You are on page 1of 19

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks.

Korteks terdiri dari zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona

glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon t e r s e b u t b a i k b e r l e b i h m a u p u n kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan keabnormalan.Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormonhormon korteks adrenal. (Ten et al, 2001) Penyakit Addison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Sedangtkan di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit D r. Soetomo pada tahun1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison.

Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 30 50 tahun.Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh hiperadrenokortisisme a k i b a t n e o p l a s m a k o r t e k s a d r e n a l a t a u adenohipofisis, y a n g berlebihan. atau Bila terdapat asupan sekresi glukokortikoid sekunder hormon

adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease ( Findling et al, 2005). Cushing syndrome diakibatkan sekresi kelebihan hormon adrenokortikoid, adrenokortikoid mensekresikan hormon glukokortikoid, mineralkortikoid, dan adrenoandrogen ( Findling et al, 2005)

B. Tujuan 1. Untuk memenuhi tugas referat pada blok Endokrin Metabolisme 2. Untuk mengetahui penyakit-penyakit adrenal cortex failure. 3. Untuk mengetahui definisi, edpidemiologi, etiologi, patomekanisme, patofisiologi, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit adrenal cortex failure.

BAB II Isi A. Definisi Definisi Addison 1. Penyakit Addison atau insufisiensi adrenokortikal adalah kegagalan korteks adrenalmemproduksi hormone adrenokortikal yang

disebabkan oleh atropi primer pada korteks adrenal akibat autoimunitas (Ten et al, 2001). 2. .Penyakit Addison adalah gangguan fungsi pada korteks adrenal yang menyebabkan penurunan produksi hormone kortisol dan aldosteron. Kelainan endokrin terjadi pada semuakelompok umur dialami pria dan wanita. Dikarakteristikan oleh

kehilangan berat badan,kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan disertai penggelapan kulit (Ten et al, 2001).

Definisi sindrom cushing 1. S i n d r o m aktivitas Cushing korteks terjadi adrenal sebuah ya n g sindrom akibat

b e r l e b i h a n . Sindrom

tersebut dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid atau ACTH yang berlebih atau akibat hyperplasia korteks adrenal ( Findling et al, 2005). 2. Sindrom cushing adalah keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik yaitu p e n i n g k a t a n kadar glukokortikoid

d a l a m d a r a h y a n g m e n e t a p . K o n d i s i i n i berhubungan dengan sekresi berlebihan dari steroid adrenokortikal terutama

kortisola t a u

terjadi

akibat

dari

paparan

terhadap

g l u k o k o r t i k o i d d e n g a n j u m l a h ya n g berlebihan dalam waktu yang lama ( Findling et al, 2005).

Klasifikasi Addison Ada 2 tipe dari penyakit Addison yaitu (Ten et al, 2001): 1. H i p o a d r e n o k o r t i k a l p r i m e r . Tipe ini berasal dari

kelenjar adrenal yang mengalami atrofi atau kerusakan dari semua bagian korteks adrenal. 2. H i p o a d r e n o k o r t i k a l s e k u n d e r . Tipe ini disebabkan karena insufisiensi ataukelenjar hormone hipofisis. yang dihasilkan oleh hipotalamus menstimulasi

Hormone

tersebut

korteks adrenal untuk melepaskanh o r m o n . S e h i n g g a j i k a tanpa hormone tersebut maka kelenjar adrenal tidak d a p a t menjalankan fungsinya

