You are on page 1of 13

BAB II

GAMBARAN UMUM SUDAN DAN KONFLIK YANG TERJADI DI DARFUR

2.1 Gambaran Umum Sudan


Sudan merupakan negara multi agama dan multi etnis yang memiliki
perbedaan kelas sosial ekonomi antara kaum Arab dan Afrika serta merupakan bangsa
pengembala dan petani. Sudan atau dalam bahasa Arab “Bilad as Sudan” dengan
nama resmi Republik Sudan saat ini dipimpin oleh Presiden Omar Hassan Al Bashir
sejak 30 Juni 1989. Sejak meraih kemerdekaannya dari penjajahan Mesir dan Inggris
pada 1 Januari 1956, Sudan dilanda oleh berbagai macam krisis. Dari sektor ekonomi,
meskipun Sudan adalah pengekspor bahan makanan dan minyak bumi, tetapi pada
tahun 1993, Sudan menjadi negara dengan jumlah pinjaman terbanyak kepada bank
dunia dan IMF. Untuk pertama kalinya, perekonomian Sudan membaik pada tahun
2000 – 2001. Namun, hal ini tidak diikuti dengan stabilitas keamanan dalam negeri
sehingga muncullah pergolakan intern.
Rezim militer menyokong pemerintahan yang berorientasi Islam telah
mendominasi politik nasional sejak tahun 1956. Sudan telah terlibat dalam dua
perang saudara yang panjang pada abad 20. Konflik – konflik ini mengakar pada
masalah dominasi ekonomi, politik dan sosial. Perang saudara pertama berakhir pada
tahun 1972, kemudian pecah lagi pada tahun 1983. Pembahasan mengenai
perdamaian antara Utara-Selatan dilaksanakan pada tahun 2002 hingga 2004 dengan
penandatanganan berbagai perjanjian.
Konflik separatis yang muncul di wilayah barat Darfur di tahun 2003 menelan
korban sebanyak 200 ribu jiwa dan sedikitnya 2 juta orang terpaksa mengungsi
hingga akhir tahun 2005. Sudan juga telah menghadapi gelombang pengungsi yang
besar dari negara-negara tetangga, khususnya Ethiopia dan Chad, dan kurangnya
dukungan pemerintah menghalangi bantuan kemanusiaan dari pihak luar.

17
2.1.1 Keadaan Geografis Sudan
Republik Sudan merupakan negara terluas di Afrika yang memiliki luas
sekitar 2.505.810 km2, didominasi oleh sungai Nil dan anak-anak sungainya. Terletak
di Afrika Utara dan beribukotakan Khartoum. Sudan berbatasan dengan Mesir di
utara, Eritrea dan Ethiopia di timur, Kenya dan Uganda di tenggara, Kongo dan
Republik Afrika Tengah di barat daya, Chad di barat, dan Libya di barat laut. Sudan
meliputi daratan yang sangat luas dengan gurun sahara di sebelah utara, daerah
pengunungan di wilayah Sudan Timur, dan Barat, serta rawa-rawa dan hutan hujan
tropis yang sangat besar di daerah Selatan. Sudan selatan beriklim tropis, sedangkan
di utara beriklim kering dan tandus, karena daratannya di dominasi oleh padang pasir.
Titik terendah Sudan adalah Laut merah yaitu 0 m, sedangkan titik tertinggi di Sudan
adalah puncak gunung Kinyeti, yaitu sekitar 3.187 m.

2.1.2 Penduduk Sudan


Populasi penduduk Sudan merupakan populasi yang paling berbeda dengan
negara-negara lain di benua Afrika. Hal ini dikarenakan adanya dua kebudayaan besar
yaitu “Arab” dan orang Afrika berkulit hitam, dengan ratusan kelompok etnis, suku
dan bahasa yang bergabung sehingga membuat persaingan politis semakin efektif.
Populasi penduduk Sudan hingga Juli 2008 diperkirakan sebesar 40.218.455
jiwa. Dengan angka kelahiran sebesar 34,31 kelahiran per 1.000 jumlah penduduk
dan kematian sekitar 13,64 kematian per 1.000 jumlah penduduk. Penduduk Sudan
berasal dari berbagai macam kelompok etnik yang berbeda, yaitu etnis Afrika sebesar
52 %, Arab 39 %, Beja 6%, dan lain-lain sebanyak 3 %. Penduduk di wilayah utara
Sudan mayoritas memeluk agama Islam ( 70% ), sebanyak 5% memeluk agama
Kristen dan kebanyakan berdomisili di selatan Sudan, sementara 25 % penduduk
lainnya masih memegang teguh kepercayaan asli. Sebagian besar masyarakat Sudan
berbahasa Arab, disamping masih juga menggunakan bahasa suku mereka seperti
Nubian, Beja, Ta Bedawie, Fur, Nuban, dan juga dialek Nilotic dan Nilo-Hamitic.1

