You are on page 1of 24

NEPHROLITHIASIS BILATERAL Muh. Thaufiq Alhas, Waris Muhammad, Astuti Mappuji, Fitri Hastuti I.

KASUS Nama Pasien / Umur Tempat/ tanggal lahir Alamat No. Rekam Medik Perawatan Bagian : Ny. NL / 54 tahun : Maccini Gusung / 10 06 - 96 : Jl. Maccini Baru no. 91 Makassar : 629356 : Lontara 2 Bedah Urologi RSWS

1.1 Anamnesis Keluhan Utama : Nyeri pinggang kanan

Riwayat Penyakit Sekarang : Dialami sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit dan memberat dalam 2 minggu terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar sampai ke paha. Nyeri dirasakan berkurang bila minum obat anti nyeri. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang dirasakan bersamaan dengan

timbulnya nyeri pinggang tersebut. Riwayat buang air kecil di sertai dengan keluarnya batu sebesar biji papaya dialami 4 tahun yang lalu. Riwayat buang air kecil bercampur darah disangkal, riwayat kencing nanah tidak ada, riwayat buang air kecil berpasir tidak ada. Riwayat kencing keruh tidak ada,riwayat nyeri saat buang air kecil ada,riwayat komsumsi air minum yang tidak adekuat tidak ada. Pasien pernah berobat ke RS Daya dan

dilakukan USG perut 5 bulan yang lalu. Dan dikatakan ada batu di ginjal, tapi pasien tidak langsung berobat karena merasa nyerinya bisa ditahan.

1.2 Pemeriksaan Fisis Keadaan umum Kesadaran : Sakit sedang, Gizi Cukup : Kompos mentis (GCS 15 : E4M6V5)

Tanda Vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi Suhu Pernafasan Status Generalis Mata Leher Thorax COR Pulmo Abdomen : Edema Palpebra -/-, Anemia (-), ikterus (-) : Pembesaran kelenjar limfe (-) : Simetris : S1/S2 murni regular : Vesikuler, Wheezing (-), Ronchi (-) : Distended (-) Meteorismus (-) Peristaltik (+), kesan normal 2 : 82 x/menit : 36,8 oC : 16 x/menit

Nyeri tekan (-), Hepar Extremitas : Tidak teraba : Hangat ; Edema (-)

1.3 Laboratorium Nama tindakan : Elektrolit Pemeriksaan Nama tindakan : Elektrolit Natrium Kalium Klorida 131 3,7 103 136-145 3,5-5,1 97-111 Mmol/l Mmol/l Mmol/l Hasil Nilai rujukan Satuan

Pemeriksaan Laoratorium lain Ureum Kreatinin Bilirubin Total SGOT SGPT 48 1,7 3,0 19 15 10-50 L(<1,3);P(<1,1) <1,1 <38 <41 L(2,4Asam urat 7,7 5,7);P(3,4-7) Albumin CRP kuantitatif 6.6 1,7 3,5-5,0 <5 Gr/dl Mg/l Mg/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl U/L U/L

WBC RBC HCT MCV MCH MCHC PLT

7,7 4,05 32,2 80,1 26,3 33,1 214

4.0-10.0 3.80-5.80 37.0-47.0 80-100 27.0-32.0 32.0-36.0 150-500

10^3/mm3 10^6/mm3 % m3 Pg g/dl 10^3/mm3

1.4 Radiologi

Foto Thorax AP: KESAN: Pulmo normal Cardiomegaly Corakan bronchovaskuler dalam batas normal Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru COR membesar dengan CTI 0,63, aorta normal Kedua sinus dan diafragma baik Tulang tulang intak

Foto USG Abdomen atas + bawah (whole abdomen) Hepar : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi vascular dan bile duct. Tidak tampak echo mass/cyst GB: Dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu Pancreas: ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi ductus pankreasticus.tidak tampak echo mass/cyst Lien: ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tanpak echo mass/cyst Ginjal kanan: ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.tidal tampak dilatasi PCS. Tidak tampak echo mass/cyst. Tampak beberapa echo batu terbesar 1,3 cm. Ginjal kiri: ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.tidak tampak dilatasi PCS. Tidak tampak echo mass/cyst. Tampak echo batu berukuran 1 cm. V.U.: Dinding tidak menebal . mukosanya regular. Tidak tampak echo batu/mass KESAN: Nephrolith bilateral