Klasifikasi sindrom cushing Sindrom Cushing diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu ( Findling et al, 2005): a. Penyakit Cushing tipe SC paling sering ditemukan sekitar 70 % dari kasus.Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saatdiagnosis biasanya antara 20-40 tahun b. Hipersekresi ACTH Ektopik. Kelainan ini sekitar 15 % dari seluruh kasusSindrom Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering akibat karsinoma smallcell di paru-paru; tumor ini menjadi penyebab pada 50 %. Sindroma ACTHektopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insidentertinggi pada umur 40-60 tahun. c. .Tumor-tumor Adrenal Primer Sekitar 17-19 % kasus-kasus Sindrom Cushing.Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. 75 % kasus terjadi pada orang dewasa. d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak. Sindome Cushing Karsinomaadrenal - penyebab yang paling sering dijumpai (51 %),

adenoma adrenal terdapatsebanyak 14 %. Lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun Jenis Sindrom Cushing : a. Tergantung ACTHHiperfungsi korteks adrenal dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh HerveyCushing pada tahun 1932, disebut Penyakit Cushing. b. Tak tergantung ACTH . Adenoma hipofisis mensekresi ACTH

B. Epidemiologi 1. P e n ya k i t A d d i s o n P e n ya k i t A d d i s o n a d a l a h p e n ya k i t ya n g j a r a n g d a n s u d a h dikenal s e j a k 1 5 0 t a h u n l a l u , ya n g p e r t a m a k a l i dikemukakan oleh Thomas Addison pada tahun 1855.

Penyakit Addison memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua pertiga p a s i e n antara adalah usia 20 perempuan. sampai Diagnosis

ditegakkan

5 0 tahun. Dahulu,

tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit Addison. Saat ini d e n g a n k e m o t e r a p i y a n g b a i k , h a n y a s e d i k i t pasien tuberkulosis yang sejak 150 tahun lalu

mengalami penyakit Addison (P r i c e , 2 0 0 6 ).

2. Sindroma Cushing Disease Sindrom Cushing karena penyakit adrenal terjadi 4 kali yang lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria. Tidak ada perbedaan etnis yang berpengaruh terhadap terjadinya sindrom ini walaupun setelah diidentifikasi/ diteliti . Mayoritas orang dewasa yang didiagnosis adalah antara usia 20 dan 50, meskipun dapat terjadi pada semua usia. Kasus Pediatri jarang terjadi tetapi didokumentasikan dengan baik (P r i c e , 2 0 0 6 ). Sindrom cushing iatrogenic terjadi pada penderita arthritis rheumatoid, asma, limfoma, dan gangguan kulit umum yang memakai

glukokortikoid sebagai anti inflamasi. Sindrom cushing spontan dialami oleh hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat rangsangan ACTH berlebih, maupun sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal (Price,2006).

C. Etiologi 1. Penyakit Addison Ada beberapa keadaan yang diperkirakan sebagai penyebab darii penyakit Addison, diantaranya : a. Adrenalitis autoimun Adrenalitis autoimun membentuk 75 % hingga 90 % kasus penyakit Addison di Negara berkembang. Penyakit ini dapat bersifat sporadicatau familial. Pada separuh pasien, penyakit autoimun tampaknya terbatas di kelenjar adrenal. Pada pasien lainnya, juga terdapat penyakit autoimun lain, seperti penyakit Hashimoto, anemia pernisiosa, diabetes mellitus tipe 1, dan hipoparatiroidisme idiopatik. Istilah sindrom poliglandular tipe 1 atau II pernah digunakan untuk menamai berbagai kombinasi keterlibatan organ yang mungkin ditemukan. Sindrom poliglandular tipe I adalah suatu penyakit resesif autosomal yang berkaitan dengan mutasi gen regulator autoimun dikromosom 21q. Sebaliknya, sindrom poliglandular tipe II dan adrenalitis autoimun saja adalah penyakit multifactor, dengan keterkaitan kuat ke antigen histokompatibilitas tertentu, terutama HLA-B8, HLA-DR3, dan HLA-DQ5. Pada pasien dengan semua varian adrenalitis autoimun, ditemukan antibody terhadap enzimsteroid, seperti 21-hidroksilase dan 17-hidroksilase. b. Infeksi Infeksi, terutama tuberkulosis dan yang disebabkan oleh jamur, juga dapat menyebabkan adenokorteks kronis primer. Adrenalitis tuberkulosis, yang pernah membentuk hingga 90 % kasus penyakit Addison. Kini semakin jarang ditemukan berkat

