You are on page 1of 6

TINJAUAN PUSTAKA Acrylic berasal dari bahasa latin yaitu acrolain yang berarti bau yang tajam.

Bahan ini berasal dari Asam Acrolain atau gliserin aldehida. Secara kimia dinamakan polymetil metakrilat yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi atau arang batu. Bahan ini disediakan untuk kedokteran gigi berupa cairan (monomer) monometil metakrilat dan dalam bentuk bubuk (polimer) polimetil metakrilat. Penggunaan resin akrilik ini biasa dipakai sebagai bahan denture base, landasan pesawat orthodontik (orthodontik base), basis gigi tiruan, pembuatan anasir gigi tiruan (artificial teeth) dan sebagai bahan restorasi untuk mengganti gigi yang rusak. Resin acrylic adalah resin termoplastis, merupakan persenyawaan kompon non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organic. Resin ini dapat dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan karena tejadi reaksi polymerisasi adisi antara polymer dan monomer. Berdasarkan polimerisasinya, resin acrylic dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Heat Cured Acrylic (membutuhkan pemasakan pada pengolahannya untuk membantu proses polimerisasinya). 2. Self Cured Acrylic (dapat berpolymerisasi sendiri pada temperatur ruang). 3. Light Cured Acrylic Resin. HEAT CURED ACRYLIC Heat cured acrylic resin, komposisinya terdiri dari dua kemasan yaitu: 1. Polymer (Bubuk): i. Polymer; poly (methyl methacrylate). Polimer, polimethyl metacrylate, baik serbuk yang diperoleh dari polimerisasi methyl metacrylate dalam air maupun pertikel yang tidak teratur bentuknya yang diperolah dengan cara menggerinda batangan polimer. ii. Initiator Peroxide; berupa 0,2-0,5% benzoil peroxide. iii. Pigmen; sekitar 1% tercampur dalam partikel polymer. 2. Cairan (Monomer): i. Monomer: methyl methacrylate. ii. Stabilizer; sekitar 0,006% hydroquinone untuk menccegah polymerisasi selama penyimpanan. iii. Terkadang terdapat bahan untuk memacu cross-link; seperti ethylene glycol dimethacrylate. (E. combe 1992: 270) Manipulasi Heat Cured Acrylic Perbandingan monomer dan polymer akan menentukan sturktur resin. Perbandingan monomer dan polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain itu juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi monomer murni terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume. Pada adonan acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka kontraksi yang terjadi akan lebih besar. Pencampuran polymer dan monomer harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi polymerisasi awal. Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan tahap-tahap sebagai berikut:

Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage). Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage). Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat, apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam polimer. Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan. Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih banyak monomer yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga terjadi permukaan yang kasar. Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah menjadi keras dan getas pada permukaannya, sedang keadaan bagian dalam adukan masih kenyal. Waktu dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada: 1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat dan lebih cepat mencapai dough. 2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi liat. 3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough. 4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan adonan dalam tempat yang dingin. 5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu dough lebih singkat. Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal (CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis (dough stage). Pemberian separator tersebut dimaksudkan untuk: a. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips. b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic. Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan : - Cetakan terisi penuh. - Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat dicapai dengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat menyebabkan terjadi shrinkage porosity. Ruang cetak diisi dengan acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan berulang-ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat. Cara pengepresan yang benar adalah: 1. Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam rongga cetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas selofan. Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan, diselipi kertas selofan. 2. Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan menjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi

kertas selofan. 3. Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian kuvet diambil dan dipindahkan pada begel. Pemasakan (Curing) Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan (curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature. Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat. Ada tiga metode pemasakan resin acrylic, yaitu: 1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air setinggi 5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga mencapai temperature 700C (dipertahankan selama 10 menit). Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 1000C (dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang. 2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang. 3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dean beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit. Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi antara gips dan acrylic yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan akan akan memberi kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis. Selama pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah menguap, maka berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas pada permukaan acrylic. Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah: Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat. Penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak. Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mdidih monomer (100,30C). Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-0,5%. Pemasakan pada temperature yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat akan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini harus dicegah, karena: a. Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan mulut. b. Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin menjadi lunak dan lebih flexible. Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan sifat-sfat optic acrylic. Porositas yang terjadi dapat berupa shrinkage porosity (tampak geleembung yang tidak beraturan pada permukaan acrylic) dan gaseous porosity (berupa gelembung uniform, kecil, halus dan biasanya terjadi pada bagian acrylic yang tebal dan jauh dari sumber panas). Permasalahan yang sering timbul pada acrylic yang telah mengeras adalah terjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan adanya tensile stress ysng menyebabkan terpisahnya moleku-molekul primer. Retak juga dapat terjadi oleh karena pengaruh monomer yang berkontak

pada permukaan resin acrylic, terutama pada proses reparasi. Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena : 1. Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengerigan dan pembasahan denture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan pengganti tin-foil untuk lapisan cetakan maka air dapat masuk ke dalam acrylic sewaktu pemasakan; selanjutnya apabila air ini hilang dari acrylic maka dapat menyebabkan keretakan. 2. Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis antara denture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan landasan denture acrylic;retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan tersebut. 3. Kerja bahan pelarut; missal pada denture yang sedang direparasi, sejumlah monomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan keretakan. Denture dapat mengalami fraktur atau patah karena: 1. Impact; missal jatuh pada permukaan yang keras. 2. Fatigue; karena denture mengalami bending secara berulang-ulang selama pemakaian. ( E. Combe 1992:270-275)

