You are on page 1of 25

DEMAM BERDARAH DENGUE

DEFINISI Penyakit demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dengue yang ditandai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian. KLASIFIKASI DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) diklasifikasikan menjadi empat tingkatan keparahan di mana derajat III dan IV dianggap DSS (Dengue Shock Syndrome). Adanya trombositopenia dengan disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan derajat II DHF dari Dengue Fever. Derajat I :Demam disertai dengan gejala konstitusional non spesifik; satu-satunya manifestai perdarahah adalah tes tourniket positif dan atau mudah memar. :Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. :Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah. :Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

Derajat II Derajat III

Derajat IV ETIOLOGI

Virus dengue termasuk grup B Antropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4

jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominant dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Virus dengue ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara lain Aedes aegypty dan Aedes albopictus). PATOGENESIS a) Teori Antigen-antibodi Pada DBD terjadi penurunan kadar komplemen, semakin berat penyakit tersebut semakin menurun kadar komplemen. Komplemen yang menurun adalah C3, C3 proaktivator, C4, C5. Kadar anafilatoksin meninggi kemudian menurun pada fase penyembuhan. Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a, dan C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma. Virus dengue di sirkulasi berikatan dengan IgG spesifik membentuk kompleks imun. b) Teori Infection Enhancing Antibody Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancingantibody dan neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 tipe antibodi yaitu (1)

Kelompok monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini didasarkan pada adanya virion determinant specificity. Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotype dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya reaksi imunologis dan berlangsung sebagai berikut dan berlangsung sebagai berikut: (a) sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sul kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer. (b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun terikat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuclear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme afferent. (c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit yang telah terinfeksi. (d) selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa, dan sum-sum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme efferent. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena infeksi. (e) sel monosit yang telah teraktivasi akan

mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi, mekanisme ini disebut mekanisme. c) Teori mediator Teori ini merupkan lanjutan teori antibodi enhancing. Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin ini diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag. Dalam keadan normal sitokin ini tidak terbentuk, sehingga tidak terdapat pada serum. Dipikirkan bahwa mediator-mediator tersebut yang bertanggungjawab atas terjadinya terjadinya demam, syok, dan permeabilitas kapiler yang meningkat. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan deferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan differensiasi leukosit matur. d) Teori Trombosit Endotel Trombosit dan endotel diduga memiliki peran patogenesis DBD, berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan permeabilitas kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel. Dua komponen ini sudah diketahui sejak lama merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis.

Trombosit dapat dipandang sebagai sel sekretorik yang mempunyai granulgranul yang mengandungi pelbagai mediator. Endotel memiliki macam-macam reseptor, disamping dapat mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif seperti prostasiklin, platelet activating factor, factor plaminogen, dan interleukin 1. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi. e) Teori Virulensi Virus Secara klasik pada tahun 1918, 1928, dan 1931 pernah dicoba manusia diinfeksi dengan virus dengue. Beberapa orang yang sukarelawan digigit nyamuk yang infeksius, hasilnya adalah ada orang yang tidak sakit dan ada yang sakit. Masa inkubasi dan tipe panasnya juga berlainan. Sabin mensinyalir bahwa manifestasi klinik dengue akan berubah kalau daerah tersebut berulang kali terkena virus dengu. Fakta yang ada sekarang adalah semua jenis virus dapat ditemukan pada kasus fatal. f) Teori Imunopatologi Respon imun terhadap infeksi virus dengue telah diteliti pada manusia, kera dan mencit. Didapatkan bahwa reaksi imun tersebut memiliki 2 aspek yaitu respon kekebalan atau malah menyebabkan penyakit. Sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka lama dan tidak mampu memberikan pertahanan terhadap jenis virus yang lain.

g) Teori Apoptosis Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologik yang merupakan reaksi terhadap berbagai stimuli. Proses tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu kerusakan inti sel, kemudian perubahan bentuk sel, dan perubahan permeabilitas membran sel. Pada kasus DBD yang berat terdapat kerusakan hepar, terdapat councilman bodies. Kemungkinan hal tersebut merupakan proses apoptosis. Waktu terjadi apoptosis, virus dan sel yang berserakan dimakan oleh sel makrofag atau difagositosis. Jadi bukan virus yang bereplikasi di dalam sel makrofag.

