You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang

Sumber daya manusia (SDM ) adalah salah satu dari tiga faktor produksi. Sumber daya manusia yang baik ikut menentukan kinerja perusahaannya, terutama dalam perusahaan berbasis pelayanan jasa. Perusahaan yang memiliki SDM yang berkualitas, professional, ahli di bidangnya, dan kompetitif, biasanya akan dapat lebih bertahan lama dibanding perusahaan yang tidak kompeten dalam masalah SDM. Oleh karena itu, tak heran apabila banyak perusahaan yang menginvestasikan dana tidak sedikit dalam bidang pengembangan SDM.

Mengingat betapa pentingnya faktor SDM dan besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output yang diharapkan, sudah sewajarnya apabila perusahaan mulai memperhatikan mengenai bidang ini. Akuntansi konvensial tidak secara khusus memberikan focus pada SDM. Pada saat ini laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Akuntansi yang berlaku umum (GAAP/General Accepted Accounting Principle), yang di Indonesia dinamakan Prinsip Prinsip Akuntansi Indonesia tidak menunjukkan nilai manusia dalam organisasi. Laporan keuangan tidak memberikan informasi pada pihak luar yang berkepentingan misalnya investor dari suatu organisasi mengenai investasi dalam aktiva manusia. Akuntansi konvensional memperlakukan investasi dalam sumber daya manusia sebagai biaya (cost) dari pada aktiva (asset), berakibat pada perhitungan laba rugi dan neraca menjadi tidak akurat, karena akuntansi memperlakukan semua pengeluaran yang dilakukan untuk memperoleh atau mengembangkan sumber daya manusia sebagai biaya selama periode terjadi, dari pada mengkapitalisasi dan mengamortisasi biaya-biaya tersebut selama masa manfaatnya. Neraca menjadi tidak akurat karena nominal yang diberi nama Aktiva Total tidak termasuk aktiva manusia organisasi. Sebab tidak ada indikasi dari investasi actual organisasi dalam aktiva manusia.

Ketidakakuratan dalam penyajian informasi laporan keuangan diatas menyebabkan tidak akuratnya pengukuran ROI (Return On Investment). Konsep ROI adalah variabel yang krusial dalam keputusan rasio laba bersih terhadap aktiva total. Laba bersih dalam analisis ROI mencerminkan kamampuan pihak manajemen dalam mengelola biaya, penjualan dan perubahan investasi ( Helfert, Akuntansi Sumber Daya Manusia, Human Resource Accounting, Jakarta, 1994). ROI menjadi tidak akurat dapat menyebabkan investor melakukan penilaian yang keliru dalam melihat kinerja pihak manajemen. Ketidakakuratan penggambaran nilai sumber daya manusia dalam laporan keuangan itu juga mempersulit pihak perusahaan untuk melihat pencapaian target yang telah dicapai oleh manusia ( dalam hal ini pegawai ) bila dibandingkan dengan biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk menjadikan pegawai itu siap untuk bekerja, juga menimbulkan kesulitan dalam melihat nilai sebenarnya dari SDM dalam perusahaan itu. Bagi suatu perusahaan secara keseluruhan sumber daya manusia merupakan kekayaan yang sangat berharga. Kehilangan atau kepindahan sumber daya manusia yang profesional bagi suatu perusahaan merupakan suatu kerugian yang besar karena hal tersebut akan membuang biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk membina atau mendidik sumber daya manusia yang diperolehnya itu. Kerugian lainnya adalah hilangnya kesempatan memanfaatkan sumber daya manusia tersebut untuk meningkatkan keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan yang mungkin dapat juga mengancam kelangsungan hidup perusahaan yang belum mempunyai sistem perekrutan serta pendidikan sumber daya manusia yang baik. Untuk mengkaji lebih lanjut mengenai perhitungan dan teknis pelaporan sumber daya manusia perusahaan, dapat dipelajari dalam akuntansi sumber daya manusia ( ASDM ). Makalah ini hanya akan menerangkan teori tentang bagaimana tepatnya pengeluaran perusahaan untuk sumber daya manusia diperlakukan dan diklasifikasikan dalam akun laporan keuangan.