Foto BNO Udara dalam usus terdistribusi hingga ke distal Tampak bayangan batu radioopak berbentuk staghrn pada hipocondrium kiri setinggi CV L1-L2 Kedua psoas line intake Kedua preperitoneal fat line intake Tampak osteofit pada aspek lateral CV L2-L4 (Spondilosis lumbalis) (tulang-tulang yang lain tervisualisasi intake) Foto IVU Fungsi ekskresi ginjal kiri baik ginjal kanan tidak tervisualisasi hingga menit ke 60 PCS kiri ujung-ujung kaliks minor ginjal kiri clubbing Ureter kiri: lintasan ureter kiri baik, tidak tampak obstruksi Buli-buli : mukosa reguler, tidak tampak felling defect maupun additional shadow KESAN : - Hydronephrosis gade II-III ec. Nephrolith sinistra - Nonvisualized rend dextra hingga menit ke-60

1.5 Resume Seorang perempuan umur 54 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pinggang kanan. Dialami sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit dan memberat dalam 2 minggu terakhir. Nyeri dirasakan hilang timbul dan menjalar sampai ke paha. Nyeri berkurang bila minum obat anti nyeri. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang dirasakan bersamaan

dengan timbulnya nyeri pinggang tersebut. Riwayat buang air kecil di sertai dengan keluarnya batu sebesar biji papaya dialami 4 tahun yang lalu. Riwayat buang air kecil bercampur darah disangkal, riwayat kencing nanah tidak ada, riwayat buang air kecil berpasir tidak ada. Riwayat kencing keruh tidak ada,riwayat nyeri saat buang air kecil ada,riwayat komsumsi air minum yang tidak adekuat tidak ada. Pasien pernah berobat ke RS Daya dan dilakukan USG perut 5 bulan yang lalu. Dan dikatakan ada batu di ginjal, tapi pasien tidak langsung berobat karena merasa nyerinya bisa ditahan.

10

1.6 Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, maka diagnosis dari kasus ini adalah Nephrolith bilateral

1.7 Terapi 1. Cifrofloxacin 2 x 500 mg 2. Ranitidin 2 x 150 mg 3. PCT 3 x 500 mg 4. VIP Albumin 3 x 2 cap 5. Diet bebas 6. Rawat kateter

11

II.

DISKUSI 2.1 Pendahuluan Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan

zaman Mesir kuno. Sebagai salah sau buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia. Dinegara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak ditemukan paien dengan batu saluran kemih bagian atas Salah satu jenis batu saluran kemih bagian atas adalah batu ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli gnjal kemudin berada di kaliks, infunibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dar dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut staghorn. Kelaianan atau obstruksi pada system pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot system pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengelurkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang

ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (pieuretritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hdroureter atau hidronefrosis.

12

Batu yang terletak pada ureter maupun system pelvikalices mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelaianan striktur saluran kemih sebelah atas. Batu di pielium dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menyebabkan kalikstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimblkan pielonefrosis, urosepsis, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal pemanen.

2.2 Defenisi Batu ginjal ( Nephrolisthiasis) merupakan benda padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60 %), fosfat sebagai campuran kalsium, ammonium, dan magnesium fosfat (batu trpipel fosfat ini terjadi akibat nfeksi (30 %), asam urat (5%), dan sistin (1%).

2.3

Etiologi
Faktor risiko terbentuknya batu ginjal atau saluran kemih sangat terkait dengan

kelainan metabolisme tubuh pada setiap orang, jenis makanan yang dikonsumsi, volume cairan atau air yang diminum, usia, jenis kelamin, dan genetik. Dari sejumlah faktor tersebut, yang paling berpengaruh adalah konsumsi makanan dan air.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan yang masih belum terungkap (idiopatik) 13

Secara epodemiologis terdapat bebeapa factor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih oada seserang. Faktor-faktor itu adalah factor instrinstik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Faktor instrinstik itu antara lain adalah : 1. Herediter (keturunan) : penyakit ini didga diturunkan dari orangtuanya. 2. Umur : penyakit ini paling sering didpapatkan pada usia 30-50 tahun. 3. 3.Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan, Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah : 1. Geografi pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehngga dikenali sebagai daerah stone belt (sabuk batu). Sedangkan daerah di Afrika selatan hamper tidak djumpa batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tinginya kadar mineral kalsium pada asupann yang dikonsumsi, dapat meningkatkan inside batu saluran 4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. 5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yag pekerjaanya banyak duduk atau kurang aktifitas tau sedentaary life

14

Teori proses pembentukan batu saluran kemih Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelaianan bawaan pada pelvikalises (stenisis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, sriktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urine jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan prepitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membantu saluran kemih, Untuk itu agrgat ristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solut didalam urine, laju aliran urine didalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum didalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

15

2.4

Diagnosis Pada anamnesis keluhan yang disampaikan oelh pasien tergantung pada :

posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang, Nyeri ini mungkin bias berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktifitas peristaltic otot polo system kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltic itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Batu yang terletak disebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencng atau sering kencing (Gambar 5-2). Batu dengan ukuran kecil mungkin mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa illiaka, dan saat ureter masuk kedalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini hars secepatnya ditentukan letak kelaianan anatomic pada saluran kemih yang mendasaru timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotikq.