PATOFISIOLOGI Virus dengue hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sum-sum tulang, dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/mengaktivasi factor pembekuan. Ketiga factor

tersebut menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler, (2) kelainan homeostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati.(1) MANIFESTASI KLINIS

Manifestations of dengue virus infection


Dengue virus infection Asymptomatic Symptomatic Dengue hemorrhagic fever (plasma leakage)

Undifferentiated fever (viral syndrome)

Dengue fever

Without haemorrhage

With unusual haemorrhage

No shock

Dengue shock syndrome

Dengue fever

Dengue haemorrhagic fever

Demam Dengue Gambaran klinis dari demam dengue (DF) sering tergantung pada usia pasien. Bayi dan anak kecil dapat mengalami penyakit demam undifferentiated, sering dengan ruam makulopapular. Anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat mengalami baik sindrom demam atau penyakit klasik yang melemahkan dengan awitan memdadak demam tinggi, kadang- kadang dengan 2 puncak (punggung sadel), sakit kepala berat, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan tulang atau sendi, mual dan

muntah, dan ruam. Perdarahan kulit (petekie) tidak umum terjadi. Biasanya ditemukan leucopenia dan mungkin tampak trombositopenia. Pemulihan mungkin berhubungan dengan keletihan dan depresi lama, khususnya pada orang dewasa. Pada beberapa epidemic, DF dapat disertai dengan komplikasi perdarahan, seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal, hematuria, dan menoragia. Demam Berdarah Dengue Kasus khas DHF ditandai oleh empat manifestasi klinis mayor: a) Demam tinggi b) Fenomena hemoragis c) Dan sering hepatomegali d) Dan kegagalan sirkulasi Trombositopenia sedang sampai nyata dengan hemokonsentrasi secara bersamaan, adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DHF. Membedakan DHF dari DF adalah adanya rembesan plasma, seperti dimanifestasikan oleh peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa atau hipoproteinemia. Anak-anak dengan DHF umumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai dengan kemerahan wajah dan gejala konstitusional non-spesifik yang menyerupai DF, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot atau tulang dan sendi. Nyeri konjugtiva mungkin terjadi. Ketidak nyamanan epigastrik dan nyeri abdomen generalisata umum terjadi.

Suhu biasanya tinggi, > 39C dan menetap 2-7 hari, kadang 40-41C; konvulsi febris dapat terjadi, terutama pada bayi. Fenomena perdarahan paling umum adalah tes tourniket positif, mudah memar dan perdarahan pada sisi pungsi vena. Pada kebanyakkan kasus adalah petekie halus menyebar pada ekstrimitas, aksila, wajah dan palatum lunak, yang biasanya terlihat selama fase demam awal. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang terjadi, perdarahan gastrointestinal ringan dapat terlihat selama periode demam. Hepar biasanya dapat diraba pada awal fase demam dan ukuran bervariasi 24cm dibawah margin kostal. Pembesaran hepar terjadi lebih sering pada kasus syok. Splenomegali jarang ditemukan pada bayi;namun limpa tampak menonjol pada pemeriksaan roentgen. Tahap kritis dari perjalanan penyakit dicapai pada akhir fase demam. Setelah 2-7 hari demam, penurunan suhu cepat sering disertai dengan tanda gangguan sirkulasi yang beratnya bervariasi. Pasien dapt berkeringat, gelisah, ekstrimitas dingin dan menunjukkan suatu perubahan pada frekuensi nadi dan tekanan darah. Keparahan penyakit dapat diubah dengan mengdiagnosis awal dan mengganti kehilangan plasma. Trombositopenia dan hemokonsentrasi dapat terdeteksi sebelum demam menghilang dan awitan syok. Sindrom Syok Dengue Kondisi pasien berkembang ke arah syok tiba-tiba menyimpang setelah demam selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah

penurunan suhu-antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Tanda khas gagal sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintul-bintul, dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi; nadi menjadi cepat. Pasien pada awal dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari syok. DSS ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan penyempitan tekanan nadi <20mmHg, atau hipotensi dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien dapat melewati tahap syok berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Durasi syok adalah pendek, pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi penggantian volume yang tepat. Efusi pleura dan saites terdeteksi melalui pemeriksaan fisik atau radiografi. Pasien dengan hemoragi intracranial dapat mengalami konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang, dapat terjadi dalam hubungannya dengan gangguan metabolic dan elektrolit atau perdarahan intracranial. Pemulihan pada pasien dengan DSS teratasi adalah singkat dan tidak rumit, tanda prognosis yang baik adalah haluaran urine adekuat dan kembali mempunyai nafsu makan. Temuan umum selama masa penyembuhan pasien DHF adalah bradikardia sinus atau aritmia dan karakteristik ruam petekial konfluen dengan area bulat kecil bagian kulit normal. Ruam makulopapular atau tipe-rubela kurang umum pada DHF disbanding DF dan mungkin terlihat baik pada awal atau tahap lanjut penyakit. Perjalanan DHF kira-kira 7-10 hari.

DIAGNOSIS Temuan Laboratorium Trombositopenia dan hemokonsentrasi (temuan tetap DHF)(2) Penurunan jumlah trombosit < 100000 / mm 3 (antara hari ke-3 dan ke8) Peningkatan hematokrit menunjukkan ada rembesan plasma, bila 20% lebih dianggap bukti definitif peningkatan permeabilitas vaskular dan rembesan plasma Albuminuria ringan transien kadang terjadi, dan darah samar sering ditemukan pada feses.

Pedoman untuk diagnossis 1) Definisi kasus demam berdarah dengue Semua yang berikut ini harus ada : Demam, atau riwayat demam akut, berlangsung 2-7 hari,kadang bifasik. Kecenderungan perdarahan,dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut: Tes tourniket positif

Petekie, ekimosis atau purpura Perdarahan mukosa, saluran gastrointestinal,tempat injeksi atau lokasi lain

Hematemesis atau melena

Trombositopenia (100 000 sel per mm3 atau kurang) Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vaskular, dimanifestasikan oleh hal berikut: Peningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari 20% diatas rata-rata usia,jenis kelamin dan populasi Penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume sama dengan atau lebih besar dari 20% data dasar Tanda-tanda rembesan plasma spt efusi pleura,asites dan

hipoproteinemia. 2) Definisi kasus sindrom syok dengue Keempat kriteria DHF diuraikan sebelumnya harus ada, ditambah bukti gagal sirkulasi yang dimanifestasikan oleh(2); Nadi lemah dan cepat Tekanan nadi menyempit (<20mmHg) atau dimanifestasikan dengan; Hipotensi untuk usia dan Kulit dingin dan lembab serta gelisah

Pemeriksaan Penunjang 1) Imunoserologi IgM dan IgG Kadar antibodi anti-dengue yang dapat terdeteksi tampah setelah beberapa haridemam. Seseorang yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi flavivirus, juga yang tidak mendapat imunisasi dengan vaksin flavivirus(mis. JE, demam kuning) menunjukkan respon antibodi primer saat terinfeksi dengan virus dengue. Isotipe imunoglobulin yang dominan adalah IgM. Anti-dengue IgM yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA. IgM ini tampak dalam 2-3 hari penurunan suhu tubuh. Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat dengan cepat dan tampak memuncak sekitar 2 minggu setelah awitan gejala; kemudian menurun sampai kadar yang tidak terdeteksi selama 2-3 bulan. Anti IgG tampak segera setelahnya. Karenya, definisi fisiologis infeksi primer adalah ditandai olah fraksi molar IgM anti-dengue yang tinggi dan fraksi molar IgG anti-dengue yang rendah. Individu dengan imunitas akibat infeksi atau imunisasi flavivirus sebelumnya akan menunjukkan respons antibodi sekunder (anamnestik) bila terinfeksi dengan virus dengue. Pada infeksi flavivirus sekunder, yang menyebabkan sebagian besar kasus DHF, isotipe imunoglobulin yang dominan adalah IgG. Berlawanan dengan infeksi primer, infeksi sekunder dengan virus dengue mengakibatkan timbulnya kadar IgG anti-dengue sebelum, atau secara simultan dengan , respon IgM. Bila terdeteksi, IgG meningkat dengan cepat, puncaknya sekitar 2 minggu setelah awitan gejala dan

kemudian menurun dengan perlahan lebih dari 3-6 bulan. Definisi fisiologis infeksi sekunder adalah ditandai dengan fraksi molar IgM anti-dengue rendah dan fraksi IgG anti-dengue tinggi yg secara luar reaktif terhadap flavivirus.