1 http://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html

17
2.1.3 Perekonomian Sudan
Perekonomian Sudan meningkat seiring dengan tingginya produksi minyak
dan harga minyak yang kian melambung tinggi. Namun, konflik internal yang
menimbulkan perang saudara selama dua dekade di selatan meningkatkan garis
kemiskinan pada pendapatan perkapita masyarakat Sudan.
Selain minyak, hasil – hasil pertanian juga merupakan sumber penting dari
perekonomian masyarakat Sudan. Kapas dan wijen menghasilkan hampir ¼ dari
setiap pendapatan eksport, selain itu Sudan juga merupakan negara pengekspor bahan
makanan seperti padi-padian, gandum, dan kacang-kacangan dan juga hasil
peternakan ke Mesir, Arab Saudi, dan negara-negara Arab lainnya. Walaupun
demikian, pertanian Sudan masih memiliki masalah irigasi dan transportasi yang
sangat mengganggu kedinamisan perekonomian.
Perkembangan industri Sudan terdiri atas pemrosesan hasil-hasil pertanian
dan berbagai macam industri terletak di Khartoum Utara. Pada beberapa tahun
terakhir, industri GIAD memperkenalkan pabrik perakitan mobil dan truk, dan
beberapa peralatan berat militer. Meskipun Sudan memiliki reputasi sebagai pemilik
sumber mineral terbesar, eksplorasinya cukup terbatas. Asbes, chrom, dan mika
dieksploitasi secara komersial.
Eksplorasi minyak bumi dimulai pada pertengahan tahun 1970an dan
menutupi seluruh keperluan energi dan ekonomi masyarakat Sudan. Jumlah minyak
mulai dikomersialkan untuk kepentingan ekspor pada Oktober 2000 sehingga
mengurangi impor bahan bakar minyak. Daerah yang diindikasikan memiliki sumber
minyak potensial di Sudan selatan adalah daerah Kordofan dan propinsi Laut Merah.
Menurut data tahun 2005, Sudan memproduksi minyak sekitar 401.000 barel
setiap hari yaitu sekitar 1,9 miliar dollar. Dengan adanya resolusi 21 tahun perang
saudara, masyarakat Sudan kini dapat memperoleh keuntungan dari sumber daya
alammya, membangun kembali infrastrukturnya, menaikkan produksi minyak, dan
dapat mencapai jumlah ekspor yang potensial.2
Menurut sejarah, negara-negara seperti Amerika, Belanda, Italia, Jerman, Arab
Saudi, Kuwait dan negara-negara pengekspor minyak lainnya (OPEC) telah
menyediakan bantuan ekonomi ke Sudan. Peran Sudan sebagai mata rantai ekonomi
antara Arab dan negara-negara di Afrika direfleksikan dengan munculnya Arab Bank
for African Development di Khartoum. Bank Dunia merupakan penyedia pinjaman
yang terbesar.
Walaupun demikian, semenjak Sudan menjadi peminjam terbesar di dunia
kepada Bank Dunia dan IMF pada 1993, hubungannya dengan institusi keuangan
internasional menjadi tidak baik dikarenakan gagalnya Sudan membayar hutang-
huntang tersebut. Pemerintah melanggar batas pelunasan program bantuan IMF.
Rencana 4 tahun reformasi ekonomi yang telah diperkenalkan pada tahun 1988 tidak
berhasil. Total hutang luar negeri Sudan melebihi 24 miliar dolar dan inflasi yang
tinggi menyebabkan harga barang-barang menjadi sulit dijangkau oleh konsumen
yang sebagian besar memiliki daya beli yang rendah.
Pada tahun 1993, nilai mata uang jatuh, sehingga mempengaruhi devisa
negara. Pada 1999, perdagangan liberal menjadi agak terbatas. Ekspor produksi –
produksi selain minyak menjadi stagnan. Sebaliknya, penemuan-penemuan pusat
minyak di selatan membawa harapan baru bagi keselamatan perekonomian Sudan.
Namun pada kenyataannya, harapan tersebut sulit diwujudkan bahkan sampai situasi
politik menjadi stabil.
Dewasa ini, perusahaan-perusahaan yang melakukan eksploitasi minyak bumi
di Sudan adalah Talisman Energy (Kanada), Petronas Carigali of Malaysia,
Petrochina, dan Sudapet atau Sudan Petroleum (perusahaan minyak pemerintah
Sudan). Perusahaan-perusahaan ini bergabung dalam konsorsium yang bernama
Greater Nile Operating Company (GNOC). Saham mayoritas konsorsium ini
dipegang oleh Petrochina (40%), Petronas (30%), Talisman (25%), dan Sudapet