ditemukannya terapi anti tuberkulosis. Pasien dengan sindrom immunodefisieinsi (AIDS) dapat beresiko mengalami insufisiensi adrenal akibat beberapa penyulit infeksi (sitomegalovirus, Mycrobacterium avium-intracellulare) dannoninfeksi (sarcoma Kaposi) dari penyakit mereka. c. Neoplasma Metastatic Neoplasma metastatic yang mengenai adrenal adalah penyebab potensial lain insufisiensi adrenal. Adrenal merupakan tempat yang cukup sering mengalami metastasis pada pasien dengan karsinoma diseminata. Meskipun fungsi adrenal

dipertahankan pada sebagian besar pasien ini, pertumbuhan metastatic kadang-kadang merusak cukup banyak korteks adrenal sehingga terjadi insufisiensi adrenal.

2. Sindroma Cushing Disease Penyebab sindroma Cushing dapat berupa : a. Pemberian steroid eksogen Pemberiansteroid eksogen dapat menyebabkan terjadinya sindrom Cushing. Gejala kelebihan glukokortikoid umumnya terjadi dengan pemberian steroid oral, namun kadang-kadang suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan inhaler steroid juga dapat menyebabkan sindrom Cushing. Pasien yang sedang mendapat terapi steroid dapat mengalami sindrom Cushing dengan gangguan yang mencakup berbagai penyakit rematologi, paru, saraf, dan nefrologi. Pasien yang telah mengalami transplantasi organ juga beresiko terkenasindrom Cushing karena steroid eksogen diperlukan sebagai bagian darirejimen obat antipenolakan. b. Overproduksi glukokortikoid endogen Adenoma penghasil ACTH hipofisis. Adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH berasal dari corticotrophs di hipofisis anterior. ACTH yang disekresi oleh

corticotrophs dilepaskan kedalam sirkulasi dan bekerja pada korteks adrenal untuk menghasilkan hiperplasia dan merangsang sekresi steroid adrenal. Adenoma yang besar dapat menyebabkan hilangnya produksi hormon lainnya dari hipofisis anterior (TSH, FSH, LH, hormon pertumbuhan, dan prolaktin) dan hormon vasopresin dihipofisis posterior. Overproduksi adenoma glucocorticoids dapat disebabkan macronodular, adanya atau

adrenal,

karsinomaadrenal,

hiperplasia adrenal micronodular. Para zona fasciculata dan reticularis zona lapisan korteks adrenal biasanya menghasilkan glukokortikoid dan androgen. Kompleks Carney adalah bentukfamilial micronodular

hiperplasia kelenjar adrenal. Ini merupakan gangguan dominan autosomal dan ACTH yang menyebabkan sindrom Cushing independen. Hiperpigmentasi merupakan salah satu ciri

gangguantersebut. Ektopik ACTH kadang-kadang disekresi oleh sel oat atau small-cell lung tumors atau oleh tumor karsinoid

D. Patomekanisme 1. Penyakit Addison Defisit produksi glukokortikoid atau mineral kortikoid pada glandula adrenal menghasilkan adrenokortikal insufisiensi, yang mana disebabkan oleh salah satu konsekuensi dari destruksi atau disfungsi dari korteks adrenal. Fase awal dari destruksi pada glandula adrenokortikal terjadi pengurangan dari cadangan adrenal, meskipun demikian basal sekrsi steroid masih normal, namun demikian sekresi tersebut tidak meningkat pada respon stres. Jadi akut adrenal krisis dapat terjadi pada kondisi stres akibat pembedahan, trauma, atau infeksi, yang mana memerlukan peningkatan sekresi kortikosteroid. Berkurangnya sekresi kortisol, level plasma dari ACTH meningkat

akibat dari penurunan umpan balik negative yang menginhibisi sekresi ACTH(Gardner DG et all 2007). 2. Sindroma Cushing Disease Hipersekresi ACTH oleh tumor pituitari disebut Cushing disease. Hipotalamus menghasilkan CRH yang tidak sesuai dengan kadar kortisol sirkulasi sehingga dibutuhkan kortisol sengan kadar yang lebih tinggi untuk mrngurangi sekresi ACTH menjadi normal. Keadaan tersebut akan menyebabkan hiperstimulasi pituitari

