You are on page 1of 20

POLA DISTRIBUSI BATUBARA UNTUK INDUSTRI TEKSTIL DI PROPINSI JAWA BARAT

(Studi Kasus Kota/Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta dan Bekasi)

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 2004

SARI Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki banyak industri tekstil, empat daerah di antaranya adalah Kota Bandung sebanyak 98 perusahaan, Kabupaten Bandung 215 perusahaan, Kabupaten Purwakarta sebanyak 6 buah dan Kabupaten Bekasi sebanyak 10 buah. Hingga tahun 2004, terdapat 38 perusahaan (11,55%) yang telah memanfaatkan batubara sebagai bahan bakar untuk kegiatan produksinya. Berdasarkan hasil jajag pendapat tentang batubara terhadap perusahaan yang masih menggunakan BBM, ternyata bahwa sekitar 14,28% responden ingin menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk boilernya, 42,28% perusahaan tidak menginginkan pemakaian batubara dalam kegiatan produksinya, sedangkan 57,14% masih berpikir dulu. Perusahaan tekstil pengguna batubara sebagian besar membeli batubara secara langsung ke agen-agen pemasok batubara di wilayah Cirebon, harganya berkisar antara Rp.300.000 Rp.400.000 per ton sampai di tempat tujuan. Batubara itu sendiri sebagian besar didatangkan dari Propinsi Kalimantan Selatan, seperti PT. Arutmin, PT. Adaro dan KUD, serta kualitas kandungan kalori yang diterima di lokasi pemakai berkisar antara 5.400-6.600 kkal/kg. Pada masa mendatang, diperkirakan potensi kebutuhan batubara per tahun untuk boiler industri tekstil di Bandung Raya (Kota dan Kabupaten Bandung) antara 500.000-700.000 ton, Kabupaten Purwakarta antara 13.000-18.000 ton dan Kabupaten Bekasi antara 22.000-32.000 ton. Permasalahan utama yang dihadapi oleh perusahaan tekstil (batubara) adalah reaksi negatif dari masyarakat sekitar pabrik yang merasa terganggu akibat dari proses pembakaran batubara. Permasalahan lain adalah kesulitan dalam membuang abu dasar (bottom ash) hasil pembakaran batubara. Besarnya potensi kebutuhan batubara untuk industri tekstil di Jawa Barat baru mencapai 0,84% dari total industri. Terdapat 3 jalur saja yang layak dijadikan sebagai alternatif pengiriman batubara dari Cirebon lokasi-lokasi industri tekstil di Jawa Barat. 3 jalur alternatif tersebut adalah yaitu jalur Cirebon-Cikampek-Bandung dengan biaya Rp. 55.000,00 per ton-km, jalur Cirebon-Cikajang-KawaliCiamis-Malangbong dengan biaya Rp. 81.000,00 per ton-km dan
2

jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung 40.000,00 per ton-km.

dengan

biaya

Rp.

ABSTRACT West Jawa has a lot of textile industries which some of them are located in Bandung City as much as 98 enterprises, 215 enterprises located in bandung Regency, 6 enterprises located in Purwakarta Regency and 10 enterprises located in Bekasi Regency. Until the year 2004, there are 38 enterprises (11.55%) that have utilized coal as an energy source for the production activity. According to the survey for the coal utilization toward the enterprises which are still utilizing oil fuel, shows that 14.28% of respondents intend to utilize coal as the fuel for boiler, 42,28% are not willing to utilize coal in their production activity, while 57.14 are still considering it. The textile enterprises as coal user mostly purchase coal directly to agents of coal supply in Cirebon with price ranging from Rp. 300,000 to Rp. 400,000/ton until location of the industry. The coais supplied from South Kalimantan like PT. Arutmin, PT. Adaro and village unit cooperatives, with calorific values of 5,400-6,600 kcal/kg. In the future, it is predicted tha the need of coal for boiler of textile industries in Bandung City and Regency are between 500,000 tons and 700,000 tons/years, Purwakarta Regency is 13,000-18,000 tons/years and Bekasi Regency is 22,000-32,000 tons/years. The main problem faced by textile industries coal users) is a negative response for the community in surrounding areas due to the coal burning process which disturb them. The other problem is difficulty of disposing the bottom ash reslting from the coal burning. Potencial of coal needs for small-scale industry in West Jawa reaches 0.84% from production total. There are 3 alternative lanes of delivering the coal to the textile industries in West Jawa, namely Cirebon-Cikampek-Bandung with the cost of Rp 55,000/ton/km, Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-MalangbongBandung with the cost of Rp 81,000/ton/km ang Cirebon-CimalakaSumedang-bandung with the cost of Rp. 40,000/ton/km.

