Professional Documents
Culture Documents
iii
iv
vi
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Struktur PDRB menurut Komponen Pengeluaran Tahun 2010-2011, Triwulan I-2012, Triwulan IV-2012 dan Triwulan I-2013 Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2013, Triwulan I 2012, Triwulan IV-2012 dan Triwulan I-2013 Laju Pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha Pagu belanja modal Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011, 2012 dan 2013. Kinerja Perbankan Sulawesi Selatan Tahun 2011, 2012 dan Triwulan I 2013 Perbandingan Penerimaan Pajak Pusat dengan PDRB Sulawesi Selatan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Belanja di Sulsel APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2012 - 2013 Daftar BLU di Sulawesi Selatan
8 9 10 12 18 36 43 59 77 84 85 87 88 88 89 89 90 91 92 93 93 95 95
10 Perbandingan Aset dengan PNBP Satker BLU Kesehatan 11 Perbandingan Aset dengan PNBP Satker BLU Pendidikan 12 Profil BLU Daerah di Sulawesi Selatan 13 Perkembangan Aset BLU Daerah 14 Perkembangan Aset BLU Daerah dalam Persentase 15 Perkembangan Pagu BLU Daerah 16 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah Sulawesi Selatan 17 Profil Penerusan Pinjaman (SLA) s.d. Desember 2012 18 Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA Sulawesi Selatan Triwulan I Tahun 2013 19 Perkembangan Pembayaran Bunga dan Denda SLA Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I Tahun 2013 20 Profil RDA/RDI/RPD s.d. Desember 2012 21 Data Pengelolaan RDI/RDA/PRD/PRJ Bulan Januari s.d. Maret 2013 22 Data Kredit Macet Berdasarkan Sumber Pinjaman 23 Data Pinjaman Macet Yang telah Direstrukturisasi
vii
1 2 3 4
Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak dengan PDRB dan Alokasi APBN Provinsi Sulawesi Selatan Tren Penyerapan Anggaran Belanja TA 2012 di Sulawesi Selatan Realisasi Proyek-Proyek Strategis APBN Tahun 2011, Tahun 2012 dan Triwulan I Tahun 2013 Pagu Blokir Tahun 2012 dan Tahun 2013
39 44 48 55
viii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kondisi perekonomian Sulawesi Selatan secara menyeluruh masih menunjukkan
perkembangan yang positif. Pertumbuhan perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan I tahun 2013 mencapai 7,79% pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2012 yaitu 7,95% namun lebih tinggi bila dibandingkan secara nasional pada periode yang sama tahun 2013 yang baru mencapai 6,02%. Secara umum capaian kinerja tersebut didukung oleh pertumbuhan pada sektor pertanian sektor industry pengolahan sektor listrik gas dan air dan sektor perdagangan,hotel dan restoran. Demikian pula dalam tahun 2012 angka pertumbuhan lebih tinggi dari pada pertumbuhan tahun sebelumnya dan pertumbuhan Nasional. Inflasi pada triwulan I 2013 di Sulawesi Selatan cukup tinggi yaitu di kisaran 4,61 % namun masih lebih rendah dibanding nasional yaitu 5,90%. Penyebab inflasi tinggi adalah antara lain pengaruh cuaca dan kebijakan pembatasan impor hortikultura yang menjadi penyebab naiknya harga kelompok bahan makanan disamping peningkatan harga properti dan bahan bangunan demikian juga dengan investasi di Sulawesi Selatan tumbuh cukup tinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar 15,22% (yoy) dan Investasi pada Triwulan I tahun 2013 sebesar 12,64%. Investasi dalam negeri (PMDN) banyak dilakukan pada sektor peternakan, industri makanan, industri kertas dan listrik. PMDN dan PMA juga ikut membiayai proyek infrastruktur swasta. A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk domestik regional bruto sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, semakin besar Produk domestik regional bruto suatu wilayah maka semakin tinggi pula tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan I tahun 2013 mencapai 7,79% dengan nilai nominal PDRB pada triwulan I tahun 2013 mencapai Rp. 42,66 triliun meningkat jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 dan triwulan ke IV tahun 2012 yaitu masing-masing Rp. 36,52 triliun dan Rp. 40,96 triliun Jika dilihat dari trend kenaikan mulai tahun 2011 s.d. 2012 maka Nilai nominal PDRB meningkat dan pertumbuhan ekonomi naik dibandingkan tahun 2011. Meningkatnya nilai nominal PDRB mempengaruhi pendapatan perkapita di Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 yang mencapai Rp.19,466 juta yang meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2011 sebesar Rp. 16,929 juta, tahun 2010 sebesar Rp. 14,669 juta, tahun 2009 Rp.12,567 juta dan tahun 2008 Rp.10,825 juta.
B. Gini Ratio
Salah satu tujuan dari kebijakan fiskal yang pro poor dan pro job adalah meningkatkan pendapatan masyarakat menengah kebawah yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan merata. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan kecenderungan gini rationya semakin meningkat begitu pula dengan gini ratio Nasioal
ix
yang berarti bahwa dari tahun 2008 - 2012 ketimpangan pendapatan penduduk semakin besar, yang mengindikasikan adanya ketidakmerataan pendapatan. C. Investasi
Investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan masih tumbuh cukup tinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar 15,22% (yoy).
mendorong investor domestik/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) melalui kemudahan pengurusan izin melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dari data di Bank Indonesia Sulawesi Selatan salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemda adalah dengan mengintensifkan promosi dan memfasilitasi infrastruktur yang bisa mendukung kegiatan investasi di Sulawesi Selatan, misalnya adanya penambahan daya listrik baru tahun 2012 yang mencapai 331 mega watt. Pada umumnya, terdapat tiga hal yang biasa dipertanyakan investor yaitu, mengenai kontribusi pemerintah dalam bentuk insentif seperti penyediaan lahan, keringanan pajak serta kemudahan pada proses pengurusan perizinan. Pada tahun 2011 triwulan I investasi tumbuh 4,74%, Pada tahun 2012 triwulan I investasi tumbuh 22,58%, Pada triwulan I tahun 2013 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 terjadi penurunan yang signifikan yaitu 12,64%, namun mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011.