Primary and secondary immunological response in dengue virus infection


Dengue -antigen -specific fraction of immunoglobulin isotype

Isotype capture ELISA antibodies IgM IgG

Haemagglutination-inhibiting antibodies
Antibody titre

Titre 1 : 2560 Months or Years Time Secondary infection

Primary infection

2) Tes inhibisi-hemaglutinasi Tes HI adalah pemeriksaan yg sederhana, sensitif, dan dapat ulang serta mempunyai keuntungan karena dapat menggunakan reagen yang disiapkan secara lokal. Kerugiannya adalah sampel sera harus melalui sampel pra-penanganan dahulu. Penggunaan optimal tes HI memerlukan sera berpasangan, mudah didapatkan saat

penerimaan di rumah sakit (akut) dan saat pemulangan (konvalesen): bila interval antara serum pertama dan kedua kurang dari 7 hari, tes HI mungkin tidak membantu dalam diagnosis infeksi primer. Tes ini juga biasanya gagal membedakan antara infeksi degan flavivirus yg sangat berkaitan,mis.,antara virus dengue, atau virus dengue dengan West Nile. Virus dengue mengaglutinasi eritrosit gander dan eritrosit dari spesies tertentu lainnya juga sel-sel darah merah manusia golongan O yang diberikan tripsin. Tes HI didasarkan pada kemampuan antibodi virus dengue untuk menghambat aglutinasi ini.

Interpretation of Dengue Haemagglutination-inhibition antibody responsea


Antibody response
>4-fold rise >4-fold rise >4-fold rise No change No change No change Unknown

S1-S2 intervalb
> 7 days

Convalescent titrec

Interpretation

<1:1280 Acute flavivirus infections, primary Any specimen >1:2560 Acute flavivirus infection, secondary < 7 days <1:1280 Acute flavivirus infection, either primary or secondary Recent flavivirus infection, primary >1:2560 Any specimen Recent flavivirus infection, secondary >7 days <1:1280 Recent flavivirus infection, <7 days <1:1280 primary Recent flavivirus infection, Single specimen <1:1280 probably secondary

DIAGNOSIS BANDING Pada fase awal demam, diagnosis banding utk DHF/DSS mencakup infeksi virus, bakteri, dan parasit dengan spektrum yang luas. Demam chikungunya mungkin sulit dibedakan secara klinis dari DF dan kasus awal DHF ringan. Pada hari ke-3 atau ke-4, temuan laboratorium dapat menegakan diagnosis sebelum menjadi syok. Syok tampaknya menyingkirkan diagnosis demam cikungunya. Trombositopenia nyata dengan hemokonsentrasi bersamaan

membedakan DHF/DSS dari penyakit seperti syok endotoksin akibat infeksi bakteri atau meningokoksaemia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ( cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR ( Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction ), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter laboratorit yang dapat diperiksa : Leukosit : dapat normal atau menurun

Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru(LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi sumsum tulang. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3. Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, DDimer, atau FDP pada keadan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. SGOT/SGPT : dapat meningkat Ureum, kreatinin : dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut. Isolasi virus : yang terbaik adalah pada saat viremia (3-5 hari). Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2 Uji HI (Hemaglutination Inhibition) : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji digunakan untuk kepentingan surveilans. Gas darah : terdapat ganguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan pasien. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match : dilakukan pemeriksaan penentuan golongan darah dan cross match sebelum tindakan transfuse darah untuk keamanan pasien.

