You are on page 1of 13

ASPEK MISTISISME

(Makalah ini disusun untuk bahan diskusi matakuliah Pengantar Studi Islam, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Semester I B)

Oleh : Meylia Azurah : 1113014000043

Dosen : Bpk. Dimyati, Dr.M.Ag

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS ILMU TARBIYAH & KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Aspek Mistisisme sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini membahas tentang Latar belakang Aspek Mistisisme atau Tasawuf, pengertian tasawuf, para tokoh tasawuf dan pahamnya, serta fungsi tasawuf dalam kehidupan masyarakat modern. Makalah ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui makna tasawuf jauh lebih dalam bahkan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tercapai masyarakat modern yang mempunyai visi spiritualitas dalam kehidupan modernnya. Juga dapat mengamalkan nilai-nilai spiritual baik dalam kehidupan sehari hari dalam masyarakat dan kehidupan individu. Terimakasih banyak penulis ucapkan kepada pihak yang secara langsung dan tidak langsung membantu dalam penyusunan makalah ini. penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak.

Jakarta , 13 Oktober 2013

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... i Daftar isi ................................................................................................................................... ii BAB I ......................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Tasawuf................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1 1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2 1.4 Metode Penelitian ............................................................................................................ 2 BAB II ....................................................................................................................................... 3 2.1 Pengertian Tasawuf .......................................................................................................... 3 2.2 Para Tokoh dan Paham Tasawuf ..................................................................................... 3 2.3 Fungsi Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat Modern .................................................. 7 BAB III...................................................................................................................................... 9 3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 9 Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 10

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Karena tasawuf merupakan fenomena ekspresi keaagamaan yang bersifat universal, maka kehadirannya tidak hanya di dunia Islam, melainkan di berbagai belahan dunia Barat dan Eropa lainnya. Harun Nasution misalnya mengatakan bahwa, tujuan mistisisme, baik di dalam maupun yang diluar islam ialah memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Intisari mistisime, termasuk di dalamnya tasawuf, merupakan kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan Tuhan, dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran itu selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat sekali dengan Tuhan dalam arti bersatu dengan Tuhan yang dalam istilah Arab disebut ittihad dan istilah inggris mystica union.1 Fakta menunjukkan bahwa kebiasaan menjauhkan diri dari pengaruh material dan duniawi sesungguhnya telah dijumpai dari kebiasaan hidup Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Sejarah mencatat, bahwa Rasulullah SAW selain menerapkan pola hidup yang sangat sederhana, menjauhkan diri dari hidup duniawi, juga senantiasa beribadah dan beristighfar, yakni memohon ampun kepada Allah tidak kurang dari 70 kali pada setiap hari. Selanjutnya dalam kehidupan di era globalisasi seperti sekarang ini ajaran yang menekankan spiritualitas sebagaimana dalam ajaran tasawuf tersebut mulai mendapat perhatian kembali. Munculnya fenomena ini menunjukkan, bahwa perasaan, pola pikir, ucapan, dan perbuatan masyarakat di era Globalisasi yang didasarkan pada pandangan materialisme, hedonisme, kapitalisme, pragmatisme, dan berbagai pandangan sekuler lainnya sudah tidak memadai lagi. Jiwa mereka tampak guncang, rapuh, mudah stres, dan mudah konflik. Mereka kini teengah berusaha menemukan kembali keutuhan jiwanya yang hilang, yakni pemenuhan hidup yang bersifat spiritual, sebagai konsekuensi logis dari sebuah pandangan yang benar, bahwa manusia bukan hanya terdiri dari jasmani dan akal pikiran saja, melainkan memiliki rohani yang berasal dari embusan ilahiah. Jiwa mereka perlu ditambahkan visi tasawuf ke dalam kehidupan mereka. 1.2 Rumusan Masalah - Pengertian Tasawuf - Para Tokoh Tasawuf dan Pahamnya - Fungsi Tasawuf dalam Kehidupan Masyarakat Modern

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta : Penerbit universitas Indonesia, 2009), h. 71