1.2 Rumusan Masalah Dari pemaparan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa alasan yang mendasari ketidaktepatan pengklasifikasian investasi perusahaan untuk sumber daya manusia sebagai biaya ? 2. Bagaimana seharusnya perlakuan dan pengakuan pengeluaran perusahaan pada sumber daya manusia ? 3. Apa saja teori yang mendasari perlakuan akuntansi atas sumber daya manusia tersebut ?

1.3 Tujuan Tujuan yang diharapkan dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi atas investasi perusahaan untuk sumber daya manusia dengan tepat. 2. Mengetahui alasan dan logika yang mendasari perlakuan akuntansi atas investasi perusahaan untuk sumber daya manusia tersebut.

BAB II PEMBAHASAN Teori ekonomi dari modal manusia didasarkan pada konsep bahwa manusia memiliki keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan yang merupakan bentuk dari modal, yang disebut dengan modal manusia. Theodore Schultz menyatakan bahwa para pekerja telah menjadi kapitalis tidak hanya dari difusi kepemilikan saham perusahaan sebagaimana yang terjadi dalam dongeng, tetapi dari akuisisi pengetahuan dan keterampilan yang memiliki nilai ekonomi. Ada dua pandangan yang dapat digunakan untuk menilai penetapan sumber daya manusia, yaitu : a) Sumber daya manusia sebagai aktiva b) Sumber daya manusia sebagai biaya.

2.1

Sumber Daya Manusia Sebagai Aktiva Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK no. 17 mengidentifikasikan definisi aktiva

sebagai berikut : Aktiva sebagai sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan pembinaan dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Selain itu, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui PSAK no. 16 memberikan definisi aktiva tetap sebagai berikut: Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Berdasarkan definisi aktiva diatas terutama mengenai aktiva tetap, terlihat kelemahan dari akuntansi tradisional yang dirancang untuk menilai semua aktiva yang dimiliki perusahaan, seperti tidak diukurnya dan dinilainya aktiva sumber daya manusia dengan alasan aktiva manusia bukan aktiva yang bertahan lama dan sangat berpindah sehingga sulit untuk melakukan proses evaluasi dengan menggunakan metode secara formal. Para akuntan mengenal kontribusi sumber daya manusia dengan membedakan antara nilai aktiva pada saat pembebanan dan nilai aktiva pada konteks kelangsungan hidupnya. Konsep ini memperjelas kedudukan sumber daya manusia sebagai suatu sumber. Faktor yang mendukung kondisi perusahaan misalnya dalam hubungannya saat perusahaan melakukan merger atau pada saat adanya perubahan kepemilikan untuk kondisi tersebut akuntan makin mengakui keberadaan manusia sebagai aktiva yang pengakuan akan aktiva sumber daya manusia ini dalam bentuk diadakan pengkapitalisasian dari biaya-biaya sumber daya manusia yang telah dikeluarkan oleh perusahaan yang pada metode akuntansi konvensional dijadikan biaya pada periode berjalan.

2.2

Sumber Daya Manusia Sebagai Biaya

Definisi biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan yang telah terjadi ataupun yang kemungkinan akan terjadi dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2000). Menurut IAI, definisi dari biaya adalah : Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan menurunnya ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penurunan modal. Dalam konteks perlakuan investasi SDM sebagai biaya, maka biaya SDM dapat dihitung sebagai berikut :

1.

Metode pengukuran non moneter Metode pengukuran non moneter pada Human Resource Accounting (HRA)

menggunakan variabel-variabel tertentu dalam menyajikan informasi mengenai nilai sumber daya manusia, seperti inventarisasi keterampilan dan kemampuan pekerja, dan pengukuran sikap atau tingkah lakunya. Pengukuran ini lebih relevan digunakan untuk pihak intern

