dalam jumlah pengguna internet terbanyak di Asia. Untuk itu era digitalisasi perpustakaan yang bisa diakses lewat internet akan sangat membantu usaha pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Perlu diciptakan perpustakaan yang dapat diakses dari internet, buku-buku koleksi bisa dilihat resensinya lewat internet. Tentu saja hal ini sangat memudahkan masyarakat untuk kembali mencintai perpustakaan walaupun zaman semakin modern. PERMASALAHAN 1. Bagaimana untuk membangun masyarakat kembali mencintai perpustakaan? 2. Bagaimana cara untuk membangun TI (Teknologi Informasi) untuk sebuah perpustakaan yang ideal bila diakses dari internet? TUJUAN

1. Mengetahui cara agar masyarakat kembali mencintai perpustakaan. 2. Mengetahui cara untuk membangun TI (Teknologi Informasi) untuk sebuah perpustakaan yang ideal bila diakses dari internet. LANDASAN TEORI Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007 dijelaskan bahwa - Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. - Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan. - Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. - Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. - Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. - Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi. - Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain. - Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. - Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan. - Bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.

Internet adalah jaringan informasi komputer mancanegara yang berkembang sangat pesat dan pada saat ini dapat dikatakan sebagai jaringan informasi terbesar di dunia, sehingga sudah seharusnya para profesional mengenal manfaat apa yang dapat diperoleh melalui jaringan ini. (Sanjaya, 1995) Internet adalah sebuah dunia maya jaringan komputer (interkoneksi) yang terbentuk dari milyaran komputer di seluruh dunia. Teknologi ini dimulai pada pertengahan tahun 70-an pada masa perang dingin dan mencapai puncaknya pada tahun 1994 ketika interface (antarmuka) grafis dan konten/isi dari jaringan tersebut diciptakan dan diperuntukan bagi masyarakat umum agar dapat dipergunakan secara lebih mudah. Internet memungkinkan kita untuk menghilangkan hambatan jarak dan waktu dalam mendapatkan Informasi. Dari segi ekonomi, internet merupakan sebuah jawaban yang sangat efisien, efektif dan relatif murah bila dibandingkan dengan hasil yang akan didapat. (Anonim, 2009) PEMBAHASAN Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi banyak membantu dalam pengembangan fasilitas perpustakaan. Meskipun hal ini masih perlu waktu untuk merubah image para pustakawan atau petugas perpustakaan yang tadinya menggunakan sistem manual berubah menjadi sistem yang terotomasi. Dalam era global seperti sekarang ini muncul berbagai perpustakaan yang menerapkan Teknologi Informasi (TI). Istilah perpustakaan maya, perpustakaan elektronik, atau perpustakaan digital selalu menjadi sajian sehari-hari perpustakaan. Bagi sebagian besar perpustakaan di Indonesia, aplikasi TI seperti di negaranegara yang sudah maju merupakan suatu tantangan harus dilaksanakan untuk mendukung tuntutan sebagian pengguna jasa perpustakaan yang memerlukan informasi agar dapat menemukan informasi yang diperlukan dengan mudah dan cepat. Dengan demikian muncul pertanyaan Bagaimana perpustakaan ideal yang mampu memenuhi kebutuhan pengguna? Perpustakaan ideal yang mampu memenuhi keinginan pengguna adalah perpustakaan yang menyediakan informasi lengkap, dapat diakses kapan saja, dimana saja dan dipandu oleh pustakawan yang profesional. Hal ini sebagai akibat dari dampak aplikasi TI dalam kehidupan masyarakat secara luas. Secara teori perpustakaan mutlak harus memakai TI agar tidak ditinggalkan sebagian pengguna jasa tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar perpustakaan di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan TI, sehingga harus ada strategi khusus untuk melaksanakannya. Pemanfaatan TI akhirnya akan dapat : 1. Meningkatkan kebutuhan pengguna perpustakaan. 2. Meningkatkan kepuasan pengguna perpustakaan. 3. Meningkatkan kepercayaan stake holder terhadap perpustakaan. 4. Meningkatkan kemitraan antara perpustakaan dengan stake holder. Manfaat digitalisasi koleksi perpustakaaan :

1. Bahan-bahan pustaka seperti buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal ataupun artikel yang ada sangat dimungkinkan untuk tersedia dalam format digital (bukan kertas). 2. Dapat menghemat tempat penyimpanan 3. Bahan pustaka lebih aman dari kerusakan sehingga lebih tahan lama. 4. Web Site perpustakaan dapat diakses oleh banyak orang dan dari manapun. Pengembangan perpustakaan digital menjadi kegiatan baru dalam membimbing pemakai menggunakan perangkat TI secara optimal untuk menemukan informasi yang dicari. Perkembangan TI ternyata menjadi beban bagi kebanyakan perpustakaan. Banyak perpustakaan yang hanya diberi kesempatan untuk melihat semua perkembangan yang canggih namun belum dapat menerapkannya. Keadaan ini memotivasi pengelola perpustakaan untuk dapat ?? mendongkrak? posisi perpustakaan pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan suatu cara yang efektif dalam mengembangkan perpustakaan digital antara lain dengan mengevaluasi tentang pengguna perpustakaan, koleksi dan layanan yang sudah ada, SDM yang dimiliki serta sistem yang dimiliki. Kegiatan perpustakaan dibagi menjadi 5 fungsi yaitu : manajemen koleksi, operasional perpustakaan, layanan perpustakaan, dukungan SDM, dan dukungan TI. Manajemen Koleksi 1. Melaksanakan Stock Opname koleksi untuk memastikan keberadaan koleksi agar mudah dan cepat ditemukan, dapat diakses serta dipesan melalui web site. 2. Mewujudkan integrated sistem informasi pengadaan koleksi antar perpustakaan agar tidak terjadi duplikasi koleksi. 3. Pengembangan daftar koleksi lokal yang meliputi karya penelitian, skripsi, tesis, artikel dan buku terbitan perguruan tinggi yang bersangkutan. 4. Sosialisasi pemakaian layanan elektronik. Operasional Koleksi 1. Memperbaiki master database berdasar pada stock opname. 2. Pengecekan nomor inventaris dan nomor klasifikasi untuk perbaikan database buku. 3. Penataan koleksi nonbuku, misalnya CD ROM dan kaset. 4. Integrated pengolahan antar perpustakaan yang ada. Layanan Perpustakaan

1. Integrasi sistem layanan dengan penyesuaian tata tertib yang berlaku pada masing-masing perpustakaan ada. 2. Pengembangan layanan referensi meliputi penelusuran, konsultasi, penataan knowledge. 3. Bimbingan pengguna perpustakaan agar familier menggunakan layanan yang terotomasi dan layanan berbasis web. 4. Pengembangan layanan digital dan multimedia. 5. Pengembangan terbitan pustaka (InfoPustaka Online), kliping online dan paket informasi yang lain. 6. Mengupdate informasi yang ada di Web dan perpustakaan sebagai moderator ICS (Information Center Service) Pengembangan SDM 1. Pengembangan SDM terhadap layanan yang berbasis TI dan menguasai tentang jaringan (networking). 2. Pengembangan SDM sebagai subject specialist dan database developer. Pengembangan TI Bekerjasama dengan Pusat Komputer dan Operasional TI untuk terus mengembangkan sistem informasi layanan, penataan sistem informasi dan knowledge digital. Penerapan teknologi informasi yang dapat digunakan perpustakaan adalah

? Otomasi Perpustakaan Otomasi perpustakaan adalah suatu teknologi yang digunakan perpustakaan untuk pengolahan, pelayanan dan penelusuran kembali (OPAC). Program yang digunakan oleh perpustakaan adalah program Dynix ? CD-ROM CD-ROM adalah berisikan informasi tentang jurnal yang dikemas dalam bentuk CD dan dioperasikan dengan menggunakan komputer ? Internet Pengunaan Internet di perpustakaan bertujuan untuk penyediaan penyediaan sarana dan prasarana dimana pengguna perpustakaan baik para pengguna jasa perpustakaan. ? Digital Library

Digital library adalah suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu tulisan, gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan menyebarluaskan dengan menggunakan protokol elektronik

melalui jaringan komputer. Koleksi yang dimasukkan dalam digital library untuk sementara ini adalah skripsi, tesis, makalah.