selanjutnya menjadi hiperplasia atau pembentukan tumor. Semakin lam tumor ini menjadi tidak tergantung lagi pada kendali regulasi sistem saraf pusat dan kadar kortisol, dengan kata lain tumor tersebut resisten terhadap mekanisme umpan balik kortisol. Pola diurnal sekresi kortisol juga hilang pada kelainan ini. Pada sindroma Cushing tidak tergantung ACTH, kadar ACTH serum rendah karena umpan balik negatif sebagai akibat dari peningkatan produksi kortisol oleh kelainan adrenal primer seperti karsinoma atau adenoma adrenal. Peningkatan sekresi kortisol akan menekan sintesis CRH dan sekresi ACTH, mengakibatkan atropi kelenjar adrenal nontumor

(Hernianingsih).

E. Patofisiologi 1. Penyakit Addison Defisit produksi glukokortikoid atau mineralkortikoid pada glandula adrenal menghasilkan adrenokortikal insufisiensi, yang mana disebabkan oleh salah satu konsekuensi dari destruksi atau disfungsi dari korteks adrenal (insufisiensi adrenokortikal primer, atau penyakit addisons) atau akibat sekunder dari defisit sekresi adrenocorticotropin (ACTH) pituitary (insufisiensi adrenokortikal sekunder) (Gardner DG et all 2007). Kehilangan fungsi lebih dari 90% pada kedua korteks andrenal menghasilkan manifestasi klinis insufisiensi adrenokortikal. Destruksi dari glandula, seperti terdapat pada kondisi idiopatik dan kondisi

invasif dari suatu penyakit, hal ini menyebabkan terjadinya kronisitas dari adrenal insufisiensi. Bagaimanapun juga, desrtuksi yang berlangsung cepat terjadi pada beberapa kasus; sekitar 25% dari pasien berada pada tahap krisis atau impending krisis pada saat di diagnosis. Fase awal dari destruksi pada glandula adrenakortikal terjadi pengurangan dari cadangan adrenal; meskipun demikian basal sekresi steroid masih normal, namun demikian sekresi tersebut tidak meningkat pada respon stres. Jadi, akut adrenal krisis dapat terjadi pada kondisi stress akibat pembedahan, trauma, atau infeksi, yang mana memerlukan peningkatan sekresi kortikosteroid (Gardner DG et all 2007). Kehilangan lebih lanjut jaringan korteks pada glandula adrenal, menyebabkan terjadinya defisit sekresi dari basal glukokortikoid, menimbulkan manifestasi kronisitas adrenal insufisiensi. Defesiensi mineralkortikoid dapat terjadi pada tahap awal maupun akhir. Destruksi dari glandula adrenal akibat hemoragik menghasilkan kehilangan secara tiba tiba sekresi dari mineralkortikoid dann glukokortikoid, menyebabkan kondisi akut adrenal krisis (Gardner DG et all 2007). Dengan berkurangan nya sekresi dari kortisol, level plasma dari ACTH meningkat akibat dari penurunan umpan balik negative yang menginhibisi sekresi ACTH. Sebagai akibatnya, peningkatan level plasma dari ACTH pada awal merupakan kondisi sangat supoptimal dalam mengsekresikan cadangan dari adrenokortikal (Gardner DG et all 2007).

2. Sindrom Chusing Disease Sindrom cushing dapat disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksi hipotalamus-hipofisisadrenal (spontan) (Coopeer MS et al, 2003).

