You are on page 1of 12

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dengan adanya logam manusia dapat membuat apa yang mereka inginkan
demi menunjang kehidupannya. Tidak sedikit juga manusia memakai bahan dari
bukan logam dengan alas an biayanya lebih murah, tapi dilihat dari kekuatnnya,
fleksibilitas, logam lebih unggul sehingga hal inilah membuat manusia memakai
logam sebagai penunjang kehidupan mereka. Logam itu sendiri ada bermacam-
macam jenisnya sehingga penggunaanya sangat luas dan disesuaikan dengan
keperluannya. Tetapi dalam pembuatannya mereka juga harus mengerti
persaratan/ketentuan-ketentuan terhadap pemilihan bahan jenis benda yang akan
dibuat dan dimanfaatkan demi keselamatan pemakainya.
Definisi dari kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan
goresan/tusukan (penetrasi) dari benda atau bahan lain yang lebih keras. Pada
umumnya, kekerasan suatu bahan adalah ketahanan terhadap deformasi, dan
untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap
deformasi plastis atau permanen. Kekerasan merupakan sifat mekanik yang sangat
penting, karena dari nilai kekerasan dapat diperkirakan kekuatan dari material
tersebut. Terdapat beberapa macam teori dalam melakukan uji kekerasan
diantaranya adalah uji brinel. Metode Brinel atau penusukan dilakukan dengan
penusuk berbentuk bola sehingga yang dihasilkan adalah sebuah cekungan atau
basin yang kemudian kita ukur sebagai acuan.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai kekerasan dari suatu
bahan yang belum diketahui spesifikasi detailnya. Dalam praktikum kali ini akan
dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat kekerasan suatu baja, alumunium,
dan tembaga dengan menggunakan metode penusukan yaitu dengan cara Brinnel.

1
1.2 Tujuan Dan Manfaat
1.2.1 Tujuan Pengujian Kekerasan
Untuk mengetahui angka kekerasan dari suatu bahan, hal ini
merupakan salah satu sifat mekanik yang terpenting. Kekerasan
merupakan sifat mekanik yang sangat penting, karena dari kekerasan dapat
diperkirakan kekuatan dari material tersebut
1.2.2 Manfaat Pengujian Kekerasan
a. Mahasiswa mengetahui kemampuan atau kekuatan suatu logam.
b. Mahasiswa mengetahui sifat mekanik dari suatu bahan.
c. Mahasiswa dapat membedakan kadar kekerasan suatu bahan dalam
pembuatan suatu alat tertentu sehingga dapat diperhitungkan nilai
teknisnya.
d. Mahasiswa dapat mengoperasikan mesin uji kekerasan sesuai prosedur.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam proses perlakuan panas untuk mendapatkan kekerasan optimum


dapat dilakukan dengan perlakuan panas dengan pendinginan yang cepat dengan
proses quenching dan tidak kurang dari laju pendinginan kritis. Dengan kata lain
transformasi yang terjadi dari fasa austenit menjadi martensit semuanya. Bila laju
pendinginan kurang dari pendinginan kritis maka fasa martensit yang terbentuk
kurang atau masih ada fasa ferit, pearlit dan bainit, sehingga kekerasan yang
diperoleh akan kurang.
Hardenability baja dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Melalui appearance of fracture
2. Melalui distribusi kekerasan sepanjang penampang (metode Grossman )
2. Melalui end quench test (uji jomony)
Dalam pengujian ini digunakan metode Grossman. Baja yang akan diuji
mampu kerasnya dibuat menjadi sejumlah spesimen berbentuk batang silindris
dari berbagai diameter dan panjang lima kali diameternya. Setelah itu spesimen di
quenching dengan media pendingin tertentu, kemudian spesimen dipotong
melintang dan dilakukan pengukuran kekerasan sepanjang penampang spesimen
tersebut. Hasil dari pengujian ini di plot, sehingga didapatkan kurva distribusi
kekerasan dari spesimen tersebut.
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam
dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Baja dapat
dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat, atau baja
dapat dilunakkan untuk memudahkan pemesinan lebih lanjut. Melalui perlakuan
panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau
diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang
keras di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang
tepat, susunan kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia,
khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis. Sebelum dirol,