? Jurnal Elektronik

Jurnal elektronik adalah jurnal yang dikemas dalam bentuk file elektronik dalam penelusuran informasi menggunakan jaringan internet. Kelemahan yang dihadapi dalam penerapan teknologi informasi di perpustakaan adalah

Tergantungan pada aliran listrik atau PLN Bila komputer rusak layanan terganggu Minimnya teknisi komputer

Solusi pemecahan dalam mengatasi kelemahan tersebut adalah


Perlu adanya jenset untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik Merekrut tenaga teknisi komputer Mengirim pustakawan mengikuti kursus teknisi komputer Pengadaaan komputer yang baru

KESIMPULAN 1. Digitalisasi koleksi perpustakaan cara efektif supaya masyarakat kembali mencintai perpustakaan. 2. Perlu pustakawan yang tekun dan handal dalam mengelola informasi penting dalam internet, pengembangan database, pembuatan paket informasi dan pengelolaan sumber daya informasi lain. SARAN 1. Pelatihan pustakawan agar menjadi handal dalam menghadapi tuntutan digitalisasi perpustakaan. 2. Adanya sosialisasi tentang digitalisasi perpustakaan pada masyarakat luas. 3. Perlu adanya kerjasama antar semua pihak terkait dalam pengelolaan digitalisasi perpustakaan. DAFTAR PUSTAKA Adhim, Mohammad Fauzil, 2008, Membuat Anak Gila Membaca, PT Mizan Pustaka, Jakarta. Anonim, 2009, Internet adalah Dunia Maya Jaringan Komputer, Tersedia Online : http://info.gexcess.com/id/info/internetduniamaya.info, Diakses pada tanggal 21 September 2009.

Badan Pusat Statistik, 2006, Akses Terhadap Media Massa, Tersedia online : http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=27&notab=35, Diakses pada tanggal 21 September 2009. Daan T, Kompetensi Membaca, Buletin pusat perbukuan 2005, Jakarta. Ernawati, Endang, Pengembangan Perpustakaan Digital Dalam Mendukung Pembelajaran Elektronik di Universitas Bina Nusantara, Makalah Seminar Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Mendukung e-Learning, Tanggal 23 April 2003 di Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Fahmi, Ismail The Indonesian Digital Library Network, Makalah Seminar Internasional Digital Library Network, tanggal 2 Oktober 2003 di ITB. Hermanto, Bambang, 2008, Penerapan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Tersedia Online : http://pustaka.uns.ac.id/? opt=1001&menu=news&option=detail&nid=13, Diakses pada tanggal 21 September 2009. International Association for Evaluation of Educational, Tersedia online : http://www.iea.nl/ Internet World Stats, 2009, Internet Usage in Asia, Tersedia Online http://www.internetworldstats.com/stats3.htm, Diakses pada tanggal 21 Septemser 2009. :

Sanjaya, 1995, Internet : Sumber Informasi Penting untuk Para Profesional , Majalah Elektro Indonesia No. 3 Sudarsono, B, Peran Pustakawan di Abad Elektronik: Impian dan Kenyataan, Makalah Seminar Sehari Peran Pustakawan di Abad Elektronik: Impian dan Kenyataan. Tanggal 2 Juni 2000 di PDII-LIPI, Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Zulmasri S.S, Perpustakaan wadah rekreasi dunia Jakarta : Gerbang 2004 Sumber: http://www.pemustaka.com/sekarang-zamannya-era-digitalisasi-termasukperpustakaan.html

A. PENDAHULUAN Penerapan Teknologi Informasi (TI) saat ini telah menyebar hampir di semua bidang tidak terkecuali di perpustakaan. Teknologi informasi dan komunikasi atau information and communication technology (ICT) telah membawa perubahan dalam berbagai sektor, termasuk dunia perpustakaan. Pemanfaatan ICT sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas layanan dan

operasional telah membawa perubahan yang besar. Perkembangan dari penerapan itu dapat diukur dengan telah diterapkannya sistem informasi manajemen (SIM) perpustakaan dan perpustakaan digital (digital library) yang memiliki keunggulan dalam kecepatan akses karena berorientasi ke data digital dan jaringan komputer atau internet. Saat ini di lingkungan perguruan tinggi, perpustakaan digital diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian dan pelayanan pada masyarakat. Perubahan paradigma dalam sistem pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi menempatkan perpustakaan sebagai sumberdaya informasi yang sangat penting karena dimungkinkan akan memberikan kemudahan pada civitas akademika dalam aksesibilitas informasi di perpustakaan. Dalam era global seperti sekarang ini muncul berbagai perpustakaan yang menerapkan Teknologi Informasi (TI). Istilah perpustakaan maya, perpustakaan elektronik, perpustakaan digital dan sebagainya selalu menjadi sajian sehari-hari perpustakaan. Bagi sebagian besar perpustakaan di Indonesia, aplikasi TI seperti di negara-negara yang sudah maju merupakan suatu tantangan harus dilaksanakan untuk mendukung tuntutan sebagian penggunanya yang memerlukan kemudahan dan kecepatan akses dalam penelusuran informasi. Dengan demikian muncul pertanyaan Bagaimana perpustakaan ideal yang mampu memenuhi kebutuhan pengguna? Perpustakaan ideal yang mampu memenuhi keinginan pengguna adalah perpustakaan yang menyediakan informasi yang memadai atau menyediakan akses kepada berbagai sumber informasi, dapat diakses kapan saja, dimana saja dan dipandu oleh pustakawan yang profesional. Hal ini sebagai akibat dari perkembangan aplikasi TI dalam kehidupan masyarakat luas. Secara teori perpustakaan mutlak harus memakai TI agar tidak ditinggalkan sebagian pengguna jasa tersebut. Bahwa tidak ada yang menolak pendapat tentang perlunya perpustakaan digital. Namun harus diingat bahwa pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar perpustakaan di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan TI sehingga harus ada strategi khusus. Adalah merupakan kendala bagi sebagian besar perpustakaan bahwa digitalisasi perlu biaya yang banyak. Sebagai implementasinya, pengembangan sebuah perpustakaan dari bentuk konvensional ke bentuk digital memerlukan biaya yang tidak sedikit karena untuk mendigitalkan sebuah dokumen dari bentuk cetak ke bentuk digital diperlukan beberapa tahap yaitu proses scanning, editing, perlindungan atau keamanan, jaringan intranet serta memerlukan pula komputer yang mempunyai performa atau kapasitas yang cukup tinggi. Bagai dua sisi mata uang, sebagian besar perpustakaan kita menghadapi masalah yang dilematis antara pentingnya digitalisasi sebagai tuntutan dan kendala biaya yang tinggi. Merupakan alternative solusi dari masalah tersebut adalah adanya kerjasama antar perpustakaan dan pemakaian sumber secara bersama/resource sharing yang dalam hal tertentu dapat menghemat dana namun juga dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber informasi. Dengan resource sharing diharapkan kualitas jasa perpustakaan semakin baik dan dapat memenuhi kebutuhan pengguna. Resource sharing membuka cakupan informasi lebih luas tak terbatas. Hal ini penting karena tak satupun perpustakaan di dunia yang mampu memenuhi kebutuhan penggunanya. Perpustakaan digital mensyaratkan adanya kerjasama yang baik antara institusi yang memiliki koleksi untuk dipakai secara bersama-sama (resource sharing) yang pada akhirnya memberikan jalan kepada inter library loan.

B. PENGERTIAN PERPUSTAKAAN DIGITAL Perpustakaan Digital didefinisikan secara berbeda oleh dua kelompok, peneliti dan praktisi. Kelompok pertama menfokuskan pengertian pada akses dan temu kembali terhadap isi perpustakaan digital. Sementara kelompok kedua lebih menekankan pada aspek koleksi, pengolahan dan pelayanan perpustakaan digital. Definisi pertama datang dari para peneliti ahli komputer sementara yang terakhir datang dari para pustakawanan profesional. Pengertian perpustakaan digital atau Digital Library terdapat berbagai pendapat. Diantara pendapat itu adalah : seperti yang dikatakan oleh Zainal A. Hasibuan (2005), digital library atau sistem perpustakaan digital merupakan konsep menggunakan internet dan teknologi informasi dalam menajemen perpustakaan. Sedangkan menurut Ismail Fahmi (2004) mengatakan bahwa perpustakaan digital adalah sebuah sistem yang terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), kolekasi elektronik, staf pengelola, pengguna, organisasi, mekanisme kerja, serta layanan dengan memanfaatkan berbagai jenis teknologi informasi. Definisi lain tentang perpustakaan digital diantaranya menurut Borgman (1992) bahwa : A digital library is combination of:1. a service;2. an architecture;3. a set of information resources, database of text, numbers, graphics, sound, video, etc; and 4. a set of tools and capabilities to locate, retrieve and utilize the information resources available (Chowdhury, 2004:5). Dari definisi ini sepertinya tidak terdapat perbedaan yang nyata dari definisi perpustakaan secara umum. Namun bedanya kesemuanya dilakukan melalui proses computer dan menggunakan teknologi digital sebagaimana definisi dari Oppenheim and Smithson : A digital library is an information service in which all the resources are available in computer processable form and functions of acquisition, storage, preservation, retrieval, access and display are carried out through the use of digital technologies (Chowdhury, 2004:5-6). Dengan definisi ini maka sebuah perpustakaan digital secara ideal seluruh koleksinya adalah dalam bentuk digital dan tidak lagi melayankan bentuk konvensional. Namun banyak juga perpustakaan yang melayankan sebagian koleksi dalam bentuk digital dengan tetap mempertahankan koleksi yang konvensional yang banyak disebut dengan perpustakaan Hibrida. Sebagaimana di Indonesia model perpustakaan hibrida ini mulai banyak dikembangkan. Karena bagaimanapun bagi sebagian orang buku dalam bentuk printed tidak dapat tergantikan oleh bentuk elektronik, yang disebabkan juga oleh tingkat kenyamanan dalam penggunaannya. Sebagaimana definisi dari Oppenheim and Smithson : A Hybrid library is on the continuum between the conventional and digital library, where electronic and paper-based information sources are used alongside each other. (Chowdhury, 2004:6-7). Perpustakaan Digital dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe sebagai berikut: 1. Early digital libraries 2. Digital libraries of institusional publication 3. Digital libraries developments at national libraries

