You are on page 1of 27

1

GERAKAN INGKAR SUNNAH


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir pada mata kuliah:
Studi al-Hadth



Disusun Oleh:
Sofia Rosdanila Andri
FO5212102
Dosen Pengampu:
Dr. Abu Azam al-Hadi M.Ag




PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN TAFSIR HADITS
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
1434 H/2012 M
GERAKAN INGKAR SUNNAH
2

A. Pendahuluan
Wacana pembaharuan pemikiran dalam Islam selalu menarik untuk
dibicarakan. Banyak ulama dan cendekiawan muslim yang memberikan
pandangan atau pendapat mengenai reaksi pemahaman tentang Islam, reaksi
yang muncul beraneka ragam ada yang pro dan dan ada pula yang kontra,
terutama yang berhubungan dengan sumber hukum kedua Islam atau Sunnah.
Goresan sejarah mengungkapkan, bahwa ada sekelompok orang yang
mengaku beragama Islam namun menolak keberadaan sunnah, mengingkari
kedudukan sunnah, dan tidak mau menggunakan sunnah sebagai sumber
syariat setelah al-Qur`an. Mereka hanya mau mengakui al-Qur`an satu-satunya
sumber syariat. Secara terang-terangan mereka tidak mau menerima hadith-
hadith Nabi, baik yang mutawatir maupun yang ahad. Kata mereka; Sunnah
tidak dibutuhkan, al-Qur`an saja sudah cukup tanpa sunnah. Namun, di antara
mereka ada juga yang menggunakan hadith sebagai hujjah, meskipun hanya
sebagian dan pilih-pilih.
Hal ini ditandai dengan munculnya kritik dan pandangan yang
menolak eksistensi dan substansi sunnah baik secara absolut maupun dalam
bentuk pengingkaran sebagian hadith atau sunnah. Kelompok ini yang
akhirnya mengkristal menjadi golongan yang bernama Inkr al-Sunnah. Di
kalangan ahli Islam di Barat dan segelintir kalangan sarjana muslim yang
terpelajar tidak mengakui dan menolak hadith tersebut sebagai suatu kerangka,
bukan saja keteladanan Nabi melainkan juga sikap-sikap dan perbuatan-
perbuatan keagamaan para sahabat. Dari sinilah penulis mencoba
mengangkat tulisan ini dalam bentuk makalah dengan lebih jauh mengenali
kelompok ini serta argumentasi-argumentasi yang dikemukakannya.

B. Gerakan Ingkar Sunnah
1. Pengertian
Kata ingkar sunnah searti dengan inkr al-Sunnah, rafdl al-Sunnah,
radd al-Akhbr, dan lain-lain yang mempunyai arti pengingkaran sunnah.
Menurut bahasa, artinya menolak atau mengingkari, berasal dari kata kerja,
3

ankara-yunkiru-inkran.
1
Dalam bahasa Indonesia, kata (ingkar) mempunyai
beberapa arti antara lain; menyangkal, tidak membenarkan, tidak mengetahui,
dan mungkir.
2

Cukup banyak di antara para pakar hadith berbicara tentang ingkar
sunnah, tetapi tidak ditemukan banyak yang mengemukakan definisi ingkar
sunnah secara terminologis dan secara eksplisit. Ada beberapa definisi ingkar
sunnah di beberapa referensi berbahasa Indonesia yang sifatnya masih sangat
sederhana pembatasannya, yaitu:
a. Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadith atau
sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah al-Quran.
3

b. Suatu pendapat yang timbul dari sebagian kaum muslimin yang menolak
sunnah sebagai dasar dan sumber hukum.
4

c. Orang-orang yang menolak sunnah (hadith) Rasulullah SAW sebagai
hujjah dan sumber kedua ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.
5

d. Golongan ingkar sunnah juga menamakan dirinya sebagai golongan
Qurani, sebab mereka hanya menggunakan al-Quran sebagai sumber
ajaran dan tidak memercayai hadith Nabi Muhammad SAW. Alasannya,
adalah bahwa tugas Rasul hanya menyampaikan bukan memberikan
perincian.
6

Namun, definisi ingkar sunnah yang dimaksud disini adalah suatu
paham yang timbul pada suatu kaum minoritas umat Islam yang menolak
dasar hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis ataupun yang
secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau

1
Ibrahim Anis, et al. (Anis), al-Mujm al-Was, (Mesir: Mujm Lughah al-Arabiyah, 1972), cet.
Ke-2, juz. 1, 4456.
2
W.J.S Poerwadarminta (Poewadarminta), Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1984), cet. Ke-7, 382.
3
Tim Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), 428-429.
4
Husnan, Gerakan Inkar as-Sunnah dan Jawabannya, (T.t: T.tp, T.t), 5.
5
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid.2, 225.
6
Tim penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam, 221.
4

ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima oleh para
ulama.
7

Menurut Dr. H. Abdul Majid Khon, ada tujuh poin yang perlu
mendapatkan penjelasan sebagai kriteria pengingkar sunnah, sebagai berikut:
8

a. Suatu Paham
Ingkar sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau paham
sekelompok orang. Istilah ingkar sunnah, bukan nama sebuah sekte dalam
Islam, tetapi ia cenderung kepada sifat, sikap, pekerjaan, dan paham
individu atau sekelompok orang yang menolak kehujjahan sunnah. Kata
paham berarti menunjuk kepada keuniversalitasan definisi yang
mengantisipasi masa yang lewat dan yang akan datang, baik masa klasik
atau modern, yang pernah terorganisasi atau tidak. Seperti seseorang yang
pernah berdebat dengan Imam al-Syafii mengatasnamakan gerakan al-
Qurniyyn atau Ahl al-Qurn di India dan Pakistan pada akhir abad ke-
19 atau awal abad ke-20 pimpinan Muhibb al-Haqq Azhim Abadiy dan
Abdillah Jikralawiy.
9

b. Sebagian minoritas umat Islam
Paham penolakan sunnah mungkin terjadi di kalangan umat Islam
sekalipun sangat minim karena kekurangan informasi tentang pentingnya
sunnah dalam agama atau sebab-sebab faktor lain. Adapun penolakan
sunnah di kalangan umat non-Islam sangat mungkin terjadi, karena
posisinya sangat jelas, yaitu mengingkari Nabi, al-Quran dan sunnah.
Meskipun diantara mereka ada yang telah mempelajari dan paham tentang
sunnah seperti penelitian yang dilakukan oleh sebagian orientalis dan
murtad. Penolakan sunnah yang terjadi pada umat Islam tidak digolongkan
ingkar sunnah, tetapi ingkar Islam.