1. PENDHULUAN Selain minyak bumi dan gas alam, batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang dimiliki oleh Indonesia. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Mengingat batubara sebagai energi alternatif dan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga ia dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya oleh pelaku ekonomi di Indonesia. Salah satu industri yang mengalami hal tersebut adalah industri tekstil di Propinsi Jawa Barat, karena industri ini sangat tergantung pada bahan bakar solar atau residu untuk kegiatan produksinya. Hal ini mengakibatkan tingginya biaya produksi, sehingga mempengaruhi pula terhadap kegiatan hilirnya, yaitu penjualan produk. Sebagian dari mereka mengalami kebangkrutan karena tidak mampu menutupi tingginya biaya produksi dan kalaupun mampu bertahan, mereka harus bersaing dengan produk-produk luar negeri, seperti Cina yang harganya jauh lebih murah. Dalam dua tahun terakhir ini telah terjadi perubahan penggunaan energi yang begitu cepat, dimana batubara mulai dilirik oleh industri tekstil sebagai bahan bakar dalam proses produksinya. Beberapa perusahaan di antaranya telah mulai beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar dan hal ini ternyata sangat efektif dalam menekan biaya produksi. Untuk saat ini, pemasokan batubara ke beberapa industri tekstil masih tampak lancar. Akan tetapi, apabila seluruh perusahaan tekstil potensial di Propinsi Jawa
5

Barat telah menggunakan batubara, maka kelancaran pemasokan harus tetap terjaga ketersediaannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang berhubungan dengan pemasokankebutuhan batubara untuk industri tekstil melalui Pola Distribusi Batubara Untuk Industri tekstil di Propinsi Jawa Barat, dengan studi kasus Kota/Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bekasi. Maksud dari pada penelitian ini adalah untuk memperkirakan jumlah pemasokankebutuhan, membuat simulasi pola pemasokan dan alternatif jalur transportasi batubara untuk industri tekstil.

2 GAMBARAN UMUM INDUSTRI TEKSTIL JAWA BARAT Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang paling banyak memiliki industri tekstil, khususnya di wilayah Bandung, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Bekasi. Di wilayah Bandung, jumlah industri tekstil tersebar di tiga wilayah, yaitu di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Pada mulanya, penyebaran industri ini hanya dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Namun setelah berdirinya Kota Cimahi, maka pengawasan industri tekstil yang berada di daerah ini menjadi kewenangan Pemerintah Kota Cimahi. Jumlah industri tekstil di 5 wilayah penelitian terdapat 341 buah dengan rincian Kabupaten Bandung sebanyak 215 buah, Kota Bandung 98 buah, Kota Cimahi 12 buah, Kabupaten Purwakarta 6 buah, dan Kabupaten Bekasi sebanyak 10 buah (Disnaker Propinsi jawa Barat).
6

Sebagian besar bahan bakar yang digunakan pada boiler untuk industri tekstil adalah bahan bakar minyak (solar atau residu), dan hanya sebagian kecil yang sudah menggunakan batubara. Berdasarkan tercatat data yang 18 diperoleh dari yang Asosiasi telah Pertekstilan

Indonesia ( API) Bandung, pada tahun 2003 di wilayah Bandung sebanyak perusahaan menggunakan batubara dengan kebutuhan sebesar 274.163 ton. Pada tahun 2004, bertambah sebanyak 20 perusahaan tekstil yang jumlah pemakaiannya sebesar 245.364 ton. Tercatat 7 perusahaan yang paling banyak menggunakan batubara yaitu, PT. Kahatex, PT. Panasia Filamen Inti, PT. Ayoe Taihotex, PT. Bintang Agung, PT. Central Georgete Nusantara, Dewasuteratex, dan PT. Trisulatex (API, 2003). Penggunaan batubara pada industri tekstil di Kabupaten