1.3 Tujuan Penulisan - Memahami pengertian tasawuf - Memahami para tokoh tasawuf dan pahamnya - Memahami fungsi tasawuf dalam kehidupan masyarakat modern 1.4 Metode Penulisan Penulis menggunakan metode observasi dan kepustakaan, adapun cara cara yang penulis gunakan adalah: studi pustaka, dalam metode ini penulis membaca buku buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini, juga penulis menambahkan beberapa pernyataan dalam tulisan ini.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Tasawuf Terdapat sejumlah teori yang berkaitan dengan pengertian tasawuf. Kata tasawuf berasal dari bahasa Arab tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan, yang artinya bersih, murni, jernih. Pengertian ini mirip dengan kata zakka, yuzakki, tazkiyatan yang berati membersihkan jiwa atau batin dari berbagai sifat yang buruk, seperti takkabur, syirik, dusta, fitna, buruk sangka, berbuat dosa, dan maksiat. Dengan demikian, kata tashawwuf mengacu kepada dimensi batin (esetoric) manusia, sebagai lawan dari dimensi lahir (exoteric) manusia. Dengan kedua dimensi ini, maka terdapat keseimbangan antara dimensi lahir dan batin. Jika kedua dimensi ini diperbandingkan antara satu dan lainnya, dalam pandangan tasawuf ternyata dimensi batin jauh lebih utama. Hal ini sejalan dengan hadis yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak akan menilai kepada jasad dan rupamu, tetapi Allah akan menilai hati dan amal perbuatan kamu sekalian. (HR. Ibnu Mubarak)2 Harun Nasution mengatakan bahwa, teori yang banyak diterima adalah istilah suf yaitu wol. Yang dimaksud bukanlah wol dalam arti modern yang dipakai orang orang kaya, tetapi wol primitif dan kasar yang dipakai di zaman dahulu oleh orang orang miskin di Timur Tengah. Orang Sufi ingin hidup sederhana dan menjauhi hidup keduniawian dan kesenangan jasmani, dan untuk itu mereka hidup sebagai orang orang miskin dengan memakai wol kasar tersebut.3 Al- Junaid Al-Baghdadi (w.297 H/910M) mendefinisikan tasawuf sebagai keberadaan bersama Allah SWT tanpa adanya penghubung, baginya tasawuf meliputi berarti membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan sifat basyariya (biologis), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah swt dan mengikuti syariat Rasulullah saw. (Mulyadi,2005, hal, 127) 2.2 Para Tokoh Tasawuf dan Pahamnya Sebagaimana halnya dalam ilmu kalam dan filsafat, dalam ilmu tasawuf pun terdapat sejumlah tokoh yang memiliki pandangan tasawuf yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Mereka itu antara lain : a. AL-HASAN AL-BASRI Al-Hasan Al-Basri lahir di Madinah (642M) dan meninggal di Basrah (728M). Ia melihat dunia ini sebagai ular yang halus dalam pegangan tangan tetapi racunnya membawa kepada maut. Oleh sebab itu ia menganjurkan supaya orang menjauhi hidup keduniawian. Ia pernah mengatakan: Aku zahid terhadap dunia ini karena
2 3

Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.315 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta : Penerbit universitas Indonesia, 2009) , h. 71

ingin dan rindu pada akhirat. Ucapan-ucapannya yang lain: bersikaplah terhadap dunia ini seolah-olah engkau tak pernah berada diatasnya, dan bersikaplah terhadap akhirat seolah-olah engkau tidak akan keluar-keluar dari dalamnya. Juallah hidup duniamu untuk memperoleh hidup akhirat, pasti keduanya akan engkau peroleh. Tetapi janganlah jual hidup akhirat mu untuk memperoleh hidup dunia, pasti keduanya akan lenyap dari tanganmu. Ucapan-ucapan seperti diatas banyak mempengaruhi kaum sufi.4 b. IBRAHIM IBN ADHAM Ibrahim Ibn Adham lahir di Mekkah. Ayahnya adalah raja dari Balkh. Dengan demikian Ibrahim Ibn Adham adalah anak seorang raja yang berubah menjadi zahid/sufi. Menurut riwayat perubahan itu terjadi akibat suatu mimpi. Dalam mimpi itu Ibrahim mendengar orang berjalan diatas istanannya. Atas pertanyaan, orang itu menjawab: Aku orang yang engkau kenal. Untaku hilang dan aku sedang mencarinya. Bertanya Ibrahim: bagaimana engkau dapat mencari unta yang hilang di atap istana? ujar orang itu: Hai Ibn Adham, Bagaimana engkau dapat mencari Tuhan dalam Istana raja? Mendengar suara seperti itu Ibrahim meninggalkan kerajaannya dan selanjutnya ia hidup sebagai zahid. Mengenai paham tasawufnya dapat dilihat dari ucapannya. Ia misalnya berkata: Cinta kepada dunia menyebabkan orang yang menjadi tuli serta buta dan membuat ia jadi budak.5 c. RABIAH AL-ADAWIYAH Ia lahir di Baghdad (714 M), dan meninggal di tahun 801 M. Kedua orang tuanya meninggal sewaktu ia masih kecil dan kemudian ia kelihatannya dijual sebagai budak. Tetapi pada akhirnya ia memperoleh kebebasan kembali. Menurut cerita orang , bahwa ia melihat cahaya diatas kepalanya sewaktu ia beribadat yang menerangi seluruh ruangan rumah. Setelah dibebaskan ia pergi menyendiri ke padang pasir dan memilih hidup sebagai zahid. Rabiah hidup dalam kemiskinan dan ketika temantemannya ingin membantunya ia menolak bantuan mereka. Kepada yang mengunjunginya ia memberi nasihat: pandanglah dunia ini sebagai sesuatu yang hina dan tak berharga; itu lebih baik bagimu. Lebih lanjut ia mengatakan Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut masuk neraka atau bukan pula karena ingin masuk surga, tetapi karena cintaku kepada-Nya. Dalam dialognya dengan Tuhan ia mengatakan: kekasih hatiku Engkaulah yang kucintai. Beri ampunlah kepada pembuat dosa yang datang kehadirat-Mu. Engkau harapan, kebahagian, dan kesenanganku. Hati ini telah enggan mencintai selain diri-Mu.