7
Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, (Jakarta: Fajar
Interpratama Offset, 2011), 22.
8
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 22-24.
9
Khadim Husayn Ilahi Najsy, al-Quraniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, (Thaif: Maktabah
al-Shiddiq, 1989), cet. Ke-1, 19-22. Ada dugaan pendiri al-Quraniyyun di India dua orang tersebut
yakni Muhib al-Haqq Azhim Abadi di Bahar India Timur dan Abd. Allah Jikralawi Lahore. Keduanya
mengambil pemikiran dari narasumber yang sama. Hanya tokoh pertama, mulanya tidak bertentangan
dengan amaliah kaum muslimin, berbeda dengan tokoh kedua.
5

c. Penolakan sunnah sebagai dasar hukum Islam
Ada kemungkinan paham ini menerima dan mengakui sunnah selain
sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, dan
tradisi. Memang pada umumnya mereka menganggap sunnah sebagai
sejarah atau tradisi saja. Bagi mereka tidak ada keharusan memperlakukan
sunnah sebagai hujjah dalam beragama dan tidak ada kewajiban
mengamalkannya. Sunnah boleh diamalkan dan boleh tidak diamalkan.
d. Sunnah praktis dan formalistik
Sunnah yang diingkari adalah sunnah yang shahih baik sunnah praktis
yakni pengamalan al-Quran (sunnah amaliyah) maupun sunnah
formalistis, yakni sunnah yang dikodifikasikan para ulama dalam berbagai
buku induk hadith meliputi perbuatan, perkataan, persetujuan Nabi SAW.
Bisa jadi secara substansial mereka menerima sunnah praktis tetapi
menolak sunnah formalistis atau menolak keduanya.
e. Penolakan sunnah secara total atau sebagian saja
Paham ingkar sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah
mutawatirah
10
dan ahad
11
atau menolak yang ahad saja dan atau sebagian
daripadanya. Berarti kemungkinan mereka hanya menerima sunnah
sebagai praktik hidup Rasul SAW dalam melaksanakan al-Quran yang
disebut dengan sunnah amaliyah mutawtirah (arti sunnah pada awal
perkembangan Islam) dan tidak menerima sunnah yang diriwayatkan dan
dikodifikasikan para ulama pendahulunya.
f. Penolakan secara terang-terangan atau tidak
Para ulama membagi ingkar sunnah menjadi dua macam, yaitu Pertama,
adakalanya dengan ungkapan yang tegas (sharih) bahwa hanya al-Quran

10
Arti mutawair dari segi bahasa berarti (al-Tatbu). Menurut istilah adalah sesuatu yang
diriwayatkan oleh banyak orang dari sesamanya di seluruh tingkatan periwayatan (thabaqat) sampai
akhir sanad, banyaknya menurut logika dan tradisi mustahil mereka sepakat bohong. Sebagian ulama
mempersyaratkan berita yang diriwayatkan masalah inderawi. Lihat: al-Shalih, Ulum al-Hadth wa
Musthalahahuh, h. 149-151, Mahmudh al-Thahn, Taysr Musthalah al-Hadth, (Beirut: Dr al-
Tsaqafah al-Islmiyah, 1985), cet. Ke-7, 20.
11
Ahad jamak dari ahad artinya berita yang diriwayatkan oleh seorang atau sampai tiga orang lebih
yang tidak mencapai mutawatir. Berita ahad memberi faedah zhanniy al-Wurd dan ilmu naari,
artinya tidak mutlak (relatif) kebenaran berita, perlu pemikiran dan penelitian lebih lanjut. Lihat, al-
alih, Ulum al-Hadth wa Musthalahahuh, h. 149-151, Mahmudh al-Thahn, Taysir Musthalah al-
Hadth, 22.
6

yang dijadikan hujjah dalam Islam dan menolak kehujjahan sunnah.
Kedua, kelompok yang ingin merobohkan paradigma sunnah dengan cara
mencerca cara periwayatannya secara diplomatis.
12

g. Tidak ada dasar alasan yang diterima
Jika seseorang menolak sebagian sunnah dengan alasan yang dapat
diterima oleh syara atau akal yang sehat. Misalnya, seorang mujtahid
yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada hadith yang ia dapatkan,
atau hadith itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya.

2. Sejarah Timbulnya Ingkar Sunnah
Dalam sejarah para sahabat tidak pernah ada yang skeptis sedikitpun
dalam mendengar, meriwayatkan, dan melaksanakan sunnah yang datang dari
Nabi SAW. Sejarah membuktikan bahwa di masa hidup beliau tidak ada di
antara mereka yang mendustakan Nabi, bahkan terhadap sesama sahabat yang
memandang satu sama lain saling mempercayai berita yang mereka sampaikan
dan tidak ada sikap yang skeptis atau permusuhan, kecuali yang datang dari
orang-orang munafik.
13

Pengingkar sunnah pada masa Nabi SAW tidaklah terjadi, beliau hanya
pernah memberikan isyarat bahwa nanti akan timbul pengingkar sunnah yang
menyimpang dari jalan yang lurus:


Diriwayatkan dari Abi Rfi r.a dari Nabi SAW bersabda: Sungguh
aku tidak bertemu dengan salah satu di antara kamu yang duduk bersandar di
atas singgasananya, datang perkara dari padaku dari apa yang aku
perintahkan atau aku larang. Maka ia menjawab: Kami tidak tahu, apa yang
kami dapati di dalam kitab Alah kami ikutinya.
14


12
Ab Zahrah, Trikh al-Madhhib al-Islmiyah, (Beirut: Dr al-Fikr, tt), 451.
13
Abd al-Qahir bin Muhammad al-Baghddiy (w.1037 H), al-Farq bain al-Firq, (Kairo: Maktabah
Dr al-Turth, t.th), 35 dan baca QS. Al-Fath/48:29 dan al-Hasyr/59:9.
14
Hadith diriwayatkan oleh Abu Dwud, Kitab al-Sunnah, bb Luzm al-Sunnah: 13/356, al-
Turmudzi, Kitb al-Ilmi, bab M Nuhy anh an yuqla: 7/424, Ibn Hibban, dalam mukaddimah, bb
al-Itishm bi al-Sunnah: 1/190, dan al-Hakim: 1/108. Abu Isa: Hadith ini hadith hasan dan sa,
lihat: Muhammad bin Isa al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, juz. 4, h. 462.
7

Hadith diatas memberikan isyarat bahwa ingkar sunnah datang dari
kalangan ekstremis yang bersenang-senang dalam kehidupan materi dan tidak
memerhatikan hukum syariat Islam, hadith ini juga sebagai dalil kemukjizatan
beliau
15
yang telah memprediksikan suatu peristiwa yang belum terjadi dan
akan terjadi, sebagai dalil bahwa sunnah adalah wahyu Allah, dan
menunjukkan ke-mashum-an beliau.
Sejarah perkembangan umat Islam terbagi menjadi tiga, yaitu masa
klasik: 650-1250 M, masa pertengahan: 1250-1800 M, dan masa modern
1800-sekarang. Adapun sejarah perkembangan ingkar sunnah hanya terjadi
dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern.
16

a. Ingkar Sunnah Klasik
Pada masa sahabat memang pernah terjadi ada segelintir orang yang
ingin hanya belajar al-Quran, seperti periwayatan al-Hasan al-Bashriy
berkata:
Ketika Imran bin Husain mengajarkan hadith, ada seorang yang minta agar
tidak usah mengajarkan hadith, tetapi cukup al-Quran saja. Jawab Imran,
Kamu dan sahabat-sahabatmu dapat membaca al-Quran, maukah kamu
mengajarkan shalat dan syarat-syaratnya kepadaku? Atau zakat dan syarat-
syaratnya. Kamu sering absen. Padahal Rasulullah telah mewajibkan zakat
begini begini. Terima kasih, saya baru sadar. Jawab orang tadi, dan ia
di kemudian hari menjadi ahli fiqh.
17

Hal serupa juga pernah tejadi pada masa Umayyah bin Khlid, dimana
ia mencoba mencari seluruh permasalahan dengan merujuk kepada al-
Quran saja. Akhirnya ia berkata pada Abdullh bin Umar bahwa di
dalam al-Quran ia hanya menemukan masalah shalat di rumah dan pada
waktu perang saja (shalt al-Khauf). Sedang masalah shalat dalam
perjalanan tidak ditemukan. Abdullah bin Umar menjawab, Wahai

15
Abi al-Ula al-Mubarakfury,Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jam al-Turmudziy, (Beirut: Dr al-Kutub
al-Ilmiyah, t.th), juz. 7, 354.