2 ibid

19
(5%).3 Perusahaan-perusahaan minyak barat hanya sedikit yang beroperasi di Sudan
dikarenakan adanya ketegangan politik antara Amerika dan Sudan sehingga Presiden
AS Bill Clinton menjatuhkan embargo dan menghalangi perusahaan-perusahaan AS
untuk berdagang di Sudan pada tanggal 3 November 1997. Pemerintah AS percaya
bahwa pemerintah Sudan memberikan dukungan kepada terorisme internasional,
mengganggu stabilitas negara-negara tetangganya, dan mengizinkan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran HAM. Sebagai konsekuensinya, perusahaan-perusahaan AS
tidak dapat berinvestasi dalam industri minyak di Sudan.4
Pada tahun 2000 – 2001, perekonomian Sudan mengalami peningkatan untuk
pertama kalinya semenjak merdeka. Peningkatan produksi minyak, bangkitnya
industri ringan dan perkembangan Zona industri pengelolahan membantu menopang
pertumbuhan GDP sekitar 10 % di tahun 2006. produksi pertanian merupakan sektor
terpenting di Sudan karena menyumbang 35% dari GDP dan menyerap 80% dari
tenaga kerja, tetapi sebahagian besar tanah pertanian di Sudan masih tergantung pada
curah hujan dan rentan terhadap kekeringan5. Konflik di Sudan yang tidak pernah
berakhir dan kondisi cuaca yang tidak menguntungkan menyebabkan banyaknya
penduduk sudan akan tetap berada di bawah garis kemiskinan selamam bertahun-
tahun. Sejak Januari 2007, pemerintah mengenalkan mata uang baru yaitu Sudanese
Pound menggantikan Sudanese Dinar, dan pada bulan Juli 2007, Sudanese Pound
menjadi satu-satunya mata uang Sudan.6

2.1.4 Sejarah
Sudan merupakan kumpulan kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka sejak awal
era Kristiani pada tahun 1820 hingga 1821, ketika Mesir menjajah dan menyatukan
bagian utara negara tersebut. Kerajaan Kush di utara sebelumnya merupakan kerajaan

