You are on page 1of 11

KELENJAR SALIVA DAN PENYAKIT

Januari 14, 2013 by ariputuamijaya in Veteriner Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva yang bermanfaat untuk membantu pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan perlindungan pada gigi terhadap karies serta mempertahankan homeostasis. Kelenjar parotis Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di regio preaurikula dan berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi sekret yang sebagian besar berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis menjadi kelenjar supraneural dan kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya lebih besar daripada kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada daerah triangular yang selain kelenjar parotis, terdapat pula pembuluh darah, saraf, serta kelenjar limfatik. Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus maseter, berputar ke medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang bukal.

Kelenjar submandibula Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah kelenjar parotis. Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, berada di segitiga submandibula yang pada bagian anterior dan posterior dibentuk oleh muskulus digastrikus dan inferior oleh mandibula. Kelenjar ini berada di medial dan inferior ramus mandibula dan berada di sekeliling muskulus milohioid, membentuk huruf C serta membentuk lobus superfisial dan profunda. Lobus superfisial kelenjar submandibula berada di ruang sublingual lateral. Lobus profunda berada di sebelah inferior muskulus milohioid dan merupakan bagian yang terbesar dari kelenjar. Kelenjar ini dilapisi oleh fasia leher dalam bagian superfisial. Sekret dialirkan melalui duktus Wharton yang keluar dari permukaan medial kelenjar dan berjalan di antara muskulus milohioid. Dan muskulus hioglosus menuju muskulus genioglosus. Duktus ini memiliki panjang kurang lebih 5 cm, berjalan bersama dengan nervus hipoglosus di sebelah inferior dan nervus lingualis di sebelah superior, kemudian berakhir dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di dasar mulut.

Kelenjar sublingual

Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva mayor yang paling kecil. Kelenjar ini berada di dalam mukosa di dasar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini yang mensekresi mukus. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula dan muskulus genioglosus di bagian lateral, sedangkan di bagian inferior dibatasi oleh muskulus milohioid.

FISIOLOGI KELENJAR SALIVA Produksi Saliva Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal oleh asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus. Kelenjar saliva memiliki unit sekresi yang terdiri dari asinus, tubulus sekretori, dan duktus kolektivus. Sel-sel asini dan duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan untuk memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang akan dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus. Kelenjar submandibula dan parotis mempunyai sistem tubuloasiner, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sistem sekresi yang lebih sederhana. Kelenjar parotis hanya memiliki sel-sel asini yang memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sel-sel asini mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar submandibula memiliki kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa maupun mukoid. Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini yang memproduksi kedua jenis sekret.

Inervasi autonom dan sekresi saliva Sistem saraf parasimpatis Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat persarafan parasimpatis dari nervus glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis mendapatkan persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang n. VII).

Sistem saraf simpatis Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva. Serabut saraf simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang memberikan suplai darah pada kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang memberikan suplai darah ke kelenjar submandibula, serta bersama dengan arteri fasialis yang memperdarahi kelenjar sublingualis. Saraf ini

menstimulasi kelenjar saliva untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan kandungan organik dan anorganik.

PENYAKIT KELENJAR SALIVA Parotitis Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala. Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis. Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan.

Tuberkulosis primer kelenjar saliva Penyakit ini biasanya unilateral. Kelenjar saliva yang paling sering terkena adalah kelenjar parotis. Kebanyakan penyakit ini merupakan penyebaran dari fokus infeksi tuberkulosis pada tonsil atau gigi. Penyakit ini biasanya terlihat dalam dua jenis yaitu dalam bentuk lesi inflamasi akut atau lesi berbentuk tumor yang kronis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan acid fast salivary stain dan purified proteine derivative skin test. Terapi terhadap penyakit ini sama dengan terapi pada infeksi tuberkulosis akut.

sialadentis Sialadenitis supuratif akut

Sebagian besar penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang juga melibatkan kelenjar submandibula. Seringnya terjadi keterlibatan kelenjar parotis dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya disebabkan karena aktivitas bakteriostatis pada kelenjar parotis lebih rendah dibandingkan pada kelenjar saliva lainnya. Kemungkinan penyakit ini disebabkan karena adanya stasis saliva, akibat adanya obstruksi atau berkurangnya produksi saliva. Faktor predisposisi lain terjadinya penyakit ini adalah striktur duktus atau kalkuli. Gejala yang sering dirasakan pada penderita penyakit ini adalah adanya pembengkakan yang disertai dengan rasa nyeri. Bisa didapatkan adanya saliva yang purulen pada orifisium duktus saliva, yang mudah didapatkan dengan sedikit pemijatan di sekitar kelenjar. Organisme penyebab infeksi dapat berupa Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Eschericia coli, serta Haemophylus influenzae. Bakteri anaerob penyebab yang paling sering adalah Bacteroides melaninogenicus dan Streptocccus micros.