16
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, 55.
17
Ab Abdillh al-Hkim al-Naysabri, al-Mustadrak ala aayn, (Beirut: Dr al-Marif, t.th), juz
1, 109-110.
8

kemenakanku, Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW dan kita tidak
tahu apa-apa, kita kerjakan saja apa yang Nabi kerjakan.
18

Dari kisah-kisah diatas menunjukkan bahwa pada masa yang sangat
dini sudah muncul gejala-gejala ketidakpedulian terhadap hadith dimana
dalam perkembangan selanjutnya hal itu menjadi cikal-bakal munculnya
paham yang menolak hadith sebagai salah satu sumber syariat Islam, yang
kemudian lazim dikenal dengan ingkar sunnah.
Menurut M. Musthaf al-Azhmiy,
19
sejarah ingkar sunnah klasik
terjadi pada masa Imam al-Syfii (w.204 H) abad ke-2 H/7 M yang
menolak kehujjahan sunnah atau menolak sunnah sebagai sumber hukum
Islam baik mutawatir maupun ahad. Imam al-Syafii yang dikenal sebagai
Nashir al-Sunnah (pembela sunnah) pernah di datangi oleh seseorang yang
disebut sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang menolak
kehujjahan sunnah, untuk berdiskusi dan berdebat secara panjang lebar
dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan.
20

Di antara argumentasi yang dikemukakan secara ringkas dapat
disimpulkan sebagai berkut:
21

a. Al-Quran turun sebagai penerang atas segala sesuatu, bukan yang
diterangkan. Jadi, al-Quran tidak perlu keterangan dari sunnah.
b. Al-Quran bersifat qathy (absolut kebenarannya), sedang sunnah
bersifat anniy (relatif kebenarannya), maka jika terjadi kontradiksi
antar keduanya, sunnah tidak dapat berdiri sendiri sebagai produk
hukum baru.

18
Al-Mustadrak ala aayn, 258.
19
Muhammad Musthaf al-Amy salah seorang guru besar hadith dan ilmu hadith Fakultas Tarbiyah
Universitas King Imam Muhammad bin Saud Riyadh. Ia banyak membaca buku orientalis yang
menyerang hadith dan berhasil menangkis pikiran mereka melalui penelitiannya yang diajukan ke
Universitas Cmbridge sebagai disertasi untuk meraih gelar doktor dalam filsafat. Ia berhasil mengkritik
pemikiran Joseph Schacht yang menolak keotentikan hadith dan hasil penelitiannya diakui oleh Prof.
A.J Arberry, seoarang tokoh orientalis terkemuka di iniversitas ini pada 1967 M. Kemudian pada 1980
M/1400 H, al-Azhamiy mendapat hadiah King Faysal Internasional dalam Studi Islam. Lihat,
Muhammad Musthafa al-Azhamiy, Dirasat fi al-Hadits al-Nabawi wa Tarikhi Tadwinih, (Beirut: al-
Maktab al-Islamiy, 1992), juz. 1, h. Iv-7, dan Ali Musthafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus, 1995), 25-27.
20
Al-Syfii , al-Umm, (Beirut: al-Marifah, 1983), cet. Ke. 2, 50-255.
21
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, 56.
9

c. Jika sunnah diantara fungsinya sebagai penguat (takid) terhadap
hukum dalam al-Quran, maka yang diikuti adalah al-Quran bukan
sunnah.
d. Jika sunnah memberikan perincian terhadap globalitas hukum yang
dikandung al-Quran, maka tidak mungkin terjadi al-Quran yang
bersifat qathy dan yang menjadi kafir pengingkarnya sekalipun satu
huruf daripadanya, diterangkan dengan sunnah yang bersifat zhanniy
dan tidak kafir pengingkarnya.
e. Sunnah mutawatirah tidak dapat memberikan arti kepastian (qathy ),
karena prosesnya melalui ahad. Boleh jadi, di dalamnya terdapat
kebohongan.
Secara garis besar, Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga
kelompok pengingkar sunnah yang berhadapan dengan al-Syfii , sebagai
berikut:
a. Menolak sunah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui al-
Quran saja, golongan ini hanya mengakui al-Quran saja yang dapat
dijadikan hujjah.
b. Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan al-Quran.
c. Hanya menerima sunnah mutawatir saja dan menolak selain mutawatir
yakni ahad.
22

b. Inkar Sunnah Modern
Prof. Dr. Ahmad Majid Khon di dalam bukunya yang berawal dari
karya ilmiah disertasinya Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan
Ilmu Hadith menjelaskan gerakan ingkar sunnah modern terjadi di
beberapa tempat. Muhammad Musthafa al-Azhamiy, sejarah ingkar
sunnah klasik terjadi pada masa Imam al-Syfii pada abad ke-2 H/7 M
kemudian hilang dari peredarannya selama kurang lebih 11 abad.
23


22
Al-Syfii , al-Umm, h. 292, dan al-Rislah, Ed. Ahmad Muhammad Syakir, (Kairo: Dr a-Turth,
1979), cet. Ke-2, 369-387. Bagi Imam al-Syfii sunnah mutawatir disebut khabar ammah dan
sunnah selain mutawatir (ahad) disebut khabar kha. Lihat. Ab Zahrah, Trkh al-Madhhib al-
Islmiyah, 449450 dan al-Syfii Haytuh wa Aruh Aruh wa Fiqhuh, (Kairo: Dr al-Fikr al-Arabi,
1996), 193.
23
Muhammad Musthafa al-Aamy, Dirsat fi al-Hadth al-Nabawi wa Trkhi Tadwnih, 26.
10

Kemudian pada abad modern, ingkar sunnah timbul kembali di India dan
Mesir dari abad ke-19 M/13 H hingga sekarang.


a. Inkar Sunnah India
Dalam sejarah tercatat, ada dua gerakan penghancur Islam di India
pada abad ke-19 M ini, yakni al-Qainiyah dan al-Qurniyah. Al-
Qainiyah adalah kelompok Mirza Ghulam Ahmad al-Qadhihaniy (w.
1908 M) yang mengaku menjadi Nabi dan Rasul yang kemudian
disebut gerakan Ahmadiyah. Adapun Quraniyah, al-Quraniyn atau
ingkar sunnah dipimpin pendirinya Ghulam Nabi yang dikenal
Abdullah Jakralevi (w. 1918 M) mengingkari seluruh sunnah.
24

Diduga ada dua orang yang membidani lahirnya gerakan al-
Qurniyyn di India pada akhir abad ke-19 yaitu Muhib al-Haqq
Adzim Abadi di Bihar India Timur dan Abdullah Jakralevi (w. 1918
M) di Lahore.
25
Para tokoh ingkar sunnah yang lainnya di India adalah
Sayyid Ahmad Khan, Ciragh Ali, Maulevi Abdillah Jakralevi, Ahmad
al-Din Amratserri, Aslam Cirachburri, Ghulam Ahmad Parwez, dan
Abdul al-Khaliq Malwadah.
26