3 Budi Rachmad Suryasaputra. 11 Agustus 2004. Krisis Darfur dan Kepentingan Amerika.
http://www.freelists.org/archives/ppi/08-2004/msg01064.html
4 Economy of Sudan. http://en.wikipedia.org/wiki/Economy_of_Sudan
5 ibid
6 ibid
terpisah beribukotakan Napatan. Kerajaan ini kaya akan emas dan sistem
pertaniannya ditopang oleh aliran sungai nil. Kerajaan Kush dijajah Mesir pada tahun
736-657 SM, kemudian dihancurkan oleh kekaisaran Axumite dari Ethiopia sekitar
tahun 350 SM. Setelah itu muncullah dua kerajaan pengganti, yaitu kerajaan Maqurra
di Sudan Utara yang beribukotakan Dongola Tua dan kerajaan Alwa di bagian tengah
Sudan beribukotakan Soba. Kerajaan Maqurra runruh pada abad 15 oleh persekutuan
orang Arab dan Mesir, sementara kerajaan Alwa juga diruntuhkan pada awal abad 17
oleh aliansi orang-orang Arab. Sedangkan Sudan selatan merupakan daerah suku-
suku yang terpecah dan sering menjadi sasaran serangan para budak perompak
sampai abad ke 20.
Pada tahun 1881, seorang pemimpin keagamaan bernama Muhammad ibn
Abdalla menyebut dirinya sebagai “Mahdi” atau “orang yang diharapkan”, dan
memulai perang salib untuk menyatukan suku-suku di Sudan barat dan tengah.
Pengikutnya bernama “Ansars” atau “sang pengikut”. Nama tersebut tetap dipakai
hingga kini dan mereka berasosiasi dengan kelompok politik tunggal terbesar yaitu
Partai Umma, yang dipimpin oleh keturunan Mahdi, yang bernama Sadiq al Mahdi.
Dengan mengambil keuntungan dari hasil eksploitasi dan kekacauan
administrasi pemerintahan Ottoman (Mesir), Mahdi memimpin sebuah
pemberontakan nasionalis yang memuncak saat jatuhnya Khartoum pada tahun 1885.
Tak lama setelah itu, Mahdi meninggal. Namun, negara yang direbutnya tetap
bertahan hingga munculnya invasi Inggris dibawah kepemimpinan Jendral Horatio
Herbert Kitchener tahun 1898. Pemerintahan Inggris membawa sistem pemerintahan
modern, melaksanakan perbaikan hukum dan tata tertib, menekan angka perbudakan,
dan menjaga stabilitas ekonomi Sudan.
Pada Februari 1953, Inggris dan Mesir mengadakan sebuah perjanjian
mengenai pemerintahan Sudan. Masa transisi menuju kemerdekaan dimulai dengan
pelantikan parlamen pertama pada tahun 1954. Atas persetujuan pemerintahan Inggris
dan Mesir, Sudan memperoleh kemerdekaannya pada 1 Januari 1956 di bawah
konstitusi sementara. Namun, konstitusi ini sama sekali tidak menyelesaikan dua

21
masalah penting bagi pemimpin daerah selatan, yaitu sekulerisasi negara dan negara
kesatuan atau federal.
Sejak merdeka, konflik di Sudan menjadi berlarut-larut dan mengakar
semakin dalam pada perbedaan kebudayaan dan keagamaan sehingga memperlambat
kemajuan politik dan ekonomi. Pada Mei 1969, sebuah kelompok komunis dan
sosialis yang dipimpin oleh Kolonel Gaafar Muhammad Nimeiri menjadi presiden
Sudan. Sebulan setelah berkuasa, Nimeiri menyatakan faham sosialis disamping
Islam dan memutuskan untuk memberikan hak otonomi kepada daerah Selatan.
Nimeiri didukung sepenuhnya oleh PBB dan militer. Mulai Agustus 1985, Libya,
dibawah pimpinan Muammar al-Gaddafi, mengirimkan pasukannya sebanyak 800
pasukan militer berjalan dari Benghazi dan mempersenjatai suku lokal Baggara yang
dianggap sebagai sekutu Arabnya. Pada saat itu, hubungan Libya dengan PBB
diperburuk dengan rencana Amerika yang akan mengebom Tripoli pada April 1986,
sehingga Libya menyiapkan keperluan logistik dan pasukan udara pada serangan
Sudan melawan kaum pemberontak di Selatan (SLM/A)7. Sementara itu, bencana
kelaparan sedang melanda Darfur. Oleh karena itu, pada bulan Desember 1991,
Sudan People’s Liberation Army memasuki Darfur dengan harapan dapat memperluas
pemberontakan daerah selatan ke arah barat.