D. Belanja Modal
Belanja modal yang berasal dari APBN dari tahun ke tahun cukup besar yang diallokasikan untuk provinsi sulsel, tahun 2011 sebesar Rp. 5.877 milyar tahun 2012 sebesar Rp.6.037 milyar dan tahun 2013 sebesar Rp. 4.733 milyar. Belanja modal yang berasal dari APBD juga terus meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2011 sebesar Rp. 3.762 milyar tahun 2012 sebesar Rp. 3.753 milyar dan tahun 2013 sebesar Rp. 4.771 milyar. Belanja modal pemerintah ini berkontribusi dalam menghasilkan sumber investasi dan mendorong pertumbuhan. namun aspek menstimulasi sektor riil sangat diharapkan oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan yang pada gilirannya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. E. Ekspor dan Impor Salah satu komponen Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Selatan adalah jumlah barang-barang ekspor dan impor selama periode tertentu. Adapun beberapa komoditas ekspor Sulawesi Selatan antara lain nikel, kakao, ikan dan udang, biji-bijian dan kayu/barang dari kayu. Sedangkan impor berupa barang capital goods dan intermediate goods. Realisasi ekspor pada triwulan I tahun 2013 sebesar $ 382,9 juta dan realisasi impor triwulan I tahun 2013 telah mencapai $ 399,8 juta, sehingga terjadi defisit neraca perdagangan Sulawesi Selatan pada triwulan I sebesar $16,9. Pada tahun 2012 menunjukan realisasi nilai ekspor $1.562 juta lebih besar dari pada nilai impor yaitu
x
$1.305 juta. Adapun kecenderungan nilai ekspor selama tahun 2012 hampir selalu naik kecuali pada bulan Maret dan April serta Agustus dan Oktober, dan pada bulan Desember. Namun untuk impor kecenderungannya selama tahun 2012 polanya tidak teratur.
F. Inflasi
Laju inflasi Sulawesi Selatan selama tahun 2012 dan tahun 2013 triwullan 1. Pada bulan Maret 2013 adalah 0,26% lebih rendah dari periode yang sama pada bulan Maret tahun 2012 yaitu 0,34%. Laju inflasi tahunan tahun 2012 Sulawesi Selatan terkendali sebesar 4,41 persen (yoy), masih dalam kisaran target 4,5 persen 1 persen. Inflasi di Sulawesi Selatan tergolong lebih rendah dari inflasi secara Nasional yaitu 4,3% dan beberapa kota Indonesia bagian timur, di Sulawesi Utara dan Maluku, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi di Sulawesi Barat dan Maluku Utara, G. Kinerja Perbankan Kondisi perbankan di Sulawesi Selatan menunjukkan kinerja yang positif antara lain tercermin dari stabilitas indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR) dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan- NPL). Pada triwulan I tahun 2013 Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 134,06% lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 sebesar 130% dan capaian triwulan I tahun 2011 sebesar 124,62%. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan-NPL) juga menjadi indikator kinerja perbankan di Sulawesi Selatan. Sepanjang tahun 2011, 2012 dan triwulan I tahun 2013 rasio kredit bermasalah masih berada di kisaran dibawah 5 persen. Pada triwulan I tahun 2013 NPL perbankan mencapai 2,84% bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 mengalami sedikit kenaikan sebesar 2,82, dan pada periode yang sama tahun 2011 juga terjadi penurunan yang cukup signifikan yaitu 3,25%.
H. Indeks pembangunan manusia Tahun 2008-2009 indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan relatif sama dengan IPM nasional. Tahun 2010-2011 IPM Prov. Sulsel berada di atas IPM Nasional. Hal ini menunjukkan pembangunan IPM di Prov. Sulsel relatif lebih berhasil dibandingakan daerah lainnya di Indonesia yang masih berada di bawah IPM Nasional. I. Laju pertumbuhan penduduk Jumlah penduduk secara nasional sesuai sensus tahun 2010 mencapai 237.641.326 orang, termasuk jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 8.034.776 orang atau 3,4 persen dari penduduk nasional. Periode 1990-2000 perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara nasional dan Prov. Sulsel sekitar 0.04 persen. Periode 2000-2010
xi
perbedaan laju pertumbuhan penduduk semakin besar yaitu menjadi sekitar 0,32 persen. J. Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Selatan pada Februari 2010 sebesar 3.536.893 orang, Februari 2011 meningkat menjadi 3.634.355 orang dan Februari 2012 naik lagi menjadi 3.642.426 orang. Namun pada Februari 2013 terjadi sedikit penurunan jumlah angkatan kerja menjadi 3.619.993. Trend kenaikan ini ditengarai sebagai imbas dari meningkatnya investasi yang menciptakan banyak lapangan kerja sehingga menyerap banyak pula tenaga kerja. Angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) Prov. Sulawesi Selatan pada Februari 2013 sebesar 5,8 persen mengalami penurunan dibanding Februari 2012 sebesar 6,46 persen. TPT tahun 2012 juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan Februari 2011 sebesar 6,69 persen. Dan seterusnya. Penurunan TPT secara konsisten mengatasi masalah pengangguran. K. Kesejahteraan Hingga September 2012, penduduk miskin mencapai 805,92 ribu orang atau 9,82%. Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan masih banyak didominasi oleh penduduk pedesaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan rata-rata mencapai 3 kali atau lebih dibanding di perkotaan. L. Kesehatan Terdapat peningkatan sektor kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah sakit meningkat menjadi 76 buah dan Puskesmas menjadi 425 di tahun 2012. Jumlah total tenaga kesehatan juga meningkat menjadi 15.425 tenaga kesehatan pada tahun 2012. Peningkatan terbesar ada pada tenaga perawat, namun terjadi relatif sedikit penurunan pada jumlah Bidan dan Dokter. M. Pendidikan Angka partisipasi sekolah (APS) di Provinsi Sulawesi Selatan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan pendidikan Prov. Sulsel perlu mendapat perhatian untuk menurunkan jumlah anak-anak belum bersekolah khususnya pada kelompok umur 13-15 yang masih cukup tinggi yaitu sebanyak 15,06%. N. Pertanian Nilai Tukar Petani Propinsi Sulawesi Selatan tercatat mengalami sedikit penurunan 0,02 dalam Triwulan I 2013 namun relatif meningkat signifikan dibanding 2011 dan 2012. NTP biasanya mengalami trend peningkatan pada triwulan berikutnya sebagaimana ditunjukkan NTP 2011-212
xii
ini
O. Transportasi Panjang jalan Sulawesi Selatan mengalami penambahan sejak 2010 hingga 2011. Total panjang jalan bertambah sebanyak 1,70% dari 2010 sepanjang 31.770 KM menjadi 32.319,51 KM pada tahun 2011. semua jenis kendaraan jumlahnya meningkat kecuali Bus yang mengalami penurunan hingga 4 kali lipat dari 31.122 unit di 2007 menjadi 8.862 unit di 2011. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena ketersediaan angkutan umum berupa Bus baik dalam kota maupun luar kota dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan dan menghemat penggunaan BBM P. Konstruksi Perkembangan nilai konstruksi yang dikerjakan di Provinsi Sulawesi Selatan terus meningkat dari tahun 2009 s.d. tahun 2011. Peningkatan tersebut sebanyak 31,19%. Hal sebaliknya terjadi pada jumlah perusahaan konstruksi di Prov. Sulawesi Selatan yang mengalami penurunan. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan konstruksi sebanyak 8.699 buah namun tinggal 7.128 perusahaan konstruksi pada tahun 2011 Q. Pendapatan dan Hibah Secara umum pendapatan negara berfluktuasi sesuai kondisi ekonomi. Tax ratio regional Prov. Sulsel mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 4,45% menjadi sebesar 4,28 persen di tahun 2012. Rasio pajak regional Prov. Sulsel masih jauh dibawah rasio pajak nasional. Pendapatan pajak pemerintah pusat tahun 2012 rata-rata berada dalam kisaran angka 4% dari PDRB, hal ini menunjukkan relatif masih banyaknya potensi penerimaan pajak yang belum ditemukan dan perlu digali lebih optimal. Penerimaan pajak pusat triwulan I tahun 2013 menurun dibanding triwulan I tahun 2011 dan 2012, sedangkan PDRB triwulan I tahun 2013 meningkat signifikan dibanding Triwulan I tahun 2011 dan 2012. Rasio penerimaan pajak pusat dengan PDRB per triwulan cenderung konstan dalam kisaran 3-6%. Perkembangan PDRB per triwulan Prov. Sulsel tahun 2011 s.d. Triwulan I 2013, mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Secara agregat meningkat sebesar 32,82% atau rata-rata 6,56% setiap triwulannya. Penerimaan PNBP terus meningkat dan bisa menjadi salah satu alternatif penerimaan yang bisa digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui satkersatker PNBP dan BLU. R. Belanja Negara Realisasi Triwulan I 2013 di Sulsel didominasi oleh belanja negara 72,66%, sedangkan belanja transfer ke daerah hanya 27,34%. Masih rendahnya jumlah transfer ke daerah karena beberapa daerah terkena sanksi penundaan pencairan dana transfer karena belum menyerahkan APBD 2013. Di tahun 2013, alokasi belanja pegawai meningkat sejalan dengan kebijakan dalam meningkatkan alokasi anggaran untuk gaji, tunjangan
xiii
dan kontribusi sosial. Alokasi belanja barang menurun dibanding tahun 2012 namun alokasi belanja modal meningkat. Penyerapan anggaran 2012 masih menumpuk di bulan Desember (3.200), namun relatif jauh berkurang dibanding Desember 2011 (3.656). Hal ini merupakan respon positif dari Surat Menkeu No. S-596/MK.05/2012 tanggal 14 Agustus 2012 hal Langkah-langkah Mengatasi Penumpukan Penyampaian SPM ke KPPN Menjelang Akhir Tahun Anggaran 2012. S. Realisasi Proyek-Proyek Strategis Tahun 2012 terdapat beberapa satker dengan pagu belanja modal yang besar namun penyerapannya terendah. Total pagu satker-satker tersebut sebesar Rp3,24 triliun namun hanya direalisasikan sebesar 52,05% dan tersisa sebesar 47,95%. Hal ini disebabkan permasalah internal maupun eksternal bahkan permasalah uncontrolable yang tidak bisa ditangani oleh satuan kerja dan Kementerian/Lembaga bersangkutan. Beberapa permasalahan yang sering menghambat antara lain pelelangan yang gagal, pembebasan lahan, persetujuan PHLN serta perencanaan dan administrasi anggaran. Penyerapan anggaran yang perlu mendapat perhatian lebih pada tahun 2013 adalah beberapa satker (17 satuan kerja) yang memiliki belanja modal dengan nilai lebih dari Rp 50 milyar. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya telah diidentifikasi satkersatker yang berpotensi besar mengalami permasalahan penyerapan anggaran yang akan dimonitor dan dibina agar dapat optimal dalam penyerapan anggaran tahun 2013. T. Transfer ke Daerah Anggaran DBH tahun 2012 terealisasi sebesar Rp0,42 triliun, turun 63,9% dari realisasi DBH 2011 senilai Rp1,17 triliun. Realisasi DAU yang merupakan komponen terbesar dana transfer ke daerah pada tahun 2012 mencapai Rp12,03 triliun, naik dari realisasi tahun 2011 Rp9,84 triliun. Realisasi DAK 2012 sebesar Rp1,22 triliun meningkat dari realisasi tahun sebelumnya Rp 1,27 triliun. Transfer ke daerah Triwulan I tahun 2013 relatif kecil karena terjadi penundaan pencairan dana transfer terkait sangsi yang dikenakan pada beberapa pemda yang terlambat menyampaikan APBD kepada Kementerian Keuangan. U. Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah Realisasi PAD dalam APBD tahun 2012 Prov. Sulsel secara agregat (prov, kab, kota) Rp3.536,36Milyar. Mayoritas berasal dari Pajak Daerah (74,13%), sisanya adalah Retribusi Daerah (13,86%), Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (4,06%) dan Penerimaan lain-lain (7,94%). PAD 2012 terutama berasal PemProv Sulsel (62,18%) dan Pemkot Makassar (13,80%). Pemerintah Daerah lainnya hanya berkontribusi dalam kisaran tidak sampai 1,5%. Sebagai contoh tiga kota utama di Provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi barometer statistik Prov. Sulsel oleh BPS: Pemkot Pare pare berkontribusi 1,49%, Pemda Bone menyumbang 1,48% dan Pemkot Palopo sebesar 1,02%. Pemda
xiv
memiliki ketergantungan yang sangat besar kepada pemerintah pusat. Persentase PAD agregat dibandingkan dengan transfer paling tinggi baru mencapai sekitar 24%. Tahun 2009-2012 terjadi surplus APBD. Namun dibandingkan kebutuhan pembangunan yang sangat tinggi, maka surplus tersebut bisa diartikan sebagai kurang optimalnya kinerja pemerintah dalam mengalokasikan dana yang disediakan untuk pembangunan di Prov. Sulsel. Surplus 2012 sebesar Rp2.900,22M. Bila dibandingkan dengan PAD 2012 sebesar Rp3.536,36M, maka surplus mencapai 82,01% dari PAD. Jumlah ini sangat besar untuk menjadi dana yang tidak terpakai (idle cash) sedangkan kebutuhan pembangunan di daerah sangat banyak yang harus diperhatikan. Pengeluaran tahun 2012 didominasi oleh Belanja pegawai (50,96%), sisanya Belanja Barang (19,36%), Belanja Modal (17,86%) dan Belanja lain-lain (11,82%). Komposisi belanja 2012 menunjukkan APBD masih belum produktiv. Separuh APBD hanya digunakan untuk membayar keperluan pegawai pemerintah daerah. Belanja Modal yang seharusnya lebih diutamakan masih kalah besar porsinya dibanding Belanja Barang. Pengelolaan Badan Layanan Umum Pusat Terdapat sepuluh satker BLU Pusat di Prov. Sulsel yang terdiri dari 6 satker BLU sektor kesehatan dan 4 satker BLU sektor pendidikan. Hanya satu satker yang PNBPnya lebih besar 65% yaitu R.S. Bhayangkara POLRI. Berdasarkan persentase Pagu PNBP dan RM, maka satker-satker BLU sektor kesehatan relatif lebih mandiri dibandingkan satker-satker BLU sektor pendidikan. Selain itu berdasarkan perbandingan nilai aset dengan PNBP yang mampu dihasilkan, maka secara relatif satker BLU kesehatan menunjukkan efektifitas kinerja mendapatkan PNBP yang lebih baik V. Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah Terdapat 4 (empat) BLU Daerah sektor kesehatan di Sulawesi Selatan milik Pemprov Sulsel yaitu RSUD Labuang Baji, RSKDIA Pertiwi sedangkan RSUD Haji dan RSKDIA Siti Fatimah baru menjadi BLU tahun 2013. Satker RSKDIA Pertiwi mampu mendapatkan PNBP 36,09% dari asetnya sedangkan RSUD Labuang Baji mendapatkan PNBP 37,26% dari asetnya. Pagu PNBP Satker RSKDIA Pertiwi 56,29% dan Satker RSUD Labuang Baji 40,17% hal ini menunjukkan kemandirian yang relatif baik meskipun belum di atas 65%. W. Manajemen Investasi Pada Triwulan I tahun 2013 Pembayaran Pokok Angsuran untuk pinjaman SLA hanya dilakukan oleh 8 debitur dari 41 debitur se-Sulawesi Selatan saja. Hal ini dikarenakan pinjaman tersebut belum jatuh tempo. Sedangkan pembayaran bunga dan denda selama Triwulan I tahun 2013 terlihat bahwa Pemerintah Kota Palopo melakukan pembayaran terbanyak sebesar Rp 3 milyar di bulan Maret 2013 dikuti Pemerintah Kota Pare Pare
xv
sebesar Rp 1,5 milyar pada bulan Pebruari 2013. Selain SLA, juga terdapat skema Rekening Dana Investasi (RDI), Rekening Pembangunan Daerah (RPD) dan Perjanjian (PRJ). RDI/RPD adalah hasil pengembalian dana SLA yang ditampung dalam RDI/RPD lalu dipinjamkan kembali kepada debitur seperti PEMDA, BUMD dan BUMN dengan bentuk pinjaman seperti RDI/RPD/PRJ. Pemerintah tidak menyalurkan pinjaman lagi dari dua rekening tersebut, sehingga pinjaman yang ada hanya merupakan pengembaliannya saja. Berdasarkan Perkembangan Pembayaran terdapat kredit macet yang disebabkan karena kondisi bisnis dan juga kondisi keuangan perusahaan daerah penerima SLA. Sebagian besar kredit macet tersebut telah dilakukan restrukturisasi.
