You are on page 1of 2

2.dr.

S sangat jengkel dengan pasien-pasien yang datang kepadanya yang sebelum a tau sesudahnya berkonsultasi dengan dokter lain untuk masalah yang sama. dr. S menganggap ini merupakan pemborosan dan juga merugikan bagi kesehatan pasiennya. dr. S memutuskan untuk berbicara kepada pasien-pasien tersebut bahwa dia tidak akan merawat mereka jika mereka tetap menemui dokter lain untuk penyakit yang sama. dr. S bermaksud mendekati ikatan dokter di negaranya agar dapat melob i pemerintah untuk mencegah terjadinya kesalahan alokasi sumber-sumber pelayanan medis seperti ini. 3. dr. C, ahli anastesi yang baru ditunjuk di RS di suatu kota, merasa terganggu dengan tingkah laku dokter bedah senior di ruang operasi. Dokter bedah tersebut menggunakan teknik yang kuno yang dapat memperlama waktu operasi, menimbulkan rasa sakit post-operasi yang lebih, dan waktu penyembuhan yang lebih lama. Terlebih lagi dia membuat guyonan kasar mengenai pasien yang jelas mengganggu para perawat yang bertugas. Sebagai salah satu staff baru, dr. C mera sa enggan untuk mengkritik dokter bedah tersebut secara pribadi atau melaporkannya kepada pejabat yang lebih tinggi. Namun dr. C merasa bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki situasi ini. 4. dr. R, dokter praktek umum di sebuah kota kecil, didekati oleh organisasi pen elitian agar ikut serta dalam uji klinik suatu obat AINS untuk osteoartritis. Dia ditawa ri sejumlah uang untuk setiap pasien yang dia ikut sertakan dalam uji tersebut. Wak il organisasi tersebut meyakinkan bahwa penelitian ini telah mendapatkan semua ijin yang diperlukan termasuk dari Komite Etik Kedokteran. dr. R belum pernah ikut se rta dalam uji klinik sebelumnya dan merasa senang dengan kesempatan ini, terutama dengan uang yang ditawarkan. Dia menerima tawaran tersebut tanpa lebih jauh lagi menanyakan aspek etis dan ilmiah dari penelitian tersebut. 5. Pasien Ny.S (20 tahun), G2P1A0, tanggal 22 Juli 2007 jam 04.45 WIB datang ke

UGD RSUD dengan keluhan hamil 9 bulan, mules-mules, ketuban sudah pecah di ruma h. Diperiksa dokter jaga di UGD, kesimpulan Pasien sudah dalam proses persalina n (inpartu). Saat itu UGD sangat sibuk; fasilitas tempat di UGD terbatas; kamar bersalin sedang penuh. Pasien menolak untuk dirujuk ke RS lain (swasta), dengan alasan biaya; pasien mengaku tidak mampu, tetapi tidak memiliki surat keterangan tidak mampu seperti ASKESKIN, JAMKESMAS atau sejenisnya. Tanpa didampingi peraw at, dengan dituntun suami, pasien berjalan ke Kamar bersalin, yang berada pada j arak 30 meter dari UGD. Dalam perjalanan, pasien mendadak merasa mules hebat, j atuh terkulai dilantai, mengejang kuat sehingga bayi lahir spontan. Kebetulan sa at itu lewat seorang perawat yang segera memberikan pertolongan, bayi dibersihka n mulut dan hidungnya, dan bayi segera menangis kuat. Salah seorang perawat lain memanggil bidan jaga dari kamar bersalin, yang segera datang dan memotong tali pusat dan melahirkan placenta. Selanjutnya ibu dan bayi dibawa ke kamar bersalin , dan mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Keadaan ibu pasca melahirkan baik , jalan lahir utuh (tidak ada robekan), perdarahan berhenti. Bayi normal,bb 2800 kg, panjang badan 48 kg. Sehari sesudah melahirkan ibu dan bayi diperbolehkan p ulang dalam keadaan baik. Bayi diberi nama LADILLA (lahir di lantai). http://widiawan.wordpress.com/2010/01/20/kasus-pelayanan-ugd-sebuah-rumah-sakitumum-daerah-di-ibukota-sebuah-kabupaten/ 6. Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 deraj at. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangan i oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan peme riksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan mas ih sama yaitu thrombosit 27.000. dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya memint a referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi d r I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah. Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasi en atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit s aya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 1 81.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien. Membaca e-mail ini sama sekali tidak mengejutkan bagi saya. Sebelum munculnya email ini, seorang saudara ayah saya pernah dirawat di rumah sakit ini. Beliau ma suk dalam keadaan tidak sadarkan diri (kalau tidak salah karena diabetes), dan o leh dokter diberikan 16 macam obat. Namun, keadaannya tidak membaik, malah membu ruk. Beberapa hari kemudian, beliau dipindahkan ke Siloam. Diagnosa dokter Siloam sun gguh mengejutkan. Dikatakan bahwa saudara ayah saya overdosis karena 16 macam ob at tersebut. Sungguh ajaib pengobatan yang dilakukan dokter Omni, sampai pasien yang seharusnya masih bisa sembuh malah semakin parah karena kelebihan obat. Akhirnya, Dokter Siloam melakukan pembersihan dari efek obat, namun sebelum sele sai, korban tersebut keburu meninggal. Apabila beliau dibawa ke Siloam terlebih dulu, mungkin keadaannya akan membaik, tapi karena saat itu sudah dalam keadaan terjepit, maka dibawa ke rumah sakit terdekat. http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=10684

You might also like