Sindrom Cushing iatrogenic dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid, asma, limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen anti inflamasi. Pada cushing syndrome spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat rangsangan berlebihan oleh ACTH atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal (Coopeer MS et al, 2003) Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua jenis : (1) dependen ACTH dan (2) independen ACTH. Diantara jenis dependen ACTH, hiperfungsi korteks adrenal mungkin disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan berlebihan. Karena tipe ini mulamula dijelaskan oleh Harvey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut dengan penyakit Cushing. Pada 80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH. Pada 20% sisanya terdapat bukti-bukti histology hyperplasia hipofisis kortikotrop. Masih tidak jelas apakah hyperplasia timbul akibat gangguan pelepasan CRH oleh neurohipotalamus. Pada kasus lain didapatkan kelebihan sekresi ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH, dan berkurangnya sensitivitas system kontrol umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah. ACTH juga dapat disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan neoplasma yang memiliki kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan peptide mirip ACTH baik secara kimia maupun fisiologik. ACTH yang berlebihan dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan rangsangan yang berlebihan terhadap sekresi kortisol oleh korteks adrenal, dan disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar ACTH yang tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma, bukan dari kelenjar hipofisisnya. Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma-neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan-jaringan yang berasal dari lapisan neuroektadermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel oat paru, karsinoid bronchus, timoma, dan tumor sel-sel pulau dipankreas, merupakan contoh-contoh yang paling

10

sering ditemukan. Beberapa tumor ini mampu menyekresi CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis, yang menyebabkan terjadinya sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis sindrom cushing yang disebabkan oleh sekresi ACTH yang berlebihan- hipofisis atau ektopik- seringkali disertai hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini disebabkan oleh sekresi peptide yang berhubungan dengan ACTH dan kerusakan-kerusakan bagian-bagian ACTH yang memiliki aktivitas melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit dan selaput lebdir (Newell Price J et al, 1999). Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol ACTH seperti pada tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya untuk menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal. Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindroma cushing yang berat, namun biasanya berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun-tahun selama diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adrenokortikal berkembang cepat dan dapat menyebabkan metastasis serta kematian (Newell Price J et al, 1999). Adanya sindroma cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang telah dijelaskan diatas. Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang abnormal dalam plasma dan urine. Tes-tes spesifik dapat menentukan ada atau tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitive. Tidak adanya irama sirkadian dan berkurang atau hilangnya kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan cirri sindrom cushing (Newell Price J et al, 1999) Beberapa tindakan diagnostic dapat digunakan untuk menentukan sifat patologi dasar sindrom cushing dan membantu menentukan lesi yang mungkin dapat ditanggulangi dengan operasi. Penderita

11

sindroma cushing dengan dependen ACTH memiliki kadar ACTH yang tinggi. Sebaliknya, sindroma Cushing dengan independen ATCH memiliki kadar kortisol yang tinggi namun dengan kadar ACTH yang rendah (Pitt B et al, 2003) Pemeriksaan fisiologik dapat membantu membedakan sindroma cushing hipofisis dengan sindrom cushing ektopik. Pada sindrom cushing ektopik, sekresi abnormal ACTH dan/atau kortisol biasanya tidak berubah pada perangsangan ataupun penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan balik negative yang normal. Dua pemeriksaan misalnya, uji penekanan dengan deksametason dosis tinggi (8mg) dan uji perangsangan CRH. Pasien-pasien dengan sindrom ACTH ektopik atau penyakit korteks adrenal primer tidak mampun menekan kadar ACTH dan/atau kortisol pada pemberian deksametason dosis tinggi, dan tidak dapat meningkatkan kadarnya dengan pemberian CRH domba; keadaan ini khas untuk kebanyakan pasien sindrom cushing hipofisis yang dependen ACTH (Pitt B et al, 2003).

