You are on page 1of 49

OPTIMASI PEREAKSI AMONIUM MOLIBDAT PADA PENETAPAN

KADAR FOSFOR SECARA SPEKTROFOTOMETER SINAR TAMPAK


DENGAN METODA RESPON PERMUKAAN

SKRIPSI

OLEH :

FERI HADIYANTO

020814005

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Feri Hadiyanto : Optimasi Pereaksi Amonium Molibdat Pada Penetapan Kadar Fosfor Secara Spektrofotometer
Sinar Tampak Dengan Metoda Respon Permukaan, 2009
USU Repository © 2008
ABSTRAK

Telah dilakukan pengukuran serapan fosfor dengan spektrofotometer sinar

tampak menggunakan larutan campuran 15 ml amonium molibdat, 50 ml asam

sulfat, 30 ml asam askorbat, dan 5 ml kalium antimonil tartrat yang membentuk

larutan berwarna biru yang dapat diukur pada panjang gelombang maksimum 700

nm.

Optimasi pengukuran serapan dilakukan dengan mengubah komposisi

larutan campuran tersebut. Metode optimasi yang dipilih adalah metode respon

permukaan.

Proses optimasi bisa mempengaruhi stabilitas larutan campuran. Hal ini

disebabkan peningkatan pH setelah proses optimasi. Penelitian untuk memilih

komposisi larutan campuran yang sensitif dan stabil telah dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan larutan campuran yang mengandung 21,86

ml (22,83%) amonium molibdat, 26,74 ml (27,92%) asam sulfat, 30 ml (31,33%)

asam askorbat, dan 17,16 ml (17,92%) kalium antimonil tartrat dapat stabil selama

satu jam. Dengan larutan standar KH2PO4, larutan campuran tersebut memiliki

sensitivitas (slope) sebesar 0,3605 dan limit deteksi 1 ppm.

2
ABSTRACT

The absorbance measurement of phosphorus was carried out with visible

spectrophotometer by using a mixed solution of 15 ml ammonium molybdate, 50

ml sulfuric acid, 30 ml ascorbic acid, and 5 ml potassium antimony tartar which

formed a blue color solution which could be measured at a maximum wavelength

of 700 nm.

The absorbance measurement optimization was carried out by changing

the mixed solution composition. The variable-size simplex method was chosen for

optimization.

The optimization processes were able to influence the mixed solution

stability. This owing to a rise in pH after optimization processes. A research for

choosing a sensitive and a stable mixed solution composition had been done.

The research result showed that a mixed solution which contained 21,86

ml (22,83%) ammonium molybdate, 26,74 ml (27,92%) sulfuric acid, 30 ml

(31,33%) ascorbic acid, and 17,16 ml (17,92%) potassium antimony tartar could

stabilize for one hour. With a KH2PO4 standard solution, the mixed solution had a

sensitivity (slope) of 0,3605 and a detection limit of 1 ppm.

3
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...………………………………………………………………………... 1

ABSTRAK ...…………………………………………………………………..... 2

ABSTRACT……………………………………………………………………... 3

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. 4

DAFTAR TABEL…………………………………………………..…………… 7

DAFTAR GAMBAR………………………………………………….……........ 8

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..…... 9

BAB I PENDAHULUAN ..………………………………………………..... 10

1.1. Latar Belakang .......………………………………………………. 10

1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………… 12

1.3. Hipotesis ………………………………………………………..... 12

1.4. Tujuan Penelitian ...………………………………………………. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... 14

2.1. Respon Permukaan ………………………………………………. 14

2.1.1. Eksperimen Skrining …...………………………………... 15

2.1.2. Rancangan Pusat Komposit …………………………….. 17

2.1.3. Pengujian Model ………………………………………… 19

2.2. Fosfor ……………………………………………………………… 20

2.3. Spektrofotometri ………………………………………………...… 21

4
2.4. Spektrofotometri Sinar Tampak …………………………………… 21

2.5. Sensitivitas dan Limit Deteksi …………………………………….. 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 23

3.1. Tempat Kerja ………………………………………….…………... 23

3.2. Alat-Alat………………………………………………………...… 23

3.3. Bahan-Bahan …………...……………………………………….... 23

3.4. Pembuatan Pereaksi ...…………………………………………...... 23

3.4.1. Larutan standar fosfor 100 ppm………………………….… 23

3.4.2. Larutan amonium molibdat 4% (b/v)…………………...….. 23

3.4.3. Larutan asam sulfat 5 N………………………………….… 23

3.4.4. Larutan asam askorbat (b/v) ………………………………... 24

3.4.5. Larutan kalium antimonil tartrat (b/v) ………………….….. 24

3.4.6. Larutan campuran ..……………………………………….... 24

3.5. Prosedur Penelitian ………………………………………………... 24

3.5.1.Pengukuran Serapan Beberapa Komposisi Larutan

Campuran Untuk Pembakuan Satu Faktor ............................. 24

3.5.2.Penentuan Proses Optimasi Masing-Masing

Pereaksi dengan Larutan Standar Fosfor dengan

Proses Tiga Faktor ................................................................... 25

3.5.3.Penentuan Stabilitas Larutan Campuran

Terhadap Waktu dengan Percobaan Blanko …………….….. 26

3.5.4. Penentuan Waktu Kerja…………………………………….. 26

3.5.6. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ..……………… 27

5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 28

4.1. Pengukuran Serapan Beberapa Komposisi Larutan

Campuran Untuk Pembakuan Satu Faktor …………………........... 28

4.2. Penentuan Proses Optimasi Masing-Masing Pereaksi

dengan Larutan Standar Fosfor dengan Proses Tiga Faktor ............. 29

4.2.1. Hasil Titik Optimum dari Masing Masing Faktor ................... 33

4.3.Penentuan Stabilitas Serapan Larutan Campuran

dengan Percobaan Blangko ............................................................... 35

4.4. Penentuan Waktu Kerja .................................................................... 36

4.5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ..................................... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….... 38

5.1. Kesimpulan ………………..….……………………………..…... 38

5.2. Saran……………………………..………………………………. 38

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..... 39

6
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ukuran Sampel untuk Fraksional Faktorial Standar ........................................16