3
lembaran baja dipanaskan terlebih dahulu. Setelah selesai dibentuk lembaran
logam dinormalkan disusul dengan proses pelurusan.
Di samping karbon, baja paduan umumnya mengandung nikel, khromium,
mangan, molibden, tungsten, silikon, vanadium, dan tembaga. Karena sifat-
sifatnya yang lebih unggul, baja paduan memiliki kegunaan yang lebih luas
dibandingkan dengan baja karbon biasa.
Pengerasan adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di
atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Bila kadar karbon
diketahui, suhu pemanasannya dapat dibaca dari diagram fasa besi-karbida besi.
Akan tetapi, bila komposisi baja tidak diketahui, perlu diadakan percobaan untuk
mengetahui daerah pemanasannya. Cara yang terbaik ialah memanaskan dan
mencelup beberapa potong baja pada berbagai suhu disusul dengan pengujian
kekerasan atau pengamatan mikroskopik. Bila suhu yang tepat telah diperoleh
akan terjadi perubahan dalam kekerasan dan sifat lainnya.
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon.
Meskipun penambahan unsur paduan seperti khrom dan vanadium dapat
meningkatkan kemampuan pengerasan baja paduan, kekerasan maksimal tidak
dapat melampaui kekerasan baja karbon dengan kadar karbon yang sama. Hal ini
dapat dilihat pada gambar berikut.

Untuk dapat mencapai kekerasan maksimum karbon harus larut sempurna


dalam austenit. Laju pendinginan minimal yang dapat menghasilkan 100%

4
martensit disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu, harus
diusahakan agar jumlal austensit sisa dapat ditekan karena austenit sisa akan
melunakkan struktur.
Kekerasan maksimum dapat dicapai bila austenit seluruhnya berubah
menjadi martensit dan nilai kekerasannya 66 sampai 67 Rockwell C . Untuk dapat
mencapai nilai ini kadar karbon harus sama dengan atau lebih dari 60%.
Uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun
pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun
1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan
logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm clan diberi beban 3000
kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk
menghindarkan jejak yang dalam, clan untuk bahan yang_ sangat keras,
digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi
indentor. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, clan
diameter lekukan diukur dengah mikroskop daya rendah, setelah beban
tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 bush pengukuran
diameter pada jejak yang berarah tegak lurus. Permukaan di mana lekukan
akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak. Angka kekerasan
Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan.
Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah

P P
BHN  
( D / 2) (D  D  d )
2 2  Dt

Keterangan :

P = beban yang diterapkan, kg

D = diameter bola, mm

d = diameer lekukan, mm

t = kedalaman jejak, mm

5
BAB 3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Data Percobaan Grossman

- Tanggal pengujian :

- Bahan : Baja

- D. Injektor : D = 10mm

Tabel Data Hasil Pengujian Mampu Keras


No Bahan P D d Kekerasan NILAI
Kg mm mm BHN RATA-RATA
1 Baja 500 10 2.35 113.7209603
2 Baja 500 10 2.85 76.79099759
3 Baja 500 10 2.8 79.61783439 98.8384342
4 Baja 500 10 2.05 149.9533545
5 Baja 500 10 2.9 74.10902419

Pada tabel hasil pengujian di atas dapat dilihat bahwa antara bagian luar
dan dalam spesimen mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Hal ini disebabkan
oleh tidak meratnya perlakuan panas yang diterima oleh spesimen. Yang mana
bagian dalam kurang mendapatkan panas yang tidak merata karena tidak
mengalami kontak langsung dengan panas atau bisa juga disebut terinduksi saja.
Sedangkan bagian luar mempunyai kekerasan yang tinggi karena mengalami
kontak langsung dengan perlakuan panas, sehingga bagian luar mengalami
perubahan struktur lebih dahulu dibandingkan dengan bagian dalam.
Terdapat dua nilai yan berbeda pada tabel hasil pengujian di atas, yaitu
data nomor 1 dan data nomor 4. kejanggalan itu adalah nilai data-data tersebut
lebih kecil daripada yang lain. Hal ini bisa terjadi karena beban yang dikenakan
pada benda kerja terlalu besar sehingga menyebabkan permukaan benda yang
dikenai beban melebar. Dan angka yang didapat kecil.

