You are on page 1of 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Batako Penggunaan bata merah dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dind ing sudah populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai denga n saat ini, namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri y aitu berat per meter kubiknya yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap bes arnya beban mati pada struktur bangunan. Menurut Wijanarko, W. 2008 yang dikutip nya dari Tjokrodimuljo, 1996. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk men gurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan antara lain sebagai be rikut: 1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehing ga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menambah bubuk aluminium kedalam campuran adukan beton. 2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat, batu apung atau agreg at buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa . 3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau pasir yang disebut beton non pasir. Batako tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan pengis inya (filler) adalah agregat (batu kecil atau pasir). Proses penguatan atau peng erasan pada batako sangat tergantung pada perbandingan (ratio berat) air : sekam padi, normalnya bervariasi dari 0,8 1,2. Batako dikualifikasikan menjadi dua go longan yaitu batako normal dan batako ringan. Sedangkan untuk batako ringan adal ah batako yang memiliki densitas < 1,8 gr/cm3 (Maydayani, 2009), begitu juga Universitas Sumatera Utara

kekuatan mekaniknya biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya (mix design). Jenis batako ringan terbagi menjadi dua bagian yaitu : batako ringan berpori ( aerated concrete) dan batako ringan non aerated. Batak o ringan ini dibuat dari campuran air, semen, pasir dan sekam padi. Batako yang baik adalah setiap batako permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempuny ai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut PUBI-(1982) pasal 6 antara lain adalah permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, waktu pema sangan harus sudah kering, berukuran panjang 400 mm, lebar 200 mm, tebal 100 200 m m, kadar air 25 35% dari berat, dengan kuat tekan 2 7 MPa (Wijanarko, W, 2008). 2.2. Sekam Padi Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggil ingan beras, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau li mbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan unt uk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar, limbah sekam padi seperti gambar 2.2 berikut. Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Tumpukan limbah sekam padi Dari proses penggilingan padi biasanya dip eroleh sekam sekitar 20 - 30%, dedak antara 8 - 12%, dan beras giling antara 50 63,5 % data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 19 94). Sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya : a) Sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furtural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia. b) Sebagai bahan ba ku pada industri bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan cam puran pada bata merah, c) Sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan ma nusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata. Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi Sekam Padi (Badan penelitian dan Pengembangan Pertan ian, 1994). Komoponen A. Menurut Suharno (1979) Kadar air Protein kasar Lemak Se rat kasar Abu Karbohidrat kasar B. Menurut DTC IPB Karbon (zat arang) Hidrogen O ksigen Silikat 1,33 1,54 33,64 16,98 9,02 3,03 1,18 35,68 17,71 Persentase kandu ngan (%) Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 1125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k.kalori. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertan ian, 1994 yang dikutip dari Houston (1972) sekam memilki bulk density 0,100 gr/m l, nilai kalori antara 3300 3600 k. kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0 ,271 BTU . Universitas Sumatera Utara