Sebab utama timbulnya ingkar sunnah modern ini adalah akibat
pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di
dunia Islam, terutama di India setelah terjadinya pemberontakan
melawan kolonial Inggris pada tahun 1857 M. Berbagai usaha yang
dilakukan kolonial untuk pendangkalan ilmu agama dan umum,
penyimpangan akidah melalui pimpinan umat Islam, dan tergiurnya
mereka terhadap teori-teori Barat untuk memberikan interpretasi
hakikat Islam.
27
Seperti yag dilakukan oleh Ciragh Ali, Mirza Ghulam

24
Khadim Husayn Ilhiy Najsy, al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, (Thaif:
Maktabah al-Shiddiq, 1989), cet. Ke-3, 19.
25
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 60.
26
Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, 57 dan 63.
27
Ibid, 21-24.
11

Ahmad al-Qadiyani, dan para tokoh yang mengingkari hadith jihad
dengan pedang, dengan cara mencela-cela hadith.
Pada masa modern ini, terdapat empat kelompok al-Qurniyyn di
India yang mempunyai dua prinsip, yaitu: Pertama, berpedoman hanya
pada al-Quran baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Kedua,
hadith Nabi bukan sebagai hujjah dalam beragama. Empat kelompok
ini antara lain; Umat Muslim Ahl al-Dzikr wa al-Quran,
28
Umat
Muslimah,
29
Thulu Islam,
30
dan Tamir Insaniyat.
31

Dibawah ini akan penulis tampilkan pengingkar sunnah India
Ahmad Khan dan Ciragh Ali karena pemikiran keduanyalah yang
dijadikan refrensi dan diikuti gerakan al-Qurniyyn berikutnya.
a. Ahmad Khan
Nama lengkapnya adalah Ahmad Khan bin Ahmad Mir al-Muntai
bin Imad al-Husayniy, lahir di Delhi 17 Oktober 1817. Sejak kecil

28
Kelompok ini dipimpin oleh Abdullh Jakralevi, seorang syaikh dan penngerak atau pencetus
Qurniyah. Diantara tulisannya Tarjamat al-Qurn bi yat al-Furqn (al-Quran dijelaskan dengan
ayat al-Quran juga). Kelompok ini mempunyai majalah yang disebut Balgh al-Qurn yang berisikan
pikiran mereka. Ia tinggal di Lahore, Pakistan, membawahi sekitar 100 orang pengikut yang memiliki
beberapa markas di berbagai kota di Pakistan pusatnya di Dr al-Quran 110 Semanabad Lahore. Disini
ada masjid yang tdak pakai mihrab yang emuat sekitar 100 orang shalatnya tiga kali dalam sehari
semalam dan mengingkari salam ketika izin masuk rumah. Baginya tidak ada yang membatalkan
wuduhu sperti menyentuh alat vital, mengeluarkan darah dan tidak ada adzan sebelum shalat, karena
al-Quran tidak menjelaskannya, hadith yang menjelaskan ini bohong. Lihat, Al-Qurniyyn wa
Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, 57-58, dan 368.
29
Kelompok ini dipimpin oleh Ahmad al-Din Amratserri bin al-Khwajah Miyan Muhammad (1861-
1933 H) di India. Pernah mempunya majalah al-Bayn dan Balgh, tetapi belakangan tidak terbit
karena kondisi ekonomi. Kelompok ini mempunyai banyak markas, pusatnya di Dr al-Quran 3
Lahore. Diantara pemikirannya shalat hanya dua waktu yakni shalat fajar dan Isya yang ketiga tidak
wajib. Shalat boleh dikerjaan empat atau dua rakaat dan tidak harus menghadap kiblat ke Kabah.
Namun belakangan shalat mereka lahirnya sama dengan muslim lain lima waktu dan puasa dalam
bulan suci Ramadhan. Lihat, Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, 59, dan 373-375.
30
Pendirinya adalah Ahmad Parwez bin Fadhal Din, lahir pada tahun 1903 di Punjab Timur India,
kemudian ia pindak ke Pakistan setelah kemerdekaannya. Pelajaran yang dierikan pada kelomok ini
adalah pelajaran tafsir al-Quran. Diantara pemikirannya adalah di dalam al-Quran tidak ada
keterangan bahwa Nabi pernah shalat mengadap Bait al-Maqdis kemudian berubah ke Mekkah. Al-
Quran juga tidak menjelaskan hadapan shalat ke Kabah yang ada menghadap ke Mekkah untuk
menyatukan umat Islam. Pemerintah Quraiyah boleh mengubah dan mengganti bagian shalat yang
tidak ditetapkan al-Quran. Lihat, Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, h. 60-61, dan
377-378.
31
Kelompok ini dikomandoi oleh Adul Khaliq Malwadah, salah seorang pimpinan yang memiliki bakat
peceramah ang dapat memikat pendengarnya, ia berpendidikan magister bahasa Arab tetapi juga
menguasai bahasa Urdu dan Inggris. Diantara pemikirannya adalah tidak lebih dari apa yang diperintah
Allah untuk mengikuti apa yang diturunkan-Nya dalam al-Quran. Lihat, Al-Qurniyyn wa
Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, 62-63.
12

ia belajar al-Quran kemudian belajar bahasa Arab dan Persia. Pada
1838, ayahnya meninggal. Karirnya diawali menjadi juru tulis
tingkat rendahan di Serikat India Timur (EIC) Delhi.
32

Pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadith dan fiqh.
Semua ini diukur dengan kritik rasional. Akibatnya, ia menolaj
semua hal yang bertentangan dengan logika dan hukum alam.
Pertama-tama ia hanya mau mengambil al-Quran sebagai yang
menentukan bagi Islam; sedang yang lainnya adalah membantu dan
kurang begitu penting. Ia menolak hadith yang berisi moralitas
sosial yang dihimpun oleh masyarakat Islam abad pertama atau
abad kedua. Ia mulai sama sekali dari al-Quran dan dibawa untuk
menguraikan tentang tentang relevansinya dengan masyarakat baru
pada zamannya
33
, dan disesuaikan dengan logikanya saja tanpa
melihat petunjuk lafaznya dan ijma para ulama. Maka, ia menolak
surga, neraka, malaikat, jin serta mencaci ulama fikih, ahli hadith
dan syair Islam.
Diantara pemikirannya yang lain yang dihimpun dalam
makalahnya adalah sebagai berikut:
34

1. Al-Quran diturunkan kepada Rasul secara makna saja sedang
redaksinya dari Rasul sendiri.
2. Berita ghaib dan sunnah ia takwilkan dengan pendapat akalnya.
Misalnya, hadith tentang malaikat menulis ketentuan janin dala
kandungan sang ibu, tentang rezeki, dan ajal ditakwilkan
latihan perbuatan yang akan diperbuat anak stelah lahir, setan
ditakwilkan kekuatan musuh dan lain-lain.
3. Meragukan otentisitas sunnah karena ia hanya ditulis
berdasarkan ingat-ingatan periwayat saja dalam tempo waktu
yang lama dari masa Nabi, maka tidak lepas dari tambahan-
tambahan.