F. Penegakan diagnosis 1. Penegakkan diagnosis syndrom Chusing GEJALA 1. Berat badan naik, terutama disekitar perut dan pungggung bagian atas 2. Kelelahan yang berlebihan 3. Otot terasa lemas 4. Muka bulan ( Moon fae ) 5. Edema 6. Tanda merah / pink pada kulit bagian paha, pantat , dan perut 7. Depresi 8. Periode menstruasi pada wanita tidak teratur

12

9. Osteoporosis

spinal

atau

fraktur

spontan

vertebra ( E U R O P E A N J O U R N A L O F ENDOCRINOLOGY, 2010)

TANDA 1. Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan, osteoporosis, striae kulit, dan mudah terjadi perdarahan di bawah kulit.. 2. . Hiperkortisolisme memicu penumpukan jaringan adipose di tempattempat tertentu, khususnya diwajah bagian atas ( menyebabkan moonface) , daerah antara kedua tulang belikat (buffalo hump) dan mesenteric (obesitas badan). Alasan distribusi

penumpukan adipose pada tempat tertentu belum diketahui, tetaoi berhubungan dengan resistensi insulin. 3. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan kadar sel darah merah. 4. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumpai perubahan emosional, mudah tersinggung dan emosi labil. 5. Pada wanita peningkatan kadar androgenadrenal dapat

menyebakan timbulnya jerawat, hirsutis, oligomenore atau amenore.(harrison) 6. Akibat kelebihan kadar steroid dapat menimbulkan gejal a dan tandayang tidak dapat dibedakan dari gejala dan ta nda sindrom metabolik,misalnya obesitas, hipertensi dan diabetes sehingga kurang membantud a l a m d i a g n o s i s hiperkortisolisme ENDOCRINOLOGY, 2010) (EUROPEAN JOURNAL OF

UJI LABORATORIUM Pada umumnya , uji lab sering digunakan untuk membedakan pasien dengan sindrom cushing ringan dari hiperkortisolisme fisiologik

13

ringan ( pseudo-cushing ) . Diagnosis sindrom cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan kegagalan menekan sekres kortisol secara normal bila diberikan dekssametason ( Harrison, 2005 ). Pengujian skrining lini pertama 1. Uji urinary free cortisol ( UFC ) 24 jam Pemerikasaan urin 24 jam tidak terpengaruhi oleh faktor faktor yang mempengaruhi kadar globulin pengikat kortikosteroid, yang berbeda konsepnya adalah dengan penghitungan kadar kortisol dalam plasma yang mengukur kadar kortisol total, baik yang terikat atau yang tidak . Karena adanya kemungkinan hiperkortisolisme intermitten , jika kerucigaan tingg dan hasil pertama adalah normal, maka perlu dilakkan pemeriksaan sebanyak tiga kali. Jika hasil dari tiga kali pemerikassan adalah normal, maka bukan sindrom chusing. Peningkatan kortisol urinary yang lebih ringan dapat terjadi pada kecemasan krons , depresi , dan alkoholisme yang semuanya dikenal sebagai pseudo-chisung. 2. Uji Dexamethasone supresi DST dodis rendah ini digunakan untuk membedakan sindrom chusing dari orang normal. DST dosis rendah malam hari ( 1 mg ) erdiri dari asupan oral 1 mg^ DST antara jam 11 dan 12 diikuti pengukurnan kortisol lasma puasa antara jam 8 dan jam 9 kesokan harinya. Kriteria awal kadar normal adalah 138 nmol/loter ( 5g / dl) 3. Kortisol salivari pada tengah malam Konsentrasi kortisol dalam saliva berhubungan dengan kortisol plasma bebas, yang terlepas dari kecepatan aliran saliva, dan staabil pada suhu kamar selama satu minggu. Rentang nila referensi normal bergantung pada alat pemerikasaan dan haris divalidasi pada tiap laboratorium. Tes ini dilakukan pada penghujung malam sekitar jam 23.00.

14

Pengujian skrining lini kedua 1. Ritme sirkadian kortisol plasma tengah malam Pasien sindrom cushing sering memiliki konsentrasi serum kortisoldi pagi hari sedikit lebih tinggi atau berada dalam rentan normal , tetapi tidak memiliki sirkadian yang normal ( 7,5 mg / dl , 107 nmol.L ) 2. DST dosis rendah DST dosis renddah selama 2 hari , pasien menggunakan deksametason 0,5 mg oral setiap 6 jam . urin dikumpulkan untuk UFC pada 2 hari baseline 5 (EUROPEAN JOURNAL OF ENDOCRINOLOGY, 2010)

2.