2. Nama Variable dan Level untuk Eksperiment Awal …………………….…. 16

3. Lembar Kerja untuk 16 Perlakuan eksperimen skrining …..……….............. 16

4. Model Lima Level Center Composite Design Tiga Faktor ………............... 18

5. Lembar Kerja Model Lima Level Center Composite Design Tiga Faktor ......18

6. Skrining Komposisi Larutan Campuran pada Percobaan Awal

dengan Larutan Standar Fosfor ………………………………………............24

7. Optimasi Komposisi Larutan Campuran dengan Larutan Standar Fosfor ..... 25

8. Rentang Volume Pereaksi untuk Proses Skrining ……………………........... 28

9. Skrining Komposisi Larutan Campuran pada Percobaan Awal

dengan Larutan Standar Fosfor 6 ppm ……………………………………… 29

10. Rentang Volume Pereaksi untuk Proses Optimasi ........................................ 30

11. Rentang Volume Pereaksi untuk Proses Optimasi menurut Kodingnya ........ 30

12. Hasil Optimasi Komposisi Larutan Campuran dengan Larutan

Standar Fosfor 1 ppm …………………………………………………….… 30

13. Hasil Serapan Larutan Campuran Pada Titik Optimal Selama 60 Menit ...... 36

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kontur plot serapan dari interaksi antara amonium dengan sulfat ................. 32

2. Kontur plot serapan dari interaksi antara kalium dengan amonium ................ 32

3. Kontur plot serapan dari interaksi antara kalium dengan sulfat ...................... 33

4. Kurva optimasi amonium vs sulfat menggunakan minitab v14.7 ................... 34

5. Kurva optimasi kalium vs amonium menggunakan minitab v14.7 ................. 34

6. Kurva optimasi sulfat vs kalium menggunakan minitab v14.7 ....................... 35

7. Kurva Waktu Kerja Larutan Standar Fosfor 1 ppm pada

Panjang Gelombang 700 nm .......................................................................... 36

8. Kurva Serapan Larutan Standar Fosfor 1 ppm. .............................................. 37

8
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan percobaan awal (skrining) ……………………………………... 41

2. Perhitungan untuk mendapatkan nilai titik optimum

dari masing-masing faktor …………………………………………..…….… 42

3. Data Penentuan Waktu Kerja …………...…………………………………… 46

4. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ………………………..…. 49

9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fosfor adalah unsur kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom

15. Fosfor merupakan unsur penting dalam makhluk hidup. Kegunaan fosfor yang

terpenting adalah dalam pembuatan pupuk, dan secara luas digunakan dalam

bahan peledak, korek api, kembang api, pestisida, odol, dan deterjen

(http://id.wikipedia.org).

Pemeriksaan kuantitatif untuk fosfor dilakukan secara spektrofotometri

sinar tampak dengan menggunakan larutan campuran 15 ml amonium molibdat,

50 ml asam sulfat 5 N, 30 ml asam askorbat, dan 5 ml kalium antimonil tartrat

yang membentuk larutan berwarna biru dan dapat diukur pada panjang gelombang

maksimum 700 nm (Walinga, 1989).

Dalam medium asam, ortofosfat membentuk kompleks berwarna kuning

dengan ion molibdat. Dengan adanya asam askorbat dan antimon, kompleks

fosfomolibdat berwarna biru terbentuk. Warna biru dapat bervariasi tergantung

dari kondisi redoks medium dan pH. Antimon ditambahkan untuk melengkapi

reduksi kompleks fosfomolibdenum kuning menjadi kompleks fosfomolibdenum

biru. Lebih jauh lagi, antimon meningkatkan intensitas warna biru dan

menyebabkan pengukuran serapan yang lebih sensitif (Walinga, 1995).

Sensitivitas merupakan slope dari kurva kalibrasi yang linear (Miller & Miller,

1988).

10
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sensitivitas pengukuran

serapan dapat tercapai dengan menambah kalium antimonil tartrat dalam

komposisi larutan campuran. Selain itu, mengubah pH larutan campuran dengan

mengubah komposisi asam sulfat juga dapat mengoptimasi serapan.

Perubahan pH setelah proses optimasi diduga dapat mengganggu stabilitas

larutan campuran. Bagaimanapun juga, reagensia amonium molibdat yang

ditambahkan pada larutan fosfat harus bersifat asam kuat (Vogel, 1985). Peneliti

akan menguji stabilitas beberapa komposisi larutan campuran terhadap waktu.

Untuk mendapatkan hasil optimasi yang benar, maka diperlukan suatu

metode yang dapat mengoptimasi semua faktor. Dalam hal ini peneliti

menggunakan metoda respon permukaan. Metode ini menggabungkan teknik

matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat dan

menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau

faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery, 2001).

Metode respon permukaan meliputi beberapa faktor eksperimen untuk

mempersempit dan mengoptimalkan variabel faktor X yang akan digunakan

terhadap respon Y. Dengan menggunakan software minitab v14.7 nilai dari

masing-masing faktor X terhadap respon Y dapat ditunjukkan telah menghasilkan

optimasi (maksimal) dengan bentuk kurva tiga dimensi yg memuncak

(www.chemistry-math.org).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengoptimasi stabilitas

larutan campuran dan sensitivitasnya pada penetapan kadar fosfor secara

spektrofotometri sinar tampak dengan metode respon permukaan.

11
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pada penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapa komposisi masing-masing pereaksi pada larutan campuran yang

stabil dan menghasilkan pengukuran serapan yang sensitif pada penetapan

kadar fosfor secara spektrofotometri sinar tampak.

2. komposisi masing-masing pereaksi pada larutan campuran yang stabil dan

menghasilkan pengukuran serapan yang sensitif pada penetapan kadar

fosfor secara spektrofotometri sinar tampak menunjukkan optimasi dengan

bentuk kurva yang memuncak (maksimum).

1.3. Hipotesis

Diduga bahwa:

1. Komposisi larutan campuran mempengaruhi stabilitasnya dan sensitivitas

pengukuran serapan pada penetapan kadar fosfor secara spektrofotometri

sinar tampak.