6
Sebuah logam akan mengalami perubahan fase apabila logam tersebut
dipanaskan sampai suhu austenitnya. Karena, sebuah logam akan mengalami
ketidak stabilan pada suhu austenitnya sehingga logam tersebut mudah untuk
dirubah dalam bentuk fasa yang lainnya. Perubahan tersebut sangat bergantung
pada kecepatan pendinginannya. Jika fasa martensit yang diinginkannya maka
waktu pendinginnnya juga harus cepat, tidak lebih kurang dari lju pendinginan
kritisnnya.
Apabila sebuah logam berbentuk martensit sepenuhnya dapat di pastikan
bahwa benda tersebut sangat keras tapi rapuh atau getas. Oleh sebab itu, dalam
industri hal ini tidak selalu menguntungkan. Dalam berbagai situasi atau dalam
banyak aplikasi hal ini dihindari, terutam unutuk aplikasi yang kemungkinan
terjadinya tegangan tarik kemungkinan besar terjadi.
Dalam industri khususnya industri manufaktur dalam bidang perkakas dan
mesin perkakas banyak dilakukan pengerasan logam untuk pahat. Hal ini untuk
menambah umur dan efisiensi pahat tersebut.
Perlakuan panas pada baja sampai suhu transformasinya (austenit), akan
merubah struktur mikro dari baja tersebut. Perubahan dari struktur mikro tersebut
sangat bergantung pada waktu pendinginannya dan kadar karbon yang terkandung
dalam baja tersebut. Karakteristik yang terjadi sebagai berikut:
a. Baja eutektoid
Baja eutektoid adalah baja dengan kandungan 0,77 %C, jika baja ini
didinginkan pelan-pelan, maka akan terjadi perubahan-perubahan pada
saat temperature 725oC. Temperatur ini disebut dengan temperatur
transformasi atau temperatur kritis. Pada temperatur ini, larutan padat baja
karbon ini bertransformasi dari sebuah larutan padat homogen menjadi
ferit dan sementit secara serentak dan pada temperatur konstan. Fase ini
dapat bertambah secara terpisah. Ferit dan sementit yang terbentuk dari
reaksi eutektoid menghasilkan perlit.
b. Baja hipoeutektoid
Baja hipoeutektoid merupakan baja dengan kandungan karbon dibawah
0,77 %C. pada baja ini mempunyai kandungan karbon yang berbeda,

7
tetapi dapat berada bersamaan. Baja ini jika didinginkan secara perlahan-
lahan maka akan terbentuk ferit yang terpisah dri austenit pada saat
temperatur turun hingga melewati garis AG pada wilayah luasan AGB.
Semakin turun temperatur, semakin banyak banyak ferit bebas yang
terbentuk. Pada pendinginan hingga mencapai suhu ruang tidak terjadi
perubahn mikrostruktur. Mikrostruktur yang terjadi adalah campuran ferit
bebas dan perlit.
c. Baja hipereutektoid
Baja hipereutektoid adalah baja yang mengandung 0,77 % - 2 %C. Jika
baja ini dipanaskan hingga temperatur 845 oC maka mikrostruktur yang
terjadi adalah austenit. Jika didinginkan tidak terjadi perubahan hingga
tercapai garis GF yang disebut garis solubilitas cementite. Pada titik ini,
sementit mulai terpisah dari austenit, dimana sementit terus bertambah
dengan semakin turunnya temperatur hingga dibawah garis Acm. Jika
karbon terus turun dari 1% - 0,77 %C maka austenit yang tersisa akan
berubah menjadi perlit. Tidak terjadi perubahan mikro struktur hingga
suhu ruang, pada suhu tersebut struktur yang terjadi adalah perlit dan
sementit bebas.