Purwakarta masih sangat terbatas, yaitu dari enam perusahaan yang ada, tiga di antaranya sudah menggunakan batubara, yaitu PT. Indonesia Asahi Chemical, PT. Indobarat Pasific, dan PT. Indorama Synthetics. Batubara yang digunakan oleh PT. Indonesia Asahi Chemical dimanfaatkan untuk boiler (proses produksi), sedangkan pada PT. Indobarat Pasific, dan PT. Indorama Synthetics dimanfaatkan untuk energi pada power plant (pembangkit listrik). Biaya pemakaian bahan bakar batubara untuk boiler industri tekstil dapat menghemat 74% dibandingkan dengan menggunakan solar.

3 ANALISIS POLA PEMASOKAN BATUBARA UNTUK BOILER


3.1 Tempat Penyimpanan (Stockyard)
7

Untuk industri tekstil di wilayah Jawa Barat, pasokan batubara dilakukan oleh pembeli yang berlokasi di Cirebon. Sebagian pembeli juga bertindak/ merangkap sebagai pemasok ( supplier) pemasok tersebut bagi pabrik-pabrik tekstil di wilayah Bandung, Cimahi, Purwakarta, dan wilayah Jawa Tengah. Oleh karena itu, membangun lokasi penyimpanan (stockyard) yang berlokasi tidak jauh dari pelabuhan, yaitu di tepi jalan raya Losari dengan kapasitas yang bervariasi antara 3.0005.000 ton. Di samping itu, lokasi tersebut berdekatan dengan gerbang tol Kanci sehingga mempermudah pengiriman batubara ke luar daerah. Di lokasi ini, tercatat 8 buah pemasok berada di sebelah timur tol Kanci dan 2 buah pemasok di sebelah baratnya. Di samping itu, terdapat 4 buah pemasok lain yang memilih stockyard yang berlokasi di pelabuhan Cirebon. 3.2 Analisis Variabel-variabel Pemasokan

Dalam pemasokan batubara, jumlah batubara yang tersedia di stockyard merupakan cadangan yang diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan batubara konsumen. Pada saat ini, pasokan batubara ke pelabuhan Cirebon tercatat sebesar 150.000 ton per bulan (TBI Cirebon, 2003). Karena jumlah tersebut terdistribusi habis ke beberapa pemasok yang membangun stockyard di dalam maupun di luar pelabuhan, maka besar cadangan batubara di stockyard tersebut adalah sama dengan jumlah pasokan ke pelabuhan, yaitu 150.000 ton untuk pasokan selama 1 bulan. Secara keseluruhan jumlah stockyard di Cirebon mencapai 14 buah dengan kapasitas setiap stockyard berkisar antara 3.000-5.000 ton.
8

Kalau kapasitas rata-ratanya adalah 4.000 ton, maka jumlah kapasitas stockyard Cirebon akan mencapai 46.000 ton. Di sisi lain, konsumsi batubara oleh pabrik tekstil rata-rata mencapai 1.372 ton per hari atau 41.160 ton per bulan. Angka ini lebih rendah dari konsumsi batubara oleh pabrik tekstil di wilayah Bandung yang tercatat di pelabuhan Cirebon, yaitu 45.000 ton per bulan. Selisih yang terjadi sebagai akibat adanya penimbunan batubara di beberapa pabrik tekstil sebagai cadangan pada musim hujan. Namun demikian, selain pabrik tekstil juga terdapat konsumen lain, di antaranya adalah : pabrik semen, pabrik kertas, pabrik ban, dan industri peleburan baja. Selama ini, pabrik tekstil yang mengoperasikan boiler di wilayah Bandung memiliki cadangan batubara untuk operasi selama 4 8 hari, terutama pada musim hujan. Meskipun boiler tekstil di wilayah Bandung dan sekitarnya mengkonsumsi batubara sebesar 41.160 ton per bulan, belum ada pemasok yang membangun stockyardnya di Bandung. Dengan demikian, seluruh boiler di wilayah ini sangat bergantung pada pasokan batubara dari Cirebon. Apabila terjadi gangguan terhadap pasokan tersebut sehingga pasokannya terhenti selama 8 hari atau lebih, maka operasi semua boiler batubara tersebut akan terancam berhenti.