32
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 81.
33
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1996), cet. Ke. 3, h.
20.
34
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 82-83.
13

4. Hadith yang tertulis dalam berbagai kitab sesungguhnya
ungkapan para periwayat, kita tidak tahu lafaz yang asli dari
Nabi SAW. Ungkapan ini adakalanya sesuai dengan ungkapan
Nabi dan adakalanya tidak, maka tidak heran jika sebagian
periwayat salah dalam memahami hadith.
5. Segala hukum prodik hadith tidak wajib diikuti umat Islam,
karena ia hanya produk ijtihad para ulama dan ada
kemungkinan bukan demikian yang dimaksudkan Nabi SAW.
6. Para periwayat hadith sekalipun yang paling agung seluruhnya
tidak ada yang dapat dipercaya karena mereka telah lama wafat
kemudian diadakan penelitian tentang diterima atau ditolaknya
suatu hadith. Jikalau hal ini mustahil, adalah sesuatu yang
sangat sulit.
35

Uraian diatas menunjukkan bahwa Sayyid Ahmad Khan
menolak seluruh sunnah yang tidak sesuai dengan logika dan
meragukan validitasnya, sebab ia dihimpun para ulama abad
pertama atau kedua.
a. Ciragh Ali
Ciragh Ali bin Muhammad dilahirkan pada 1844 M. Studinya
hanya sampai pada tingkat Mutawassithah (SMA), tetapi
karena kesungguhan dan kecerdasannya ia mempunyai
kedudukan. Ia meninggal pada 15 Juni 1898 dan dimakamkan
di Bombay, India.
36
Menurut Dr. Musthafa al-Sibaiy yang
dikutip oleh Khadim Husein Ilahiy Najsy, kaum imperialis
sadar bahwa umai Islam India tidak mungkin dapat dicegah
berperang dengan pedang, maka mereka berusaha mencaci
hadith tentang jihad. Ciragh Ali dan al-adiyani sebagaimana
Ahmad Khan dan lain-lain bergerak dalam hal ini. Diantara
pemikiran Ciragh Ali tentang sunnah, sebagai berikut:

35
Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, h. 102-105.
36
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 84.
14

1. Menolak hijab yang diperintahkan Islam seperti
ungkapannya, Nabi SAW tidak perintah dan tidak melarang
istri-istrinya mengenakan hijab, tetapi memelihara tradisi
cara berpakaian sebagaimana juga fiqh Islam tidak perintah
menutup muka dan tangan.
2. Nabi melarang sistem perbudakan, tawanan peperangan
harus dibebaskan tanpa tebusan dan pembunuhan.
3. Periwayatan tentang penjualan Bani Quraidhah dan anak-
anak mereka tidak benar, apalagi ketundukan Nabi terhadap
keputusan Saad, karena keputusan ini bertentangan dengan
hukum al-Quran.
4. Al-Quran adalah kitab yang sempurna dari berbagai segi
dan selalu relevan dengan perkembangan zaman jika
penafsirannya bagus dan pengikutnya akan mencapai
kemajuan. Tetapi jika al-Quran ditafsirkan sebagaimana
ahli tafsir yang ada dan mengikuti periwayatan hadith yang
bohong/maudhu, maka umat menjadi mundur. Mayoritas
sunnah maudhu hanya sedikit yang shahih, ia tidak lebih
khayalan dan renungan para ulama atau dalil aalogi dan
ijmai.
37

Dapat disimpulkan pemikiran Ciragh Ali tentang sunnah bahwa
ia mengingkarinya sebagai dasar hukum Islam. Ia hanya
berpedoman pada al-Quran saja dalam beragama. Dari Ciragh
Ali dan Ahmad Khan dilanjutkan oleh Abdullah pendiri ahl al-
Dzikr wa al-Quran empat tahun setelah meninggalnya Ahmad
Khan dari sinilah disebarkan berbagai kerancuan dalam sunnah
tersebut.

b. Ingkar Sunnah di Mesir
Gejala timbulnya ingkar sunnah awal di Mesir modern beriringan
dengan dengan perkembangan modernisasi yang dipelopori oleh para

37
Al-Qurniyyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah, h. 107-110.
15

reformis seperti Syaikh Muhammad Abduh dan murid-muridnya
diantaranya Muhammad Rasyid Ridha yang membawa pengaruh besar
bagi perkembangan dunia Islam khususnya di Mesir dalam
perkembangan kebebasan berpikir dan berijtihad setelah mengalami
stagnasi sekian lama.
38

Diantara tokoh ingkar sunnah Mesir antara lain:
a. Tawfiq Shidqy
39

Isu ingkar sunnah awal di Mesir modern dikemukakan oleh
Tawfiq Shidqiy dalam artikel kontroversialnya yaitu al-Islam
Huw al-Quran Wahdah
40
pada majalah al-Manar pimpinan
Muhammad Rasyid Ridha.
41
Artikel ini mengundang reaksi
keras para ulama dan kritikus, sehingga ia harus melayani
jawaban selama kurang lebih 4 tahun yang memenuhi halaman
majalah ini.
42

Setelah selesai menyelesaikan studi, ia banyak menulis artikel
ilmiah dan berwawasan di berbagai majalah dan Koran harian,
seperti di al-Manar, al-Muayyad, al-Liwa, al-Syaab, dan al-
Ilm. Diantara judul artikel yang kontroversia adalah al-Islam
Huw al-Quran Wahdah. Buah pikiran Tawfiq Shidqiy dapat
ditelaah dari artikel tersebut, diantaranya:

38
Ijtihad mengalami stagnasi pada masa kemunduran (1250-1800 M). Pendapat yang itimbulakn zaman
desintegrasi (1000-1250 M), bahwa ijtihad telah tertutup diterima secara umum pada masa ini. Antara
mazhab empat terdapat suasana damai dan di madrasah diajarkan mazhab empat ini. Perhatian pada
ilmu pengetahuan sedikit sekali. Lihat, Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta:
UI-Press, 1985), cet. Ke-5, h. 83 dan Pembaruan dalam Islam Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), cet. Ke-7, h. 62.
39
Tawfiq Shidqiy adalah salah seorang dokter yang bertugas di salah satu Lembaga Kemasyarakatan di
Kairo, Mesir. Ia dilahirkan pada 24 Syawwal 1298 H/1881 M. pada masa usia remaja masuk ke Maktab
untuk mempelajari al-Quran dan menghafalnya, sejak itu ia telah tampak adanya kecenderungan pada
masalah yang bersifat religius dan realisasinya dalam ilmu modern. Kemudian ia menamatkan sekolah
dasar tahun 1896 M, sekolah menengah tahun 1900 M, sekolah kedokteran tahun 1904 M.
40
Tawfiq Shidqiy, al-Islm Huw al-Quran Wahdah (ra wa Afkr),, dalam al-Manar, (Mesir:
Mathbaah al-Manr, 1906), jiz. 7, jilid. 9, 515-525.
41
Al-Islm Huw al-Qurn Wahdah, 906-925.
42
Muhammad Rasyid Ridha, Tarjamah al-Thabb Tawfiq Shidqiy, dalam al-Manr, juz. 9, jilid. 21,
492-494.
16