8
diagram Fe-Fe3C

pada diagram Fe-Fe3C hanya menunjukkan perubahan didasarkan pada


kadar karbon yang terkandung pada baja tersebut. Digram ini tidak menunjukkan
perubahan fasa yang didasrkan pada lamanya waktu pendinginan baja. Diagram
yang menunjukkan hal ini di sebut dengan diagram CCT. Pada setiap baja
mempunyai diagram CCT yang berbeda.
Suatu contoh dari diagram CCT ditunjukkan pada gambar dibawah. Disini
ditunjukkan hubungan antara suhu mula dan suhu akhir transformasi dengan lama
pendinginan dari 800oC (garis tebal), untuk baja kuat (55 kg/mm2) yang
dipanaskan dengan dengan cepat ketemperatur 1300oC dan kemudian didinginkan
dengan bermacam-macam kecepatan pendinginan. Garis putus menunjukkan
beberapa contoh siklus termal suatau pengelasan, yang bila digabungkan garis
tebal dari diagram CCT seperti yang ditunjukkan pada gambar, dapat

9
menunjukkan tahap-tahap tansformasi selama pendinginan dan dapat dipakai
untuk meramalkan strukur akhi yang tebentuk.

1. Warna Merah. Spesimen didinginkan dengan cepat pada suhu 433 K selama 20
menit. Laju pendinginan berlangsung secara cepat untuk membentuk perlit pada
temperatur lebih tinggi; oleh karena itu, baja akan tetap pada fasa austenit sampai
temperatur Ms dilewati, di mana martensit mulai untuk membentuk. Karena 433 K
adalah temperatur di mana separuh austenite berubah bentuk ke martensit, yang
langsung diquench hingga 50% perlit membentuk martensit. Pemilikan pada 433 K
membentuk hanya suatu kwantitas [yang] kecil [dari;ttg] martensit tambahan,
sehingga struktur dapat diasumsikan untuk;menjadi separuh martensit setengah
austenite ditahan.

10
2. ( Hijau) Spesimen dipegang pada 523 K untuk 100 [detik / barang bekas], yang mana
[adalah] tidak cukup panjang untuk membentuk bainite. Oleh karena itu, yang kedua
memuaskan dari 523 K ke suhu-kamar kembang;kan suatu struktur martensitic.
3. ( Biru) Suatu pegangan isotermis pada 573 K untuk 500 [detik / barang bekas]
menghasilkan suatu half-bainite dan half-austenite struktur. Mendingin dengan cepat
akan mengakibatkan suatu struktur martensit [yang] akhir dan bainite.
4. ( Jeruk) Austenite mengkonversi dengan sepenuhnya ke perlit bagus setelah delapan
[detik / barang bekas] pada 873 K. Tahap ini kukuh stabil dan tidak akan diubah pada
[atas] memegang untuk 100,000 [detik / barang bekas] pada 873 K. Struktur yang
akhir, ketika didinginkan, adalah perlit bagus.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djaprie, Sriati. 1996.”Metalurgi Mekanik jilid 1”. Jakarta : Earlangga


Edi.1990.”Pengujian Logam”. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Suherman, Wahid. 1987.”Diktat Kuliah Pengetahuan Bahan”. Surabaya:Jurusan
Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surdia, Tata. 1987.”Pengetahuan Bahan Teknik”. Jakarta : PT Pradnya Paramita
_____.____. “Petunjuk Praktek Pengukuran dan Pemeriksaaan Bahan”. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
www.forcegauge.net-measure-test1-tension.htm
www.mis-environmental.co.uk-Tensile%20Image.jpg

12

You might also like