4. Digital libraries at Universities 5. Digital libraries of special materials 6. Digital libraries as research project 7. Digital libraries as Hybrid library project (Chowdhury, 2004:17). Berdasarkan definisi-definisi di atas bahwa perpustakaan digital pada dasarnya memiliki 3 (tiga) karakteristik utama sebagaimana diulas Tedd dan Large (2005), yaitu : 1. Menggunakan teknologi yang mengintegrasikan kemampuan menciptakan, mencari, dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dalam sebuah jaringan yang tersebar luas. 2. Memiliki koleksi yang mencakup data dan metadata yang saling mengaitkan berbagai data, baik di lingkungan internal maupun eksternal. 3. Merupakan kegiatan mengoleksi dan mengatur sumberdaya digital yang dikembangkan bersama-sama komunitas pemakai jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka. Untuk itu perpustakaan digital merupakan integrasi berbagai institusi yang memilih, mengoleksi, mengolah, merawat, dan menyediakan informasi secara meluas keberbagai komunitas. Dapat dilihat dari ketiga karekteristik tersebut selalu menekankan adanya integrasi dan keterkaitan. Ini memang dapat dimengerti karena teknologi digital memungkinkan semua itu terjadi. Integrasi dan keterkaitan antar berbagai jenis format data dalam jumlah besar dan disebarkan dalam sebuah jaringan telematika global. Kata kunci yang harus dingat adalah adanya kerjasama antar institusi. Walaupun tidak tertulis secara eksplisit, definisi-definisi perpustakaan digital selalu mensyaratkan adanya kerjasama yang baik antara institusi yang memiliki koleksi untuk dipakai bersama (resource sharing). C. PROSPEK DAN PERLUNYA PERPUSTAKAAN DIGITAL Dunia perpustakaan semakin hari semakin berkembang dan bergerak ke depan. Perkembangan dunia perpustakaan ini didukung oleh perkembangan teknologi informasi dan pemanfaatannya yang telah merambah ke berbagai bidang. Hingga saat ini tercatat beberapa masalah di dunia perpustakaan yang dicoba didekati dengan menggunakan teknologi informasi. Dari segi data dan dokumen yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari perpustakaan tradisional yang hanya terdiri dari kumpulan koleksi buku tanpa katalog, kemudian muncul perpustakaan semi modern yang menggunakan katalog (index). Katalog mengalami metamorfosa menjadi katalog elektronik yang lebih mudah dan cepat dalam pencarian kembali koleksi yang disimpan di perpustakaan. koleksi perpustakaan juga mulai dialihmediakan ke bentuk elektronik yang lebih tidak memakan tempat dan mudah ditemukan kembali. Ini adalah perkembangan mutakhir dari perpustakaan, yaitu dengan munculnya perpustakaan digital (digital library) yang memiliki keunggulan dalam kecepatan pengaksesan karena berorientasi ke data digital dan media jaringan komputer (internet). Pengembangan perpustakaan menuju digital library sebenarnya bukan sekedar menyesuaikan dengan berkembangan Teknologi informasi, tetapi lebih karena tuntutan adanya perubahan paradigma perguruan tinggi, yang mencakup adanya peubahan paradigma dalam pembelajaran dengan E-learning, perubahan dalam komunikasi ilmiah yang mengarah kepada e-research, serta kebutuhan mendesak untuk menciptakan information literacy diperguruan tinggi.

Dengan perkembangan e-learning maka akan muncul tuntutan untuk sebuah jasa pelayanan informasi digital yang terintegrasi dengan sistem belajar mengajar. Teknologi digital dewasa ini tealh menawarkan berbagai kemungkinan penggabungan antara kelas, laboraturium, perpustakaan, dan bahkan museum. Aplikasi digital tentu harus dapat menjadi bagian dari integrasi ini. Lebih jauh integrasi ini kemudian menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang berbasis perpustakaan (Libary-base Education). Beberapa Alasan akan pentingnya digital library sebagai berikut : 1. A digital Library bring information to the user Perpustakaan digital dapat diakses dimana saja. Kalau biasanya user datang ke perpustakaan untuk mendapatkan informasi, maka perpustakaan digital yang mengantarkan/membawa informasi itu kepada pengguna kapanpun mereka membutuhkan. 2. Improved searching and manipulation of information Perpustakaan digital menawarkan berbagai macam cara penelusuran dan temukembali yang canggih dengan menyediakan database secara elektronik sehingga memudahkan kepada pengguna untuk akses informasi. 3. Improved facilities for information sharing Dengan koleksi digital, perpustakaan memberikan fasilitas kemudahan untuk sharing information baik antara pengguna maupun antar perpustakaan. Perpustakaan digital juga membuka kesempatan dan memudahkan jalan untuk kerjasama dengan perpustakaan lain. 4. Timely access to information Perpustakaan digital membantu pengguna mendapatkan informasi yang mutakhir. Perpustakaan digital memungkinkan untuk dapat mengakses dengan mudah informasi-informasi berseri (periodical colection) dengan digital publishing. 5. Improved use of information Perpustakaan digital tidak dibatasi lagi oleh waktu, tempat, bahasa, dan budaya, sehingga lebih memudahkan penggunaan informasi. Informasi yang beragam dari berbagai belahan dunia dengan beragam bahasa, dan berbagai budaya memudahkan penelusuran. 6. Improved collaboration Penelitian di Universitas California menunjukkan bahwa fasilitas perpustakaan digital mampu memperbaiki kerjasama antar penggunanya. Proses ini akan memperbaiki penyebaran dan penggunaan informasi. 7. Reduction of the digital divide Adanya internet di dunia telah menimbulkan adanya gab/kesenjangan diantara bangsa-bangsa di dunia dari segi infrastruktur, fasilitas dan sumberdaya. Kehadiran Perpustakaan digital dapat meminimalisir adanya kesenjangan itu. (Chowdhury, 2004:10-11). Bagi perpustakaan, digitalisasi koleksi adalah salah satu solusi mengatasi ketertinggalannya. Hal ini akan menjadi salah satu media yang tepat untuk melakukan transfer pengetahuan. Beberapa keuntungan konkret yang didapatkan dari digitalisasi ini adalah :

1. Kecepatan pencarian sumber. Dalam hal ini, konsep yang paling penting adalah untuk melakukan pencarian (searching). Perpustakaan Digital harus mengintegrasikan konsep searching. Pada perpustakaan manual, proses pencarian dapat dilakukan melalui katalog. Namun dengan perkembangan teknologi, hal tersebut sudah tidak sesuai dengan keinginan pengguna. 2. Membangun citra perpustakaan kepada publik. Dengan citra yang baik, ketertarikan pengunjung akan meningkat. 3. Biaya yang makin murah. Memang pada awalnya, diperlukan investasi untuk membangun portal. Namun untuk jangka panjang, hal ini sangat menguntungkan bagi perpustakaan dan pengguna. Dalam berbagai kasus, penggunaan portal dalam berbagai perusahaan ternyata dapat memberikan penghematan luar biasa. Penggunaan teknologi informasi telah memberikan kemudahan dan penghematan kepada penggunanya. Termasuk penghematan biaya perawatan koleksi. 4. Kemudahan membangun jaringan. Jaringan yang luas sangat penting bagi perkembangan perpustakaan. Dengan adanya jaringan antar perpustakaan, maka akan memberi keuntungan kepada dua pihak, yaitu pengguna dan perpustakaan. Para pengguna jasa perpustakaan akan lebih mudah mendapatkan informasi dari berbagai perpustakaan yang terhubung dalam jaringan tersebut. Sedangkan pihak perpustakaan mendapatkan keuntungan dengan adanya transfer informasi antara perpustakaan. Dari sekian alasan akan pentingnya perpustakaan digital maka alasan yang paling penting sebenarnya adalah untuk memudahkan penelusuran informasi, dengan tersedianya full-text database memungkinkan menelusur dengan menggunakan kata kunci dari kata yang tersedia. Koleksi tidak pernah habis dipakai. Dalam bentuk digital, copy dari data tetap sebaik dan seoriginal bentuk aslinya. Koleksi digital selalu siap kapanpun user membutuhkan tidak ada kata Off-self berapapun banyak pemakainya. (Lesk, 2001). Pengembangan perpustakaan digital atau e-library bagi tenaga pengelola perpustakaan dapat membantu pekerjaan di perpustakaan melalui fungsi sistem otomasi perpustakaan, sehingga proses pengelolaan perpustakaan lebih efektif dan efisien. Fungsi sistem otomasi perpustakaan menitikberatkan pada bagaimana mengontrol sistem administrasi layanan secara otomatis/terkomputerisasi. Sedangkan bagi pengguna perpustakaan dapat membantu mencari sumber-sumber informasi yang diinginkan dengan menggunakan catalog on-line yang dapat diakses melalui intranet maupun internet, sehingga pencarian informasi dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun ia berada. D. MENUJU RESOURCE SHARING Merupakan kenyataan bahwa internet memiliki persediaan informasi yang luar biasa besar dan bernilai tinggi sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Namun perlu diingat bahwa informasi yang terdapat di internet sangat berlimpah dan beragam, sehingga perlu keahliah khusus untuk mendapatkan informasi yang berkualitas. Beberapa persoalan yang muncul adalah : apakah informasi dan artikel yang diterbitkan oleh situs sudah melalui proses seleksi yang baik?, apakah situs tersebut memiliki otoritas untuk mendiskusikan topik bidang ilmu tertentu.