Sialadenitis kronis Etiologi dari sialadenitis kronis adalah sekresi saliva yang sedikit dan adanya stasis saliva.. Kelainan ini lebih sering terjadi pada kelenjar parotis. Beberapa pasien dengan sialadenitis kronis merupakan rekurensi dari parotitis yang diderita saat masih kecil. Sebagian besar penderita menunjukkan adanya kerusakan yang permanen pada kelenjar yang disebabkan infeksi supuratif akut. Penyakit ini dapat memudahkan terjadinya sialektasis, ductal ectasia, serta destruksi asinar yang progresif.

Sialolitiasis Salah satu penyakit pada kelenjar saliva adalah terdapatnya batu pada kelenjar saliva. Angka kejadian terdapatnya batu pada kelenjar submandibula lebih besar dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya. Salah satu penyakit sistemik yang bisa menyebabkan terbentuknya batu adalah penyakit gout, dengan batu yang terbentuk mengandung asam urat. Kebanyakan, batu pada kelenjar saliva mengandung kalsium fosfat, sedikit mengandung magnesium, amonium dan karbonat. Batu kelenjar saliva juga dapat berupa matriks organik, yang mengandung campuran antara karbohidrat dan asam amino. Duktus pada kelenjar submandibula lebih mudah mengalami pembentukan batu karena saliva yang terbentuk lebih bersifat alkali, memiliki konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi, serta kandungan sekret yang mukoid. Disamping itu, duktus kelenjar submandibula ukurannya lebih panjang, dan aliran sekretnya tidak tergantung gravitasi. Batu pada kelenjar submandiula biasanya terjadi di dalam duktus, sedangkan batu pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang hilang timbul disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat.

Sindroma Sjogren Sindroma Sjogren dapat ditandai dengan adanya destruksi kelenjar eksokrin yang dimediasi oleh limfosit. Hal ini menyebabkan terjadinya xerostomia dan keratokonjuntivitis sika. Sindroma ini diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu primer dan sekunder. Pada tipe primer, penyakit ini hanya melibatkan kelenjar eksokrin saja, sedangkan pada tipe sekunder berhubungan dengan penyakit autoimun seperti rematoid artritis. Gejala yang ada meliputi rasa terbakar pada mulut, rasa ada pasir pada mata, xerostomia, pembengkakan pada kelenjar saliva (pada tipe primer terjadi sekitar 80% dan pada tipe sekunder antara 30-40%). Pembengkakan bisa terjadi secara intermiten ataupun permanen.

Sialadenosis Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu pembesaran kelenjar saliva yang bukan merupakan reaksi inflamasi maupun neoplasma. Patofisiologi penyakit ini masih belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya terjadi asimtomatik. Pada penderita obesitas dapat terjadi pembengkakan kelenjar parotis bilateral karena hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan pemeriksaan endokrin dan metabolik yang lengkap sebelum menegakkan diagnosis tersebut karena obesitas dapat berkaitan dengan berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia dan menopause.

Selasa, 20 Oktober 2009


Diabetes mellitus dan penyakit periodontal BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit multi faktorial dengan penyebab utama bakteri gram negatif anaerob serta adanya gangguan kelainan sistemik dan kelainan imunologi. Periodontitis merupakan salah satu manifestasi dari diabetes mellitus dengan gejala adanya poket periodontal , gigi goyang dan resorpsi tulang .Dilaporkan pula bahwa pada penderita mellitus tipe 2 teregulasi jelek mempunyai keparahan penyakit periodontal lebih tinggi dibandingkan diabetes mellitus regulasi baik . I.2 Tujuan Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengaruh Diabetes Mellitus terhadap jaringan periodontal I.3 Manfaat