terutama untuk mengukur prestasi kerja level manajemen dari tingkat bawah sampai tingkat atas. Dengan metode moneter dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengeluaran yang terjadi dan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu mengukur besarnya biaya ( cost) yang terjadi (Human Resource Cost Accounting) dan besarnya nilai (value) yang terjadi (Human Resource Value Accounting), sementara itu dengan motode non moneter dikaitkan untuk mengetahui prestasi kerja karyawan dan evaluasi atas karyawan. 2. Metode pengukuran moneter Pada dasarnya metode HRCA ini terdapat dua metode pengukuran yaitu Metode Biaya Historis (Historical Cost of Human Resource) dan Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost of Human Resource). a. Metode biaya historis Metode pengukuran biaya historis ini menghitung dan mengkapitalisasi seluruh biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan yang selanjutnya diadakan pengamortisasian biaya-biaya tersebut selama estimasi umur manfaat yang diharapkan dari aktiva tersebut, dan dengan mengakui kerugian dalam hal penghapusan aktiva atau mempertinggi nilai aktiva bila terdapat tambahan biaya apapun yang dapat memperbesar manfaat potensi aktiva. Metode ini mempunyai keunggulan yaitu perlakuan perhitungan untuk menghitung nilai sumber daya manusia yang konsisten dengan penerapan akuntansi konvensional, memungkinkan untuk menghitung biaya yang sebenarnya termasuk dalam usaha perolehan pegawai dan metode historical cost ini praktis dan dapat diuji kebenaran datanya. Namun pada metode ini juga terdapat beberapa kelemahan antara lain pertama, nilai ekonomi

aktiva yang berupa manusia tidak harus sesuai dengan biaya historisnya. Kedua, setiap apresiasi atau amortisasi kemungkinan akan bersifat subyektif karena tidak

menghubungkan setiap kenaikan ataupun penurunan dengan produktifitas aktiva manusia tersebut. Ketiga, oleh karena biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan biaya

pengembangan tiap individu berbeda-beda maka historical cost tidak memberikan nilai human resource yang dapat diperbandingkan. b. Metode biaya pengganti Metode ini terdiri dari penaksiran biaya pengganti sumber daya manusia yang sudah ada dalam perusahaan, biaya-biaya tersebut akan meliputi seluruh biaya penerimaan pegawai, penyeleksian, penggajian pendidikan dan pelatihan, penempatan, dan pengembangan karyawan baru untuk mencapai tingkat keterampilan yang sudah ada. Keunggulan utama metode ini adalah metode ini merupakan suatu pengganti yang baik bagi nilai ekonomi aktiva karena berdasarkan pertimbangan pasar untuk menentukan hasil akhir. Hasil akhir ini umumnya dimaksudkan untuk secara konseptual sebagai ekuivalen dengan nilai ekonomis seseorang. Namun pada metode biaya pengganti ini juga terdapat beberapa kelemahan, antara lain: 1. Suatu perusahaan mungkin mempunyai seorang karyawan yang nilainya dianggap lebih besar dari pada biaya pengganti untuknya. 2. Kemungkinan tidak ada pengganti yang sepadan untuk suatu aktiva manusia tertentu. 3. Setiap manajer yang diminta untuk menaksir biaya pengganti seluruh organisasi manusia kemungkinan akan kesulitan untuk melaksanakan dan manajer yang berbeda akan memperoleh taksiran yang berbeda pula.

2.3 Dampak Ketidaktepatan Klasifikasi Biaya SDM Sebagai Biaya Dan Bukan Aktiva Penyajian laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga merupakan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manjemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pada saat ini laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Akuntansi yang berlaku umum (GAAP/General Accepted Accounting Principle), yang di Indonesia dinamakan PrinsipPrinsip Akuntansi Indonesia tidak menunjukkan nilai manusia dalam organisasi. Laporan keuangan tidak memberikan informasi pada pihak luar yang berkepentingan, misalnya investor dari suatu organisasi mengenai investasi dalam aktiva manusia. Akuntansi konvensional