REKOMENDASI
1. Perlu dikembangkan sistem pencatatan data kinerja ekonomi makro yang lebih kompatibel (asumsi, ukuran dan standar yang sama) pada keempat sektor perekonomian yang ada oleh Instansi-instansi terkait seperti BPS, Kemenkeu, BI. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama yang erat pada instansi tersebut (koordinasi dan kerja samanya dapat diinisiasi oleh Kemenkeu) sehingga diharapkan antara lain benefit dari kebijakan fiskal (misal : pemberian stimulus fiskal) dapat ditelusuri pengaruhnya ke sistem perekonomian khususnya sektor riil 2. Mengingat struktur PDRB selalu didominasi oleh pertanian yg diikuti oleh jasa-jasa, namun laju pertumbuhan dari sektor pertanian dan jasa-jasa adalah sangat rendah, yaitu 0,13 dan 0,11 masing-masing berada di urutan 7 dan 8 terkecil dari 9 lapangan usaha yg ada, untuk itu Pemda Sulsel perlu menetapkan sektor dimaksud menjadi prioritas utama yang harus ditingkatkan agar laju pertumbuhan di sektor dimaksud dapat lebih meningkat sehingga dapat memperbesar PDRB. 3. Gini ratio Sulawesi Selatan cenderung semakin meningkat hal ini menunjukkan ketimpangan yang semakin besar dan mengindikasikan ketidakmerataan pendapatan untuk itu diperlukan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar, sehingga dapat meningkatkan akses seluruh masyarakat kepada infrastruktur pelayanan dasar seperti misalnya infrastruktur kesehatan, pendidikan dan transportasi. 4. Perlu ditempuh langkah-langkah mengoptimalkan penerimaan pajak pemerintah pusat dari sektor-sektor yang berpotensi dan belum digali secara optimal mengingat penerimaan pajak pusat triwulan I tahun 2013 menurun dibanding triwulan I tahun 2011 dan 2012, sedangkan perkembangan PDRB triwulan I tahun 2013 meningkat signifikan dibanding Triwulan I tahun 2011 dan 2012, hal ini menunjukan inkonsistensi antara peningkatan PDRB dengan peningkatan pendapatan pajak. 5. PAD perlu lebih ditingkatkan.
xvi
6. 7.
Perlu
dengan Pemerintah Daerah lebih berkoordinasi dengan semua pihak. Mengingat waktu pelaksanaan APBN Perubahan adalah sangat sempit maka terkait dengan prosedur pengadaan barang dan jasa disarankan agar dana-dana untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa lebih diarahkan alokasinya kepada pengadaan Peralatan dan Mesin dengan mengurangi alokasi yang sifatnya Pembangunan Gedung dan Jaringan. 8. Agar lebih dioptimalkan keseluruhan proses tahapan penyusunan anggaran sampai dengan pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban antara lain meminimalksan blokir dan meningkatkan kualitas dokumen anggaran, efektifitas Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran dan tindak lanjut melalui spending review. 9. Pemda di Prov. Sulsel agar lebih memperbesar alokasi belanja modal untuk pembangunan infrastruktur seperti Jalan, Jembatan dan Irigasi, dan infrastruktur lainnya untuk menunjang kelancaran distribusi dan meningkatkan perekonomian masyarakat. 10. Untuk dapat menekan pembayaran gaji (50% dari APBD) komposisi gaji pegawai khususnya pemberian tunjangan kinerja agar berpedoman pada hasil evaluasi kinerja pegawai/pejabat melalui suatu sistem manajemen kinerja. 11. Perlu dilakukan pembinaan dalam proses bisnis agar Satker BLU dapat lebih mandiri yang salah satunya dengan meningkatnya PNBP. 12. Perlu dilakukan pembinaan kepada debitur penerusan pinjaman secara terus menerus.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini perekonomian dunia kembali dihadapkan pada terjadinya krisis ekonomi. Tingginya tingkat krisis diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal-modal yang lari keluar negeri (capital outflow), serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Berbekal dari pengalaman krisis yang melanda Indonesia di pertengahan 2008 yang lalu, menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pemahaman mengenai pengaruh perubahan-perubahan di tingkat global pada perekonomian nasional. Salah satu pelajaran berharga yang dapat ditarik dari pengalaman negara-negara yang mampu bergelut mengatasi krisis adalah pentingnya memelihara stabilitas dan menciptakan kemandirian dengan mendorong tumbuhnya sektor-sektor dalam perekonomian domestik. Kondisi seperti ini memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya sehingga tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi variabel-variabel berikut diantaranya permintaan agregat dan tingkat aktifitas ekonomi, pola persebaran sumber daya, dan distribusi pendapatan. Kebijakan fiskal diharapkan dapat meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran serta menstabilkan harga-harga barang khususnya mengatasi inflasi. Setiap kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah apapun bentuknya harus didasarkan pada analisis yang mendalam, persiapan yang matang, serta applicable saat diterapkan sehingga dapat mencapai tujuan dari kebijakan fiskal untuk mendorong
1