Pada kondisi tersebut perpustakaan dituntut untuk mampu menyeleksi apa yang relevan dan tidak relevan untuk dibaca dan didiskusikan. Kelahiran dan pertumbuhan jurnal merupakan upaya kaum ilmuwan untu memastikan agar para peneliti dapat saling bertukar pikiran tentang temuantemuan mereka. Isi jurnal dianggap memiliki otoritas yang sah sebagai wacana sebuah bidang ilmu tertentu. Sementara dewasa ini telah banyak bermunculan jurnal-jurnal elektronik diberbagai disiplin ilmu. Kalau perpustakaan dan penyedia informasi yang berkualitas itu dapat bekerjasama, maka pustakawan tidak harus kuatir salah dalam menyediakan informasi. Hal inilah yang menyebabkan beberapa negara mencoba menghidupkan klaborasi antara perpustakaan dengan penyedia informasi lokal maupun internasional. Misalnya di Jerman ada portal Vascoda (http://www.vascoda.de/), di Amirika Serikat ada Scholars Portal yang digerakkan American Researh Libraries (ARL) dalam bentuk konsorsium untuk membantu perpustakaan perguruan tinggi menghimpun informasi bermanfaat bagi kegiatan akademik dan penelitian (http://www.org/access/scolarsportal/). Di Inggris ada the Resource Discovery Network (RDN) (http://www.rdn.ac.uk) (Pendit, 2007:146). Walaupun perpustakaan telah mampu melakukan kerjasama tersebut namun kemampuan perpustakaan untuk membuat system temu kembali informasi (information retrieval systems) belum memadai dan banyak proyek yang masih berfokus pada meta data yang merujuk ke sumber informasi dan bukan mencari langsung ke isi situs di internet. Portal-portal yang dibuat di perpustakaan memang masih didominasi oleh catalog dan database e-book atau jurnal, serta dokumen hasil karya akademis. Isi lainnya adalah daftar link ke sumbersumber informasi digital. Sementara untuk system IR-nya, masih mengandalkan pencarian berdasarkan meta data. Persoalannya masing-masing sitem seringkali memiliki kinerja yang berbeda sehingga portal perpustakaan terkesan lambat. Jika perpustakaan ingin menghimpun informasi yang terletak diluar maka harus siap melakukan koneksi dengan berbagai sistem koputer yang digunakan berbagai institusi. Sistem-sistem itu harus memungkinkan untuk pertukaran data dalam kondisi kekinian (real time). Untuk itu perpustakaan harus memperhatikan 6 (enam) macam kesepakatan sebagaimana diulas oleh Tedd dan Large, yaitu : 1. Tecnical interoperability (kesepakatan Teknis), yaitu kesamaan dalam penggunaan prosedur dan mekanisme perangkat keras, lunak, protokol komunikasi, transpor data, tata cara penyimpanan dan pembuatan indeks, dan lain-lain. 2. Semantic interoperability (kesepakatan semantik), standart penggunaan istilah dalam pengindeksan dan temu kembali. 3. Political/human interoperability (kesepakatan politik) : keputusan untuk berbagi bersama dan bekerjasama. 4. Intercomunity interoperability (kesepakatan antar komunitas pemakai) : kesepakatan untuk berhimpun antar institusi dan beragam displin ilmu. 5. Legal interoperability (kesepakatan hukum) peraturan perundang-undangan tentang akses ke koleksi digital, termasuk soal hak intelektual. 6. International interoperability (Kesepakatan Internasional) standart yang memungkinkan

kerjasama internasional, kemungkinan lembaga negara lain memiliki spesifikasi, prosedur, teknis dan hukum yang berbeda. (Pendit, 2007:148, 285). Dari daftar kesepakatan tersebut terlihat bahwa sambungan ke internet saja tidak cukup bagi perpustakaan. Koneksi ke internet dan penggunaan sistem informasi berbantuan komputer hanya dapat bermanfaat jika ada 5 kesepakatan berikutnya. Kesepakatan semantik menyebabkan perlunya perpustakaan mempunyai peraturan-peraturan pengindeksan, metadata, dan katalogisasi yang kesemuanya memungkinkan terciptanya union catalog. Berdasarkan katalog bersama inilah kemudian dikembangkan resource sharing. Dalam rangka mewujudkan kerjasama ini, kehadiran manajemen perubahan (change management) merupakan bagian dan kebutuhan mutlak bagi pengembangan perpustakaan digital. Salah satu hal utama dalam manajemen perubahan itu adalah pembuatan kebijakan yang menyangkut banyak hal non teknis. Kedua praktek lama kepustakawanan ini (union Catalog dan resource sharing) adalah pondasi bagi perpustakaan digital. Namun karena perkembangan teknologi yang begitu cepat, maka praktek lama tersebut harus dikembangkan lebih luas lagi. Saat ini tidaklah cukup bertukar data katalog, tidak pula cukup hanya menggunakan sistem informasi untuk mendata peminjaman antar perpustakaan. Potensi teknologi telematika memungkinkan berbagai lembaga bertukar data, informasi, pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu tentunya kepustakawanan harus mengubah berbagai cara pikir dan praktek kerja agar dapat menciptakan berbagai kesepakatan sebagaimana dibahas diatas. Perkembangan perpustakaan digital di Indonesia, jika dilihat dari sisi teknologi maka sejak tahun 2004 sampai saat ini telah terjadi perkembangan yang menggembirakan khususnya di lingkungan perguruan tinggi, karena mereka sudah mereka sudah memiliki sistem perpustakaan digital yang memadai, terutama bagi kepentingan lokal. Bahkan beberapa perguruan tinggi sudah memilki sistem teknologi yang memungkinkan komunikasi dan pertukaran data secara efisien melalui jaringan internet. Kondisi teknis beberapa perpustakaan digital perguruan tinggi itu dapat terlihat dari Tabel berikut ini :

Dari kondisi yang tergambar pada tabel di atas terdapat 2 (dua) hal yang memungkinkan berkembangnya perpustakaan digital di Indonesia yaitu : 1. Beberapa Perguruan Tinggi menggunakan perangkat lunak yang sama atau dibangun berdasarkan sistem database yang sama. 2. Ada upaya dari pihak pengembang untuk menggunakan arsitektur informasi yang memungkinkan pertukaran data secara lebih leluasa walaupun perangkat lunaknya berbeda. Jika berbagai perpustakaan digital Perguruan Tinggi Indonesia bermaksud menfasilitasi pemanfaatan sumberdaya secara bersama-sama (resource sharing), maka dua hal yang mutlaq harus dikembangkan adalah katalog induk melalui internet (Online union catalog) yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu : Katalog Koleksi Buku dan Katalog Koleksi Local Content (tesis dan desertasi). Dimana keduanya memberikan informasi dasar mengenai data bibliografi, lokasi, dan ketersediaan. Di Lingkungan Perguruan tinggi Agama Islam di Indonesia sedang dirintis pembentukan katalog induk yang telah tergabung sebanyak 16 (enam belas) PTAIN se Indonesia dalam Indonesian Islamic Bibliographic Network (IIBN). Langkah selanjutnya yang dapat dikembangkan setelah adanya Onlie union catalog adalah mengupayakan ketersediaan informasi yang meluas agar terjadi komunikasi ilmiah yang intensif dan saling menguntungkan diantara civitas akademika. Penyediaan abstrak bagi koleksi karya penelitian, tesis, dan disertasi dalam digital yang dapat diakses bersama, tentunya akan memberikan kemudahan dan peningkatan jasa pinjam antar perpustakaan (interlibrary loan). Namun tetap harus diingat akan perlunya kesepakatan-kesepakatan (interoperobelity) dalam hal pertanggungjawaban pengguna, hak menurunmuat/mengunduh (download) koleksi digital, dan tata cara pengiriman (document delivery).