Dengan adanya tulisan ini , diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang pengaruh Diabetes mellitus terhadap jaringan periodontal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Diabetes mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik sebagai akibat kurangnya insulin di dalam tubuh sehingga glukosa darah diatas normal hampir sepanhjang waktu, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai gejala klinis akut 3P (poliuria, pplidipsi, polifagia ) atau kadang kadang tanpa gejala 1,3. Hormon insulinyang dihasilkan oleh kelenjar pankreas (terletak pada lekukan usus dua belas jari ) penting untuk menjaga keseimbanagan kadar gula / glukosa darah antara 60 100 mg/dl pada waktu puasa dan kadar gula darah dua jam sesudah makan sekitar 100 140 mg /dl. Apabila terdapat gangguan kerja insulin baik kualitas maupun kuantitias , maka keseimbangan tersebut menjadi terganggu dan glukosa darah akan cenderung naik 4. II.2 Mekanisme terjadinya diabetes mellitus Penyebab terjadinya diabetes mellitus adalah ketidakmampuan sel pulau langerhans pada pankreas untuk memproduksi hormon insulin ( dalam jumlah cukup ) yang mengakibatkan kuantitas dan kualitas insulin yang diproduksi tidak sesuai dengan kebutuhan metabolisme glukosa 1,2. Bila terjadi cacat pada sel pankreas , maka insulin tidak dihasilkan secara normal, akibatnya sebagian besar glukosa didalam darah tidak dapat masuk kedalam sel jaringan tubuh untuk proses metabolisme, sehingga glukosa yang tertimbun didalam darah makin lama makin bertambah banyak. Hal ini mengakibatkan kadara glukosa di dalam darah akan berlebihan ( disebut hiperglikemia ) dan sel jaringan tubuh kekurangan glukosa, karena glukosa darah berlebihan maka sebagian glukosa akan dikeluarkan bersama urin 2 . Atas dasar uraian diatas , maka yang disebut diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang biasanya herediter ( dapat menurun ) yang ditandai dengan adanya glukosa didalam urin ( glukosuria ) 3. II.3 Klasifikasi diabetes mellitus Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ) , sesuia dengan anjuran klasifikasi diabetes mellitus yang dibuat oleh American Diabetes Assosiation ( ADA ) 1997, yang ditetapkan berdasarkan penyebabnya : 1. Diabetes mellitus tipe 1 : adanya kerusakan sel pankreas ( sel penghasil insulin ) pada pankreas , umumnya menjurus pada kekurangan insulin absolut / mutlak, penyebabnya adalah : autoinmun dan idiopatik. 2. Diabetes mellitus tipe 2 : penyebabnya bervariasi yang terutama adalah resistensi insulin ( jumlah insulin banyak, tetapi tidak dapat berfungsi ) dapat juga disertai kekurangan insulin re;atif , gannguan produksi ( sekresi ) insulin. 3. Diabetes tipe lain disebabkan bermacam macam mis defek / cacat genetik fungsi sel , defek genetik kerja insulin, pankreatitis, dan obat / zat kimia, infeksi. 4. Diabetes mellitus gestasional : kondisi diabetes sementara yang dialami selama masa kehamilan II.4 Manifestasi oral diabetik Segala manifestasi didalam rongga mulut yang meliputi saliva, lidah , mukosa , gingiva , periodontium dan gigi sebagai akibat dari diabetes meliitus disebut Oral diabetik / Diabetik Oral manifestation.