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai bahan bangunan dengan memanfaatkan beton sekam padi sebagai panel dinding (batako) memberikan hasil ba hwa semakin besarnya penambahan proporsi sekam padi pada campuran menjadikan bah an bangunan lebih ringan, akan tetapi kekuatan yang didapat lebih rendah. Oleh k arena itu, pada penelitian ini mencoba untuk melakukan peningkatan kekuatan deng an campuran semen pasir secara bervariasi. (Sumaryanto D., Satyarno I., Tjokrodi mulyo K, 2009). 2.3. Semen Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesi f yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral lain menjadi suatu massa yang padat. Definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen yang bi asa digunakan untuk konstruksi beton untuk bangunan. Secara kimia semen dicampur dengan air untuk dapat membentuk massa yang mengeras, semen semacam ini disebut semen hidrolis atau sering disebut juga semen portland. Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada kenyataannya massa jenis semen y ang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3 sampai 3,25 gr/cm3. Variasi ini akan berpengaruh proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian massa jenis ini da pat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask menurut standar ASTM C 348-97. Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Jenis Semen Berikut ini merupakan jenis-jenis semen yang beredar di pasar an sesuai SNI seperti tabel 2.3.1 berikut ini: Tabel 2.3.1 Jenis-jenis semen ses uai SNI Jenis Semen No. SNI SNI 15-0129-2004 SNI 15-0302-2004 SNI 15-2049-2004 S NI 15-3500-2004 SNI 15-3758-2004 SNI 15-7064-2004 Semen Semen Nama Semen Portlan d putih Portland Portland/ Pozolan/Portland Ordinary Pozzolan Cement (PPC) Portl and Cement (OPC) Semen Portland Campur Semen Masonry Semen Portland Komposit (Si mbolon Tiurma, 2009) 2.3.2. Semen Portland Pozolan Semen portland pozolan adalah suatu bahan pengikat hidrolis yang dibuat dengan menggiling bersama-sama kliner semen Portland dan b ahan yang mempunyai sifat pozolan, atau mencampur secara merata bahan bubuk yang mempunyai sifat pozolan (SNI 15-0302-1989). Selama penggilingan atau pencampura n dapat ditambahkan bahan-bahan lain selama tidak mengakibatkan penurunan mutu. Universitas Sumatera Utara

Bahan yang mempunyai sifat pozolan adalah bahan yang mengandung sifat silica alu minium dimana bentuknya halus dengan adanya air, maka senyawa-senyawa ini akan b ereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland pozolan dapat digolongkan me njadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut: 1. Semen portland pozolan jenis SPP A yaitu semen Portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuat an adukan beton serta tahan sulfat sedang dan panas hidrasinya sedang. 2. Semen portland pozolan jenis SSP B yaitu semen Portland pozolan yang dapat dipergunaka n untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah . 2.4. Agregat Pembagian agregat sangat menolong dalam memperbaiki keawetan serta stabilitas volume dari beton ringan. Karakteristik fisik dari agregat dalam bebe rapa hal komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat-sifat beton ringan dalam ke adaan plastis maupun keadaan telah mengeras dengan hasil-hasil yang berbeda. ber ikut ini merupakan jenis-jenis agregat: 1. Agregat Biasa Jenis ini dapat digunak an untuk tujuan umum dan menghasilkan beton dengan massa jenis yang berkisar ant ara 2,3 2,5 gr/cm3. Agregat ini seperti pasir dan kerikil yang dapat diperoleh d engan cara ekstraksi dari batuan alluvial dan glasial. Pasir dan kerikil dapat j uga diperoleh dengan cara menggali dari dasar sungai dan laut (Sihombing Berlian , 2009). Universitas Sumatera Utara

2. Agregat Ringan Jenis ini dipakai untuk menghasilkan beton ringan dalam sebuah ba ngunan yang beratnya sendiri sangat menentukan. Beton yang digunakan dengan agregat ringan m empunyai sifat tahan api yang baik. Agregat ini mempunyai pori sangat banyak, se hingga daya serapnya jauh lebih besar dibandingkan dengan daya serap agregat lai nnya. Oleh karena itu penakarannya harus dilakukan secara volumetrik. Massa jeni s agregat ringan berkisar antara 0,35 - 0,85 gr/cm3. Dalam penelitian ini menggu nakan 2 (dua) jenis agregat yaitu agregat biasa (pasir) dan agregat ringan sekam padi (Sihombing Berlian, 2009). 3. Agregat Berat Jenis ini dapat digunakan seca ra efektif dan ekonomis untuk jenis beton yang harus menahan radiasi, sehingga d apat memberikan perlindungan terhadap sinar-X, sinar Gamma dan Neutron. Efektivi tas beton berat dengan massa jenis antara 4 5 gr/cm3 bergantung pada jenis agreg atnya. 2.5. Pasir Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton ringan ini adalah pasir yang lolos ayakan mengacu pada SNI 03-6866-2002, yang diameternya lebih kecil 5 mm. Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada genteng beton apabila sudah mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari pencetakan hingga pengeringan. Universitas Sumatera Utara

Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton ringan, tapi apabila kadar nya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebab kan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam juml ah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya seb agai pengisi (Filler). Pasir yang baik digunakan untuk pembuatan beton ringan be rasal dari sungai, tetapi pasir dari laut harus dihindarkan karena dapat mengaki batkan perkaratan dan masih mengandung tanah lempung yang dapat membuat genteng menjadi retak-retak. 2.6. Air Air juga sangat berperan penting dalam proses pembuatan beton ringan ya ng kegunaannya untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis. Air yang digunak an adalah air yang baik terhindar dari asam dan limbah. Air minum yang di kota r elatif bebas dari bahan-bahan lainnya yang dapat merugikan genteng beton. Namun tidak demikian semua air yang dapat diminum itu baik digunakan untuk dipakai cam puran beton ringan. Jadi air harus dipilih agar tidak mengandung kotoran-kotoran yang dapat mempengaruhi mutu dari batako ringan. 2.7. Karakteristik Batako Ringan Batako ringan (aerated concrete) sering juga di sebut batako berpori telah dibuat dari campuran: Semen, pasir dan sekam padi. Ca mpuran beton kemudian dicetak dan dikeringkan secara alami, dengan waktu pengeri ngan selama 28 hari. Adapun karakteristik batako ringan yang diuji meliputi: kua t tekan, kuat impak , kekerasan, densitas, penyerapan air, dan daya redam suara. Universitas Sumatera Utara

Adapun pengujian beton ringan antara lain pengujian sifat mekanik dan sifat fisi s. 2.7.1. Sifat Mekanik 2.7.1.1 Kuat Tekan Pengukuran kuat tekan () dilakukan den gan menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dan kecepatan penekanan konstan s ebesar 2 mm/menit, dan mengacu pada standar SNI 03 0691-1996 yang memenuhi persa maan berikut (Sihombing Berlian, 2009). Keterangan : = F A (2.1) = Kuat tekan (N/m2) F = Beban yang diberikan (N) A= Luas penampang silinder (m2) . 2.7.1.2 Uji Pukul (Kuat Impak) Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang me ngukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Pengukuran kuat impak ini mengacu p ada SNI-07-0411-1989. Pada pengertian lain bahwa pengujian impak adalah sebuah m etode untuk mengevaluasi ketangguhan relatif dari bahan-bahan teknik atau konstr uksi. Pengujian impak Charpy secara kontinyu digunakan pada saat ini sebagai met ode kontrol Universitas Sumatera Utara

kualitas yang ekonomis untuk memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-bahan teknik. Pengujian impak Charpy mengukur energi yang diser ap oleh laju regangan tinggi perpatahan dari sebuah benda uji bertakik standar. Benda uji dipatahkan dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang berat dan ja tuh dari jarak tetap (energi potensial yang konstan) untuk membentur benda uji d isini adalah sampel batako dengan kecepatan yang tetap (Energi kinetik konstan). Bahan-bahan yang tangguh (tough) menyerap banyak energi ketika dipatahkan dan b ahan-bahan yang getas (brittle) menyerap energi sangat sedikit. Energi impak yan g diukur dengan pengujian Charpy adalah usaha yang dilakukan untuk mematahkan be nda uji. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinya takan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang tel ah dikalibrasi yang terdapat pada mesin uji. Nilai impak (HI) suatu bahan yang d iuji dengan metode charpy diberikan oleh (Fakultas Teknik UI, 2002). HI = E A (2.2) Keterangan: HI = Nilai Impak/ Kuat Impak( J/m2) E = Energi(Joule) A = Luas Penam pang (m2) Universitas Sumatera Utara