Secara umum teknologi perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia memungkinkan untuk untuk integrasi menjadi sebuah jaringan digital yang tersebar luas. Namun hal ini baru merupakan potensi teknologi. Untuk mengubah potensi ini menjadi manfaat, maka perpustakaan digital harus mampu memberikan nilai bagi civitas akademika dan berperan dalam peningkatan kualitas dan peringkat universitas yang bersangkutan. Hal ini tentunya dengan memperhatikan prinsipprinsip interoperobelity di atas. E. PENUTUP Terdapat tiga kata kunci dalam pengertian perpustakaan digital, yaitu integrasi, keterkaitan, dan kerjasama. Integrasi dan keterkaitan antara berbagai format data dalam jumlah besar dan disebarkan melalui jaringan telematika global. Kerjasama antar perpustakaan dan penyedia informasi sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas masyarakat, lebih dari itu kerjasama merupakan kebutuhan dan keharusan dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan informasi secara bersama-sama (resource sharing) karena tak satupun perpustakaan di dunia yang mampu memenuhi kebutuhan penggunanya. Untuk keperluan kerja sama itulah telah dikembangkan prinsip-prinsip baru sebagai suatu kesepakatan yang dikenal dengan 6 (enam) prinsip interoperobelity. Aplikasi Perpustakaan Digital akhirnya melahirkan peran baru bagi perpustakaan. Potensi teknologi telematika ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat pengguna, dan konsentrasi para pustakawan di era digital ini bukanlah pada upaya mengejar teknologi melainkan pada bagaimana menjadi mitra yang sesungguhnya dalam kehidupan perguruan tinggi yang berubah cepat. Melalui penerapan konsep perpustakaan digital dan perubahan peran inilah para pustakawan sebenarnya sedang memastikan diri bahwa profesi mereka tetap diperlukan. DAFTAR PUSTAKA Achmad. Integrasi Perpustakaan Pusat dan Rung Baca Untuk resource sharing. http://www.lurik.its.ac.id/latihan/INTEGRASI%20PERPUSTAKAAN%20PUSAT%20 Chowdhury, GG. 2004. Introduction to Digital Libraries. London : Facet Publiching. Development of Digital libraries : an Amirican Perspective. 2001. Edited by Deanna B.Marcum. London : Greenwood Press. Pendit, Putu Laxman. 2007. Perpustakaan Digital : perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. Pudjiono, 2006. Membangun Citra: Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia Menuju Perpustakaan Bertaraf Internasional. http://www.lib.ui.ac.id /files/Pudjiono.pdf Surachman, Arif. 2007. Membangun Koleksi Digital. http://www.arifs.staff.ugm. ac.id/mypaper/Dig_coll_Building.doc. Wahono, Romi Satria. 2006. Teknologi Informasi untuk Perpustakaan: Perpustakaan Digital dan Sistem Otomasi Perpustakaan.1http://72.4.235.104 /search?

q=cache:x6xx8yjPlwAJ:www.ilmukomputer.org/wpcontent/uploads/2006/09/romiotomasiperpustakaa

PENATAAN RUANG PERPUSTAKAAN

Leave a comment

Ruang perpustakaan merupakan sarana yang penting dalam penyelenggaraan perpustakaan karena dalam ruang ini segala aktivitas dan program perpustakaan dirancang dan diselenggarakan. Suatu perpustakaan bukan hanya menyediakan ruang kemudian mengisi dengan koleksi tetapi juga harus memperhatikan lokasi perpustakaan, aspek penataan ruang, penataan perabot dan perlengkapan, alur petugas dan penerangan. Bafadal (2004:47) mengemukakan penataan perpustakaan sekolah mempunyai manfaat yaitu 1. Dapat menciptakan suasana aman, nyaman, dan menyenangkan untuk belajar, baik bagi murid, guru dan pengunjung lainnya. 2. Mempermudah murid, guru dan pengunjung lainnya dalam mencari bahan-bahan pustaka yang diinginkan. 3. Petugas perpustakaan sekolah mudah memproses bahan-bahan pustaka, memberikan pelayanan, dan melakukan pengawasan. 4. Bahan-bahan pustaka aman dari segala sesuatu yang dapat merusaknya. 5. Memudahkan petugas perpustakaan sekolah dalam melakukan perawatan terhadap semua perlengkapan perpustakaan sekolah. Kosasih (2009:6) mengemukakan bahwa perpustakaan pada umumnya memiliki empat macam ruangan diantaranya 1. Ruang koleksi buku (rak-rak buku) 2. Ruang baca 3. Ruang pengolahan bahan pustaka dan ruang staf 4. Ruang sirkulasi

Merencanakan tata ruang harus didasari dengan hubungan antar ruang yang dipandang dari segi efisiensi, alur kerja, mutu layanan, keamanan dan pengawasan. Macam-macam sistem tata ruang perpustakaan yaitu 1.Tata sekat Tata sekat merupakan cara pengaturan ruangan yang menempatkan koleksi terpisah dari meja pengunjung dengan cara penempatan koleksi yang terpisah oleh sekat antara meja baca dan pengunjung. 2.Tata parak Dalam sistem ini pembaca dimungkinkan mengambil sendiri koleksi yang terletak di ruangan lain kemusian dibonkan pinjam untuk dibaca di ruangan yang disediakan. Sistem ini hampir sama dengan sistem tata sekat. Perbedaanya hanya terletak pada pemakai yang dapat mengakses dan mengambil koleksi ke rak koleksi 3.Tata baur Penempatan koleksi dicampur dengan meja bacaan agar pembaca lebih mudah mengambil dan mengembalikkan koleksi sendiri. (http://dinnikirana.blogspot.com/2012/02/sistem-tata-ruang-perpustakaan.html) Untuk memperlancar kegiatan pelayanan dan penyelesaian pekerjaan, dalam penataan ruangan perlu diperhatikan prinsip-prinsip tata ruang sebagai berikut: 1. Pelaksanaan tugas yang memerlukan konsentrasi hendaknya ditempatkan di ruang terpisah atau di tempat yang aman dari gangguan. 2. Bagian yang bersifat pelayanan umum hendaknya ditempatkan di lokasi yang strategis agar mudah dicapai. 3. Jarak satu meubelair dengan lainnya dibuat agak lebar agar orang yang lewat lebih leluasa. 4. Bagian-bagian yang mempunyai tugas sama, hampir sama, atau merupakan kelanjutan, hendaknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan. 5. Bagian yang menangani pekerjaan yang bersifat berantakan seperti pengolahan, penjilidan dan pengetikan, hendaknya ditempatkan yang tidak tampak oleh khalayak umum (pengguna perpustakaan). 6. Apabila memungkinkan, semua petugas dalam satu unit/ ruangan duduk menghadap ke arah yang sama dan pimpinan duduk di belakang. 7. Alur pekerjaan hendaknya bergerak maju dari satu meja ke meja lain dalam satu garis lurus.

8. Ukuran tinggi, rendah, panjang, lebar, luas, dan bentuk perabot hendaknya dapat diatur lebih leluasa.
9. Perlu ada lorong yang cukup lebar untuk jalan apabila sewaktu-waktu terjadi musibah/

kebakaran. (http://citraindonesiaku.blogspot.com/2012/03/modul-kuliah-perpustakaansekolah-bab-3.html) Agar menghasilkan penataan ruang perpustakaan yang optimal serta dapat menunjang kelancaran tugas perpustakaan sebagai lembaga pemberi jasa, sebaiknya pustakawan perlu memperhatikan aspek/hal-hal berikut ini: 1.Aspek fungsional Penataan ruang harus mendukung kinerja perpustakaan secara keseluruhan baik bagi petugas perpustakaan maupun bagi pemakai perpustakaan. Penataan yang fungsional dapat tercipta jika antar ruangan mempunyai hubungan yang fungsional dan bahan pustaka, peralatan dan pergerakan pemakai perpustakaan dapat mengalir dengan lancar. Antar ruang saling mendukung sehinggal betul-betul tercipta fungsi penataan ruangan secara optimal. 2. Aspek psikologis pengguna Tujuan penataan ruangan adalah agar pengguna perpustakaan merasa nyaman, leluasa bergerak di perpustakaan dan merasa tenang. Kondisi ini dapat diciptakan melalui penataan ruangan yang harmonis dan serasi, termasuk dalam hal penataan hal perabot perpustakaan. 3.Aspek estetika Keindahan penataan ruang perpustakaan salah satunya bisa melalui penataan perabot yang digunakan. Jika perpustakaan bersih dan penataannya serasi maka pemakai akan merasa ingin berlama-lama berada di perpustakaan. 4.Aspek keamanan bahan pustaka Keamanan bahan pustaka bisa dikelompokkan dalam 2 bagian. Pertama faktor keamanan bahan pustaka dari akibat kerusakan secara alamiah, dan kedua adalah faktor kerusakan/kehilangan bahan pustaka karena faktor manusia. Penataan ruang harus memperhatikan kedua faktor tersebut. Hindari masuknya sinar matahari secara langsung dengan intensitas cahaya yang tinggi, apalagi sampai mengenai koleksi bahan pustaka. Penataan ruang yang fungsional mampu menciptakan pengawasan terhadap keamanan koleksi perpustakaan secara tidak langsung dari kerusakan faktor manusia. Penataan ruang perpustakaan sekolah juga memperhatikan beberapa hal antara lain penataan meja dan kursi, penerangan, warna dan udara. Berikut akan dibahas komponen-komponen tersebut. Dalam perpustakaan sekolah, penataan meja dan kursi belajar yang baik dapat menimbulkan rasa nyaman, aman dan tenang bagi siswa. Penataan meja dan kursi ini diintegrasikan dengan tempat