Perubahan perubahan patologis yang dapat dijumpai dalam mulut penderita diabetes mellitus adalah sebagai berikut : pada penderita diabetes mellitus yang tidak terawat dengan baik seringkali timbul hiposalivasi atau sekresi ludah berkurang . Ludah menjadi lebihkental dan mulut terasa kering yang disebut xerostomia diabetik. Selain karena perubahan pada kelenjar parotis , xerostomia diabetik ini juga disebabkan karena poliuria yang berat. Efek xerostomia diabetik antara lain adalah meningkatnya prevalensi karies dan memudahkan timbulnya infeksi didalan rongga mulut3. Lidah penderita diabetes mellitus terasa tebal , kadang kadang terasa kering seperti terbakar atau timbul ganngguan pengecapan pada lidah, sehingga mengganggu nafsu makan penderita diabetes mellitus . Lidah tampak membesar , hiperemi, otot lidah lebih lunak8.Mukosa rongga mulut tampak merah tua. Mukosa mulut terasa terbakar atau parestesia akibat nueropati diabetik, mudah timbul kandidiasis dan liken planus karena pesistensi terhadap infeksi menurun. II.5 Kelainan yang terjadi pada jaringan periodontal Penelitian mengenai hubungan diabetes mellitus dengan adanya kelainan pada jaringan periodontal sudah sering dilakukan, tetapi belum didapatkan kesatuan pendapat mengenai hubungan tersebut. Penderita diabetes mellitus tidak terkontrol dijumpai adanga keradangan gingival muai dari gingivitis marginalis sampai periodontitis supuratif akut, gigi goyang , rasa sakit pada perkusi gigi, resorpsi tulang alveolar yang cepat dan abses gingival multiple. Sedang pada penderita diabetes terkontrol didapatkan bahwa gejala gejala tersebut menurun keparahannya dan bahkan ada kalanya hilang sama sekali. Penderita diabetes terkontrol menunjukkan resorpsi tulang alveolyanglebih lambat dibandingkan penderita diabetes yang tidak terkontrol. Resorbsi tersebut ada hubungannya dengan lamanya seseorang menderita diabetes 10. penderita diabetes dijmpai peningkatan keparahan penyakit periodontal . Penyakit tersebut juga dipengaruhi oleh adanya peningkatan iritasi lkal pada gingival ., pada penderita diabetes dijumpai adanya peningkatan prevalensi dan keparahan penyakit periodontal10 . Keradangan gingival yang sangat parah , poket periodontal yang dalam dan abses periodontal sering terjadi pada penderita diabetes mellitus.1. Selain itu juga gingiva tampak merah tua, turun , dan agak nyeri bila ditekan bahkan kadang terdapat nanah pada marginal gingivaldan interdental papil karena adanya infeksi rekuren. Supurasi gingiva ini dapat ditemukan secara palpasi yang dilaksanakan dengan halus dan pelan 9. Akibat gingiva turun , maka gigi penderita diabetes mellitus tampak menonjol keluar dari soket.Menurunnya resistensi gingiva pada oral diabetik ini antara lain disebabkan oleh karena perubahan komposisi kolagen pada jaringan ikat gingiva . Pada jaringan periodontal , periodontium merupakan tempat manifestasi oral dibetik yang paling penting dan prevalensinya nomor dua sesudah karies . Sejak sebelum tahun 1920 dilaporkan bahwa hampir semua penderita Diabetes mellitus yang tidak terkontrol disertai radang periodontioum yang berat dengan gingivitis dan resorbsi prosesus alveolaris yang disertai dengan adanya pus. Prevalensi penyakit periodontal pada diabetes mellitus selain lebih tinggi , juga lebih berat dan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan penderita non diabetes. Penyakit periodontal biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang progresif dan kronik. Teritama pada penderita diabetes mellitus dengan kebersihan mulut yang jelek, bakteri gram negatif dan aerobik akan membentuk plak, apabila plak ini tidak segera dihilangkan akan terus menyebar ke jaringan periodontal dan prosesus alveolaris. Apabila keadaan ini tidak dirawat terjadilah periodontitis diabetik yang manifestasinya klininiknya dapat berupa mobilitas , migrasi dan lepasnya gigi disertai dengan keroposnya tilang alveolaris10.