pertumbuhan ekonomi, melindungi penduduk dari ketidakpastian dan pajak yang eksesif, serta untuk membantu para pembuat peraturan perundangan dalam mengatasi masa-masa kesulitan ekonomi. Penerapan prinsip kebijakan fiskal secara keseluruhan dapat menghemat pengeluaran pemerintah pada satu sisi (subsidi korporasi, block grant, jamkesmas dan bantuan kepada perusahaan publik). Pada sisi yang lain dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk belanja sesuai tupoksi pemerintah, misalnya biaya peningkatan infrastruktur, biaya merekrut dan melatih relawan bidang kesehatan untuk surveilance penyakit penduduk yang tidak mampu, bidang pertanian untuk penyuluhan, bidang sosial untuk mendata penduduk miskin yang butuh bantuan sosial, tenaga guru di daerah terpencil, biaya program pemberdayaan usaha masyarakat, serta biaya program peningkatan produksi komoditas unggulan. Program tersebut diharapkan dapat langsung menyerap tenaga pekerja, mengurangi pengangguran, memberikan penghasilan yang memadai dan dapat mengentaskan kemiskinan. Dengan adanya pemberian otonomi daerah yang lebih luas maka pola perencanaan akan mengalami perubahan yakni lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan pertumbuhan ekonomi daerah berdasarkan kemampuan daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian fiskal regional yang dapat mengarahkan daerah untuk dapat merencanakan program yang komprehensif meliputi kerangka regional dan sektoral. Dengan berubahnya orientasi pola perencanaan sektoral yang dititikberatkan pada pencapaian pertumbuhan regional, alokasi dana proyek sektoral diarahkan pada perkembangan perekonomian daerah sehingga fungsi dana sektoral berubah menjadi penyeimbang pembangunan pada masing-masing daerah. Selanjutnya jajaran Kementerian Keuangan sebagai penguasa fiskal dan Bendahara Umum Negara di daerah adalah representasi Menteri Keuangan di daerah dengan terbitnya PMK Nomor 169/PMK.01/2012, sehingga perlu melakukan Kajian Fiskal Regional untuk dapat memberikan umpan balik pada pemerintah pusat maupun daerah dalam menciptakan stabilitas melalui penerapan kebijakan-kebijakan fiskal. B. Tujuan dan Manfaat Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian regional di Sulawesi Selatan dalam tahun 2012 dan triwulan I tahun 2013 yang diperlihatkan melalui indikasi di semua sektor perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi, belanja modal, investasi, ekspor impor, serta mendeskripsikan berbagai kebijakan yang diupayakan pemerintah sebagai pemegang otoritas fiskal
2
dengan tetap melakukan koordinasi yang baik dengan otoritas moneter di daerah dalam naungan ekonomi regional. Selain itu, melalui Kajian Fiskal Regional ini Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan memiliki data/informasi profil dan perkembangan kondisi fiskal di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang terdokumentasi secara baik, sistematis dan memenuhi kaidah ilmiah; data/informasi pada laporan kajian bermanfaat bagi Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk melakukan tugas pembinaan dan koordinasi dengan stakeholders (Satuan Kerja K/L, Pemerintah Daerah, BI, dan pengamat ekonomi); proses penyusunan dapat menjadi sarana pengembangan kapasitas organisasi dan sumber daya manusia pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan kearah yang lebih strategis. Selanjutnya tujuan penulisan Kajian Fiskal Regional ini adalah sebagai upaya optimalisasi dan revitalisasi fungsi Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN sehingga bisa menjadi perpanjangan tangan kantor pusat di daerah. Organisasi Kantor Vertikal Ditjen Perbendaharaan dimaknai secara utuh merupakan amanat Menteri Keuangan sebagai representasi Kementerian Keuangan dan pengelola kebijakan fiskal di daerah untuk mengemban tugas dan fungsi bidang perbendaharaan, penganggaran dan perimbangan keuangan sebagaimana yang tertuang dalam PMK Nomor 169/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan. Sedemikian pentingnya kajian fiskal ini sehingga menjadi salah satu IKU Kemenkeu Two yaitu Indeks Ketepatan Waktu dan Kualitas Laporan Analisis Fiskal Regional Kanwil dimana kajian untuk mengetahui kinerja ekonomi makro di wilayah Sulawesi Selatan yaitu kinerja di sektor riil terkait dengan inflasi, tenaga kerja, konsumsi dan sektor pengeluaran pemerintah berupa belanja negara terkait dampaknya terhadap sektor riil serta ekspor dan impor di Sulawesi Selatan. Manfaat penyusunan Buku Kajian Fiskal Regional ini yakni dapat menjadi sumber informasi yang berguna bagi para pembuat kebijakan, stakeholders maupun masyarakat pada umumnya serta khususnya bagi Kementerian Keuangan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil laporan Kajian Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan dapat dimanfaatkan juga untuk mempertajam analisis pada Unit Eselon II Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan maupun Kementerian Keuangan (BKF, Ditjen Anggaran, dan Ditjen Perimbangan Keuangan). C. Metodologi Penyusunan Gambaran umum kajian tercermin pada Struktur laporan kajian ini yaitu Bab I Pendahuluan, Bab 2 menjabarkan tentang perkembangan ekonomi regional (PDRB, Gini rasio, Investasi, Belanja Modal, Ekspor dan Impor, inflasi dan Kinerja Perbankan.