memperlakukan investasi dalam sumber daya manusia sebagai biaya (cost) dari pada aktiva (asset). Praktek akuntansi yang memperlakukan investasi dalam sumber daya manusia sebagai biaya dari pada sebagai aktiva, berakibat pada perhitungan laba rugi dan neraca menjadi tidak akurat. Dalam perhitungan rugi laba, nominal yang disajikan sebagai laba bersih menjadi tidak akurat, karena akuntansi memperlakukan semua pengeluaran yang dilakukan untuk memperoleh atau mengembangkan sumber daya manusia sebagai biaya selama periode terjadi, dari pada mengkapitalisasi dan mengamortisasi biaya-biaya tersebut selama masa manfaatnya. Neraca menjadi tidak akurat karena nominal yang diberi nama Aktiva Total tidak termasuk aktiva manusia organisasi. Sebab tidak ada indikasi dari investasi actual organisasi dalam aktiva manusia. Akuntansi memperlakukan setiap rupiah yang dilakukan oleh manajemen untuk mendapatkan aktiva manusia sebagai biaya, walaupun masa manfaat melebihi periode pengeluarannya. Ketidakakuratan dalam penyajian informasi laporan keuangan diatas menyebabkan tidakakuratnya pengukuran ROI (Return On Investment). Konsep ROI adalah variabel yang krusial dalam keputusan rasio laba bersih terhadap aktiva total. Laba bersih dalam analisis ROI mencerminkan kamampuan pihak manajemen dalam mengelola biaya, penjualan dan

perubahan investasi Helfert dalam Tunggal (1994).

ROI menjadi tidak akurat dapat

menyebabkan investor melakukan penilaian yang keliru dalam melihat kinerja pihak manajemen.

2.4 Alasan Pengklasifikasian Biaya Sumber Daya Manusia Sebagai Aktiva Dan Bukan Biaya. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bermanfaat bagi perusahaan, diperlukan dana yang cukup besar sama proses perekrutan karyawan hingga karyawan tersebut siap untuk bekerja. Salah satu pos biaya terbesar adalah biaya pelatihan. Pelatihan adalah tugas yang tak pernah berakhir, karena kepandaian karyawan berubah, pekerjaan pun berubah. Sehingga perusahaan harus menjaga agar karyawan tersebut tetap sesuai dengan pekerjannya. Tujuan utama dari pelatihan adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan, yaitu untuk meningkatkan efektivitas karyawan agar mampu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan perusahaan. Hal inilah yang dipandang sebagai titik tolakuntuk memandang sumber daya manusia sebagai suatu aktiva. Jika dipandang bahwa manusia sebagai suatu investasi yang sama halnya dengan gedung, pabrik, peralatan, dan sebagainya, maka pelatihan tersebut dianggap sebagai faktor yang meningkatkan nilai aktiva suatu investasi. Peningkatan mutu tenaga manusia dengan berbagai macam pelatihan tersebut sangat penting, karena bersama dengan karyawan itu terbawa serangkaian pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang membentuk human capital. Dengan bertambah besarnya human capital yang masuk ke perusahaan, maka timbul pemikiran untuk menghitungnya sebagai aktiva. Selain itu, perusahaan telah mengeluarkan dana yang besar untuk merekrut, memilih, mempekerjakan, melatih, serta mengembangkan karyawan di bidangnya masing-masing. Karena itu, akan lebih efisien apabila perusahaan mengklasifikasikan pengeluaran-pengeluaran

tersebut sebagai aktiva, mengingat kemampuan human resources tersebut untuk memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang. Pengklasifikasian investasi SDM sebagai biaya juga tidak tepat karena perlakuan

tersebut menyebabkan biaya sumber daya manusia dihapuskan setiap akhir periode, padahal manfaat yang diterima perusahaan dari karyawannya masih terus berlangsung selama karyawan itu masih bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini tentu tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya karena berpotensi perusahaan melaporkan labanya terlalu rendah. Dana yang dikeluarkan perusahaan untuk SDM dutujukan agar investasi yang ditanamkan itu akan dapat memberikan sumbangan bagi perusahaan yang berupa pemasukan pendapatan, karena SDM itu dimiliki perusahaan tidak untuk jangka pendek, melainkan jangka panjang, maka sudah sewajarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut tidak hanya dimatch ke laporan laba rugi periode yang bersangkutan saja, tetapi dimasukkan sebagai Investasi sumber daya manusia di sebelah asset yang akan diamortisasi perusahaan.