2. komposisi masing-masing pereaksi pada larutan campuran yang stabil dan

menghasilkan pengukuran serapan yang sensitif pada penetapan kadar

fosfor secara spektrofotometri sinar tampak menunjukkan optimasi dengan

bentuk kurva yang memuncak.

12
1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui berapa komposisi masing-masing pereaksi pada larutan

campuran yang stabil dan menghasilkan pengukuran serapan yang sensitif

pada penetapan kadar fosfor secara spektrofotometri sinar tampak.

2. Mengetahui bagaimana bentuk kurva optimasi yang terbentuk.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respon Permukaan

Response Surface Methodology (RSM) merupakan kumpulan teknik

matematik dan statistik yang digunakan untuk modeling dan analisis

permasalahan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan

memperoleh optimasi respon (Montgomery, 2001). RSM merupakan teknik

statistik digunakan untuk penelitian yang mempunyai proses komplek dan

dipergunakan secara luas dalam penelitian teknologi pangan. Kecocokan model

orde dua Central Composite Design (CCD) banyak digunakan. Secara umum,

CCD mempunyai faktorial 2k dengan banyak data (nf), sumbu (2k), dan pusat (nc).

CCD sangat efisien untuk kecocokan model orde dua. Dua parameter dalam

spesifik design adalah jarak sumbu α yang dijalankan dari pusat design dan

jumlah titik pusat nc (Montgomery, 2001).

Respon permukaan menjelajah hubungan antara beberapa variabel bebas

dengan suatu respon. Metode ini menggunakan satu set percobaan yang secara

umum dirancang untuk mendapatkan respon yang optimal dari sekian banyak

variable bebas. Untuk memperkirakan langkah pertama yg jumlah variabelnya

banyak adalah menggunakan desain eksperimen yang dapat mengurangi jumlah

variabel bebas yang hampir tidak memiliki efek terhadap suatu respon, umumnya

dilakukan dengan eksperimen skrining (model dua level), kemudian dilanjutkan

dengan rancangan eksperimen yang lebih kompleks, seperti memperkirakan

14
variabel bebas yang terbaik dengan rancangan pusat komposit (model lima level).

Respon permukaan dapat digunakan untuk mengoptimalkan, meminimalkan atau

mencapai target tertentu untuk suatu respon (http//www.wikipedia.org).

Eksperimen dengan menggunakan metode respon permukaan

mempunyai tujuan (Petersen,1985) yaitu :

1. Mencari fungsi respon sebagai model yang menunjukkan hubungan antara

variabel-variabel bebas dan variabel-variabel respon.

2. Menentukan nilai stasioner yaitu nilai variabel bebas yang menghasilkan respon

optimal. Langkah-langkah metode respon permukaan adalah sebagai berikut :

- Menentukan tujuan penelitian.

- Menentukan variabel respon yang akan diukur, variabel bebas yang berpengaruh

terhadap respon dan menentukan range variabel bebas agar didapatkan hasil yang

layak.

- Membuat rancangan orde pertama (Screening Design).

- Membuat model orde pertama dan menguji model untuk dapat melanjutkan

ke percobaan orde kedua.

- Membuat rancangan percobaan orde kedua (Central Composite Design).


- Membuat model orde kedua dan menguji apakah model sesuai dengan model

yang diduga.

- Menentukan kondisi optimum dari model orde kedua yang sesuai.

2.1.1. Eksperimen Skrining (Screening Experiment)

Ekperimen skrining mengidentifikasi faktor-faktor yang memiliki efek

penting dan faktor-faktor yang tidak memiliki efek penting. Tujuan dari

eksperimen skrining adalah untuk mempersempit jumlah variabel.

15
Ekperimen ini meliputi rancangan faktorial, ukuran sampel untuk

faktorial standar adalah seperti pada table berikut ini :

Table 1. Ukuran Sampel untuk Fraksional Faktorial Standar.


Jumlah faktor Jumlah perlakuan
3 8
4 16
5 16
6 32
7 64+
8 64+
9 128+
10 128+
11 128+

Faktor-faktor yang meliputi eksperimen skrining dan pengaturannya

ditunjukkan pada table 2, sebagai contoh dengan menggunakan 4 (empat) jumlah

faktor.

Table 2. Nama Variable dan Level untuk Eksperiment Awal.


Nama faktor Level kecil Level besar
A -1 +1
B -1 +1
C -1 +1
D -1 +1

Desain eksperimen yang digunakan untuk eksperimen skrining ditunjukkan pada

table 3 dengan 16 perlakuan dari 4 jumlah faktor. Dikenal sebagai desain faktorial

(Haaland, 1989).

Table 3. Lembar Kerja untuk 16 Perlakuan eksperimen skrining.


Perlakuan ke A B C D
1 -1 -1 -1 -1
2 -1 -1 -1 +1
3 -1 -1 +1 -1
4 -1 -1 +1 +1
5 -1 +1 -1 -1

16
6 -1 +1 -1 +1
7 -1 +1 +1 -1
8 -1 +1 +1 +1
9 +1 -1 -1 -1
10 +1 -1 -1 +1
11 +1 -1 +1 -1
12 +1 -1 +1 +1
13 +1 +1 -1 -1
14 +1 +1 -1 +1
15 +1 +1 +1 -1
16 +1 +1 +1 +1

2.1.2. Rancangan Pusat Komposit (Central Composite Design)

Central Composite Design (CCD) harus memiliki paling sedikit tiga level

untuk setiap faktor, karena apabila level faktor lebih kecil dari tiga level maka

koefisien kuadratik tidak dapat diduga (Peterson,1985). CCD terdiri dari

rancangan faktorial 2k ditambah pengamatan pada titik pusat (center point) dan

titik aksial (axial points) (Khuri and Cornell,1996). Dinyatakan dalam persamaan

berikut:

k k
= β0 + ∑ β iXi + ∑ β ii X
i =1 i =1
2
i + ∑∑ β ijXiXj
i< j

Jika k = 3, maka persamaan diatas menjadi :

Ŷ = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X3 + β11X12 + β22X22 + β33X32 + β12X1 X2 + β13X1

X3 + β23X2 X3

- Ŷ adalah respon

- β0, βi, βii, βij adalah koefesien dari variabel bebas.