Pasokan dari tambang sering mengalami keterlambatan pada musim hujan antara bulan Oktober sampai Januari, terutama tambang berskala kecil yang dikelola oleh koperasi setempat. Gangguan hujan tersebut berpengaruh langsung terhadap tingkat produksi batubara, baik dalam operasi penggalian maupun pengangkutannya di daerah tambang. Kemungkinan lain adalah terjadinya gangguan pada jalur pengangkutan batubara dari tambang ke pembeli di Cirebon, ke pemasok, hingga ke konsumen. Gelombang laut yang besar pada musim hujan, merupakan penghambat perjalanan tongkang batubara menuju Cirebon. Di samping itu, gangguan keamanan yang pernah terjadi di lokasi stockyard Cirebon sebagai akibat dari konflik/benturan kepentingan dengan masyarakat setempat serta semakin padatnya jalur lalulintas Cirebon-Bandung merupakan faktor tambahan bagi keterlambatan pasokan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi risiko gangguan pasokan dapat dilakukan melalui peningkatan cadangan dan pembangunan stockyard di wilayah Bandung dan sekitarnya. Stockyard tersebut harus mampu memasok semua konsumennya di wilayah Bandung dan sekitarnya. Keterlambatan pasokan dari lokasi tambang ke pelabuhan Cirebon pada musim hujan sekitar 2 minggu. Dengan demikian, cadangan di stockyard Bandung harus mampu menopang operasi boiler minimal selama 2 minggu. Jumlah minimal cadangan batubara di stockyard tersebut adalah 14 x 1.372 ton = 19.208 ton. 3.3 Harga Ekonomis Harga batubara merupakan faktor utama yang dipertimbangkan dalam pemilihan jenis boiler berbahan bakar batubara atau boiler BBM. Selisih harga antara kedua jenis bahan bakar tersebut sangat
10

menentukan jenis boiler yang dinilai paling ekonomis. Di samping harga, faktor lain yang dipertimbangkan adalah kesinambungan pasokan dan kemudahan pengoperasian boilernya. itu, perbandingan besar biaya yang harus Oleh karena untuk dibayar

memproduksi setiap ton uap antara BBM dengan batubara dapat digunakan sebagai alat untuk menilai boiler yang lebih ekonomis daripada yang lainnya. Untuk memproduksi 1 ton uap dengan BBM diperlukan 85,1 liter solar, sedangkan dengan batubara diperlukan 131,6 kg batubara (Soedjoko TS, 2003). Perbedaan penggunaan jenis bahan bakar tersebut berakibat pada perbedaan besar biaya yang harus dibayar seperti terlihat pada Tabel 1. Selisih biaya yang relatif besar seperti tertera pada tabel tersebut menunjukkan bahwa penggunaan batubara jauh lebih ekonomis daripada BBM.

TABEL 1 BIAYA PENGGUNAAN BAHAN BAKAR UNTUK MEMPRODUKSI 1 TON UAP Jenis Bahan Bakar Solar (8.500 Kcal/l) Batubara (5.500 Kcal/Kg) Selisih Biaya
Keterangan:Untuk harga solar Rp 2.100,-/liter. Untuk harga batubara Rp 350,-/kg.