1. Hanyalah al-Quran yang diwahyukan Allah secara mutlak dan
tidak terjadi kesalahan, sedangkan sunnah tidak demikian.
2. Islam hanyalah al-Quran, tidak perlu tambahan lain, karena al-
Quran teah sempurna tidak perlu disempurnakan. Sunnah
bersifat kontemporer hanya berlaku pada masa Nabi saja dan
bagi bangsa Arab saja. Bagi umat yang hidup setelah masa
Nabi atau bagi bangsa non Arab boleh tidak pakai sunnah.
3. Nabi melarang penulisan sunnah. Seandainya sunnah menjadi
sumber hukum Islam pasti Nabi perintah menulis seperti al-
Quran.
4. Ia menolak seluruh sunnah baik mutawatir maupun ahad,
seperti tata cara shalat. Menurutya, tata cara shalat telah
disebutkan dalam berbagai ayat al-Quran secara terpisah
seperti berdiri, duduk, ruku, sujud, tasbih, takbir, dan
membaca al-Quran. Sementara jumlah rakaat shalat qashr
dalam keadaan khawf (perang) yaitu dilaksanakan dua rakaat.
Jadi kewajiban minimal dalam shalat adalah dua rakaat dan
boleh ditambah sesuai dengan kondisinya dengan asas tidak
berlebihan.
43

b. Mahmud al-Rayyah
Mahmud al-Rayyah adalah salah seorang penulis modern
berkebangsaan Mesir. Pada masa mudanya pernah belajar di al-
Azhar sampai ke tingkat Tsanawiyah (SMU), akan tetapi
mengalami kegagalan tidak luls lebih satu kali.
44

Pada 1945, ia menulis sebuah artikel yang berjudul Hadits
Muhammad di al-Risalah yang memuat pikirannya tentang
hadith yang menyalahi kepercayaan para ulama a-Azhar.
Maka, terjadilah polemik dengan mereka, diantaranya dengan
Abu Syahbah sendiri menolaknya bahkan menyarankan agar ia
meralat tulisannya, tetapi dengan pendiriannya, Mahmud al-

43
Tawfiq Shidqiy, Al-Islm Huw al-Qurn Wahdah, 907, 911, dan 916, juz. 7, jildi. 9, 515, 517, 518.
44
Imd al-Sayyid, al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Kibat Ad al-Islm, (Tesis di Fakultas Ushuluddin,
Kairo, Mesir, 1999), 34-35.
17

Rayyah menolaknya dengan artikel kedua yang tetap
mempertahankan pendiriannya.
45

Diantara pemikiran Mahmud Abu Rayyah adalah sebagai
berikut:
1. Buku induk hadith tidak dapat dijadikan pedoman dalam
beragama untuk umum sebagaimana al-Quran, karena ia
merupakan hasil ijtihad para ulama belakangan.
2. Abu Rayyah dengan mengutip berbagai pendapat ulama
yang kontra berkesimpulan, bahwa secara keseluruhan
hadith hanya ahad yang berfaedah zhann (menduga-duga)
dan tercela menurut al-Quran, sedang hadith mutawatir
tidak mungkin terjadi karena kelangkaan persyaratan.
46

c. Ingkar Sunnah di Indonesia
Penulis menambahkan sekilas dalam pembahasan
ingkar sunnah modern yang terjadi di Indonesia. Pemikiran
modern ingkar sunnah muncul di Indonesia secara terang-
terangan kira-kira pada tahun 1980-an. Persisnya sekitar tahun
1982-1983.
47
Sekitar tahun 1980-an, paham pemikiran modern
ingkar sunnah di Indonesia bergerak di beberapa tempat pada
1983-1985 mencapai puncaknya sehingga menghebohkan
masyarakat Islam dan memenuhi halaman berbagai harian
koran dan majalah. Pusat pergerakan mereka di Jakarta yang
mendominasi jumlah pembawanya yang terbanyak, kemudian
di Bogor, Jawa Barat; Tegal, Jawa Tengah, dan Padang,
Sumatera Barat.
48

Secara umum, pokok-pokok ajaran ingkar sunnah yang
tersebar di Indonesia antara lain:

45
Ab Syahbah, Dif al-Sunnah, (Kairo: Maktabah al-Ilm, 1995), cet. Ke. 1, 34-35.
46
Mahmud Abu Rayyah, Aw ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, (Kairo: Dr al-Marif, t.th), cet.
Ke. 6, . 19-22, 250-252, 380-381.
47
Zufran Rahman, Sunnah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam (Jawaban Terhadap Ingkar
Sunnah, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995), cet. Ke-1, h. 162.
48
Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith, h. 100.
18

1. Tidak mengakui dua kalimat syahadat.
2. Tidak mengakui shalat lima waktu dan azan iqamat setiap
waktu .
3. Menghilangkan shalat berjamaah setiap waktu.
4. Tidak ada kewajiban puasa Ramadhan, zakat fitrah dan
shalat Jumat.
5. Orang meninggal tidak boleh dimandikan, dikafankan, dan
dishalatkan.
6. Allah dan Rasul manunggal (dwi tunggal) mengikuti hadith
Nabi haram.
7. Tidak mengakui adanya shalat Idul Fitri, Idul Adha, dan
shalat Tarawih.
8. Nabi Muhammad tidak berhak menerangkan agama yang
membinasakan umat.
49


3. Argumentasi Ingkar Sunnah
Sebuah statemen yang muncul tak ubahnya seperti bangunan, untuk
dapat berdiri kokoh harus didukung oleh beberapa komponen sebagai pilar
penyangga dan penopangnya. Demikian pula dengan kelompok Ingkar Sunnah
telah mengajukan berbagai argumentasi yang dikedepankan sebagai upaya
memberikan justifikasi terhadap statemen yang mereka landingkan. Ditilik
dari argumentasi yang mereka ajukan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
argumentasi dalam bentuk nas secara tekstual (naql) dan argumentasi
berdasarkan logika formal (aql).
1. Argumentasi berdasarkan nash secara tekstual
a. Sesuatu yang akan menjadi landasan agama haras bernilai pasti. Dan
yang secara jelas terbukti kepastiannya dalam segala segi hanya al-
Quran, sementara sunnah masih bernilai zhanni. Berdasarkan fiman
Allah SWT;
ElgO CU4-:^- =UuC4O O gOOg
O O1- =}1+Ug ^g

49
M Amin Djamaluddin, Bahaya Ingkar Sunnah, (Jakarta: LPPI, 2000), cet. Ke-3, 48-69.
19

Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa.
50


b. Pendapat lain mengatakan, secara kuantitas hadith mutawatir sangat
minim sekali jika dibandingkan dengan hadith yang secara kualitas
bernilai ahad, sementara yang ahad itu bersifat zhann. Agama tidak
bisa dilandaskan pada konspirasi antara al-Quran dengan hadith yang
bernilai zhann, karena gabungan antara yang pasti dengan zhann akan
melahirkan bentuk zhann juga. Dasarnya firman Allah SWT;
4 -^> 4` "^1 El gO)
vUg _
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya.
51


c. Al-Quran tidak memerlukan penjelasan karena al-Quran merupakan
penjelasan bagi segala hal. Dalam statemennya disebutkan, al-Quran
diturunkan secara rinci. Implikasinya semua ayat yang telah diturunkan
sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lagi. Berdasarkan firman
Allah SWT;
4O-4 -Og~-.- 44O^ N:^1)
=U4-^- 1EOEN` _
Padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu
dengan terperinci?
52


d. Konsekuensi dari pandangan diatas, bagi mereka yang tetap
berpendapat perlunya penjelasan bagi al-Quran, berarti secara tegas
telah mendustakan eksistensi dan substansi al-Quran sebagai penjelas
bagi segala hal secara tuntas tanpa ada yang luput dan teralfakan di
dalamnya. Berdasarkan firman Allah SWT;
E` 4L;CO O) U4-^-
}g` 7/E* _