atau rak-rak buku. Perpustakaan sekolah juga hendaknya melakukan penataan meja dan kursi belajar untuk berbagai kepentingan yaitu kepentingan belajar perseorangan, diskusi kelompok dan kepentingan belajar kelompok. Meja dan kursi untuk kepentingan belajar kelompok sebaiknya ditata dan ditempatkan di ruangruang tersendiri, yaitu ruang belajar kelompok. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan kegaduhan yang mengganggu orang lain yang sedang belajar secara perorangan. Ruang belajar kelompok bisa dipakai 3 15 orang. Jika tidak ada ruang untuk belajar kelompok, maka penempatan meja dan kursi untuk belajar kelompok ditempatkan agak jauh dari tempat belajar perorangan atau dapat dibatasi dengan rak-rak buku.(Bafadal, 2004:47) Perpustakaan sekolah juga membutuhkan penerangan agar pustakawan dan petugas perpustakaan dapat menjalankan tugasnya dengan baik, efisien dan tanpa mengalami kesalahan. Pengunjung perpustakaan juga memerlukan penerangan untuk membaca buku. Penerangan yang baik adalah penerangan yang tidak melelahkan mata, tidak mengurangi daya penglihatan dan tidak menyilaukan. Tata ruang perpustakaan yang baik tidak akan menimbulkan ruangan menjadi gelap atau terlalu terang. Penerangan yang dipakai untuk perpustakaan sekolah dapat menggunakan penerangan buatan manusia dan penerangan alami. 1.Penerangan buatan manusia Penerangan buatan manusia bisa berupa sinar lampu. Hal yang perlu diperhatikan adalah sinar lampu yang dipakai jangan bersifat langsung karena terlalu terang dan menimbulkan bayangan. Sebaiknya sinarnya bersifat tidak langsung, sinar tersebut diatur sedemikian rupa sehingga sinar lampu memancar ke arah langit-langit ruang perpustakaan sekolah dan oleh langit-langit dipantulkan kembali ke arah permukaan ruang perpustakaan sekolah. 2.Penerangan alami Penerangan alami berupa sinar matahari, sehingga meja, kursi dan rak buku harus diatur sedemikian rupa agar ruang perpustakaan memperoleh penerangan sinar matahari yang baik. (Bafadal, 2004:48) Penataan ruang perpustakaan juga harus memperhatikan warna dinding ruangan. Warna yang tepat akan mencegah kesilauan, sebab warna yang disoroti oleh sinar akan memantulkan kembali sinar tersebut sesuai dengan daya pantulnya. Oleh karena itu warna yang digunakan jangan terlalu terang atau gelap. Gunakan warna yang bersifat sejuk. Penataan ruang perpustakaan juga harus memperhatikan udara agar pustakawan, petugas perpustakaan dan pengunjung dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, tenang dan nyaman. Udara tidak boleh panas atau lembab. Udara yang panas akan membuat orang menjadi ngantuk dan cepat lelah sedangkan udara yang lembab akan menekan perkembangan kreativitas berpikir dan menimbulkan jamur yang dapat merusak buku. Cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal ini adalah menggunakan alat-alat modern seperti AC. Jika sekolah tidak mampu membelinya, maka cara yang dapat dilakukan adalah menata ruang perpustakaan sekolah sedemikian rupa sehingga lubang udara atau jendela tidak tertutup.

DAFTAR PUSTAKA Kosasih, Aa. 2009. Tata Ruang, Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan Sekolah, (Online), (http://library.um.ac.id/images/stories/pustakawan/karsasih/Tata%20Ruang,%20Perabot%20Dan %20Perlengkapan.pdf, diakses 16 Oktober 2012) Citra. 2012. Ruang dan Perlengkapan Perpustakaan Sekolah, (Online), (http://citraindonesiaku.blogspot.com/2012/03/modul-kuliah-perpustakaan-sekolah-bab-3.html, diakses 16 Oktober 2012) Kirana, Dinni. 2012. Sistem Tata Ruang Perpustakaan, (Online), (http://dinnikirana.blogspot.com/2012/02/sistem-tata-ruang-perpustakaan.html, diakses 16 Oktober 2012)

PERAN TATA RUANG DALAM PENGATURAN RUANG PERPUSTAKAAN LEMBAGA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN

PERAN TATA RUANG DALAM PENGATURAN RUANG PERPUSTAKAAN LEMBAGA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perpustakaan sesuai dengan fungsinya merupakan pusat informasi yang sangat berpengaruh bagi peningkatan kualitas pendidikan sumber daya manusia di lingkungan sekitar. Perpustakaan merupakan salah satu badan pemerintah yang mendukung tingkat pendidikan dan sebagai salah satu lembaga informasi yang di gunakan sebagai tempat menggali potensi diri melalui membaca dan sarana

rekreasi. Perpustakaan mengoptimalkan layanan pada empat hal yaitu, sarana kegiatan pembelajaran, sarana informasi, sarana penelitian, dan sarana rekreasi. Namun ke empat layanan itu tidak akan dapat berjalan dengan baik jika penataan ruangan tidak bersih, indah, aman, dan nyaman. Karena ruangan yang tidak nyaman akan membuat para pemustaka bisa bosan untuk dan enggan untuk berada di dalam ruang perpustakaan. Keadaan ruangan yang kotor juga bisa mengakibatkan rasa malas untuk masuk ruangan apalagi untuk membaca buku yang jelas jelas butuh akan ketenangan kenyamanan dan konsentrasi dari pemustaka. Untuk itu kegiatan penataan ruang perpustakaan sangatlah penting untuk di lakukan. Salah satu untuk membuat ruangan manjadi bersih, indah, tertata rapi, aman dan terasa nyaman. Selain itu dengan ruangan yang aman dan nyaman tentunya akan meningkatkan kwalitas layanan perpustakaan dan para pemustaka akan betah dan mau berkunjung lagi ke perpustakaan. Seperti halnya supermarket lebih aman, dan nyaman lebih banyak peminatnya dari pada pasar tradisional yang bau akan sayuran dan daging yang tidak di paket dengan indah. Walau harganya lebih mahal tetapi dengan polesan penataan yang bagus dan berkwalitas super market modern lebih diminati public. Untuk itu perpustakaan lembaga yang berisi orang orang cerdas, dan berpendidikan juga harus di lakukan penataan ruangan yang serius agar kwalitas layanannya semakin baik,. Dan di harapakan pula statistic penggunanya juga akan anik serta tingkat SDMnya pula. 1.2. Rumusan Masalah Makalah kami ini yang berjudul Peran Tata Ruang Dalam Pengaturan Ruang Perpustakaan Lembaga Untuk Meningkatkan Kualitas Layanan mempunyai beberapa rumusan masalah, antara lain: 1. 2. 3. Apa itu Tata ruang perpustakaan lembaga? Apa saja yang di butuhkan dalam Tata Ruang Perpustakaan? Bagaimana peran tata ruang dalam pengaturan ruang perpustakaan lembaga untuk meningkatkan kwalitas layanan?

1.3.

Tujuan Di dalam pembuatan makalah saya ini mempunyai beberapa tujuan, adapun

tujuan dari makalah saya yang berjudul Peran Tata Ruang Dalam Pengaturan Ruang Perpustakaan Lembaga Untuk Meningkatkan Kualitas Layanan adalah sebagai berikut: 1. Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Tata Ruang dan Sarana Perpustakaan. 2. 3. 4. Untuk mengetahui maksud dari tata ruang perpustakaan lembaga. Untuk mencari tahu hal yang di butuhkan dalam tataruang perpustakaan. Untuk mengetahui peran tata ruang dalam pengaturan ruang perpustakaan lembaga untuk meningkatkan kwalitas layanan.