Jumlah Bahan Bakar 85,1 liter 131,6 kg

Biaya Bahan Bakar Rp 178.710,Rp 46.060,Rp 132.650,-

11

Bila diasumsikan bahwa harga solar tidak mengalami perubahan (Rp 2.100,-/liter), maka biaya penggunaan batubara akan sama dengan BBM, apabila harga batubara terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp 1.358,-/kg. Demikian pula bila harga solar mengalami kenaikan, maka harga batubara akan menjadi lebih tinggi dari Rp 1.358,-/kg, agar biaya penggunaan kedua jenis bahan bakar tersebut menjadi sama. 3.4 Pengangkutan

Dalam pengangkutan batubara dari tambang sampai ke konsumen diterapkan moda transportasi yang beragam, yaitu transportasi darat dan laut. Dalam transportasi ini, gangguan yang sering terjadi adalah kemacetan lalu-lintas dan tanah longsor. Kepadatan lalu-lintas pada jalur tersebut cenderung terus meningkat sebanding dengan peningkatan kegiatan ekonomi di wilayah Bandung-Cirebon dan sekitarnya. Oleh karena itu, kecepatan pengangkutan rata-rata terancam menurun dari 21,3 km/jam pada tahun-tahun mendatang. Jalur Cirebon Bandung menelusuri pinggang pebukitan, sehingga jalan yang dibangun sempit dan berkelok-kelok. Kondisi morfologis yang demikian sangat menyulitkan pemerintah setempat untuk meningkatkan dan melebarkan jalan raya yang ada. Di samping itu, lereng perbukitan yang curam dan tersusun oleh material lepas sangat rawan longsor. Daerah Nyalindung (Kecamatan Paseh) dan Cadas Pangeran (Kecamatan Rancakalong) di Sumedang merupakan titik-titik rawan longsor, terutama pada musim hujan. Titik tersebut merupakan potensi gangguan terhadap pasokan batubara ke Bandung dan sekitarnya. Pada saat terjadi longsor di
12

titik-titik tersebut, maka jalur transportasi ke dua arah tertutup sehingga menghambat pasokan sampai jalur normal kembali. Untuk mengantisipasi kemacetan akibat kepadatan lalu-lintas dan tanah longsor dapat dilakukan melalui penyiapan jalur alternatif. Selain untuk mengatasi kemacetan, jalur ini juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran transportasi pada saat terjadi peningkatan pasokan sejalan dengan peningkatan jumlah pengoperasian boiler berbahan bakar batubara di wilayah Bandung dan sekitarnya. Peningkatan penggunaan batubara dalam boiler tekstil cenderung terus meningkat hingga mencapai 64.000 ton per tahun dan mencapai puncaknya pada 750.000 ton per tahun. Selain oleh transportasi batubara, jalur lalu-lintas Bandung-Cirebon dan sebaliknya akan semakin padat oleh peningkatan kegiatan transportasi, sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di kedua kota tersebut dan sekitarnya. Beberapa jalur alternatif seperti tertera pada Tabel 2 akan dianalisis untuk menentukan jalur yang paling sesuai untuk dilalui.

TABEL 2 MODA TRANSPORTASI PEMASOKAN BATUBARA MELALUI JALUR ALTERNATIF

13

Jalur Transportasi 1. Cirebon-SumedangJalan Cagak-Bandung 2. Cirebon-IndramayuPamanukan-SubangBandung 3. Cirebon-CikampekBandung 4. Cirebon-CikajangKawali-CiamisMalangbong 5. Cirebon-CimalakaSumedang-Bandung*) Keterangan *) = Rencana jalan tol

Moda Transportasi Darat, jalan raya, truk Darat, jalan raya, truk Darat, rel, kereta api Darat, jalan raya, truk Darat, jalan raya, truk

Panjang jalur (diukur dari peta/Mapinfo 6.0) 156 Km 207 Km 231 Km 230 Km 113 Km

Dari analisis berbagai jalur alternatif terlihat bahwa dua jalur alternatif pengiriman batubara tidak layak dipilih, sedangkan tiga jalur lainnya layak dengan besar biaya angkut per ton yang berbeda-beda. (Tabel 3).