- X adalah variabel bebas tanpa kode.

17
Pada tabel 4 berikut ini adalah pemodelan lima level untuk central

composite 3 (tiga) faktor, dan pada tabel 5 berikut adalah lembar kerja model lima

level center composite design 3 (tiga) faktor (Haland, 1989).

Tabel 4. Model Lima Level Center Composite Design Tiga Faktor.


Level
Nama Faktor
-α low center high +α
A -1,68 -1 0 +1 +1,68
B -1,68 -1 0 +1 +1,68
C -1,68 -1 0 +1 +1,68

Tabel 5. Lembar Kerja Model Lima Level Center Composite Design Tiga Faktor.
Perlakuan A B C
ke
1 -1 -1 -1
2 -1 -1 -1
3 -1 +1 -1
4 -1 +1 -1
5 +1 -1 +1
6 +1 -1 +1
7 +1 +1 +1
8 +1 +1 +1
9 -1,68 0 0
10 +1,68 0 0
11 0 -1,68 0
12 0 +1,68 0
13 0 0 -1,68
14 0 0 +1,68
15 0 0 0
16 0 0 0
17 0 0 0
18 0 0 0

18
2.1.3. Pengujian Model

Pengujian model lima level Center Composite Design dilakukan dengan

analisis varians / Tabel Anova (Khuri, and Cornell, 1996) sebagai berikut:

Sumber variasi Derajat Jumlah Rata-rata F Hitung


kebebasan kuadarat jumlah
(DK) (JK) kuadrat
(RJK)
Total (SST) n ?

Rata-rata (SSmean) 1 ?

Koreksi (SScorr) n-1 ?

Efek faktor (SSfact) p-1 ?

Residu (SSr) n-p ?

Ketidakcocokan (SSlof) f-p ?

Keslahan random (SSpe) n-f ?

p = parameter

f = 2k + 2k +1

..... ( n)
SST

SSmean SScorr . ....( n-1 )

SSfact SSr .....( n-p )

( f-p ).... SSlof SSpe .....( n-f )

19
SST = Y′ Y

SSmean = ′

SScorr = (Y– )′ (Y– )


_ _
SSfact = (X )′ (X )

SSr = (Y – )′ (Y – X )

SSlof = (J – X )′ (J – X )′

SSpe = (Y – J)′ (Y– J)

2.2. Fosfor

Fosfor adalah unsur kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom

15. Fosfor berupa nonlogam, bervalensi banyak, termasuk golongan nitrogen,

banyak ditemui dalam batuan fosfat anorganik dan dalam semua sel hidup tetapi

tidak pernah ditemui dalam bentuk unsur bebasnya. Fosfor amatlah reaktif,

memancarkan pendar cahaya yang lemah ketika bergabung dengan oksigen,

ditemukan dalam berbagai bentuk, dan merupakan unsur penting dalam makhluk

hidup. Kegunaan fosfor yang terpenting adalah dalam pembuatan pupuk, dan

secara luas digunakan dalam korek api, kembang api, pestisida, odol, dan deterjen

(http://id.wikipedia.org).

Fosfor termasuk salah satu mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan

tubuh manusia dalam jumlah yang besar (umumnya lebih dari 100 mg/hari).

Mineral makro lainnya termasuk kalsium, magnesium, natrium, dan kalium

(http://en.wikipedia.org). Perbandingan kandungan kalsium dan fosfor dalam

makanan dianjurkan 1:1 (Ganiswarna, 1995).

20
2.3. Spektrofotometri

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet,

cahaya tampak, inframerah, dan serapan atom. Pengukuran spektrofotometri di

dalam daerah cahaya tampak awal disebut kolorimetri; tetapi istilah “kolorimetri”

lebih tepat digunakan untuk persepsi tentang warna (Ditjen POM, 1995).

Jangkauan panjang gelombang yang tersedia untuk pengukuran

membentang dari panjang gelombang pendek ultraviolet sampai ke inframerah.

Untuk kemudahan pengacuan, daerah spektrum ini pada garis besarnya dibagi

dalam daerah ultraviolet (190 nm hingga 380 nm), daerah cahaya tampak (380 nm

hingga 780 nm), daerah inframerah dekat (780 nm hingga 3000 nm), dan daerah

inframerah (2,5 μm hingga 40 μm atau 4000 cm-1 hingga 250 cm-1) (Ditjen POM,

1995).

Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari spektrum dan

panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan,

atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2002).

2.4. Spektrofotometri Sinar Tampak

Spektroskopi sinar tampak adalah spektroskopi yang dilakukan

menggunakan energi radiasi pada panjang gelombang antara 380 dan 800 nm.

21
Dikatakan spektroskopi sinar tampak karena rentang panjang gelombang ini dapat

dideteksi oleh mata manusia (Bender, 1987).

Warna yang terlihat dari objek umumnya disebabkan oleh interaksi antara

sinar polikromatis dan objek. Interaksi ini mengakibatkan panjang gelombang

yang tidak terabsorbsi dipantulkan ke mata kita (Bender, 1987).

Konsentrasi dari suatu larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban

pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer.

Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:

A = ε.b.c

A = absorban (serapan)

ε = koefisien ekstingsi molar (M-1cm-1)

b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi (M) (Dachriyanus, 2004).

Parameter radiasi yang dilewatkan melalui larutan disebut transmitan T.

Hubungan antara T dengan A adalah A = - log T (Satiadarma, 2004).

2.5. Sensitivitas dan Limit Deteksi

Sensitivitas adalah slope dari kurva kalibrasi yang linear (Miller & Miller,

1988). Jika sensitivitas tinggi, maka limit deteksi rendah. Limit deteksi adalah

hasil bagi tiga kali simpangan baku blangko dengan slope

(http://jurnal.farmasi.ui.ac.id).

22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Kerja

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

3.2. Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometri

UV-Sinar Tampak (Perkin Elmer Lambda 3 PE), neraca listrik (Mettler AE 200),

dan alat-alat gelas.