2.7.1.3 Kekerasan Kekerasan dapat didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada pe rmukaannya. Cara pengukuran kekerasan dapat ditetapkan dengan deformasi yang ber beda yaitu Static Hardness Test berupa Brinnel, Rockwell, Vickers, dan Dynamic H ardness Tests berupa Shore Scleroscope, pendulum Hardness, Cloudburst Tests, Egu otip Hardness. Ketiga alat uji ini menggunakan indentor yang bentuknya berupa bo la kecil, piramid atau tirus. Indentor berfungsi sebagai pembuat jejak pada logam ( sampel) dengan perbedaan tertentu, nilai kekerasan diperoleh setelah diameter jejak diukur. Kekerasan (Hv) suatu bahan dapat ditentukan dengan persamaan berik ut (Balai Besar Pengembangan Industri logam dan Mesin, 1994). Hv = 1,8544 P D2 ( 2.3) Keterangan: Hv = Kekerasan Vikers (N/m2) P = Beban yang diberikan (N) D = Panjan g diagonal jejak indentor (m) Universitas Sumatera Utara

2.7.2.Sifat Fisis 2.7.2.1 Densitas Pengukuran densitas beton ringan (pc) menggunakan metode Archimedes, (Sihombing B erlian, 2009) dan dihitung menggunakan persamaan berikut: pc = Mk A M k + M 1 M ba (2.4) Keterangan : Mk = Massa benda di udara (gram) Mt = Massa tali penggantung di dal am air (gram) Mba = Massa benda beserta tali penggantung di dalam air (gram) A = Densitas air = 1 gr/cm3. 2.7.2.2 Penyerapan Air (Water Absorption) . Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dihitung dengan menggunakan persamaan s ebagai berikut (Simbolon Tiurma, 2008): WA = Mj Mk x 100 % Mk ( 2 .5 ) Universitas Sumatera Utara

Keterangan : WA= Water Absorption (%) Mk= Massa benda di udara Mj = Massa benda dalam kondisi saturasi/jenuh (gram) 2.7.2.3 Daya Redam Suara Besarnya penyerapan suara atau daya redam suara dari batako ringan berpori perlu diukur, guna mengetahui sejauh mana aplikasi material tersebut dapat diterapkan . Level intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur dal am decibel (dB). Uji penyerapan suara dapat dihitung dengan menggunakan persamaa n berikut: Koefisien penyerapan suara (Mediastika, C. E, 2005). = I Jlh suara yang diserap = Ii total energi suara da tan g (2.6) Keterangan : Ia = Intensitas suara yang diserap (dB) Ii = Intensitas sumber suar a yang datang (dB). Universitas Sumatera Utara

2.8. Pengertian Bunyi Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena energi memb uat (partikel) udara merapat dan merenggang, dengan cara ini pula energi diramba tkan ke seluruh ruang. Jika partikel udara tidak ada atau anda berada dalam ruan g vakum seperti di luar angkasa, suara anda tidak akan menjalar dan tidak terden gar rekan astronot lain karena tidak ada medium yang dapat merambatkan energinya , maka untuk komunikasi di luar angkasa mereka tidak menggunakan gelombang suara namun menggunakan gelombang elektromagnetik yang tidak memerlukan medium untuk menjalar. Tidak semua gelombang suara bisa terdengar oleh indera pendengaran kit a, telinga hanya mampu mendengar suara dengan frekuensi 20 Hz hingga 20 KHz, dae rah pendengaran ini disebut daerah pendengaran manusia (audible range), sedangka n dibawah 20 Hz disebut infrasonik, misalnya suara dari gempa bumi, sedangkan su ara diatas 20 KHz disebut ultrasonik, misalnya suara yang dimanfaatkan dalam pen dekteksian janin dalam rahim (Ishaq M, 2007). 2.8.1. Sifat-sifat Gelombang Bunyi 1. Pemantulan gelombang bunyi Permukaan yang keras, rata, seperti beton, bata, batu, atau gelas, memantulkan h ampir semua energi bunyi yang jatuh padanya. Gejala pemantulan bunyi hampir sama dengan pemantulan cahaya, dimana sinar bunyi datang dan sinar bunyi pantul terl etak dalam bidang datar sama dan sudut gelombang bunyi datang sama dengan sudut gelombang bunyi pantul (hukum pemantulan). Namun harus diingat, bahwa panjang ge lombang bunyi jauh lebih panjang dari gelombang sinar cahaya, dan hukum pemantul an bunyi hanya berlaku jika panjang gelombang bunyi adalah kecil dibandingkan di bandingkan ukuran pemantul (Leslie l. Doelle, 1993). Universitas Sumatera Utara