50
QS. Al-Baqarah, 2:2.
51
QS. Al-Isra, 17:36.
52
QS. Al-Anam, 6: 114.
20

Tiadalah Kami alfakan sesuatupun dalam al-Kitab.
53


e. Hanya al-Quran yang memilki otoritas dan legitimasi menjadi sumber
hukum Islam. Untuk itu Allah telah menjamin kelestarian, keutuhan
dan keorisinilannya sampai hari kiamat. Sesuai dengan firman Allah
SWT;
^^) }^4 4L^EO4^
4O^g]~.- ^^)4 +O
4pOOgO4O ^_
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
54


Argumentasi ini dipegang Rasyid Ridha dan Tawfiq Shidqyi, Abu
Rayyah dan para pengingkar sunnah dari Pakistan.
55
Sedangkan kelompok lain
berpendapat, hadith tidak dapat dikategorikan sebagai wahyu, karena bisa
dikatakan wahyu tentu akan ada jaminan atau garansi dari Allah SWT untuk
memelihara kelestarian dan keorisinalannya sampai hari Kiamat nanti.
Masih banyak lagi argumen-argumen lain yang dijadikan hujjah dan
pegangan untuk melegitimasi dan menjustifikasi pandangannya. Dalam
perjalanannya kelompok ini telah menemui rintangan dan kritikan baik yang
bernada keras maupun ringan, terutama dari kelompok yang mengklaim diri
sebagai kelompok pembela sunnah, dengan melakukan berbagai tindakan
preventif terhadap kemungkinan semakin meluasnya pengaruh dan akibat
yang ditimbulkan oleh kelompok ini. Juga sebagai pembelaan terhadap
eksistensi dan substansi sunnah dari upaya penggerogotan yang dilakukan oleh
mereka yang menentang sunnah Nabi sebagai sumber ajaran Islam.

2. Argumentasi berdasarkan dalil aqli
Maksud dalil aqli disini, yaitu dalil yang tidak secara langsung
disandarkan pada teks teks al-Quran, akan tetapi dengan cara analisis dan

53
QS. Al-Anam, 6:38.
54
QS. Al-Hijr, 15:9.
55
Aw al al-Sunnah al-Muhammadiyah, 46-50.
21

elaborasi melalui penalaran akal secara logis-obyektif, walaupun sisi-sisi
argumentasi itu ada yang bersinggungan dengan sisi tertentu dari ayat al-
Quran maupun sunnah Nabi. Diantara argumentasi tersebut yang patut
dikedepankan adalah;
a. Al-Quran ditransformasikan Allah SWT dalam bahasa Arab, yang
notabene sebagai bahasa sehari-hari komunitas masyarakat muslim
dimana al-Quran itu diturunkan. Tentu bagi orang mampu memahami
bahasa Arab dari segi balaghah, uslub dan tata bahasa secara baik dan
benar, dalam memahami al-Quran tidak memerlukan perantara
termasuk dari hadits atau sunnah dalam menangkap pesan-pesan moral
al-Quran dengan pemaknaan yang benar dan lebih komprehensif.
b. Realitas sejarah menunjukkan umat Islam telah terpolarisasi menjadi
beberapa kelompok karena perbedaan paham dalam memahami realitas
agama yang menimbulkan konsekuensi kemunduran Islam dalam
peraturan dan persaingan internasional sampai saat ini. Salah satu
penyebabnya adalah perbedaan dalam penggunaan hadits sebagai
literatur mereka. Berdasarkan premi diatas dapat ditarik benang merah
bahwa hadits merupakan salah satu penyebab mundurnya umat
Islam.
56

c. Tawfiq Shidqiy menambahkan, tidak satupun hadith yang dicatat pada
masa Nabi. Dalam rentang waktu tersebut hadith sangat rentan
terhadap upaya memutarbalikkan fakta, dengan cara mempermainkan
dan merusak hadith sebagaimana yang telah terjadi.
57

d. Signifikasi metode analisis-korektif yang berwawasan obyektif
terhadap hadith seperti kritik sanad, masih belum representatif dan
masih lemah dalam menentukan keshahihan (realibility) sebuah hadith,
karena dua alasan; pertama kritik sanad yang terdapat dalam ilmu al-
jarh wa al-tadil
58
, baru muncul satu setengah abad setelah Nabi wafat.
Sehingga mata rantai pentransmisian pada masa sahabat Nabi tidak

56
Kasim Ahmad, Hadits Satu Penilaian Semula, (Selangor : Media Intelek, 1986), 14-20.
57
Tahir Hakim, Sunnah Dalam Tatanan Pengingkarnya, Alih Bahasa M. Maaruf Misbah,
(Jakarta : Granada, tt), 14.
58
Ilm Jarh wa al-Tadl suatu ilmu dengan metode tertentu untuk menentukan cacat dan terpujinya
para rawi hadith, yang sangat signifkan dalam menentukan diterima dan ditolaknya sebuah hadith.
22

dapat ditemui dan diteliti lagi. Kedua seluruh sahabat nabi sebagai
perawi pada tingkatan pertama, dinilai semua adil oleh para
muhaddithin abad III H atau awal abad IV H, dengan konsep tadil al-
Shahabah, sehingga mereka dikategorikan sebagai orang yang ma'sum
dari kesalahan dan kekeliruan dalam meriwayatkan hadith.
Inilah argumentasi-argumentasi dan dasar statemen mereka sebagai,
upaya justifikasi terhadap statemen yang digutirkannnya. Terlepas dari
benar dan salahnya kita dapat menjadikannya sebagai stimulus bagi
gerakan intelektual muslim, khususnya bagi kalangan muhaddithin dalam
mencari formulasi dan argumentasi yang independen dengan berwawasan
obyektif yang jauh dari kesan apologis, apalagi sikap apriori, tetapi dengan
berlandaskan logika formal merupakan solusi yang realistis.

4. Bantahan Ulama Terhadap Ingkar Sunnah
Menurut Amy, tidak diragukan lagi bahwa al-Quran bersifat
konkrit dan pasti. Namun, kekonkritan dan kepastian itu adalah dari segi
keberadaannya (Qaiy al-Thubt). Sementara dari segi pengertian yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Quran itu, tidak selamanya hal itu bersifat
konkrit dan pasti. Ada ayat yang memberikan pengertian konkrit dan pasti,
qaiy al-Dallah. Dan ada juga ayat yang memberikan pengertian tidak
konkrit dan pasti, anni al-Dallah.
59

Dalam mengikuti ann antara al-Quran dan hadith tidak ada
perbedaan. Kita diwajibkan mengikuti al-Quran yang terkdang bersifat
dhann pengertiaanya, dan kita suda diwajibkan mengikuti hadith yang
bersifat ann keberadaanya.
60

Tidak bisa disangkal lagi bahwa para pengingkar Sunnah cenderung
memilah-miilh ayat al-Quran, mana yang sesuai dengan gaya berpikir
mereka itulah yang mereka pakai. Namun, apabila ayat tersebut tidak bisa
memback up pemikiran serta argumen mereka maka mereka tidak akan
menggunakkan ayat tersebut sebagai legitimasi.