3.3. Bahan-Bahan

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis

keluaran E. Merck, yaitu kalium dihidrogen fosfat, amonium molibdat, asam

sulfat, asam askorbat, dan kalium antimonil tartrat.

3.4. Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi berdasarkan Walinga (1989).

3.4.1. Larutan standar fosfor 100 ppm

Kalium dihidrogen fosfat sebanyak 0,2195 gram dilarutkan dengan 500 ml

H2SO4 0,36 N.

3.4.2. Larutan amonium molibdat 4% (b/v)

Amonium molibdat sebanyak 4 gram dilarutkan dalam 100 ml air suling.

3.4.3. Larutan asam sulfat 5 N

Larutan H2SO4 96% sebanyak 70 ml diencerkan dengan air suling hingga

500 ml.

23
3.4.4. Larutan asam askorbat

Asam askorbat sebanyak 0,889 gram dilarutkan dalam 50 ml air suling.

3.4.5. Larutan kalium antimonil tartrat

Kalium antimonil tartrat sebanyak 0,274 gram dilarutkan dengan 100 ml

air suling.

3.4.6. Larutan campuran

Larutan amonium molibdat 4% sebanyak 15 ml dicampurkan dengan asam

sulfat 5 N sebanyak 50 ml, lalu ditambah dengan 30 ml larutan asam askorbat,

diaduk. Kemudian dicampur dengan 5 ml larutan kalium antimonil tartrat dan

diaduk.

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Pengukuran Serapan Beberapa Komposisi Larutan Campuran Untuk

Pembakuan Satu Faktor.

Pembuatan larutan campuran sama dengan cara yang tertulis dalam buku

Walinga (1989) tetapi komposisi larutannya disesuaikan dengan rumus rancangan

faktorial standar yaitu secara skrining untuk percobaan awal dengan rentang

volume berdasarkan tabel berikut ini :

Tabel 6. Skrining Komposisi Larutan Campuran pada Percobaan Awal dengan


Larutan Standar Fosfor.
Perlakuan Ammonium Asam sulfat Asan Kalium
ke molibdat (ml) (ml) askorbat (ml) antimonil (ml)
1 5 30 15 3

2 5 30 15 7

3 5 30 45 3

24
4 5 30 45 7

5 5 70 15 3

6 5 70 15 7

7 5 70 45 3

8 5 70 45 7

9 25 30 15 3

10 25 30 15 7

11 25 30 45 3

12 25 30 45 7

13 25 70 15 3

14 25 70 15 7

15 25 70 45 3

16 25 70 45 7

3.5.2. Penentuan Proses Optimasi Masing-Masing Pereaksi dengan Larutan

Standar Fosfor dengan Proses Tiga Faktor.

Tabel 7. Optimasi Komposisi Larutan Campuran dengan Larutan Standar Fosfor.


Perlakuan Ammonium Asam sulfat (ml) Kalium antimonil
ke molibdat (ml) (ml)
1 21 26 16
2 21 26 16
3 21 28 16
4 21 28 16
5 23 26 18
6 23 26 18

25
7 23 28 18
8 23 28 18
9 20,3182 27 17
10 23,6818 27 17
11 22 25,3182 17
12 22 28,6818 17
13 22 27 15,3182
14 22 27 18,6818
15 22 27 17
16 22 27 17
17 22 27 17
18 22 27 17

3.5.3. Penentuan Stabilitas Larutan Campuran Terhadap Waktu dengan

Percobaan Blanko.

Dipilih larutan campuran yang telah dioptimasi. Diambil 1 ml, lalu

ditambah dengan 6 ml air suling, lalu dikocok dan didiamkan selama x menit, lalu

diukur serapannya secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang

700 nm selama 1 jam.

3.5.4. Penentuan Waktu Kerja.

Larutan standar fosfor 100 ppm dipipet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan air suling sampai

garis tanda (5 ppm). Dari larutan tersebut dipipet 20 ml, lalu dimasukkan ke dalam

labu takar 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan air suling sampai garis

tanda (1 ppm). Dari larutan standar 1 ppm dipipet 1 ml dan ditambahkan 5 ml air

suling dan 1 ml larutan campuran yang telah dipilih, lalu dikocok. Diukur

26
serapannya secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 700 nm

setiap 2 menit selama 3 jam.

3.5.6. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

larutan standar fosfor (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 6 ml, lalu

dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan air

suling sampai batas garis tanda (6 mcg/ml). Dari larutan tersebut dipipet 1 ml dan

ditambahkan 5 ml air suling dan 1 ml larutan campuran, dikocok dan didiamkan

selama 15 menit, lalu diukur serapannya secara spektrofotometri sinar tampak

pada panjang gelombang 625-720 nm sehingga diperoleh panjang gelombang

maksimum.

27
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukuran Serapan Beberapa Komposisi Larutan Campuran Untuk

Pembakuan Satu Faktor.

Dari perlakuan secara proses skrining diperoleh satu faktor yang akan

ditentukan sebagai faktor konstan yaitu faktor yang paling tidak berpengaruh

dalam meningkatkan serapan yaitu dengan menggunakan komposisi pereaksi

seperti tabel berikut:

Tabel 8. Rentang Volume Pereaksi untuk Proses Skrining.


Larutan Volume Volume Volume terbesar
terkecil tengah
Ammonium molibdat 5 ml 15 ml 25 ml
4%
asam sulfat 5 N 30 ml 50 ml 70 ml
Asam Askorbat 15 ml 30 ml 45 ml
Kalium antimonil tartrat 3 ml 5 ml 7 ml

Hasil dari percobaan awal yang dilakukan adalah seperti pada table 4

berikut:

28
Tabel 9. Skrining Komposisi Larutan Campuran pada Percobaan Awal dengan
Larutan Standar Fosfor 6 ppm.
Perlakuan Ammonium Asam Asan Kalium Absorbansi
ke molibdat sulfat askorbat antimonil
(ml) (ml) (ml) (ml)
1 5 30 15 3 0,408
2 5 30 15 7 0,416
3 5 30 45 3 0,426
4 5 30 45 7 0,430
5 5 70 15 3 0,002
6 5 70 15 7 0,003
7 5 70 45 3 0,001
8 5 70 45 7 0,001
9 25 30 15 3 0,648
10 25 30 15 7 0,824
11 25 30 45 3 0,563
12 25 30 45 7 0,940
13 25 70 15 3 0,334
14 25 70 15 7 0,439
15 25 70 45 3 0,320
16 25 70 45 7 0,437

Dari skrining komposisi larutan campuran pada percobaan awal diperoleh

satu faktor konstan yaitu asam askorbat dengan nilai 0,005. Data perhitungan

skrining dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2. Penentuan Proses Optimasi Masing-Masing Pereaksi dengan Larutan

Standar Fosfor dengan Proses Tiga Faktor.