2. Difraksi gelombang bunyi Difraksi adalah gejala akustik yang menyebabkan gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan sekitar penghalang atau sudut (corner), kolom, tembok, dan balok. De ngan perkataan lain difraksi disebut pembelokan dan penghamburan gelombang bunyi sekeliling penghalang, lebih nyata pada frekuensi rendah daripada frekuensi tin ggi. Ini membuktikan bahwa hukum akustik geometri tidak sesuai untuk meramalkan dengan tepat kelakuan bunyi dalam ruang tertutup karena penghalang yang biasanya ada dalam akustik ruang adalah terlampau kecil dibanding dengan panjang gelomba ng bunyi yang dapat didengar. Walaupun akustik geometri merupakan pendekatan yan g berguna bila berhubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan bunyi fr ekuensi tinggi, akustik geometri ini hampir tak dapat digunakan untuk frekuensi dibawah 250 Hz. Dengan perkataan lain, bunyi frekuensi rendah (panjang gelombang besar) tidak akan mengikuti hukum akustik geometri bila mereka berhubungan deng an elemen arsitektur dengan ukuran kecil (Leslie l. Doelle, 1993). 3. Refraksi Jika sebelumnya telah dikemukakan mengenai terjadinya peristiwa pemantulan gelom bang bunyi ketika mengenai bidang pembatas maka bidang pembatas yang sama juga d imungkinkan mampu meneruskan gelombang bunyi tersebut. Itu berarti setiap materi al yang digunakan sebagai pembatas dimungkinkan untuk memberikan perlakuan tiga sekaligus, yaitu memantulkan sebagian bunyi, menyerap sebagian dan meneruskan (m entransmisikan) sebagian sisanya. Besarnya proporsi masing-masing perlakuan ini sangat bergantung pada frekuensi bunyi yang datang dan karakteristik bidang pemb atas (kerapatan/kepadatan permukaan serta berat dan ketebalan material). Kemampu an pembatas dalam memantulkan, menyerap, dan mentransmisikan ditunjukkan oleh ko efisien pantul, serap, dan transmisi. Nilai total setiap koefisien ini Universitas Sumatera Utara

adalah 1 atau 100%. Jika sebagian energi bunyi ada yang diteruskan atau ditransm isikan, maka pada saat melewati material pembatas tersebut, gelombang bunyi akan mengalami peristiwa refraksi, yaitu peristiwa membias/membeloknya arah perambat an gelombang bunyi karena melewati material yang berbeda kerapatannya (Mediastik a, C. E, 2009). 4. Resonansi Pada saat mempelajari akustika bangunan, penting kiranya dikemukakan mengenai re sonansi. Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya objek yang berada pada jara k tertentu dari sebuah objek sumber bunyi bergetar. Karena objek yang ikut berge tar tersebut memiliki kesamaan atau kemiripan frekuensi dengan objek sumber buny i yang bergetar. Resonansi akan terjadi sangat kuat bila dua objek tersebut sama persis frekuensinya, namun tidak terlalu kuat ketika kedua objek hanya berdekat an frekuensinya. Resonansi juga terjadi lebih kuat ketika jarak kedua objek cuku p dekat. Selain diakibatkan oleh kesamaan atau kemiripan frekuensi, resonansi ju ga dapat terjadi ketika objek sumber bunyi yang bergetar adalah objek yang memil iki kekuatan getaran yang hebat (objek dengan panjang gelombang yang besar atau objek dengan frekuensi rendah), sehingga mampu menggetarkan objek lain yang tida k memiliki kedekatan frekuensi (Mediastika, C. E. 2005). 2.8.2. Penyerapan Bunyi Bahan lembut, berpori dan kain serta juga manusia, menyerap sebagian besar gelom bang bunyi yang menumbuk mereka, dengan perkataan lain, mereka adalah penyerap b unyi. Dari defenisi, penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi suat u bentuk lain, biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini adalah s angat kecil, sedangakan kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak Universitas Sumatera Utara