14

TABEL 3 KELAYAKAN JALUR ALTERNATIF TRANSPORTASI BATUBARA Panjang jalur (diukur dari peta/Mapinfo 6.0) 156 Km 73.000 207 Km 231 Km 230 Km 113 Km 55.000 81.000 40.000 Layak (sedang) Layak (mahal) Layak (murah) Tidak layak Biaya Angkut/Ton (Rp.) 55.000

Jalur Transportasi 1. CirebonSumedang-CagakBandung 2. CirebonIndramayuPamanukanSubang-Bandung 3. Cirebon-CikampekBandung 6. Cirebon-CikajangKawali-CiamisMalangbong 7. Cirebon-CimalakaSumedangBandung*) *) = Rencana jalan tol

Kelayakan Tidak layak

ANALISIS MANAJEMEN RISIKO

Proses penyediaan dan pemanfaatan batubara untuk boiler dalam industri tekstil di Propinsi Jawa Barat, bukan suatu hal yang mudah dan sederhana, sehingga memerlukan penanganan yang khusus mengingat berbagai hal yang dapat menimbulkan permasalahan. Salah satu metode yang digunakan dalam memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan analisis manajemen resiko. Menurut Rabindra Siregar (2004), resiko adalah kemungkinan
15

kehilangan atau kecelakaan, unsur atau faktor berbahaya, peluang

kerugian yang mungkin akan diderita dan manusia atau benda yang diklasifikasikan berbahaya. Pada prinsipnya resiko dapat ditangani dengan mengurangi dampak yang ditimbulkan dengan cara menghindari hasil (avoidance), analisis di mengendalikan terdapat (control), beberapa memindahkan (risk transfer), dan bertahan (assumption). Berdasarkan lapangan, permasalahan yang mungkin timbul mulai dari pemesanan hingga pengirimannya, antara lain : Kedatangan batubara di Pelabuhan Cirebon, di sini akan terjadi pembongkaran batubara. Jika telah banyak batubara yang dibutuhkan, maka bukan tidak mungkin kapal pengangkut batubara (tongkang) akan semakin banyak jumlahnya merapat di pelabuhan ini. Akibat dari peristiwa ini akan menyebabkan antrian tongkang-tongkang yang akan melakukan pembongkaran. Untuk menanggulangi kemungkinan tersebut, maka sebaiknya instansi yang terkait (dalam hal ini PT. Pelabuhan Indonesia) meningkatkan kapasitas bongkar dan meningkatkan kapasitas sandar pelabuhan. Kegiatan pengangkutan batubara merupakan peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan pada biaya pengangkutan, keterbatasan alat angkut apabila terjadi perubahan cuaca, kenaikan harga BBM, dan adanya permintaan yang meningkat. Jika hal ini tidak bisa diatasi akan mempengaruhi kegiatan produksi industri tekstil. Untuk menanggulanginya adalah dengan membentuk suatu organisasi dan sumber daya manusia yang ahli dalam menyediakan informasi lengkap dan akurat tentang pengangkutan batubara. Atau dengan membuat kontrak
16

pembelian dengan agen batubara serta penunjukan perusahaan khusus untuk menangani transportasi batubara. Terbatasnya jalur transportasi pengiriman batubara menyebabkan kemacetan/tingkat kepadatan lalu-lintas yang cukup tinggi. Penanganannya adalah dengan menyediakan jalurjalur alternatif yang dapat memperlancar pengiriman batubara. Konsekuensi yang dihadapi adalah bertambahnya biaya pengangkutan. Ketersediaan lahan tempat menyimpan ( stockyard) batubara sangat berkaitan dengan kedatangan batubara di lokasi perusahaan tekstil, dan hal ini akan menyebabkan penumpukan batubara. Penanganannya adalah dengan membuat jadwal pengiriman/pembelian atau meningkatkan kapasitas penyimpanan jika memungkinkan. Keterbatasan lahan penyediaan batubara di setiap perusahaan tekstil menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam penyimpanannya. Salah satu alternatif penanggulannya adalah dengan membuat atau mendirikan sentra-sentra penyediaan batubara yang berdekatan dengan lokasi penyebaran industri tekstil. Meningkatnya kesulitan dengan permintaan lahan batubara yang akan sesuai menyebabkan adalah lokasi dengan dalam penyimpanannya. Penanggulannya

menentukan

penyebaran industri tekstil berdasarkan luas, lokasi serta memperhatikan masalah-masalah lingkungan. Kualitas batubara sangat berkaitan dengan daya tahan ( life time) peralatan (boiler) yang digunakan. Konsekuensinya adalah
17

kerusakan

pada

boiler

dan

penurunan memilih/membeli

kapasitas. batubara

Penanganannya

adalah

dengan

sesuai dengan spesifikasinya. Proses pembakaran, penyebab tingkat pencemaran udara (gas, debu dan abu). Konsekuensinya adalah melampaui kadar abu yang diijinkan (masalah lingkungan). Penanganannya dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap kegiatan industri tekstil oleh badan yang berwenang.