SELF CURED ACRYLIC Komposisi serupa dengan bahan heat cured acrylic, kecuali bahwa cairannya mengandung bahan activator seperti dimethyl-p-toluidine. Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured sebagai berikut : a. Berbeda dalam metode aktivasinya. b. Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung bahan activator seperti dimethyl paratoluidin. c. Porositas bahan self cured lebih daripada bahan heat cured, meskipun tidak mudah dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan oleh karena terlarutnya udara dalam monomer yang tidak larut dalam polimer pada suhu kamar. d. Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul yang lebih rendah dan mengandung lebih banyak sisa monomer, yaitu sekitar 2-5%. e. Bahan self cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini kira-kira 80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat molekulnya yang lebih rendah. f. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat cured lebih baik dari self cured karena bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar dalam pemakaian. Pada pengukuran creep bahan poly (polymethyl methacrylate), polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang lebih kecil, juga lebih sedikit creep, dan lebih cepat kembali dibandingkan dengan bahan self cured. g. Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina tertier dapat terjadi penguningan setelah beberapa lama. (E. Combe 1992:277) Polimerisasi Polimerisasi adalah proses penggabungan satu molekul (monomer) menjadi molekul yang berantai panjang (polimer). Polimerisasi dapat terjadi karena panas, cahaya, oksigen, dan zat kimia. Resin acrylic dapat berolimerisasi oleh karena panas atau cahaya. Polimerisasi merupakan proses yang lama dan sesungguhnya tidak pernah selesai. Polimerisasi pada suhu tinggi menghasilkan berat jenis yang lebih rendah daripada bahan yang dihasilkan polimerisasi

pada suhu rendah. Ada dua tipe polimerisasi, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Bila molekul sejenis bergabung menjadi ikatan yang lebih panjang, maka disebut polimrisasi adisi. Tipe ini banyak dipakai pada kedokteran gigi, missal: resin acrylic. Bila molekul yang berlainan bergabung dan membentuk molekul ketiga yang sama sekali berbeda pada keadaan awal, disebut polimerisasi kondensasi. Polimerisasi sempurna terjadi dalam empat tahap: Tahap pembentukan molekul monomer aktif oleh initiatora. Initiation benzoil peroxide yang dibantu dengan activator (zat kimia, sinar ultraviolet,atau pemanasan). Tahap terbentukknya rantai polimer.b. Propagation Tahap pembentukan polimer dimana reaksinya terhenti,c. Termination yang ditandai dengan pertukaran sebuah atom hydrogen dari satu rantai yang terbentuk pada rantai lain. Proses dimana pertumbuhan rantai menjadi aktif kembali untuk pertumbuhan selanjutnya.d. Chain Transfer LIGHT CURED ACRYLIC RESIN Reaksi polimerisasi free radikal addition dapat dilakukan dengan menggunakan sinar tampak (visible light). Dengan cara ini terjadinya polimerisasi tidak mengalami hambatan, terutama oleh karena adanya oksigen pada bagian permukaan akrilik. Alat yang digunakan adalah curing unit, didalamnya terdapat empat buah lampu halogen yang dapat menghasilakan panjang gelombang 400-500 nm. Syarat-syarat yang dibutuhkan resin acrylic : a. Tidak toxis dan tidak mengiritasi. b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut. c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang tipis. d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidaak mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent. e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah jika terbentur atau jatuh. f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehinnga acrylic dapat dipakai sebagai bahan restorai yang cukup lama. g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi. h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur. i. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengann sinar x jika tertelan. j. Mudah direparasi jika patah. k. Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut. l. Mudah dibersihkan. Sifat-sifat fisik resin acrylic antara lain: a. Hardness sebesar 16-22 KHN yang artinya acrylic mudah terkikis dan tergores. b. Thermal conductivity resin acrylic rendah dibandingkan logam. Penghantaran panasnya sebesar 5,7x10-4/detik/cm/0C/cm2 c. Acrylic mengalami pengerutan waktu polimerisasi dan pendinginan. Penerutannya liniernya sebesar 0,47-0,56%. d. Acrylic tidak larut dalam pelarut asam, basa lemah, dan pelarut organic, tetapi larut dalam keton dan ester.

e. Adhesi acrylic terhadap logam rendah sehingga perlu suatu ikatan mekanis seperti undercut atau permukaan yang kasar. f. Acrylic menyerap air sebesar 0,45 mg/cm2 yang bias menyebabkan ekspansi linier. g. Sifat estetika cukup baik karena dapat diberi warna sesuai kebutuhan. h. Acrylic tidak mempunyai warna serta bau serta tidak menimbulkan gejala alergi sehingga jaringan mulut dapat menerima dengan baik. i. Acrylic mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila acrylic mendapat beban atau tekanan terus menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara permanen. j. Retak (crazing), dapat timbul retak retak di permukaan akrilik. Hal ini bisa disebabkan tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul molekul polimer. (E Combe 1992: 276) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat Dan Bahan a. Alat : Pisau malam Pisau model Bowl dan spatula Kuvet dan begel portable Bunch press hidrolik Lampu spirtus Mixing jar Mesin pulas Macam-macam mata bur (sesuai kebutuhan) Straight dan contra h.p dan tali bur Masker Kompor dan panci Kuas kecil Chip blower Vibrator Trimmer

You might also like