dipengaruhi oleh penyerapan. Dalam akustik lingkungan unsur-unsur berikut dapat menunjang penyerapan bunyi (Leslie l. Doelle, 1993): 1. Lapisan permukaan dindin g, lantai dan atap, 2. Isi ruang seperti penonton, bahan tirai, tempat duduk den gan lapisan lunak dan karpet, 3. Udara dalam ruang. Efisiensi penyerapan bunyi s uatu bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisien penyerapan bu nyi. Adalah suatu kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefisien penyera pan bunyi pada wakil frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz atau 128, 256, 512, 1024, 2048, dan 4096 Hz. (Leslie l. Doelle, 1993). 2.8.3. Intensitas Bunyi Intensitas didefenisikan sebagai energi yang dibawa sebuah gelombang persatuan w aktu melalui satuan luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo gelombang. Karen a energi persatuan waktu adalah daya, intensitas memiliki satuan daya persatuan luas, atau watt/m2. Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi dengan intensitas ser endah 10-12 W/m2 dan setinggi 1 W/m2. Taraf Intensitas (), dari bunyi didefenisik an sebagai berikut (Giancoli, 1998). = 10 log I Io (2.7) Universitas Sumatera Utara

Keterangan: Io= Intensitas tingkat acuan (Intensitas minimum = 1,0 x10-12W/m2 ). I= Intensitas bunyi (watt/m2) = Taraf Intensitas (dB) Tabel 2.8.1 Taraf Intensitas Beberapa Sumber Bunyi (Giancoli, 1998). Sumber buny i (dB) I (W/m2) Pesawat jet pada jarak 30 m Ambang rasa sakit Konser rock yang keras dalam ruang an Sirine pada jarak 30 m Interior mobil, yang melaju pada 90 km/jam Lalu lintas jalan raya yang sibuk Percakapan biasa, dengan jarak 50 cm Radio yang pelan Bis ikan Gemerisik daun Batas pendengaran 140 120 120 100 75 70 100 1 1 1 x 10-2 3 x 10-5 1 x 10-5 3 x 10-6 1 x 10-8 1 x 10-10 1 x 10-11 1 x 1012 65 40 20 10 0 Universitas Sumatera Utara

2.9. AKUSTIK RUANG Ruang akustik adalah bangunan atau ruang-ruang yang memerlukan penanganan akusti k secara cermat karena tuntutan aktivitas di dalam ruangan. Adapun aktivitas yan g memerlukan penanganan akustik cermat adalah aktivitas yang berhubungan dengan penyajian audio (dan visual). Bangunan atau ruang-ruang yang tergolong dalam roo m acoustics adalah: auditorium (baik auditorium untuk fungsi khusus musik maupun auditorium multifungsi), studi rekam, studio radio, ruang-ruang yang memerlukan ketenangan seperti perpustakaan, ruang rawat inap di rumah-rumah sakit. Namun d emikian, anggapan bahwa hanya bangunan atau ruang dengan persyaratan audio-visua l tertentu saja yang memerlukan penanganan akustik secara cermat tidaklah sepenu hnya benar. Bangunan atau ruangan sederhana seperti rumah tinggal atau warung ma kan sesungguhnya juga memerlukan penanganan akustik cermat, terutama apabila let aknya berdekatan dengan sumber kebisingan (Mediastika, C. E. 2005). . Universitas Sumatera Utara

You might also like