Penegakan diagnosis dan diagnosis terkini pada kasus adrenal cortex failure 1. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan keabnormalitasan serum kimia pada sekitar 56 penderita, seperti di bawah ini : a. Hypercalemia. Hypercalemia merupakan kelebihan kalsium di dalam darah (Dorland Edisi 25, 1998). b. Metabolic acidosis c. Hypoglycemia. Hypoglycemia merupakan keadaan dimana terjadi defisisiensi glukosa di dalam darah yang akan

menimbulkan kegelisahan, hipotermia, sakit kepala, bingung, kadang-kadang kejang dan koma (Dorland Edisi 25, 1998). d. Serum cortisol <20 mcg/dL. e. Hypotensi. Hipotensi merupakan keadaan dimana tekanan darah berada di bawah nilai normal. f. Melakukan Stim Test untuk melihat fungsi adrenal apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak dengan cara :

1). Menghitung kadar basseline. 2). Injeksi 250mg cosyntropin secara IM atau IV 3). Menghitung kadar cortisol plasma dalam 60 menit

15

h. Mengadakan Short Synacthen Test, yaitu dengan cara mengambil darah dari serum cortisol basalis kemudian diberi synacten (tetracorsactrin- sintesis ACTH) 250mg secara IM atau IV. Kemudian cek serum cortisol lain pada menit 30 dan spesimen lain pada menit 60. Ditemukan serum cortisol >20 mcg/dL. ACTH test Jika ditemukan peningkatan kadar ACTH <9mcg/dL. j. Cek darah terdapat limfositosis dan eosinofilia. k.Hyponatremia. Hyponatremia merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi Na dalam darah (Dorland Edisi 25, 1998). 2. Glycosuria. Glycosuria merupakan keadaan dimana ditemukannya glukosa dalam urin. 3. Pemeriksaan fisik Hiperpigmentasi akibat peningatan dari ACTH dan MSH.

Hiperpigmentasi merupakan peningkatan pigmen secara abnormal (Dorland Edisi 25, 1998).

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Adrenal Cortex Failure 1. Pasien penderita dapat diterapi dengan hidrokortison ataupun kortison yang digunakan pada pagi dan sore hari. Dosisnya adalah 25mg hidrokortison (dibagi menjadi 2 dosin=s yaitu 10 mg dan 15 mg) atau 37,5 kortison (dibagi menjadi 2 dosis yaitu 25 mg dan 12,5 mg), tetapi dosis sehari- hari bisa dikurangi sebesar 20-15 mg hidrokortison selama keadaan pasien sudah berangsur membaik. 2. Pengukuran urinary cortisol dapat digunakan untuk menentukan dosis pemberian hidrokortison. 3. Apabila dalam keadaan emergency, maka pasien harus disarankan diberi 2 sampai 3 kali lipat dosis hidrokortison sementara apabila mereka mengalami cedera atau dan

16

harus diberikan ampul dari glukokortikoid untuk diinjeksi sendiri atau supositoria glukokortikoid yang akan digunakan

dalam kasus muntah. 4. Dalam keadaan gawat darurat, dapat diberikan injeksi intravena hidrokortison dengan dosis yang lebih tinggi.Pasien dengan