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Perpustakaan Perpustakaan adalah merupakan hal yang penting untuk diadakan dan di perhatikan secara khusus karena melihat fungsi dan isinya. Namun untuk memperkuat teori tentang perpustakaan ada bebrapa pakar yang mendefinisikan perpustakaan. Salah satunya menurut sulistyo basuki yang mendefinisikan bahwa, Perpustakaan adalah sebuah ruangan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu yang digunakan pembaca bukan untuk dijual ( Sulistyo, Basuki ; 1991 ). Sedangkan menurut UU RI No. 43 Th. 2007 Tentang perpustakaan pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa

Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. ( pasal 1 ayat 1 UU RI No. 43 Th. 2007 Tentang perpustakaan ) Namun lain lagi untuk perpustakaan khusus seperti perpustakaan lembaga, karena dalam UU RI No. 43 Th. 2007 Tentang perpustakaan pasal 1 ayat 7 juga telah di jelas kan bahwa, Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan, keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain. ( pasal 1 ayat 7 UU RI No. 43 Th. 2007 Tentang perpustakaan ) Dari segitu banyak teori akan perpustakaan maka penulis dapat menyimpulkan bahwa perpustakaan lembaga adalah sebuah institusi / organisasi perpustakaan yang memberikan pelayanan dan bertugas untuk melayani pemustaka di kalangan lembaga serta yang bertanggung jawab atas kegiatannya adalah pimpinan lembaga. 2.2. Tata Ruang Banyak pakar juga mengatikan tata ruang yang memang terdiri dari dua suku kata namun penulis hanya sekilas untuk melihat definisi ini, kare memang sudang jelas dalam UU kita yang menjelaskan bahwa, Tata berarti pengaturan, penyusunan. Sedangkan Ruang adalah suatu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup.(UU No. 24 Th.1992). Jadi menurut kesimpulan penulis, tata ruang adalah segala sesuatu yang berada dalam ruangan yang di bua dan, diatur sebagai wadah dalam suatu kegiatan dalam melakukan kegiatan. 2.3 Layanan & kualitas

Seperti ilmu lain banyak ahli yang mendefinisikan arti layanan. Namun penulis merujuk pada pengertian menurut A.B. Susanto & Himawan Wijanarko yang mendefinisikan bahwa, Layanan merupakan pengantar bagi aliran nilai tambah yang akan disampaikan kepada pelanggan, sampai nilai tambah itu dapat memenuhi kebutuhan atau harapan konsumen. (A.B. Susanto & Himawan Wijanarko) Sedangkan menurut Eko Suhartanto tentang layanan telah di jelaskan bahwa, Layanan merupakan visualisasi dan perwujudan dari peluang yang memungkinkan apa yang kita rasakan sebagai peluang bisa turut dinimati orang lain. (Eko Suhartanto). Begitu juga dengan kwalitas, yang telah di definikan menjadisesuatu hal yang lebih luas yaitu,, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas. (Davis dalam Yamit; 2004 : 8 ). Sedangkan menurut Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 2005:10) menjelaskan bahwa kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

BAB III PEMBAHASAN

3.1.

Pengertian Tata berarti pengaturan, penyusunan. Sedangkan Gedung atau ruangan

perpustakaan adalah bangunan yang sepenuhnya diperuntukkan bagi seluruh aktivitas sebuah perpustakaan. Disebut gedung apabila merupakan bangunan besar dan permanent, terpisah dari gedung lain sedangkan apabila hanya menempati sebagian dari sebuah gedung atau hanya sebuah bangunan (penggunan ruang kelas), relatif kecil disebut ruangan perpustakaan. Segala sesuatu yang berada dalam ruangan yang di buat dan, diatur sebagai wadah dalam suatu kegiatan dalam melakukan kegiatan adalah arti dari tata ruang. Sedangkan Tataruang Perpustakaan Lembaga adalah usaha untuk mengatur atau menyusun ruangan perpustakaan lembaga dengan sedemikian rupa sehingga dapat tercipta suasana yang indah, rapi, bersih, aman dan nyaman bagi para petugas dan pemakai perpustakaan. Sedangkan kualitas layanan dilihat dari peran tata ruang perpustakaan lembaga adalah tingkat kondisi ruangan perpustakaan untuk mendukung kegiatan jasa perpustakaan lembaga untuk memenuhi atau melebihi yang di harapkan publik. 3.2. Hal Yang Di Butuhkan Dalam Kegiatan Tata Ruang Perpustakaan

Lembaga Dalam melakukan tata ruang perpustakaan banyak hal yang di butuhkan, agar dalam melakukan tata ruang dapat tertata dengan baik dan sempurna. Sebelum melakukan tata ruang perpustakaan perlu kita ketahui bersama bahwa penataan ruangan adalah hal yang mutlak perlu di lakukan oleh pustakawan agar ruang kerja dan ruang layanan perpustakaan dapat tercipta suasana yang rapi, bersih, indah dan nyaman, serta dapat meningkatkan kwalitas dari jasa layanan yang kita sediakan. Sehingga dengan kenyamanan datang lagi ke perpustakaan. Adapun hal hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tata ruang perpustakaan adalah seperti di bawah ini: a. Letak Ruangan dari ruangan perpustakaan dapat memberi efek kepada para pemakai perpustakaan agar merasa betah dan mau

Sebelum melakukan panataan ruangan dengan tentu di perhatikan dahulu letak ruang perpustakaa lembaga. Karena letak ruangan perpustakaan harus stratis dan mudah di jangkau oleh para pegawi lembaga. Apalagi perpustakaan lembaga melayani orang orang penting yang punya banyak kesibukan. Untuk itu letak ruangan harus pada jalur lalulintas kegiatan lembaga yang strategis, bukan terletak di belakang samping gudang/toilet. Berikut rancangan letak ruangan Perpustakaan yang strategis untuk di dirikannya ruang perpustakaan lembaga:

b.

Bentuk Ruang Sebelum menata ruangan perlu di ketahui bahwa bentuk ruang yang paling efektif adalah ruangan yang berbentuk bujur sangkar. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena ruang berbentuk bujur sangkar, merupakan ruang yang paling mudah dan fleksibel dalam pengaturan perabot apalagi bila rak buku yang dimiliki banyak dan lalu lintas pengunjung yang ramai. Selain itu bentuk ini juga paling mudah dan baik untuk pengaturan penerangan, karena bentuknya yang tidak tertutup tembok. Untuk itu ruang perpustakaan pada lembaga yang saya rancang ini juga berbentuk bujur sangkar. Dan bisa di lihat pada gambar letak ruangan dan bentuk ruangan dari masing masing ruangan yang ada di lembaga.

c.

Tata Ruang Merencanakan tata ruang harus di dasari dengan hubungan antar ruang yang dipandang dari segi efisiensi, alur kerja, mutu layanan, keamanan dan pengawasan. Penempatan perabotan perpustakaan diletakkan sesuai dengan fungsi dan berdasarkan pembagian ruang diperpustakaan sebagai contoh :

lobi lemari penitipan barang, papan pengumuman dan pameran, kursi tamu, meja dan kursi petugas

ruang peminjaman meja dan kursi sirkulasi, kereta buku, lemari arsip, laci-laci kartu pengguna, jika sudah otomosi maka computer , bacode reader dan kursi petugas.

ruang koleksi buku rak buku baik dari satu sisi atau dua sisi, kereta buku, tangga beroda

ruang baca meja kursi baca kelompok, perorangan ( studi karel) dan meja kamus ruang administrasi meja kursi petugas, lemari arsip, mesin ketik, komputer, telpon, kereta buku, lemari buku dsb. Pada perpustakaan lembaga kali ini saya sebagai penulis akan membuat tata ruang perpustakaan lembaga agar kualitas layanan dapat meningkat. Adapun denah tataruang yang sekiranya dapat meningkatkan layanan perpustakan dapat di lihat pada gambar di bawah ini:

d.