Sehubungan dengan adanya periodontopati diabetika terjadi peningkatan prevalensi destruksi , mobilitas gigi dan lepasnya gigi ataupun kalkulus. Kalkulus subgingiva merupakan salah satu faktor yang dapat merusak jaringan periodontium . Mobilitasgigi pada diabetes mellitus tidak selalu merupakan indikasi untuk ekstraksi gigi 11 . II.6 Mekanisme terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus Setelah etiologi penyakit periodontal pada penderita dengan penyakit diabetes mellitus dievaluasi,ternyata penyakit diabetes mellitus berpengaruh aktif terhadap kerusakan jaringan . Oleh karena itu perlu diketahui sifat penyakit diabetes tersebut terhadap struktur periodontal dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah berbagai perubahan yang merugikan . Pada penderita diabetes mellitus dengan kelainan periodontal swelau diikuti dengan factor iritasi lokal . Disebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan factor predisposisi yang dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal yang dimlai oleh agen microbial , perubahan vaskuler pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh darah besar dan kecil. Perbahan pada pembuluh darah kecil dapat dijumpai pada arteriol, kapiler dan venula pada bermacam macam organ serta jaringan. Akibat adanya angiopati pada penderita diabetes mellitus , pada jaringan periodontal akan mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan oksigen , akibatnya akan terjadi kerusakan jaringanperiodontal . Selanjutnya akibat kekeurangan oksigen pertumbuhanbakteri anaerob akan meningkat.Dengan adanya infeksi bakteri anaerob pada diabetes mellitus akan menyebabkan pertahanan dan perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan hipoksia jaringan sehingga bakteri anaerob yang terdapat pada plak subgingiva menjadi berkembang dan lebih pathogen serta menimbulkan infeksi pada jaringan periodontal. Pada neuropati diabetes mellitus yang mengenai syaraf otonom yang menginervasi kelenjar saliva , akan mengakibatkan produksi saliva berkurang dan terjadi xerostomia .1 . Menurunnya kepadatan tulang seringkali mempunyai kaitan dengan diabetes mellitus . Sehubungan dengan kejadian ini, perlu diketahui bahwa insulin dan regulasi diabetes mellitus mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang6, antara lain insulin meningkatkan uptake asam amino dan sintesis kolagen oleh sel tulang , yang penting untuk formasi tulang oleh osteoblast. Regulasi jelek diabetes mellitus menyebabkan hipokalsemia yang akan menimbulkan peningkatan hormon paratiroid ( resorbsi tulang akan meningkat ) . regulasi jelek diabetes mellitus juga mengganggu metabolisme vitamin D3 dengan kemungkinan menurunnya absorbsi kalsium di usus. Selain itu juga akan merangsang makrofag untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkanresorbsi tulang. Semua pengaruh diabetes mellitus pada tulang inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara diabetes mellitus dengan penurunan kepadatan tulang. II.7 Pengaruh glukosa terhadap jaringan periodontal Pada diabetes mellitus dapat timbul sejumlah komplikasi yang disebabkan kadar glukosa darah tinggi ( hiperglikemia ) . Beberapa protein tubuh pada diabetes mellitus dengan hiperglikemia akan mengalami glikosilasi , dengan akibat meningkatnya jumlah IgG terglikasi. 9 .pada keadaan hiperglikemia dan mengalami glikosilasi akan menurunkan afinitas antibody IgG terhadap antigen , sehingga penderita diabetes mellitus mudah terserang infeksi . Dilaporkan bahwa ada korelasi antara kadar glukosa darah dengan prevalensi keparahan keradangan gingival , periodontal , resorbsi tulang alveolar dan kedlaman poket . Resistensi jaringan gigngiva dan jaringan peridontal penderita diabetes mellitus menurun , disebabkan karena adanya perubahan komposisi kolagen , regulasi diabetes mellitus dan hygiene mulut 6. Penelitian dentin akibat diet tinggi sukrosse melaporkan bahwa sucrose dapat mengurangi

pembentukan dentin termasuk perputaran metabolisme kalsium. Oleh karena itu sucrose dapat menyebabkan perubahan pada metabolisme kalsium juga dapat berpengaruh pada pembentukan mineral lain di jaringan , dentin , karena komposisi tulang dan dentin serta proses pembentukan sangat mirip. Lebih lanjut dilaporkan dengan berkurangnya beberapa mineral seperti keselurhan isi mineral dalam dentin sebagai akibat tingginya kadar sucrose pada gigi molar tikus percobaan. Diet yang kaya sucrose dapat menyebabkan hiperinsulinemia, insulin resistance dan peningkatan glukosa plasma. Beberapa pengurangan pembentukan dentin juga ditemikan pada kelompok pembanding diet sucrose. Dan didapatkan perbedaan ukuran dari ketebalan pembentukan dentin selama penelitian. Respon dari dalam ini dapat berubah oleh karena sucrose selama terjadinya proses kariogenik. Pembentukan dentin selama periode penelitian adalah dentin primer . oleh karena itu pengaturan dari dentinogenesis oleh tes diet menunjukkan adanya hasil. Pembentukan dentin primer menjadi lebih lambat oleh karena efek racun dari metabolisme bakteri selama proses karies lesi pada dentin , trauma atau menghalangi fungsi normal dari odontoblast8. II.8 Infeksi dan kesulitan regenerasi pada penderita diabetes Penyakit diabetes mellitus sangat erat hubungannya dengan turunnya kekebalan tubuh terhadap suatu infeksi. Pada penderita diabetes mellitus kadar glukosa dalam darah tinggi, sehingga merupakan media yang cocok bagi perkembangan kuman pada daerah luka tersebut7.Dalam susunan darah , kapasitas fagositosis berkurang yang menyebabkan tidak efisiennya pembunuhan kuman sehingga penderita mudah terserang infeksi yang serius. Pada dasarnya penderita diabetes mellitus lebih mudah mengalami infeksi , sehingga tindakan sekecil apapun yang melukai organ atau jaringan dapat menimbulkan resiko infeksi. Hal ini diakibatkan oleh ganngguan terhadap mekanisme pertahanan imun10 . Beberapa factor yang memudahkan terjadinya infeksi : 1. Faktor metabolik : glikogen dihati menurun - dehidrasi sering terjadi pada penderita diabetes mellitus sebagai akibat dari hiperglikemia dan poliurea. 2. Faktor imunologik : Sifat fagositosis dari leukosit menurun. Pembentukan antibodi menurun Turunnya daya tahantubuh. 3. Faktor angiopati diabetika - Mikroangiopati diabetika , yaitu : angiopati yang terjadi pada kapiler dan arteriol. Disfungsi endotel dan agregasi trombosit yang meningkat merupakan penyebabnya. - Makroangiopati diabetika, yaitu : penebalan basement membrane, pengendapan fibrin pada dinding pembuluh darah dan hilangnyaelastisitas dinding arteri, karena terjadinya proses sclerosis pada arteriolnya, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah arteriol.Elastisitas pembuluh darah hilang dan penebalan berupa priliferasi , hialinisasi menyebabkan pembulu darah menjadi kaku dan mudah pecah, timbullah kebocoran. Kebocoran ini mengakibatkan keluarnya protein dan butir butir darah yang berakibat menurunnya pertahanan jaringan setempat karena keluarnya butir butir darah seperti lekosit dan berkurangnya pasokan nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga menghambat penyembuhan luka.