hipovolemia dan hiponatremia dapat diberikan isotonik saline secara intravena

5. Pemberian steroidogenesis dengan dosis seperti tabel di bawah ini :

Drug

Initial Dose

Maximal dosage

Total daily dosage 1200 mg 6000 mg 9000 mg

Ketoconazole Metyrapone Mitotane Etomidate

200 mg 250 mg 500 mg 0,03

400 mg 15oo mg 3000 mg mg 0,3 mg

intravena diikuti dengan infusi 0,1 mg

H. Prognosis Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan merupakan prognosis baik dan tidak mungkin kambuh lagi. Prognosis bergantung pada efek jangka lama dari kekebalan kortisol sebelum pengobatang terutama aterosklerosis dan osteoporosis. (Sudoyo, 2009) Prognosis karsinoma adrenala adalah amat jelek, disamping pembedahan . Laporan memberikan kesan survival 5 tahun namun kenyataaanya kurang dari tersebut. Usia kurang dari 40 tahun dan jauhnya metaststis berhubungan dengan prognosis yang jelek. (Sudoyo, 2009) Prognosis insufisiensi adenokortkoid akut adalah pemberian kortision dengan dosis berurutan memperoleh produksi dan ritme yang normal . Prognosis kecuali resiko krisis adrenal, kesehatan dan usia pasien biasanya normal, dan pigmentasi yang menetap. (Sudoyo, 2009)
17

Untuk yang kegagalan korteks adrenal akut iatrogenetik (sekunder) dapat terjadi apabila terapi terapi kortikosteroid dihentikan secara mendadak. Terapi kortikosteroid jangka panjang akab menyebabkan supresi produksi steroid endogen normal oleh korteks adrenal yang mengalami atrofi ringan. Penghentian mendadak akan menyebabkab kegagalan korteks adrenal akut disertai syok hipovolemik dan hipotensif, hipoglikemia, dan resiko kematian mendadak. Dosiis obat kortikosteroid haris diturunkan secara bertahap sebelum dihentikan secara total agar tersedia waktu bagi pemulihan fungsi adrenal. Terapi awal jika pasien dengan keadaan krisis adalah cairan salin intervena untuk mengkoreksi volume darah yang rendah dan hidrokortison. Kemudian pasien diberi glukokortikoid oral seperti hidrokortison dan mineralkortikoid sintetik seperti fluddrokortison. (Wood, 2005)

BAB III Kesimpulan

18

Daftar Pustaka

B. M. K Biller, et all. 2008. Treatment of Adrenocorticopin. Departemen of Endocrinology. London. Available at: http://jcem.endojournals.org/content/93/7/2454.full.pdf+html Findling, James W., MD and William F. Jr Young, MD. 2005. Cushings Syndrome dalam The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. February 1, 2005 vol. 90 no. 2 0 Gardner DG, Shoback D. Greenspans basic & clinical endocrinology. Eight edition. On Aron D, Findling J. Tyrrell B. Section 10. Glucocorticoid & adrenal androgens part. Primery adrenocortical insufficiency (addisons disease). Mc Graw-Hill companies. 2007; 367-372. Guignat L, Bertherat J. 2010. The diagnosis of Cushings syndrome: an Endocrine Society Clinical Practice Guideline. European Journal of Endocrinology. 163 913 Hernaningsih, Soehita. 2005. www.jurnal.unair.ac.id Sindroma Cushing pada kehamilan.

Newell Price J et al. 1999. Diagnosis and management of Cushings syndrome. Lancet 353:2087 Piliang S, Bahri C. 2006. Hiperkortisolisme. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IVFKUI. halm .1979-1983. Pitt B et al. 2003. Eplerenone, a selective aldosterone blocker, in patients with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N Engl J Med 348: 1309. Price S y l v i a A , W i l s o n L o r r a i n e M . 2 0 0 6 . Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC. Schteingart D. 2003. Gangguan Hipersekresi Adrenal. In : Price SA, Wilson LM,editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta:EGC. .hlm.1237-124 Sudoyo, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Interna Publishing T e n , Svetlana, d a n M a r i a N e w , d k k . 2 0 0 1 . A d d i s o n s D i s e a s e d a l a m T h e J o u r n a l o f C l i n i c a l Endocrinology & Metabolism. Vol. 86, No. 7 Wiliam G.H., Dluhy R.G. 2005. Disease of the Adrenal Cortex, in Harrisons Principles of Internal Medicine. Vol II ed 16th,. . Boston :McGraw Hill. p 2035 56. Wood, Diana, et al. 2005. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta : Erlangga.

19

You might also like