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta : Penerbit universitas Indonesia, 2009), h. 74 Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.315

Cinta Rabiah kepada Tuhannya begitu memenuhi jiwa sehingga didalamnya tidak ada ruangan lagi untuk cinta kepada yang lain, bahkan untuk rasa benci kepada setan pun tidak ada tempatnya lagi. Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa paham tasawuf yang dimajukan Rabiah Al-Adawiyah adalah paham mahabbah yang senantiasa didampingi oleh paham al-marifat. Keduanya merupakan kembar dua yang selalu disebut bersama dan menggambarkan hubungan rapat yang ada antar sufi dan Tuhan. Pertama menggambarkann rasa cinta dan yang kedua menggambarkan keadaan mengetahui Tuhan dengan hati sanubari. Karena al-marifat tidak sama dengan al-ilm, al-marifat diperoleh dengan hati sanubari sedangkan al-marifat diperoleh dengan akal. Oleh karena itu almarifat yang diperoleh kaum sufi tidak diperoleh begitu saja, tetapi bergantung pada rahmat Tuhan, dan untuk mendapatkannya hati seseorang sufi harus dibuka Tuhan, dan tabi yang ada pada antara sufi dan Tuhan harus dihilangkan terlebih dahulu. Dalam al-marifat harus berhadap-hadapan dengan Tuhan. Dengan kata lain, sufi telah melihat Tuhan dengan hati nuraninya.6 d. ZUNNUN AL-MISRI Ia lahir di Mesir, tanggal lahirnya tidak diketahui, tetapi ia meninggal pada 859 M. Dalam tasawuf Zunnun al-Misri dikenal sebagai pembawa paham marifat. Menurutnya bahwa marifat adalah cahaya yang dilontarkan Tuhan ke dalam hati seorang sufi. Orang yang tahu Tuhan tidak mempunyai wujud tersendiri tetapi berwujud melalui Tuhan ia juga menerangkan aku mengetahui Tuhan melalui Tuhan, aku tidak akan tahu pada Tuhan. Yang dimaksud oleh Zunnun ialah bahwa al-ma;rifah tidak dapat diperoleh atas usaha sufi saja. Sufi berusaha dan kemudian sabar menunggu kasih dan rahmat Tuhan. Sesuai dengan faham bahwa al-marifah dan al-mahabbah merupakan kembar dua, Zunnun juga meninggalkan ucapan-ucapan tentang al-mahabbah. Tuhanku di depan orang aku meminta sebagaimana seharusnya seorang hamba meminta kepada Tuhan, tetapi dikala sendiri aku memanggil sebagaimana kekasih dipanggil. Di depan orang aku berkata: Tuhanku, tetapi ketika bersendiri aku berbisik: kekasihku. Takut kepada neraka diperbandingkan dengan takut akan terpisah dari kekasih, kata Zunnun sama kecilnyay dengan setitik air dibuang ke dalam samudra. Dengan sampainya seorang sufi ketingkat al-marifah, ia hakikatnya telah dekat benar dengan Tuhan. Untuk berpindah dari tingkat berhadap-hadapan dengan Tuhan ke tingkat bersatu dengan Tuhan diperlukan satu langkah saja. Sebelum mencapai tingkat ittihad, sufi harus terlebih dahulu mencapai al-fana. Al-fana senantiasa diikuti oleh al-baqa. Al-fana ialah penghancuran diri sedangkan al-baqa merupakan kelanjutan hidup. Sebagaimana dengan al-mahabbah dan marifah, alfana dan al-baqa juga merupakan kembar keduanya. Adapun yang dimaksud dengan al-fana ialah ialah penghancuran perasaan atau kesadaran seseorang tentang dirinya dan tentang makhluk lain disekitarnya.
6

Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.321

Sebenarnya dirinya dan makhluk lain tetap ada, tetapi ia tidak sadar lagi tentang wujud mereka, bahkan juga wujud dirinya sendiri. Di ketika itula , ia sampay kepada al-baqa atau kelanjutan wujud dalam diri Tuhan. Di situ pulalah tercapainya ittihad.7 e. ABU YAZID AL-BUSTAMI Ia lahir di Persia (874M), dan meninggal dalam usia 73 tahun. Abu Yazid dikenal dengan sebagai sufi yang membawa paham al-fana dan al-baqa, ia menjelaskan bahwa pada suatu malam ia bermimpi dan bertanya: Tuhanku apa jalannya untuk sampai kepada-Mu? Tuhan menjawab: Tinggalah dirimu dan datanglah! Dengan meninggalkan diri itu, ia akhirnya sampai kepada al-fana. Ia mengatakan: Aku tahu pada Tuhan, melalu diriku sehingga aku hancur, kemudian aku tahu pada Tuhan melalu diri-Nya dan aku pun hidup. Ia selanjutnya menjelaskan: Tuhan membuat aku gila pada diriku hingga aku mati, kemudian ia membuat aku gila pada-Nya dan aku pun hidup...Aku berkata: ila pada diriku adalah kehancuran dan gila pada diri-Mu adalah kelanjutan hidup. Dengan tercapainya al-fana dan al-baqa itu sampailah Abu Yazid kepada alittihad, dalam tingkat itu seseorang sufi merasa dirinya telah bersatu denganTuhan, yang mencitai dan yang telah dicintai menjadi satu. Dan di dalam ittihad yang disadari hanya satu wujud sesungguhnya dan sebenarnya ada dua wujud. Yang disadari hanyalah wujud Tuhan.8 f. Al-HALLAJ Nama lengkapnya Husein Ibn Mansur al-Hallaj. Ia lahir di Kota Baida di Iran Selatan (858M) dan meninggal pada 922 M. Menurut pendapatnya, bahwa Tuhan memiliki sifat kemanusiaan dan manusia sendiri memiliki sifat ketuhanan, nasut dan lahut. Dasar pandangannya ini didasarkan pada hadis Nabi SAW yang berbunyi: Tuhan menciptakan Adam menurut bentuk-Nya Dengan demikian, dalam diri Nabi Adam as. Terdapat bentuk Tuhan dan selanjutnya dalam diri Tuhan terdapat bentuk Adam, maka antara manusia dan Tuhan dapat terjadi persatuan. Filsafat Persatuan yang dibawa al-Hallaj ini disebut al-Hulul, yaitu paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya. Tetapi sesorang sufi harus terlebih dahulu menghancurkan sifat kemanusiaannya sehingga yang terhadapat dalam dirinya hanyalah sifat ketuhanan. Pada saat tercapainya al-hulul ini, maka yang keluar dari mulut Al-Hallaj adalah ucapan Ana al-Haqq. Yang dimaksudnya ini bukanlah dirinya. Sebagai halnya dengan Abu Yazid, al-Hallaj , ketika mengucapkan Ana al-Haqq sedang dalam keaadaan fana, hancur kesadarannya, dan yang berbicara memakai nama Tuhan bukanlah al-Hallaj.9
7 8 9

Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.321 Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.323 Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.324

g. IBN ARABI Nama lengkapnya adalah Muhy al-Din Ibn Arabi. Ia lahir di Murcia Spanyol (1165M), dan meninggal di Damsyik pada 1420M. Dalam bidang tasawuf Ibn Arabi membawa paham wahdat al-wujud (kesatuan wujud) dalam paham ini, nasut al-hallaj diubah oleh Ibn Arabi menjadi Khalq (makhluk), dan lahut menjadi al-haqq (Tuhan). Al-Khalq dan Al-Haqq merupakan dua aspek dari tiap makhluk. Aspek sebelah luar disebut al-Khalaq dan aspek dalam disebut al-Haqq. Dengan demikian, dalam tiap makhluk (bukan hanya manusia) terdapat aspek ketuhanan. Aspek dalam atau batin inilah yang terpenting dan itulah merupakan esensi dari setiap makhluk.10

2.3 Fungsi Tasawuf dalam kehidupan masyarakat modern Terdapat sejumlah alasan tentang sebab-sebab meningkatnya masyarakat modern terhadapa tasawuf, sebagai berikut: Pertama, salah satu ciri kehidupan masyarakat modern ialah terlalu mengandalkan kekuatan akal dan fisik, atau hanya mengakui sesuatu yang masuk akal dan tampak dalam pandangan, yang selanjutnya melahirkan paham rasionalisme, empirisme, hedonisme, dan lainnya. Akibat dari keadaan hidup yang hanya mengutamakan akal dan pancaindra ini, maka manusia menjadi tidak utuh, merasa tersaing, kesepian, rapuh, tidak punya pilihan dan pegangan hidup yang kukuh, yang nilai-nilai spiritual yang berasal dari Allah SWT, untuk menyelamatkan keadaan tersebut perlu ajaran tasawuf. Kedua,masyarakat modern yang bergerak dalam bidang jasa dan industri dengan berbagai aneka ragamnya semakin memerlukan nilai-nilai spiritual yang dapat memberikan bekal dan pegangan yang kukuh bagi usahanya itu. Menjadi sufi di masa modern saat ini tidak mesti dengan cara bertapa ke gunung, atau mengisolasi diri ke tempat yang sunyi, atau membiarkan hidup miskin dan sengsara. Pandangan tasawuf kini telah diganti dengan tasawuf yang transformatif dan intergrated, yaitu nilai-nilai tasawuf seperti kesederhanaan, kejujuran, keikhlasan, kehati-hatian, kesabaran, keteguhan dalam prinsip, kepercayaan yang teguh pada Tuhan. Ketiga, ajaran selalu dekat dengan Allah SWT sebagaimana yang diajarkan dalam tasawuf dan kesungguhan dalam membersihkan diri dari dosa serta kesungguhan mencari keridhaan Allah SWT saat ini ternyata juga digunakan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Masyarakat modern saat ini mudah mulai sadar, bahwa di antara penyakit ada yang penyebabnya adalah karena hubungan yang tidak baik dengan Tuhan. Oleh karena itu proses penyembuhan dapat dilakukan dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana diajarkan dalam tasawuf. Keempat, bahwa jumlah orang yang gelisah, pikiran kacau, stres, dan gejala penyakit kejiwaan lainnya saat ini makin banyak jumlahnya. Keadaan jiwa yang demikian itu
10

Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.325

menyebabkan produktivitas kerjanya menurun dan kentetraman hidup makin terancam. Masyarakat modern yang demikian itu makin membutuhkan sentuhan rohani dan pencerahan spiritual yang dapat mengembalikan kehidupannya menjadi lebih nyaman, tenang, tentram, damai, dan harmonis yang selanjutnya guna meningkatkan poduktivitasnya.11

11

Abuddin Nata, Studi Islam komprehensif , (Jakarta : Kencana 2011) , Cet.1, h.329

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bahwa tasawuf mengajarkan cara untuk menyucikan diri, meningkatkan moral, dan memmbangun kehidupan jasmani maupun rohani, guna mencapai kebahagiaan abadi. Unsur utama tasawuf adalah penyucian jiwa dan tujuan akhirnya adalah kebahagian dan keselamatan abadi. Dan fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian yang shalih den berperilaku baik den mulia serta ibadahnya berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I. (Jakarta : Penerbit universitas Indonesia, 2009). h. 71. Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif. (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.315 Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I. (Jakarta : Penerbit universitas Indonesia, 2009). h. 71 Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jilid I. (Jakarta : Penerbit universitas Indonesia, 2009). h. 74 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.315 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.321 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.321 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.323 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.324 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.325 Nata, Abuddin. Studi Islam komprehensif . (Jakarta : Kencana 2011). Cet.1. h.329

10

You might also like