4. Faktor neuropati diabetika , menyebabkan turunnya reflek saraf otonom , sensorik dan motorik, sehingga timbul rasa parestesi, panas mukosa mulut kering dan gerak gerak otot jadi lamban4 . Kesulitan regenerasi dan mudahnya infeksi pada penderita dibetes mellitus disebabkan terjadinya kelainan pada membrane basalis, antara lain: berkurangnya multiplikasi fibroblast, menurunnya kapasitas sintesa kolagen, meningkatnya kadar glikoprotein di membran basalis ,turunnya kadar GAG ( glycoaminoglycans) di membrane basalis yang penting untuk mengatur metabolisme lipoprotein dan karena kadarnya menurun maka akanmudah timbul pengendapan lipoprotein di jaringan. Berkurangnya multiplikasi fibroblast mengakibatkan terhambatnya jaringan granulasi dan menurunnya kemampuan daya regenerasi jaringan4 . BAB III PEMBAHASAN Diabetes mellitus yang dikenal dengan istilah kencing manis merupakan penyakit yang disebabkan kurangnya insulin didalam tubuh sehingga terjadi ganngguan primer berupa ganngguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah melebihi nilai normal3 . Komplikasi diabetes mellitus dalam rongga mulut sangat kompleks melibatkan banyak struktur dari gigi sampai kelenjar ludah yang disebut oral diabetic meliputi saliva, lidah , mukosa , gingival , periodontium dan gigi sebagai akibat dari diabetes mellitus. Perubahan perubahan patoligis yang dapat dijumpai dalam mulut penderita diabetes mellitus adalah sebagai berikut : hiposaliva sehingga ludah mudah kental , mulut kering (xerostomia) , prevalensi kariesmeningkat dan mudah timbul infeksi didalam rongga mulut5 Lidah terasa tebal / hiperemi, hingga timbul ganngguan pengecapan pada lidah. Mukosa mulut terasa terbakar dan mudah timbul kandidiasis dan liken planus.. Gingiva turun terasa nyeri bila ditekan bahkan kadang terdapt nanah23. Akibat gingival turun , maka gigi penderita diabetes mellitus tampak menonjol keluar dari soket. Menurunnya resistensi gingival pada oral diabetic iniantara lain disebabkan oleh karena perubahan kolagen pada jaringan ikat gingiva3. Pada jaringan periodontal terjadi radang periodontal disertai dengan keroposnya tulang alveolaris. Penyakit periodontal biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang progresif dan kronik. Terutama pada penderita diabetes mellitus dengan kebersihan mulut yang jelek , bakteri gram negative dan anaerobic akan membentuk plak, apabila ini tidak segera dihilangkan akan terus menyebar ke jaringan periodontal dan terus menuju ke akar gigi yang mengakibatkan meningkatnya mobilitas, lepasnya gigi 10. Pada diabetes mellitus sering terjadi gangguan terhadap pertahanan imun yang mengakibatkan sifat fagositosis dari luekosit menurun, pembentukan antibody menurun sehingga daya tahan tubuh menurun.Apabila komplikasi kronik terjadi pada penderita diabetes mellitus akan mengalami ganngguan kualitas pembuluh darah yang dikenal sebagai Angiopati Diabetika. Elastisitas dinding pembuluh darah hilang dan penebalan berupa proliferasi , hialinisasi menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku dan mudah pecah, timbullah kebocoran . Kebocoran ini mengakibatkan keluarnya protein dan butir butir darah yang berakibat menurunnya pertahanan jaringan setempat karena keluarnya butir butir darahseperti luekosit dan berkurangnya pasokan nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga menghambat penyembuhan. Faktor neuropati diabetika menyebabkan turunnya refleks otonom sehingga tidak ada kemampuan untuk vasokonstriksi dari pembuluh darah maupun kapiler4. Kesulitan regenerasi dan mudahnya infeksi pada penderita dibetes mellitus disebabkan terjadinya