16

Pada pemeriksaan fisis mungkn didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, terab ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil. Pada pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya leukosituria, heaturia, dan dijumpai Kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVU. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di dalam urine).

Adapun pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis batu salurn kemih antara lain :

17

1. Foto Polos Abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkianan adanya batu radio-opak di saluran kemh. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radio-lusen). Urutan radiopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 5-1. Tabel 5-1. Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saura kemih JENIS BATU Kalsium MAP Urat/Sistin RADIO-OPASITAS Opak Semiopak Non Opak

2. Pielografi Intra Vena (IVU) Pemeriksaan ini brtujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal selain itu IVU dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-pak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan keadaan system saluran kemih akibat adanya penururnan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pielografi retrograd.

3. USG USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU yaitu pada keadaan-keadaan :

18

Alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanta yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu diginjal dan buli-buli (yang ditujukan sebagai echoic-shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal.

2.5 Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi social. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan

hidronefrosis atau hidroureter dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tdak menimbulkan penyulit seperti diatas tetapi diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh soerang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih Batu dapat dikeluarkan dengan cara mendikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endorologi, bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka (lihat skema pada gambar 5-3).

19

1. Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. 2. ESWL (Extracorporeal Shockhwave lithotripsy) Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh CAUSSY pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasi dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

3. Endurologi Tindakan edurologi dalah tindakan invasi minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas pemecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari sakuran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kilt (perkutan).proese pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energy

20

hidaraulik, energy gelombang suara, atau dengan energy laser.beberapa tindakan endourologi itu adalah : a. TNL (percutaneus nefrolitovaksy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada didalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi kesistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. b. Litotripsy adalah pemecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator ELLIK. c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopy adalah dengan

memasukkan alat ureteroskopy peruretram guna melihat keadaan ureter atau system pielokaliks ginjal. Dengan memakai energy tertentu batu yang berada didalam ureter maupun system pelifiskalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi/ureterorenoskopi ini. d. Extraksi dormiah adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang DORMIA 4. Bedah laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengabil batu saluran kemih saat ini saat ini sedang berkembang cara ini banyak dipakai utuk mengabil batu ureter

21

5. Bedah terbuka Diklinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambil batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitotomy atau nerfrolitotomy untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan

ureterolitotomy untuk batu diureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomy atau pengambilan ginjal kareana ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

2.6 Pencegahan Setalah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghidari timbulnya kekambuhan. Angkah kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% pertahun atau kurang labih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umunya pencegahan itu berupa:(1) menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin sebanyak 2-3 liter perhari, (2) diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu,

22

(3) aktivitas harian yang cukup, dan (4) pemberian medikamentosa (table 5-2). Beberapa diet yang dianjurakan untuk mengurangi kekambuhan adalah (1) rendah protein, karena protein akan memacuh ekskresi kalsium urin dan menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam, (2) rendah oksalat, (3) rendah garam karena natriuresis akan memacuh timbulnya hiperkalsiuri, dan (4) rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri absorbtif tipe II. 2.7 Prognosis 2.8 Komplikasi 2.9 Diagnosis Banding

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo Basuki B, Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang : Sagung Seto , 2011. p 84-98. 2. Hopkin C, Dronen SC, eds. Large-Bowel Obstruction. [Cited 2013 September 10]. Available from: emedicine.medscape.com/article/774045-

overview#showall 3. Ahuja AT, Antonio GE, Wong KT, Yuen HY, eds. Case Studies Medical Imaging Radiology for Students and Trainees. Cambridge; 2008. p. 279-80. 4. Holmes EJ, Mirsa RR, eds. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge: Greenwich Medical Media; 2004. p.68-9 5. Sudarmo P, Irdam AI, eds. Pemeriksaan Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia. Des 2008; 58(12): 537-41 6. Grace PA, Borley NR, eds. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2007. p.117

24

You might also like