2.5

Konsep Pengeluaran Sumber Daya Manusia Sebagai Aktiva Dalam Tataran Teori

Semantik Dan Pragmatik 2.5.1 Konsep Pengeluaran Sumber Daya Manusia Sebagai Aktiva Dalam Tataran

Teori Semantik Teori semantik menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau realitas ( kegiatan perusahaan ) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisis perusahaan tanpa harus secara langsung menyaksikan kegiatan tersebut ( Suwardjono, Teori Akuntansi-Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga :2008 ). Jika pengeluaran dalam SDM disimbolkan dalam akun biaya, maka orang hanya akan memperoleh gambaran mengenai besarnya pengorbanan perusahaan untuk memperoleh dan mendapatkan manfaat dari SDM tanpa mengandung informasi mengenai nilai yang didapat perusahaan dari SDM tersebut. Padahal nilai SDM dapat menggambarkan penandingan antara pengeluaran yang sudah dilakukan perusahaan atas SDM dengan

10

manfaat yang diperoleh perusahaan terkait dengan SDM tersebut, apakah sudah seimbang atau belum. Selain itu pengklasifikasian pengeluaran SDM sebagai aktiva juga dapat menggambarkan dengan jelas posisi perusahaan dalam hal sampai sejauh mana perusahaan telah mengambil manfaat dari pengeluaran yang dilakukannya atas SDM. Hal ini menjadi sangat penting ketika karyawan akan berpindah tempat pekerjaan atau mengundurkan diri, perusahaan dapat menilai apakah pada titik itu investasi yang telah dikeluarkan perusahaan untuk merekrut dan melatih karyawan tersebut telah kembali pada perusahaan sepenuhnya. 2.5.2 Konsep Pengeluaran Sumber Daya Manusia Sebagai Aktiva Dalam Tataran

Teori Pragmatik Teori akuntansi pagmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai laporan ( Suwardjono, Teori Akuntansi-Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga :2008 ). Dalam hal penyimbolan pengeluaran SDM sebagai aktiva dan bukannya biaya, hal ini berpengaruh apakah informasi SDM yang disajikan dalam akun biaya itu bisa memberikan dampak keyakinan yang sama atau berbeda dengan apabila disajikan dalam akun aktiva.

Bila pengeluaran untuk SDM diklasifikasikan sebagai biaya, hal ini berpotensi menjadikan perusahaan melaporkan labanya terlalu rendah. Informasi yang tidak akurat ini dapat mempengaruhi keputusan pihak eksternal maupun internal perusahaan, baik dari segi SDM itu sendiri maupun aspek lain dalam perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena laba masih menjadi salah satu tolok ukur terpenting dalam mengukur kemajuan suatu perusahaan, sehingga tinggi rendahnya laba sangat mempengaruhi pada keputusankeputusan yang akan diambil menyangkut perusahaan yang bersangkutan.

11

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pengeluaran perusahaan dalam sumber daya manusia dapat dipandang sebagai aktiva maupun biaya. Namun, lebih tepat bila pengeluaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva. Alasan pengklasifikasian pengeluran perusahaan dalam SDM sebagai aktiva dan bukan biaya adalah : 1. Besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengembangan sumber dayanya, sehingga akan lebih efisien bila biaya tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva. 2. Sumber daya manusia memiliki manfaat jangka panjang untuk perusahaan. 3. Perlakuan investasi sumber daya manusia sebagai biaya menyebabkan penghapusan di setiap akhir periode, padahal manfaat manusianya masih terus berjalan. yang diterima perusahaan dari sumber daya

3.2

Saran Saran yang diberikan adalah bahwa perusahaan-perusahaan supaya mengklasifikan

pengeluaran yang mereka keluarkan dalam memperoleh dan mengembangkan sumber daya manusianya sebagai aktiva dan bukan biaya lalu mengamortisasinya setiap periode berjalan. Karena selain dapat menampilkan informasi yang jelas, hal tersebut juga mendukung kebenaran pengungkapan laba.

12

You might also like