kelainan pada membrane basalis, antara lain: berkurangnya multiplikasi fibroblast, menurunnya kapasitas sintesa kolagen, meningkatnya kadar glikoprotein di membran basalis ,turunnya kadar GAG ( glycoaminoglycans) di membrane basalis yang penting untuk mengatur metabolisme lipoprotein dan karena kadarnya menurun maka akanmudah timbul pengendapan lipoprotein di jaringan. Berkurangnya multiplikasi fibroblast mengakibatkan terhambatnya jaringan granulasi dan menurunnya kemampuan daya regenerasi jaringan4 . BAB IV KESIMPULAN Pada diabetes mellitus sering terjadi gangguan terhadap pertahanan imun yang mengakibatkan sifat fagositosis dari luekosit menurun, pembentukan antibody menurun sehingga daya tahan tubuh menurun.Apabila komplikasi kronik terjadi pada penderita diabetes mellitus akan mengalami ganngguan kualitas pembuluh darah yang dikenal sebagai Angiopati Diabetika sehingga jika terjadi penyakit periodontal yang diikuti dengan penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol akan memperparah penyakit periodontal DAFTAR PUSTAKA 1. Brian L.Mealey and Thomas W.Oates : Diabetes Mellitus and Periodontal Disease : J Periodontal .August. 2006 : 8 .19 1 2. Ganong WF.1995. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-17 .Penerjemah: Widjajakusuma D. Jakarta,EGC Penerbit Buku Kedokteran :hlm 183-6,328-37,349-50,485. 3. Tjokroprawiro A 1998. Diabetes Mellitus dan Macam macam Diit Diabetes Mellitus B, B1,B2,B3 .Edisi ke -10 Surabaya, Airlangga University Press: hlm.1-9,15-6. 4. Tjokroprawiro A 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-3 Jakarta, Gaya Baru: hlm.606-7. 5. Donoseputro M.2003. Kumpulan makalah Basic Mol Biology course on Mitochondrial. Hlm.1-7 6. Tjokroprawiro A 2000 Diabetes mellitus klasifikasi, Diagnosis, terapi. Edisi ke-3 Jakarta,PT.Gramedia Pustaka Utama : hlm 8,65-66. 7. Guyton A.1996. Fisiologi Kedokteran .Eke -9. Penerjemah : Setiawan I. Jakarta,EGC .Penerbit Buku Kedokteran ; hlm. 841 5,1221-34. 8. Jones JH, Mason DK. 1980. Oral Manifestation of Sistemic Disease. Ed. 8. London W.B. Saunders Co. Ltd; pp 331 -13. 9. Carranza FA , et al . 2006 : Clinical Periodontology , 10th. Philadelphia, W.B. Saunders Co.Ltd: pp 309 41, 391, 461-65,654-65. 10. Cohen DW.1990. Diabetes Mellitus and Periodontal Disease. J Periodontal 41 : hlm 709. 11. Marwati E.1992. Infeksi Jaringan Lunak mulut pada Penderita Diabetes Mellitus . Majalah Ilmu Kedokteran Gigi FKG USAKTI .No 11 hlm.76-81.

You might also like