Dari percobaan awal (skrining) dapat ditentukan tiga faktor pereaksi yang

akan digunakan untuk penentuan nilai optimasi absorbansi yaitu Amonium

Molibdat, Asam Sulfat, dan Kalium Antimonil

Selanjutnya penentuan volume dari masing-masing pereaksi ketiga faktor

tersebut ditentukan peneliti secara estimasi dengan berdasarkan rumus rancangan

pusat komposit tiga faktor (Khuri and Cornell,1996).

29
Volume tengah masing-masing pereaksi adalah 22 ml amonium molibdat,

27 ml asam sulfat, dan 17 ml kalium antimonil dengan rentang volume sebesar 1

ml pada masing-masing pereaksi sesuai tabel berikut :

Tabel 10. Rentang Volume Pereaksi untuk Proses Optimasi.


Larutan Volume Volume Volume terbesar
terkecil tengah
Ammonium molibdat 4% 21 ml 22 ml 23 ml
asam sulfat 5 N 26 ml 27 ml 28 ml
Kalium Antimonil 16 ml 17 ml 18 ml

Tabel 11. Rentang Volume Pereaksi untuk Proses Optimasi menurut Kodingnya.
Larutan Koding terkecil Koding terbesar
Ammonium molibdat 4% 20,3182 ml 23,6818 ml
asam sulfat 5 N 25,3182 ml 28,6818 ml
Kalium Antimonil 15,3182 ml 18,6818 ml

Tabel 12. Hasil Optimasi Komposisi Larutan Campuran dengan Larutan Standar
Fosfor 1 ppm.
Perlakuan Ammonium Asam sulfat Kalium antimonil Absorbansi
ke molibdat (ml) (ml)
(ml)
1 21 26 16 0,343
2 21 26 16 0,357
3 21 28 16 0,326
4 21 28 16 0,353
5 23 26 18 0,346
6 23 26 18 0,384
7 23 28 18 0,318
8 23 28 18 0,367
9 20,3182 27 17 0,330
10 23,6818 27 17 0,383
11 22 25,3182 17 0,365
12 22 28,6818 17 0,335
13 22 27 15,3182 0,337
14 22 27 18,6818 0,356
15 22 27 17 0,362
16 22 27 17 0,359
17 22 27 17 0,362
18 22 27 17 0,362

30
Dari tabel di atas, komposisi larutan campuran yang memiliki serapan

terbesar adalah komposisi yang ke-6 (serapan = 0,384) sedangkan komposisi

larutan campuran yang memiliki serapan terkecil adalah komposisi yang ke-7

(serapan = 0,318). Jika dibandingkan kedua komposisi tersebut, dapat diketahui

bahwa meningkatnya serapan (berkurangnya stabilitas) larutan campuran

disebabkan oleh meningkatnya jumlah amonium molibdat dan menurunnya

jumlah asam sulfat (meningkatnya pH) dalam komposisi larutan campuran.

Jika dibandingkan ketiga komposisi pereaksi diatas maka ammonium

molibdat lebih meningkatkan serapan larutan campuran dibandingkan dengan

kalium antimonil tartrat. Namun, kalium antimonil tartrat lebih meningkatkan

serapan larutan campuran dibandingkan dengan asam askorbat. (Dapat diketahui

dengan membandingkan komposisi ke-2 dengan ke-5, dan ke-3 dengan ke-5).

Hanya perbandingan antara komposisi yang ke-14 dengan ke-15 menunjukkan

bahwa asam askorbat lebih meningkatkan serapan larutan campuran daripada

kalium antimonil tartrat.

Berdasarkan percobaan, dapat diketahui bahwa faktor yang meningkatkan

serapan larutan campuran adalah menurunnya jumlah asam sulfat, meningkatnya

jumlah amonium molibdat dan kalium antimonil tartrat dalam komposisi larutan

campuran. Dan lebih jelasnya lagi dapat digambarkan dengan contour plot

berikut:

31
Contour Plot of absorb vs sulfat; amonium
absorb
28,5
< 0,30
0,30 - 0,32
0,32 - 0,34
28,0
0,34 - 0,36
0,36 - 0,38
> 0,38
27,5
Hold Values
kalium 17
sulfat

27,0

26,5

26,0

25,5

20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5


amonium

Gambar 1. Kontur plot serapan dari interaksi antara amonium dengan sulfat.

Contour Plot of absorb vs kalium; amonium


absorb
18,5
< 0,32
0,32 - 0,34
0,34 - 0,36
18,0
0,36 - 0,38
> 0,38

17,5 Hold Values


sulfat 27
kalium

17,0

16,5

16,0

15,5

20,5 21,0 21,5 22,0 22,5 23,0 23,5


amonium

Gambar 2. Kontur plot serapan dari interaksi antara kalium dengan amonium.

32
Contour Plot of absorb vs kalium; sulfat
absorb
18,5
< 0,32
0,32 - 0,33
0,33 - 0,34
18,0
0,34 - 0,35
0,35 - 0,36
> 0,36
17,5
Hold Values
kalium

amonium 22
17,0

16,5

16,0

15,5

25,5 26,0 26,5 27,0 27,5 28,0 28,5


sulfat

Gambar 3. Kontur plot serapan dari interaksi antara kalium dengan sulfat.