Penerangan, Ventilasi, Perabot Serta Pengamanan Untuk penerangan pada ruang perpustakaan lembaga ini butuh sekitar 6 lampu, dan tidak menggunakan ventilasi untuk penyejuk ruangan tetapi menggunakan AC, selain itu perabot juga di adakan dengan perabotan yang nyaman dan berkulitas agar kualitas pelayanan juga akan lebih bagus. Namun untuk standar perpustakaan biasa bisa menggunakan hal sebagai berikut:

a)

penerangan

Penerangan harus diatur sehingga tidak terjadi penurunan gairah membaca atau membuat silau. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghindari sinar matahari langsungserta memilih jenis yang dapat memberikan sifat dan taraf penerangan yang tepat dengan kebutuhan, misalnya : b) lampu pijar : memberikan cahaya setempat lampu TL/PL/Fluorescent : memberikan cahaya yang merata lampu sorot ; memberi cahaya yang terfokus pada obyek tertentu Ventilasi Ventilasi dalam perpustakaan harus diperhatikan karena selain untuk

kenyamanan petugas dan pengguna ventilasi juga diperlukan untuk bahan pustaka. Ada 2 macam sistem ventilasi : o o c) Ventilasi pasif . Ventilasi aktif Perabot Perabot disini adalah kursi dan meja baca pemustaka. Karena perpustakaan lembaga berisi SDM yang kelas menengah keatas, dan sudah biasa di manjakan dengan fasilitas rumah mereka, perpustakaanya juga harus di sesuaikan dengan tipe SDM yang ada. Untuk meja baca sebaiknya gunakan meja baca yang simple namun santai dan tidak terlalu formal sepaerti perpustakaan pada umumnya. Sedangkan untuk kursi pemustaka carilah kursi kerja berputar yang berroda, agar pemakai di manjakan dengan kenyamanannya, sehingga para pemustaka akan sangat nyaman dan merasa santai saat membaca di perpustakaan. d) Pengamanan Untuk menjaga keamanan perpustakaan perlu antisipasi bila terjadi sesuatu seperti kebakaran, bencana alam, hama dll. Kebakaran Penempatan jalam darurat kearah luar pada tempat-tempat strategis yang mudah dicapai Pemilihan bahan bangunan yang tidak mudah terbakar

Penyediakan alat-alat pemadam kebakaran Alat pendeteksi kebakaran ( alarm sistem) Gempa bumi, angin topan, air hujan, banjir dan petir Perencanaan ketinggian permukaan lantai dasar lebih tinggi dari pada tanah disekitar bangunan Sistem drainasi pembuangan air hujan jangan menimbulkan genangan pada halaman perpustakaan Perencanaan bangunan tahan gempa Memasang system penangkal petir terutama pada bangunan bertingkat Hama Pemilihan bangunan yang tahan hama Mengurangi celah-celah kecil pada bangunan yang dapat dijadikan rumah tikus Memberikan suntikan anti rayap disekeliling bangunan Pencurian bahan pustaka Sistem perencanaan satu pintu keluar masuk Peletakan lubang/jendela untuk ventilasi dilakukan pada tempat yang sullit dijangkau e. Penggunaan Rambu-Rambu Rambu-rambu dalam perpustakaan selain untuk memperindah ruangan juga membantu pengguna menemukan dan memanfaatkan koleksi dan fasilitas perpustakaan secara maksimal. Rambu-rambu dibuat dalam bentuk tulisan, simbol ataupun gambar. Contoh rambu di dalam perpustakaan seperti simbol atau tulisan meja informasi, Penitipan Barang , Harap Tenang atau Dilarang merokok. Dalam mendesain rambu di perpustakaan perlu memperhatikan huruf, hendaknya huruf yang sederhana mudah dibaca dari jauh dengan ukuran yang proposional. Kata-kata yang digunakan juga harus yang singkat lugas, informasi secukupnya dan konsisten. Di dalam penempatan ramburambu perpustakaan biasanya menggunakan metode digantung diplafon diatara rak, ditempel didinding atau perabot, ditempatkan berdiri diatas lantai atau perabot perpustakaan. Untuk lebih meningkatkan layanan kenyamanan dan keindahan perpustakaaan lembaga alangkah baiknya rambu rambu ini di buatkan dengan ukuran dan kaligrafi dan di bingkai dengan indah sehingga akan menambah kecantikan pandangan dan membuat nyaman jika di baca. 3.3. Peran Tata Ruang Dalam Pengaturan Ruang Perpustakaan Lembaga

Untuk Meningkatkan Kwalitas Layanan

Setelah kita lihat hal yang perlu di perhatika dan ruang lingkup dari tata ruang perpustakaan, khususnya untuk perpustakaan lembaga maka dapat kami simpulkan bahwaq peran tata ruang perpustakaan untuk meningkatkan jasa layanan perpustakaan sangatlah berperan. Coba anda bayangkan jika rumah anda indah bersih dan tertata rapi bagi man pendapat saudara?? Tentu akan betah dan nyaman tinggal di rumah. Begitu pula dengan perpustakaan apabila tata ruangannya indah maka pemakai akan menikmati layanan ruangan yang nyaman indah dan membuat betah untuk berlama lama berada di perpustakaan. Dari situ juga terlihat bahwa layana perpustakaan yang paling utama di nikmati adalah jasa penataan ruangan dan suasana ruangan. Karena pemakai sebelum menikmati layanan iniformasi dan yang lainnya pertama yang di suguhkan adalah letak ruangannya. Dari pintu masuk, layanan, sampai keluar pemakai akan selalu menikmati jasa tata ruang. Maka dari itu dapat di rincikan peran tata ruang dalam meningkatkan jasa layanan perpustakaan lembaga khususnya pengaturan ruangannya adalah sebagai berikut: 1. Memberi kesan nyaman saat masuk dan akan menggunakan layanan lain di perpustakaan saat memasuki perpustakaan. 2. Pemustaka akan merasa betah dengan keindahan dan kerapian penataan ruangan, sehingga memudahkan pemustaka dalam mencari bahan pustaka yang akan di manfaaatkan pada rak buku. 3. Mendukung kemudahan dalam pencarian bahan pustaka dena penataan rak yang tapat dan sistematik. 4. Mempermudah pemustaka menggunakan layanan OPAC karena penataanya berada di paling depan. 5. Dengan penataan penerangan yang baik akan meningkatkan layanan membaca di tempat karena terangnya ruangan. 6. Dengan penataan AC / penyejuk lainnya dapat menyihir pemustaka untuk tetap diam dan membaca di perpustakaan.

7.

Peran yang paling utama dati penataan ruangan adalah membuat semua layanan yang ada/ di sediankan di perpustakaan ikut meningkat karena kualitas penataan ruangan yang baik akan membawa manfaat yang baik pula untuk kegiatan lainnya. Seperti : meningkatkan kenyaman pengunjung dan menarik minat pengunjung datang, meningkatkan kinerja para pegawainya sehingga akan meningkatkan output layana perpustakaan.

BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Tata ruang adalah Segala sesuatu yang berada dalam ruangan yang di buat dan, diatur sebagai wadah dalam suatu kegiatan dalam melakukan kegiatan. Sedangkan Tataruang Perpustakaan Lembaga adalah usaha untuk mengatur atau menyusun ruangan perpustakaan lembaga dengan sedemikian rupa sehingga dapat tercipta suasana yang indah, rapi, bersih, aman dan nyaman bagi para petugas dan pemakai perpustakaan. Jadi kualitas layanan dilihat dari peran tata ruang perpustakaan lembaga adalah tingkat kondisi ruangan perpustakaan untuk mendukung kegiatan jasa perpustakaan lembaga untuk memenuhi atau melebihi yang di harapkan publik. Adapun hal hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tata ruang perpustakaan adalah: 1. Letak Ruangan,; 2. Bentuk Ruang,; 3. Tata Ruang,; 4. Penerangan, Ventilasi, Perabot Serta Pengamanan,; 5. Penggunaan Rambu-Rambu. Dengan adanya penataan semua hal ini maka akan meningkatkan kualitas dari layana perpustakaan. Karana ruang adalah unsure utama dari terbentuknya sebuah perpustakaan. Tanpa danya ruangan maka perpustakaan tidak akan dapat terwujud. Begitu juga peran tata ruanga denga pengaturan ruangannya dalam

neningkatkan kualitas layana perpustakaan lembaga sangat berperan karena denga

penataan yang baik dapat membuat semua layanan yang ada/ di sediankan di perpustakaan ikut meningkat karena kualitas penataan ruangan yang baik akan membawa manfaat yang baik pula untuk kegiatan lainnya. Seperti : meningkatkan kenyaman pengunjung dan menarik minat pengunjung datang, meningkatkan kinerja para pegawainya sehingga akan meningkatkan output layana perpustakaan. 2. Saran Untuk itu para pustakawan khususnya yang bekerja di perpustakaan lembaga sebaiknya perhatika pula tata ruangnya, karena tata ruang yang baik juga akan memberikan efek pada yang baik pada kuaitas layana perpustakaan. Jangan menyepelekan tata ruang karena sega susuatunya apabila tidak di tata maka tidak akan berjalan sesuai denga harapan. Apapun itu.

DAFTAR PUSTAKA Diklat Pengelola Perpustakaan MTs. Depag Prov. Jatim Surabaya, 1-10 November 2006 & telah diterbitkan pada Mimbar Pustaka Jatim No 01/Th.I/Januari-Maret 2007. Edited by Alif. http://www.scribd.com/doc/28334922/Maria-Montessori Perpustakaan dan masyarakat. Sutarno NS. Ed. Rev. .-- Jakarta: Sagung seto, 2006. Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Undang undang republic Indonesia nomor 23 tahun 2007. - - tentang Perpustakaan

You might also like