2.1.5 Politik dan Pemerintahan


Republik Sudan merdeka pada tanggal 1 Januari 1956. Tipe pemerintahannya
adalah pemerintahan provisional (sementara) yang didirikan oleh Comprehensive
Peace Agreement pada Januari 2005 yang menyediakan pembagian kekuatan
pemerintahan dengan bekas pemberontak selatan hingga pemilihan nasional
dilaksanakan antara pertengahan 2007 hingga pertengahan 2008.
Konstitusi negara Sudan adalah The Interim National Constitution yang
ditetapkan pada 6 Juli 2005. Konstitusi ini dibuat oleh National Constitutional
Review Commission sesuai yang dimandatkan oleh Comprehensive Peace Agreement
7 http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Darfur
(CPA) pada Januari 2005. Pemerintah Sudan selatan juga memiliki konstitusi
sementara yang ditetapkan pada Desember 2005. konstitusi tersebut disahkan oleh
Menteri Kehakiman sesuai dengan aturan dari The Interim National Constitution dan
Comprehensive Peace Agreement.
Presiden Sudan adalah pemegang otoritas sistem pemerintahan Executive,
yang juga merupakan perdana menteri, kepala pemerintahan, dan panglima angkatan
bersenjata. Pada 9 Juli 2005, sistem pemerintahan Executive ini juga terdiri dari wakil
presiden pertama dan kedua. Sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh CPA, posisi
wakil presiden pertama diduduki oleh seseorang yang dipilih oleh Sudan People’s
Liberation Movement (SPLM), yang secara bersama-sama membantu Presiden Sudan
Selatan. Sementara badan legislatif Sudan adalah The National Assembly merupakan
majelis rendah yang memiliki 450 anggota dengan pembagian kekuasaan dari partai
National Congress sebanyak 52 % kursi, SPLM 28 %, dan partai-partai Sudan Utara
dan Selatan lainnya sebanyak 14 % dan 6 % kursi. Selain itu juga ada majelis tinggi,
yaitu Council of State, yang terdiri dari dua wakil yang ditunjuk dari setiap 26
propinsi. Pada bidang peradilan, Sudan memiliki pengadilan tinggi, Menteri
Kehakiman, pengacara umum, dan pengadilan umum atau khusus. Di bidang divisi
sub administratif, tiap propinsi dikepalai oleh seorang gubernur yang ditunjuk oleh
presiden bersama dengan kabinet negara dan majelis legislatif negara.
Ada sejumlah partai politik di Sudan baik di bagian utara maupun selatan.
Semua partai politik tersebut kemudian dilarang, kecuali partai National Islamic
Front pada 30 Juni 1989 karena terjadi perampasan kekuasaan oleh Brigjen Omar
Hasan Al Bashir. Kudeta tersebut dikenal dengan nama Revolusi Penyelamatan
Nasional.
Selanjutnya, pada tahun 1998, organisasi-organisasi politik tersebut kembali
dibentuk dengan disepakatinya Konstitusi 1998. Konstitusi tersebut melegalkan
pembentukan partai-partai politik asalkan tidak menentang pemerintah dan tidak
melakukan tindak kekerasan. Lebih dari 30 partai terdaftar, namun yang terbesar
diantaranya adalah National Congress Party (NCP) dibawah kepemimpinan Presiden

23
Al Bashir dan Sekretaris Jendral Ibrahim Ahmad Umar. Selain itu juga ada Popular
National Congress (PNC) dipimpin oleh Osman al Mirghani dan Ummah Party (UP)
dipimpin oleh Sadiq al Mahdi. Selain itu, juga terbentuk sebuah aliansi nasional yang
beranggotakan beberapa partai oposisi dengan nama National Democratic Alliance
(NDA) dipimpin Osman al Mirghani. Diantara anggotanya terdapat Sudan People’s
Liberation Army (SPLA) dibawah pimpinan Kolonel John Garang dan Sudan
People’s Liberation Movement (SPLM) dibawah pimpinan Mansour Khalid. SPLM
adalah sayap politik dari SPLA.8