4.2.1. Hasil Titik Optimum dari Masing Masing Faktor.

Dari beberapa komposisi larutan campuran diatas dapat ditentukan titik

optimum dari masing masing faktor, data perhitungan optimasi dapat dilihat pada

lampiran 2, nilai dari masing masing faktor optimum tersebut adalah :

ƒ 21,86 ml untuk amonium

ƒ 26,74 ml untuk sulfat

ƒ 17,16 ml untuk kalium

Optimasi dari ketiga faktor diatas dibuktikan dengan bentuk kurva tiga

dimensi yang membentuk puncak optimasi (chemistry-math.org) sebagai berikut :

33
Gambar 4. Kurva optimasi amonium vs sulfat menggunakan minitab v14.7.

Gambar 5. Kurva optimasi kalium vs amonium menggunakan minitab v14.7.

34
Gambar 6. Kurva optimasi sulfat vs kalium menggunakan minitab v14.7.

4.3. Penentuan Stabilitas Serapan Larutan Campuran dengan Percobaan

Blangko.

Proses optimasi yang dilakukan bisa mempengaruhi stabilitas larutan

campuran. Hal ini disebabkan peningkatan pH setelah proses optimasi. Maka

diperlukan penelitian mengenai stabilitas larutan campuran terhadap waktu.

Sebagai orientasi, dipilih komposisi larutan campuran pada titik optimal untuk

dilakukan percobaan blangko.

Hasil pengukuran serapan larutan campuran yang telah dipilih pada

panjang gelombang 700 nm dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

35
Tabel 13. Hasil Serapan Larutan Campuran Pada Titik Optimal Selama 60 Menit.

Waktu 1 2 3 5 10 20 40 60
(menit)
Serapan (A) 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021 0,021

Berdasarkan hasil ini, terbukti bahwa komposisi larutan campuran pada

titik optimal memiliki stabilitas yang baik.

4.4. Penentuan Waktu Kerja

Berdasarkan percobaan, kompleks biru fosfomolibdat yang stabil terjadi

selama 22 menit setelah 146 menit. Data penentuan waktu kerja dapat dilihat

pada Lampiran 4.

Gambar 7. Kurva Waktu Kerja Larutan Standar Fosfor 1 ppm pada Panjang

Gelombang 700 nm.

36
4.5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum fosfor dilakukan dengan

menggunakan larutan standar fosfor 1 ppm dan komposisi larutan campuran yang

telah dipilih. Data penentuan panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada

Lampiran 5.

serapan (A) vs panjang gelombang (nm)


0,64

0,62

0,60
serapan (A)

0,58

0,56

0,54

0,52

0,50

580 595 610 625 640 655 670 685 700 715 730
panjang gelombang (nm)

Gambar 8. Kurva Serapan Larutan Standar Fosfor 1 ppm.

Berdasarkan kurva di atas dapat dilihat bahwa serapan maksimum

kompleks biru fosfomolibdat terjadi pada panjang gelombang 700 nm.

37
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Komposisi masing-masing larutan pada larutan campuran yang stabil dan

menghasilkan pengukuran serapan yang sensitif pada penetapan kadar

fosfor secara spektrofotometri sinar tampak adalah 21,86 ml (22,83%)

amonium molibdat, 26,74 ml (27,92%) asam sulfat, 30 ml (31,33%) asam

askorbat, dan 17,16 ml (17,92%) kalium antimonil tartrat dengan

sensitivitas sebesar 0,3605 dengan limit deteksi 1 ppm.

2. komposisi masing-masing pereaksi pada larutan campuran yang stabil dan

menghasilkan pengukuran serapan yang sensitif pada penetapan kadar

fosfor secara spektrofotometri sinar tampak terbukti menunjukkan

optimasi dengan bentuk kurva optimasi tiga dimensi yang memuncak

(maksimum).

5.2. Saran

Peneliti merekomendasikan kepada para peneliti berikutnya untuk mencari

titik optimal lainnya dengan limit deteksi yang lebih kecil dari 1 ppm.

38
DAFTAR PUSTAKA

- …..”Fosfor”

http://id.wikipedia.org.

- …..”Macromineral”

http://en.wikipedia.org/wiki/Macromineral

- …..”Response surface”.

http//www.wikipedia.org

- Bender, G.T. (1987). Principles of Chemical Instrumentation. Philadelphia:

W.B.Saunders Company. Page. 34.

- Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal. 1, 8.

- Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI. Hal. 1061.

- Ganiswarna, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi Keempat. Jakarta: Gaya

Baru. Hal. 733.

- Haaland, perry. (1989). The Experimental Design in Biotechnology. Marcel

Dekker, inc. New York. page. 243.

- Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas

Indonesia Press. Hal. 215.

- Khuri, Andre I., and John A. Cornell. (1996). Empirical Model Building and
Respon Surface. New York: Marcell Dekker. page. 125 - 145.

39
- Miller, J.C. and Miller, J.N. (1988). Statistics For Analytical Chemistry. Second

Edition. Chichester: Ellis Horwood Limited. Page. 117.

- Montgomery, D.C. (2001). Design and Analysis of Experiments. John Wiley &

Sons, Inc. New York. page. 427-510.

- Satiadarma, K., dkk. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi

Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 48, 67.

- Vogel, A.I. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimikro. Bagian Kedua. Edisi Kelima. Jakarta: PT Kalman Media

Pustaka. Hal. 378.

- Walinga, I., et al. (1989). Plant Analysis Procedurs. Part 7. Netherlands:

Waganingen Agricultural University. Page. 138-139.

- Walinga, I., et al. (1995). Plant Analysis Manual. Dordrecht: Kluwer Academic

Publishers. Page. 31.

40
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan percobaan awal (skrining)

(+Ā) – (-Ā) = faktor konstan

+Ā = absorbansi rata rata dari faktor besar.

-Ā = absorbansi rata rata dari faktor kecil.

• Ammonium 0,563 – 0,21087 = 0,352

• Asam Sulfat 0,192125 – 0,5818 = -0,389

• Asam Askorbat 0,38425 – 0,38425 = 0,005

• Kalium 0,43625 – 0,33775 = 0,098

Asam Askorbat terpilih sebagai faktor konstan karena memiliki nilai

terkecil dengan mengabaikan tanda minus pada nilai faktor konstan tandingan

lainnya.