PENUTUP

Mengingat jumlah industri tekstil di Propinsi Jawa Barat cukup banyak dan prospek penggunaan batubara untuk industri ini cukup potensial, maka beberapa hal dapat disimpulkan dalam laporan ini : 1) Kabupaten Bandung merupakan daerah yang paling banyak memiliki industri tekstil, disusul Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bekasi, dan Purwakarta 2) Hingga tahun 2004, jumlah perusahaan tekstil yang sudah menggunakan perusahaan. 3) Berdasarkan hasil jajag pendapat (para pelaku usaha tekstil), sekitar 70% pengusaha berkeinginan untuk menggunakan batubara sebagai bahan untuk boilernya, sehingga potensi kebutuhan batubara untuk industri tekstil cukup besar. 4) Para pengusaha menghendaki adanya jaminan ketersediaan batubara setiap saat diperlukan.
18

batubara

untuk

boilernya

sebanyak

38

5) 6)

Sebagian perusahaan yang menggunakan batubara kesulitan dalam membuang abu batubara hasil pembakaran. Pembangunan tempat penyediaan batubara di setiap sentra industri sangat diperlukan mengingat keterbatasan lahan tempat penyimpanan di lokasi perusahaan tekstil.

7)

Terdapat lima alternatif jalur transportasi batubara ke lokasilokasi industri tekstil, namun yang layak ada tiga jalur. Jalurjalur tersebut antara lain : Jalur Cirebon-Cikampek-Bandung, jalur Cirebon-Cikajang-kawali-Ciamis-Malangbong dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung.

Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dalam mengantisipasi perkembangan kebutuhan batubara dalam industri tekstil di Propinsi Jawa Barat, antara lain : 1) Mengoptimalkan penggunaan batubara dalam industri tekstil dengan segera. 2) Mengembangkan/menambah jalur (alternatif) transportasi pengangkutan batubara dari Cirebon ke Jawa Barat. 3) Menjajagi pendirian tempat penyediaan batubara di sentrasentra batubara (stock yard) lokasi industri tekstil. 4) Mengantisipasi masalah lingkungan sejak dini akibat pembakaran batubara yang dilakukan oleh industri tekstil.
DAFTAR PUSTAKA __________, TERMINAL BATUBARA INDAH, 2003-2004, Laporan pengiriman batubara di pelabuhan Cirebon, Cirebon.

19

__________, Indonesia Mineral and Coal Statistics , 2000, 2003 and 2004, Directorate of Mineral and Coal Enterprices, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta. ___________, 2002, Kajian Supply-Demand Batubara, Direktorat Pengusahaan Mineral dan Batubara, Jakarta. ___________, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Indonesian Textile and Garment, Guiding Book, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, API Jawa Barat, 20022004. _________, 1991, MINING IN INDONESIA DIRECTORY, The 4th International Mining and Minerals Recovery Exhibition and Conference, 4-7 December 1991, Jakarta Fairgrounds, Indonesia. _________, 2004, DAFTAR PERUSAHAAN TEKSTIL DI PROPINSI JAWA BARAT , Dinas Tenaga Kerja PROPINSI JAWA BARAT. _________, 2004, DAFTAR PERUSAHAAN TEKSTIL DI KABUPATEN BEKASI , Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi.

Tirtosoekotjo, Soedjoko, 2004, PROSPEK PERBATUBARAAN INDONESIA SERTA DALAM MEMASOK KEBUTUHAN BAHAN BAKAR BAGI PLTU BATUBARA DI MASA MENDATANG, Bandung.

20

You might also like