2.2. Gambaran Umum Konflik yang Terjadi di Darfur


Darfur, dalam bahasa Arab berarti ‘Tanah orang Fur’ terletak di sebelah barat
Republik Sudan. Orang-orang Fur adalah orang-orang muslim non-Arab. Mata
pencaharian penduduknya adalah penggembala ternak yang sebagian besar adalah
orang etnis Arab, dan petani yang didominasi oleh penduduk asli Afrika. Secara
geografis, letaknya terisolasi dengan ibu kota, Khartoum. Hal ini menyebabkan
Darfur menjadi daerah yang terbelakang di Sudan.
Darfur adalah sebuah daerah terprncil dalam negara Sudan, karena secara
geogafi wilayah ini terpisah dari Ibukota Khartoum. Sebelum merdeka dari jajahan
Inggris, sistem pemerintahan Sudan adalah sistem pemerintahan lokal yang
melibatkan pemimpin-pemimpin suku dalam pemerintahan lokal. Hal ini
menyebabkan wilayah Darfur terabaikan dan semakin terpuruk dalam kesehatan,
pendidikan, dan infrastruktur. Keterpurukan ini terus berlanjut hingga Sudan merdeka
pada tahun 1956.
Warisan pemerintahan kolonial masih sangat melekat dan mengakar di
pemerintahan Sudan seperti Praktek diskriminasi, baik berdasarkan etnis maupun
agama. Pemerintahan sangat didominasi oleh kaum Arab yang merupakan kaum
minoritas di negara Sudan, kaum pribumi atau kaum afrika kurang mendapatkan
tempat dipolitik dan pemerintahan Sudan. Selain itu juga pengaruh kolonial masih
8 Sudan. http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5424.htm
sangat kuat pada sistem ekonomi Sudan, dimana pembangunan ekonomi hanya
berpusat di sebelah utara Khartoum. Wilayah Selatan dan Barat yang banyak
memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi, gas alam, emas,
besi, perak, kronium, marmer, granit, tembaga, uranium, seng, nikel dan juga timah
serta hasil-hasil pertanian seperti kapas, padi, dan rempah-rempah tidak mendapatkan
manfaat dari sumber daya alam yang mereka miliki sehingga menyebabkan
perekonomian wilayah Selatan dan Barat sangat memprihatinkan.
Marginalisasi ekonomi dan politik antara pemerintahan pusat dengan daerah
serta perebutan wilayah pertanian, mendorong lahirnya pemberontak yang di kenal
dengan Darfur Leberation Front yang merupakan cikal bakal pemberontak di wilayah
Darfur pada tahun 1980-an. Konflik Darfur berawal pada tanggal 26 Februari 2003
ketika Darfur Liberation Front (DLF) menyatakan telah melakukan penyerangan
terhadap markas pemerintah di kota Golo, Jebel Marra. Mereka menyerang pos-pos
polisi dan konvoi-konvoi militer milik pemerintah di pegunungan Marrah. Akhirnya
pada 25 Maret 2003, markas militer milik pemerintah di kota Tine yang terletak di
perbatasan Chad berhasil direbut. DLF ini kemudian mengubah namanya menjadi
Sudan Liberation Movement (SLM) dan mengubah misinya yang semula menuntut
pemisahan wilayah Darfur dari Sudan menjadi pembentukan negara persatuan
demokratis Sudan yang berdasar persamaaan, pembagian kekuasaan, pemerataan
pembangunan, pluralisme budaya dan politik, serta kesejahteraan moral dan material
bagi seluruh rakyat Sudan. Kelompok ini kemudian menjadi kelompok pemberontak
di Darfur.
Pada Juli 2003, Sudan Liberation Movement / Army (SLM/A) dan Justice and
Equality Movement (JEM) mengangkat senjata melawan pemerintah pusat. Kelompok
ini terdiri dari petani agraris yang kebanyakan adalah orang muslim Afrika non Arab.
Anggota SLM adalah orang-orang Fur, Masalit serta suku Wagi Zaghawa, sedangkan
anggota JEM adalah orang-orang dari suku Kobe Zaghawa. Mereka menuntut
penghentian kekejaman yang dilakukan oleh milisi Arab terhadap penduduk etnis
Afrika serta marginalisasi politik dan ekonomi di Darfur. Setahun setelah itu,

