You are on page 1of 19

Pengaruh Kenampakan Alam terhadap Keragaman Sosial Budaya

Keragaman sosial budaya masyarakat tepi pantai


Kegiatan masyarakatnya dipengaruhi oleh iklim dan cuaca laut.

Pola aktivitas sering membatasi komunikasi mereka dengan dunia luar (komunikasi terjalin hanya dengan sesama nelayan).
Jika badai datang, maka masyarakat tepi pantai akan beralih profesi menjadi buruh tani, penarik becak, atau buruh angkot pasar.

Pada umumnya, masyarakat tepi pantai sangat religious sehingga mereka sering mengadakan upacara / ritual adat pada waktu waktu tertentu. Upacara itu merupakan ungkapan rasa syukur dan pengharapan terhadap anugerah yang diberikan Tuhan melalui laut.

Masyarakat nelayan Lamalera di pantai selatan Pulau Lembata (NTT) akan mengadakan Misa Leva ketika musim berburu paus tiba.

Tujuan dari misa tersebut adalah memohon keberuntungan


dan keselamatan dari Tuhan.

Masyarakat Desa Srigading Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta mengadakan ritual Labuhan Bekthi Jalanidhi di Pantai Samas.
Diadakan setiap hari Minggu Pon bulan Suro pada kalender Jawa.

Di pantai, para sesepuh dengan khusyuk memimpin doa, memohon kepada Tuhan agar masyarakat nelayan diberi limpahan hasil laut.
Berbagai macam sesaji diarak dan dilarung (dihanyutkan) ke laut. Masyarakat disuguhi tontonan menarik yaitu Tari Gambyong dan kesenian campur sari.

Ritual Labuhan Bekthi Jalanidhi di PantaiSamas

Keragaman sosial budaya masyarakat tepi sungai

Pada umumnya, daerah tepian sungai merupakan daerah yang subur. Banyak penduduk yang menetap di tepi sungai

untuk bertani dan beternak. Sungai dapat dimanfaatkan sebagai jalur transportasi

Sekarang, sebagian besar daerah tepian sungai telah menjadi permukiman liar. Banyak permukiman dibangun di sepanjang tepi sungai dengan pola memanjang.

dan kegiatan jual beli kebutuhan sehari hari (pasar terapung).

Contoh : Rumah didirikan di atas air dengan penyangga yang ditancangkan ke dasar sungai (Pontianak, Kalbar) Rumah lanting / rumah terapung (Sungai Martapura, Kalsel)

Keragaman sosial budaya masyarakat di daerah dataran rendah


Dataran rendah terbentuk dari tanah endapan kaya mineral yang bersifat menyerap air sehingga tanahnya menjadi subur.
Penduduk pedesaan Masyarakatnya menjadi petani padi, palawija, kacang kacangan, sayur mayor,dan buah buahan. Kegiatan pertanian dipengaruhi oleh adanya pola musiman yaitu musim tanam dan musim panen.

Hasil panen untuk dijual dan disimpan demi kebutuhan sendiri di saat sulit.

Masyarakat petani merupakan masyarakat homogen yang berasal dari satu suku bangsa.
Perilaku kehidupan sosial masih dilandasi rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Masyarakatnya masih memegang kuat tradisi dan hidup sederhana. Kehidupan budaya masyarakat pedesaan : Masih banyak melakukan ritual adat dan agama Kesenian daerah masih dilestarikan dalam acara tertentu dan diajarkan kepada generasi penerus.

Penduduk perkotaan o Kehidupan masyarakat kota lebih beragam dan lebih terbuka. o Masyarakatnya terdiri dari berbagai rasa, suku bangsa, dan agama karena banyaknya pendatang. o Masyarakat kota menyambut segala bentuk modernisasi sehingga semakin hilangnya nilai sosial dan budaya. o Penduduk kota bekerja sebagai guru, karyawan, pedagang, atau berwirausaha. o Hanya sebagian kecil masyarakat bekerja sebagai petani di kawasan pinggiran kota.

o Kehidupan yang serba sibuk dan berpusat pada pemenuhan kebutuhan sendiri mengikis rasa kebersamaan dan kekeluargaan. o Kehidupan budaya masyarakat perkotaan o Terbuka dan mengandalkan pemikiran yang masuk akal o Beragamnya penduduk dengan latar budaya yang berbeda akan membuat budaya asli sulit bertahan. o Budaya yang berkembang adalah budaya yang beragam pembauran.

Keragaman sosial budaya masyarakat di daerah pegunungan


Pegunungan dijadikan kawasan pertanian dan perkebunan. Pegunungan merupakan daerah yang subur karena curah hujan yang tinggi. Kehidupan masyarakat pegunungan tergantung sepenuhnya pada alam.

Kehidupan sosial masyarakat pegunungan terbentuk dari ikatan keluarga.


Pembangunan di daerah pegunungan mengalami kendala karena medan yang sulit.

Komunikasi masyarakat dengan dunia luar amat terbatas karena kenampakan alam yang tidak merata.

Kondisi pegunungan dengan lahan yang curam akan menyebabkan pertanian menggunakan sistem ladang bertingkat.

Suku Toraja di pedalaman Sulawesi Selatan hidup dari pertanian. Mereka menganut aliran kepercayaan Aluk To Dolo. Mereka diajarkan untuk melakukan upacara musim panen dengan bernyanyi dan menari. Ada dua jenis tarian yaitu Tarian Mabugi untuk merayakan hari pengucapan syukur dan Tarian Magandangi ketika mereka menumbuk padi. Kepercayaan mereka terhadap hidup setelah mati tercermin dalam budaya pemakaman jenazah. Ritual pemakaman merupakan budaya Toraja yang membutuhkan biaya sangat besar. Mereka mempersiapkan jenazah menuju puya (alam arwah) dengan menyembelih banyak kerbau dan babi. Kerbau kerbau itu yang akan menjadi tunggangan mereka menuju puya.

Masyarakat Tengger di pegunungan Bromo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah merupakan penganut agama Hindu. Setiap tahun mereka melakukan upacara Yadnya Kasodo.

Upacara ini juga bermakna permohonan agar masyarakat Tengger diberkahi dan diberi keselamatan oleh Tuhan. Upacara ini diawali dari ritual di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo. Prosesi dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo untuk memberi sesaji berupa hasil pertanian dan ternak ke kawah gunung.

Upacara Yadnya Kasodo adalah ritual penghormatan kepada Gunung Bromo yang dianggap suci.

Waktu pelaksanaan pada tengah malam hingga dini hari saat bulan purnama.

o Masyarakat Tengger juga mempercayai karma. o Bila mereka berlaku jahat maka akan memperoleh balasan kejahatan yang lebih besar.

You might also like