41
Lampiran 2. Perhitungan untuk mendapatkan nilai titik optimum dari masing-

masing faktor.

Parameter = 10

k = banyaknya faktor 3

f = 2k + 2k +1 15

..... ( n=18 )
SST
18

SSmean SScorr . ....( n-1 )

1 17

SSfact SSr .....( n-p )

9 8

( f-p ).... SSlof SSpe .....( n-f )

5 3

SST = Y′ Y

SSmean = ′

SScorr = (Y– )′ (Y– )


_ _
SSfact = (X )′ (X )

SSr = (Y – )′ (Y – X )

SSlof = (J – X )′ (J – X )′

SSpe = (Y – J)′ (Y– J)

42
Y= Ϋ= J= B^ = 0,3613
0,343 0,3525 0,34300
0,346 0,3525 0,34600 0,0159
0,326 0,3525 0,32600 -0,0085
0,318 0,3525 0,31800 0,0050
0,357 0,3525 0,35700 -0,0019
0,384 0,3525 0,38400 -0,0042
0,353 0,3525 0,35300 -0,0055
0,367 0,3525 0,36700 0,0030
0,330 0,3525 0,33000 0,0058
0,383 0,3525 0,38300 -0,0030
0,365 0,3525 0,36500
0,335 0,3525 0,33500
0,337 0,3525 0,33700
0,356 0,3525 0,35600
0,362 0,3525 0,36125
0,359 0,3525 0,36125
0,362 0,3525 0,36125
0,362 0,3525 0,36125

X=
1  X1  X2  X3  X12  X22  X32  X1 X2  X1 X3  X2 X3 
1  ‐1  ‐1  ‐1  1  1  1  1  1  1 
1  ‐1  ‐1  1  1  1  1  1  ‐1  ‐1 
1  ‐1  1  ‐1  1  1  1  ‐1  1  ‐1 
1  ‐1  1  1  1  1  1  ‐1  ‐1  1 
1  1  ‐1  ‐1  1  1  1  ‐1  ‐1  1 
1  1  ‐1  1  1  1  1  ‐1  1  ‐1 
1  1  1  ‐1  1  1  1  1  ‐1  ‐1 
1  1  1  1  1  1  1  1  1  1 
1  ‐1,68  0  0  2,82  0  0  0  0  0 
1  1,68  0  0  2,82  0  0  0  0  0 
1  0  ‐1,68  0  0  2,82  0  0  0  0 
1  0  1,68  0  0  2,82  0  0  0  0 
1  0  0  ‐1,68  0  0  2,82  0  0  0 
1  0  0  1,68  0  0  2,82  0  0  0 
1  0  0  0  0  0  0  0  0  0 
1  0  0  0  0  0  0  0  0  0 
1  0  0  0  0  0  0  0  0  0 
1  0  0  0  0  0  0  0  0  0 

43
Table Anova

Sumber variasi (DK) (JK) (RJK) F Hitung

Total (SST) 18 2,2423 0,124572 48851,76

Rata-rata (SSmean) 1 2,2366 2,2366 877098,0392

Koreksi (SScorr) 17 0,0057 0,000335294 149,0195

Efek faktor (SSfact) 9 0,0057 0,00063333 281,48

Residu (SSr) 8 0,000017172 0,000002146 0,9537

Ketidakcocokan (SSlof) 5 0,000010422 0,000002084 0,9262

Keslahan random (SSpe) 3 0,00000675 0,00000225

• Persaman yang dipakai:

Ŷ = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X3 + β11X12 + β22X22 + β33X32 + β12X1 X2 + β13X1

X3 + β23X2 X3

= 0,3605

• Titik optimum (stationary point)

X0 = -B-1 . b/2

b= β1 B= β11 β12/2 β13/2


β2 β12/2 β22 β23/2
β3 β13/2 β23/2 β33

X= 0.1423
0.2602
-0.1568

44
Amonium molibdat = X1 =21,857

Asam sulfat = X2 =26,739

Kalium antimonil = X3 =17,157

45
Lampiran 3. Data Penentuan Waktu Kerja.

Waktu Serapan (A)


(menit)
2 0,269
4 0,290
6 0,311
8 0,321
10 0,338
12 0,341
14 0,362
16 0,371
18 0,382
20 0,395
22 0,405
24 0,416
26 0,429
28 0,439
30 0,449
32 0,457
34 0,471
36 0,477
38 0,489
40 0,497
42 0,509
44 0,514
46 0,521
48 0,527
50 0,535
52 0,541
54 0,548
56 0,553
58 0,557
60 0,563
62 0,566
64 0,568
66 0,571
68 0,574
70 0,580

46
72 0,583
74 0,586
76 0,588
78 0,591
80 0,593
82 0,595
84 0,598
86 0,602
88 0,604
90 0,605
92 0,606
94 0,608
96 0,609
98 0,611
100 0,614
102 0,614
104 0,615
106 0,617
108 0,619
110 0,620
112 0,621
114 0,623
116 0,624
118 0,625
120 0,626
122 0,626
124 0,627
126 0,628
128 0,628
130 0,630
132 0,631
134 0,632
136 0,632
138 0,633
140 0,634
142 0,635
144 0,637
146 0,639
148 0,639

47
150 0,639
152 0,639
154 0,639
156 0,639
158 0,639
160 0,639
162 0,639
164 0,639
166 0,639
168 0,640
170 0,641
172 0,641
174 0,642
176 0,645
178 0,647
180 0,649

48
Lampiran 4. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.

Panjang gelombang Serapan (A)


(nm)
580 0,493
590 0,514
600 0,535
605 0,543
610 0,557
615 0,562
620 0,572
625 0,580
630 0,585
635 0,592
640 0,596
645 0,603
650 0,607
655 0,611
660 0,617
665 0,621
670 0,623
675 0,627
680 0,628
685 0,630
690 0,633
695 0,636
700 0,638
705 0,635
710 0,633
715 0,632
720 0,628
725 0,625
730 0,622

49

You might also like