25
pemimpin kedua kelompok pemberontak itu bersama-sama dengan pemerintah Sudan
serta wakil dari komunitas internasional berdiskusi di Geneva untuk mencari jalan
mengatasi krisis kemanusiaan yang telah terjadi.
Untuk melawan pergerakan pemberontakan, pemerintah Sudan menambah
pasukan tentara dan mendukung penduduk lokal untuk membentuk suatu kelompok
yang dikenal sebagai “Janjaweed” atau ‘Iblis berkuda’. Anggotanya sebagian besar
adalah orang-orang Arab di Afrika yang mayoritas adalah peternak. Pemerintah, yang
mendukung Janjaweed menuduh penduduk Non-Arab melakukan pelanggaran hak
asasi manusia, seperti, pembunuhan massal, perampokan dan pemerkosaan di Darfur.
Penyerangan oleh Janjaweed yang sering mendapat bantuan langsung dari
pemerintah Sudan, telah menyebabkan sepuluh ribu kematian di Darfur, dan lebih
dari dua juta pengungsi yang mengungsi ke negara tetangga, Chad. Banyak anak-anak
Darfur, meskipun tinggal di kamp – kamp pengungsi, mengalami kekurangan gizi dan
kelaparan hingga mati. Pekerja sosial di Darfur menyangkal adanya akses bantuan di
beberapa tempat di Darfur. Hal ini dikarenakan bahwa pemerintah Sudan menolak
semua kekuatan PBB memasuki Sudan.9
Gencatan senjata diantara partai telah ditanda tangani di N’Djamena, Chad,
pada 8 April 2004. Meskipun demikian, kekerasan tetap berlanjut walaupun misi
militer Uni Afrika telah disebar untuk mengawasi implementasi dari gencatan senjata.
SLM/A dan JEM bernegosiasi dengan pemerintah Sudan dibawah bantuan uni Afrika,
menghasilkan protokol-protokol tambahan mengenai aspek kemanusiaan dan
keamanan pada konflik 9 November 2004. Seperti perjanjian sebelumnya, perjanjian
ini pun dilanggar oleh kedua belah pihak. Pembicaraan dilanjutkan lagi di Abuja pada
10 Juni 2005. Dalam pembicaraan lebih lanjut menghasilkan susunan keamanan,
pembagian kekuatan dan kekayaan. Negosiasi ini dipersulit oleh terpecah belahnya
kepemimpinan SLM/A.
Uni Afrika dengan dukungan dari Dewan Keamanan PBB, Amerika, dan
komunitas internasional lainnya, memulai untuk menyebarkan pengawasan yang
9 http://en.wikipedia.org/wiki/Darfur
lebih luas dan pengamatan perang pada Oktober 2004. Dewan Keamanan PBB telah
melewati tiga resolusi yaitu resolusi 1556, 1564, dan 1574. Ketiga resolusi ini
bertujuan untuk memindahkan pemerintahan Sudan kepada Janjaweed, melindungi
penduduk sipil, dan mengetahui kebutuhan perluasan penyebaran misi Uni Afrika di
Darfur.
Usaha-usaha mediasi yang dilakukan oleh Uni Afrika membawa persetujuan
damai antara pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak (SLA), yang
ditandatangani pada 5 Mei 2006, yang dipimpin oleh Minni Arkou Minnawi di Abuja,
Nigeria. Namun, PBB mengatakan bahwa sebenarnya kekerasan meningkat secara
dramatis ketika perjanjian ini ditandatangani10. Karena, perjanjian ini ditolak oleh
JEM dan kaum pemberontak lainnya. Perjanjian tersebut berisi tentang pelucutan
senjata pasukan Janjaweed dan membubarkan kaum pemberontak agar digabungkan
kedalam pasukan militer. Perjanjian ini dibicarakan lebih lanjut pada Januari 2007
oleh Presiden Omar al-Bashir dengan kesepakatan untuk mengadakan gencatan
senjata selama 60 hari.
Pada bulan Juni 2007, pemerintah Sudan setuju untuk bergabung dengan
penjaga perdamaian Uni Afrika – PBB di Darfur. Anggota Uni Afrika menyatakan
bahwa persetujuan tersebut merupakan langkah maju pemerintah, tetapi beberapa
pengamat lain mengingatkan bahwa mungkin saja pemerintah mengingkarinya sama
seperti beberapa perjanjian sebelumnya. Sudan diberitakan telah memaksa agar
anggota-anggota penjaga perdamaian terbentuk dari tentara-tentara Afrika. Pada
bulan Juli, Dewan Keamanan PBB mengesahkan pembentukan 26 ribu anggota
penjaga perdamaian yang akan disebarkan di daerah Darfur. Misi PBB dan Uni Afrika
di Darfur (UNAMID) dimulai pada awal tahun 2008, namun pada bulan Maret hanya
9 ribu anggota saja yang ditempatkan di Darfur11.

10 ibid
11 http://encarta.msn.com

27

You might also like