59
Ali Musthafa Yaqub, Kritik Hadis, 54.
60
Ibid
23

Memang al-Quran merupkan penjelas segala sesuatu seperti yang
telah disebut dalam surat al-Anm ayat 38:
4`4 }g` lO+.-E1 O)
^O- 4 OO^C +OOgC4C
gO^OEOE4O_ ) v4`q
77V^` _ E` 4L;CO O)
U4-^- }g` 7/E* _ O
_O) jgj4O ]+O=^47
^@g

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga)
seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

dan al-Nahl ayat 89,
4O4C4 +El4^ O) ]7
lOE`q -O)_E- )_^1U4 ;}g)`
jgO^ W 4L^O_4 C)
-OjgE+ _O>4N g7^E- _
4L^EO4^4 C^OU4N
=U4-^- 4L4Og>
]7g 7/E* O4-4
LOE;O4O4 O4O;+4
4-g)UOUg ^g_
(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami
turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.

Namun, mereka enggan melihat ayat lain seperi surat an-Nahl ayat 44,
ge4L)O4l^)
@O+O-4 .4L^4O^4
El^O) 4O-g]~.-
4))-4l+g +EELUg 4`
4@O+^ jgO) _^UE4
]NO-E4-4C ^jj
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami
turunkan kepadamu al-Qurn, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya
mereka memikirkan.
24


C. Kesimpulan
Sejak masa lalu umat Islam sepakat untuk menerima hadith dan
menjadikannya sebagai sumber hukum Islam yang wajib dipatuhi. Pada masa
lalu juga sudah terdapat sejumlah orang atau kelompok yang menolak hadith,
tetapi hal itu lenyap pada akhir abad atau paling tidak pada akhir abad ketiga.
Penolakan hadith ini muncul kembali pada abad ketiga belas hijri yang lalu,
akibat pengaruh penjajahan Barat.
Substansi ingkar sunnah modern (abad ke-19-21 M) sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan pemikiran ingkar sunnah klasik (masa Imam Syfii)
yakni sama-sama menolak kehujjahan sunnah sebagai dasar beragama.
Keduanya memiliki tingkatan yang sama dalam penolakan sunnah yakni
adakalanya menolak seluruh sunnah, menolak sebagian sunnah yang tidak
semakna dengan al-Quran, dan menolak sunnah ahad saja.
Dalam rangka memperkuat persepsi tentang status sunnah sebagai
dasar hukum Islam, hendaknya kepada semua umat Islam mempelajari ilmu
hadith Diryah dan Riwyah, sehingga mampu memahaminya secara
fungsional, mampu mendeteksi dan meneliti keshahihan periwayatan dalam
sanad dan matan, mampu mengetahui bagaimana perhatian para ulama dalam
periwayatan, penghimpunan, dan pengodifikasian sunnah dengan riset yang
ekstra ketat, teoretis, metodologis, dan seterusnya.
Para pengingkar sunnah modern, hendaknya kembali kepada
pemahaman induk semula yaitu mengikuti pendapat para ulama yang ahli
dalam bidangnya, kecuali jika mereka elah memenuhi kriteria sebagai
reformer (mujaddid) dalam sunnah. Jika tidak, kekacauan pemahaman dan
persepsi salah akan terjadi, akibatnya akan meninggalkan mayoritas ajaran
agama Islam, berwawasan sempit, bersikap skeptis dalam kehidupan
beragama, dan menyesatkan umat.





25








DAFTAR PUSTAKA
Anis, Ibrahim, et al. Al-Mujm al-Was, Mesir: Mujm Lughah al-Arabiyyah,
1972, cet. Ke-2, juz 1.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka,
1984, cet. Ke-7.
Tim Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992.
Husnan. Gerakan Inkar as-Sunnah dan Jawabannya, T.t: T.tp, T.t.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid.2
Tim penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam.
Majid Khon, Abdul. Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadith,
Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2011.
Husayn Ilahi Najsy. Khadim, al-Quraniyn wa Syubhatuhum Hawla al-Sunnah,
(Thaif: Maktabah al-Shiddiq, 1989), cet. Ke-1.
Shalih. Ulm al-Hadth wa Musthalahahuh, Beirut: Dr al-Hadth, 1989.
Thahn, Mahmud. Taysr Musthalah al-Hadth, Beirut: Dr al-Tsaqafah al-Islmiyah,
1985, cet. Ke-7.
Zahrah, Ab. Trkh al-Madhhib al-Islmiyah, Beirut: Dr al-Fikr, tt.
Baghddy, Abd al-Qhir bin Muhammad. Al-Farq bain al-Firq, Kairo: Maktabah
Dar al-Turth, t.th.
Ab Dwud, Kitb al-Sunnah, bab Luzm al-Sunnah.
26

Al-Turmudzi, Kitb al-Ilmi, bab Ma Nuhy anh an Yuqla.
Hibban, Ibn. Dalam mukaddimah, bb al-Itishm bi al-Sunnah.
Al-Mubarakfury, Al-Ula, Abi. Tuhfah al-Ahwadzy bi Syarh Jam al-Turmudziy,
Beirut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.
Al-Hkim al-Naysabri, Abi Abdillh. Al-Mustadrak ala aayn, Beirut: Dr al-
Marif, t.th, juz 1.
Yaqub, Ali Musthafa. Kritik Hadis, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995.
Al-Syfii . Al-Umm, Beirut: al-Marifah, 1983, cet. Ke. 2.
Al-Rislah, Ed. Ahmad Muhammad Syakir, Kairo: Dr a-Turats, 1979, cet. Ke-2.
Al-Syfii Haituh wa Ashruh Aruh wa Fiqhuh, Kairo: Dr al-Fikr al-Arabi, 1996.
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,
1996, cet. Ke. 3.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta: UI-Press, 1985, cet.
Ke-5.
Pembaruan dalam Islam Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang,
1984), cet. Ke-7.
Shidqiy, Tawfiq. Al-Islm Huw al-Qurn Wahdah (Ar wa Afkr),, dalam al-
Manr, Mesir: Mathbaah al-Manr, 1906, jiz. 7, jilid. 9.
Ridha, Rasyid, Muhammad. Tarjamah al-Thabb Tawfiq Shidqiy, dalam al-Manr,
juz. 9, jilid. 21.
Sayyid Imd. Al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Kitbat Ad al-Islm, Tesis di Fakultas
Ushuluddin, Kairo, Mesir, 1999.
Syahbah Abu, Dhif al-Sunnah, Kairo: Maktabah al-Ilm, 1995, cet. Ke. 1.
Abu Rayyah, Mahmud. Aw ala al-Sunnah al-Muhammadiyah, Kairo: Dr al-
Marif, t.th, cet. Ke. 6.
27

Zufran, Rahman. Sunnah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam (Jawaban
Terhadap Ingkar Sunnah, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995, cet. Ke-1.
Djamaluddin, M Amin. Bahaya Ingkar Sunnah, Jakarta: LPPI, 2000, cet. Ke-3.
Ahmad, Kasim. Hadits Satu Penilaian Semula, Selangor : Media Intelek, 1986.

Hakim, Tahir. Sunnah Dalam Tatanan Pengingkarnya, Alih Bahasa M. Maaruf
Misbah, Jakarta : Granada, tt.

You might also like