B. Pemeriksaan Radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto roentgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. Pemeriksaan Laboratorik Diagnosis Demam Dengue/DBD Hari Demam 1-2 Jenis Pemeriksaan Hematologi 3 Hemoglobin (Hb) Hematokrit (Ht) Hitung Leukosit Biasanya Normal Catatan / Interpretasi

Hitung Trombosit Hematologi Hemoglobin (Hb) Hematokrit (Ht) Hitung Leukosit -Leukopenia -Limfositosis relatif (> 45% dari total leuko) Hitung Trombosit -Limfosit plasma biru (>15% dari total leukosit atau >4% dari total limfosit) -Hemokonsentrasi (peningkatan Ht 20%)

-Trombositopenia (< 100.000/L) atau penurunan serial -Trombosit <2/100 eritrosit (min dilihat 10 lapang pandang) 4-7 Hematologi Hb Ht Hitung Leukosit Hitung Trombosit Hapus darah tepi PT, APTT, DDimer/Fibrin Monomer, Fibrinogen Imunoserologi Anti dengue IgM, IgG Peningkatan IgM atau IgG IgM +, IgG - : Inf primer IgM +, IgG + : Inf sekunder IgM -, IgG + : Riwayat terpapar/dugaan inf sekunder IgM -, IgG - : Bukan inf Flavivirus, ulang 3-5 hari bila curiga 1 :2560 inf sekunder Flavivirus Uji HI Hematologi Hb Ht Hitung Leukosit Hitung Trombosit Normal pada fase penyembuhan Normal pada fase penyembuhan Bila dicurigai terjadi perdarahan Waspadai DIC (PT>, APTT>, D-Dimer +, atau fibrin monomer +, Fibrinogen <)

8-10

11-12

Hapus darah tepi Imunoserologi Uji HI Peningkatan titer >4x 1:1280 Inf Flavivirus akut primer 1:2560 Inf Flavivirus akut sekunder

PENGOBATAN Kehilangan volume plasma Peningkatan akut permeabilitas vaskuler mengarah kehilangan plasma dari kompartmen vascular. Bukti yang mendukung adanya rembesan plasma mencakup temuan-temuan efusi pleural dan asites pada pemeriksaan atau radiografi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi serosa (pada post- mortem). Rembesan plasma dapat menimbulkan syok, yang bila tidak teratasi, menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, dan kematian. Penggantian dini dan efektif kehilangan plasma dengan plasma ekspander atau cairan dan larutan elektrolit memberikan hasil yang diharapkan dalam kebanyakan kasus. Terapi A. Tanpa Renjatan 1) Pengawasan; -Tanda Vital setiap 1-2 jam -Ht setiap 3-4 jam -Monitor intake, output dan kondisi pasien: Bila dapat minum dianjurkan banya minum (air teh, teh gula, sirup, susu, oralit, orange juice, dll). Bila penderita muntah, nyeri ulu hati, Ht cenderung meningkat, kejang atau trombosit menurun infuse glukosa 5% dilarutkan dalam 1:2 atau 1:1 larutan NaCl fisiologis.

Dengan kebutuhan Inisial : 10 mL/KgBB untuk setiap kehilangan cairan 1% dari BB normal Rumatan (Holiday segar) BB(Kg) 0-10 11-20 >20 Volume Rumatan (mL) untuk 24 jam 100 mL/KgBB 1000 mL + 50 mL/KgBB 1500 mL + 20 mL/KgBB

2) Simptomatik; Antipiretik : Paracetamol tiap 6 jam bila hiperpireksia (39oC) atau mempunyai kecenderungan kejan demam. < 1 th 3-6 th 6-12 th B. Renjatan Diberikan RL, Ringer asetat atau glukosa 5% dilarutkan dalam NaCl fisiologis 1:1 atau 1:2 secara cepat (<20 mnt) i.v. bolus 10-20 mL/KgBB (bisa diulang bila perlu) Bila masih terdapat syok, O2 bisa diberikan dan periksa Ht, jika Ht berikan plasma atau plasma pengganti atau albumin 5% sebanyak 10-20 mL/KgBB secara bolus, bisa diulangi bila perlu dengan cairan koloid 20-30 mL/KgBB. Bila masih juga terdapat syok, dibnerikan fresh whole blood 10 mL/KgBB (jika Ht tetap diatas 35%) Bila terdapat renjatan lagi pemberian cairan sesuai dengan pemberian terapi tanpa renjatan. Koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Sedativa : Kloral Hidrat 12,5-50 mg/KgBB p.o./rektal : 60 mg/dosis : 120 60 mg/dosis : 240 60 mg/dosis

Pemantauan 1. Pemeriksaan Fisik Tanda Vital o Waspadai gejala syok Perabaan hati o Hati yang membesar dan lunak merupakan indikasi mendekati fase kritis, pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah sakit 2. Pemeriksaan Laboratorit Darah tepi o Leukopenia <5000 sel/l dan limfositosis relative, peningkatan lifosit atipikal (mengindikasikan dalam waktu 24 jam pasien akan bebas demam dan memasuki fase kritis) o Trombositopenia mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan memerlukan pengawasan ketat di rumah sakit. o Peningkatan nilai Ht 10-20% mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan memerlukan terapi cairan intravena apabila pasien tidak dapat minum oral. Pasien harus dirawat dan diberi cairan sesuai kebutuhan. Penurunan Ht merupakan tanda-tanda pendarahan. Berikan penerangan pada orang tua mengenai petanda gejala syok yang mengharuskan orang tua membawa anaknya kerumah sakit, antara lain : Keadaan memburuk sewaktu pasien mengalami penurunan suhu. Setiap pendarahan Nyeri abdominal akut dan hebat Mengantuk, lemah badan dan tidur sepanjang hari. Menolak untuk makan dan minum Lemah badan, gelisah.

Perubahan tingkah laku. Kulit dingin, lembab. Tidak buang air kecil selama 4-6jam.

Indikasi Perawatan a) Tanda-tanda yang Harus Diperhatikan untuk Indikasi Perawatan Takikardia Capillary refill meningkat (> 2 detik) Dingin dan pucat Tekanan nadi perifer menurun Perubahan status neurologik Oliguria Ht mendadak meningkat Tekanan nadi menurun (<20mmHg)

b) Kriteria Pasien Diperbolehkan Pulang Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perubahan klinis Output urin baik

Ht stabil Melewati 2 hari setelah syok Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites Trombosit > 50000 mmBAB IV

PROGNOSIS Buruk pada DSS dengan renjatan (shock) berulang/berkepanjangan dan KID (DIC).

KOMPLIKASI KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata) Patogenesis bagi sindrom yang lebih parah masih belom diketahui, tetapi yang pasti ianya ada kaitan dengan antibodi dengue yang telah terbentuk terlebih dahulu. Ianya telah dipostulasikan bahawa kompleks antibodi-virus terbentuk dalam beberapa hari pada infeksi dengue sekunder dan peningkatan antibodi non-netralisasi mempromosi (promotes) infeksi sel mononuklear dengan jumlah yang lebih tinggi, diikuti pembebasan sitokin, mediator vasoaktif dan procoagulant, mengakibatkan KID ada DHF. Perdarahan organ. Myokarditis (unusual)

Pancreatitis (unusual)

DAFTAR PUSTAKA 1. Anthony S. Fauci,MD and friends, Harrison`s Principles of Internal Medicine, 14th Edition, McGraw Hill. 2. Prof.Herry Garna,dr.,Sp.A(K),Ph.D, Heda Melinda D.Nataprawira,dr.Sp.A(K),M.Kes.Pedoman diagnosis dan terapi,Edisi Ke-3, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Padjadjaran, 3. Jawetz,Melnick and Adelberg`s, Medical Microbiology,22nd Edition,McGraw Hill. 4. Mansjoer, A,dkk.Kapita Selekta Kedokteran.1999. Media Aesculapius.Jakarta. 5. Rezeki,Sri,dkk.Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis.2002. IDAI. 6. Rezeki,Sri,dkk. Demam Berdarah Dengue. 2005. IDAI. 7. WHO. Demam Berdarah Dengue. 1998. EGC. 8. Ratnarosita,dr.MPHM, dkk. Pedoman tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan Indonesia.Jakarta, 2005.

You might also like