3
Bab 3 tentang perkembangan indikator demografis dan indikator sektor terpilih (Indeks Pembangunan Manusia, Laju Pertumbuhan Penduduk, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan), Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih (Kesehatan, Pendidikan, Pertanian, Transportasi, Konstruksi). Bab 4 memuat tinjauan umum terhadap Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Pusat (pendapatan dan hibah, dan belanja negaraI) perkembangan pelaksanaan anggaran daerah (profil APBD provinsi/kabupaten/kota, APBD berdasarkan klasifikasi ekonomi, klasifikasi fungsi, klasifikasi urusan, alokasi dana transfer, dan analisis APBD pada daerah daerah Provinsi
(Teknik analisis data) mengakomodir Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan tersebut, kanwil tetap melakukan elaborasi analisis secara lebih terarah dengan bekerja sama Regional Economist yang diinisiasi oleh BKF di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan melalui capacity building dan focus group discussion yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 22 Mei 2013, pelaksanaan focus group discussion ini sesuai dengan surat Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 2882/PB/2013 tanggal 23 April 2013.
BAB II
Kondisi perekonomian Sulawesi Selatan secara menyeluruh masih menunjukkan perkembangan yang positif. Pertumbuhan perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan I tahun 2013 adalah sebesar 7,79% pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2012 yaitu sebesar 7,95% dan lebih tinggi bila dibandingkan secara nasional pada periode yang sama tahun 2013 yang baru mencapai 6,02%. Secara umum capaian kinerja tersebut didukung oleh pertumbuhan pada sektor pertanian dengan angka sebesar 15,67% sektor industry pengolahan sebesar 1,43% sektor listrik gas dan air sebesar 0,78% dan sektor perdagangan,hotel dan restoran yang tumbuh 0,49%. Sedangkan sektor-sektor lainnya yang mengalami penurunan adalah sektor pertambangan dan penggalian (minus 11,31%), sektor konstruksi (minus 4,43%), sektor jasa-jasa (minus 3,27%) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar (minus 1,12%) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (minus 0,54%). Demikian pula pada tahun 2012 angka pertumbuhan mencapai 8,379% lebih tinggi dari pada pertumbuhan tahun sebelumnya yaitu 7,61% dan pertumbuhan nasional yaitu 6,23%. Berbagai faktor pendukung kinerja pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tahun 2012 yaitu dari sisi permintaan yang tetap tumbuh tinggi, terutama didukung oleh kinerja investasi dan konsumsi. Sementara dari sisi penawaran tingginya kinerja perekonomian Sulawesi Selatan yaitu dari sektor pertanian dan sektor pertambangan yang tumbuh positif dan untuk sektor industri, sektor konstruksi, sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa tetap tumbuh hingga akhir tahun 2012. Demikian juga dengan inflasi pada triwulan I 2013 di Sulawesi Selatan cukup tinggi yaitu di kisaran 4,61 % bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 yaitu 4,41% dan masih lebih rendah dibanding nasional yaitu 5,90%. Pengaruh cuaca dan kebijakan pembatasan impor hortikultura antara lain yang menjadi penyebab naiknya harga kelompok bahan makanan disamping peningkatan harga properti dan bahan bangunan. A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan salah satu cerminan kemajuan ekonomi suatu daerah yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam waktu satu tahun. Penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan tersebut dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) lapangan usaha/sektor. Produk domestik regional bruto sebagai salah satu
6
indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, semakin besar produk domestik d regional bruto ruto suatu wilayah maka semakin tinggi pula tingkat pertumbuhan ekonominya. Selama periode tahun 2005-triwulan triwulan I 2013 trend rend tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan ertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan hampir sama, , begitu juga dengan trend Produk domestik bruto antara Sulawesi Selatan dengan nasional asional periode 2008 2008-2012. (lihat grafik).
Sumber : BPS
Grafik 1 Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sulsel dan Nasional Tahun 2005-2013(1) 2005
Adapun komposisi produk domestik regional bruto triwulan I tahun 2013 didominasi konsumsi rumah tangga menjadi 48,29% diikuti oleh konsumsi LPNRT 0,85%, konsumsi pemerintah 32,63%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi fisik sebesar 28,14%, perubahan inventori 1,60%, dan impor 30,78%, kecuali komponen ekspor yang mengalami penurunan pada triwulan I 2013 menjadi 19,26%. Struktur PDRB menurut penggunaan triwulan I tahun tah 2013 tergambar dalam grafik 2. Struktur PDRB menurut penggunaan Triw I-2013 I
60 50 40 30 20 10 0
48,29 32,63 28,14 19,26 0,85 Konsumsi Rumah tangga Konsumsi Konsumsi LNPRT Pemerintah (PMTB) 1,6 Perubahan Inventori Ekspor Barang & Jasa Impor Barang & Jasa 30,78
Sumber : BPS
Tren komposisi produk domestik regional bruto pada triwulan I tahun 2013 berlanjut dari tahun 2012 dan 2011 yaitu pada komponen penggunaan komposisinya juga didominasi oleh konsumsi rumah tangga sebesar 47,22% diikuti oleh konsumsi LPNRT 0,79%, konsumsi pemerintah 31,99%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi fisik sebesar 27,61%, perubahan inventori 1,51%, ekspor 19,73% dan impor 28,84% (grafik 3). Dari grafik di bawah bila dibandingkan dengan PDRB tahun 2011 terlihat bahwa komponen konsumsi rumah tangga, perubahan inventori, dan ekspor mengalami penurunan dan impor mengalami kenaikan sedangkan komponen konsumsi LPNRT, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) naik, dari kenaikan PMTB yang cukup signifikan ini di Sulawesi Selatan terlihat bahwa iklim investasi sudah semakin membaik serta secara perlahan-lahan dan terus menerus meningkat dan menstimulasi indikator di sektor riil lainnya. Struktur PDRB menurut komponen pengeluaran tahun 2010-2011, triwulan I-2012, triwulan IV-2012 dan triwulan I- 2013 sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 1 Struktur PDRB menurut Komponen Pengeluaran Tahun 2010-2011, Triwulan I-2012, Triwulan IV-2012 dan Triwulan I-2013 (persen)
2012 No. Lapangan Usaha Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Perubahan Inventori Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi Impor Barang dan Jasa PDRB 2011 48,23 0,77 29,46 23,66 1,73 21,94 25,79 100,00 Sumber: BPS
Triw I Triw IV
2013
Triw I
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Komposisi PDRB menurut lapangan usaha triwulan I tahun 2013 apabila dibandingkan triwulan I tahun 2012 sektor pertanian turun menjadi 23,85%, sektor perdagangan, hotel dan restoran naik menjadi 18,07%, sektor jasa-jasa turun menjadi 17,32%, sektor industri dan pengolahan naik menjadi 12,67%, sektor pengangkutan dan komunikasi turun menjadi 8,02%, sektor keuangan persewaan jasa perusahaan naik menjadi 7,67%, sektor konstruksi naik menjadi 5,73% dan sektor listrik gas dan air naik menjadi 0,92%. Demikian pula jika dibandingkan antara tahun 2012 dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2011, terjadi beberapa peningkatan antara lain pada sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa, sektor jasa-jasa, sektor konstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran kemudian industri dan pengolahan, dan yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian,
8
dan sektor listrik gas dan air bersih, sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 2 Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2013, Triwulan I-2012, Triwulan IV-2012 dan Triwulan I-2013 (persen)
No.
Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restorani Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB PDRB TANPA MIGAS
2012 2011 25,32 6,07 12,22 0,91 5,67 17,64 7,90 6,92 17,37 100,00 99,81 Sumber : BPS Triw I 26,06 4,04 12,66 0,93 5,57 17,58 8,38 7,08 17,70 100,00 99,82 Triw IV 20,56 6,59 12,60 0,93 6,22 18,57 8,37 7,96 18,19 100,00 99,83
2013 Triw I 23,85 5,75 12,67 0,92 5,73 18,07 8,02 7,67 17,32 100,00 99,83
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9.
Nilai nominal PDRB Sulawesi Selatan pada triwulan I tahun 2013 mencapai Rp. 42,66 triliun meningkat jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 dan triwulan ke IV tahun 2012 yaitu masing-masing Rp. 36,52 triliun dan Rp. 40,96 triliun. Jika dilihat dari trend kenaikan mulai tahun 2011 s.d. 2012 maka Nilai nominal PDRB meningkat dari tahun 2011 Rp.137,38 trilyun, tahun 2012 menjadi Rp.159,42 trilyun dan pertumbuhan ekonomi naik dibandingkan tahun 2011. Meningkatnya nilai nominal PDRB mempengaruhi pendapatan perkapita di Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 yang mencapai Rp.19,466 juta yang meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2011 sebesar Rp. 16,929 juta, tahun 2010 sebesar Rp. 14,669 juta, tahun 2009 Rp.12,567 juta dan tahun 2008 Rp.10,825 juta. Namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita nasional yaitu tahun 2012 yang mencapai Rp.33,339 juta yang meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2011 sebesar Rp. 30,424 juta, tahun 2010 sebesar Rp. 26,788 juta, tahun 2009 Rp.23,648 juta dan tahun 2008 Rp.21,014 juta sebagaimana terlihat pada grafik 3.
Perbandingan PDBR Perkapita Sulsel dan Nasional Tahun 2008-2012 60000 Sulsel 50000 40000 30000 20000 10.825 10000 0 0 2008 2009 2010 2011 2012 12.567 14.669 16.929 19.466 23.648 21.014 Nasional 26.788 30.424 33.339
Ribuan
Sumber: BPS
Laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha tahun 2012 s.d. 2013, triwulan I tahun 2012, triwulan IV tahun 2012 dan triwulan I tahun 2013 sebagaimana pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Laju Pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha (persen)
Triw I-2013 terhadap Triw IV 2012 (q-toq) 15,67 11,31 1,43 0,78 -4,43 0,49 -0,54 -1,12 -3,27 2,09 2,10 Sumber: BPS Triw I-2013 Terhadap Triw I-2012 (y-on-y) 0,49 17,59 10,01 7,81 12,20 12,06 7,53 17,21 1,06 7,79 7,85 Sumber Pertumbuhan Triw I-2013 (y-on-y) 0,13 1,09 1,38 0,09 0,72 2,13 0,76 1,37 0,11 7,79 7,85
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian
Lapangan Usaha
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB PDRB TANPA MIGAS
B. Gini Ratio
Salah satu tujuan dari kebijakan fiskal yang pro poor dan pro job adalah meningkatkan pendapatan masyarakat menengah kebawah yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan merata. Gini ratio mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Nilai gini ratio adalah 0 < GR < 1, dengan kategori G < 0,3 rendah, 0,3 G 0,5 sedang, dan G > 0,5 tinggi. Semakin
10
besar gini ratio maka distribusi distribusi pendapatan makin tidak seimbang, dengan kata lain jumlah penduduk dengan pendapatan yang tinggi sangat kecil dan jumlah penduduk yang berpendapatan rendah sangat besar. Provinsi Sulawesi Selatan kecenderungan gini rationya semakin meningkat begitu pula pu dengan gini ratio nasioal asioal yang berarti bahwa dari tahun 2008 - 2012 ketimpangan pendapatan penduduk semakin besar, yang mengindikasikan adanya ketidakmerataan pendapatan. Sebagaimana grafik dibawah ini.
Perbandingan Gini Ratio Sulsel dan Nasional
1 2008 0,8 0,6
0,36 0,39 0,37 0,4 0,38 0,41 0,41 0,41
0,4 0,2 0
0,2 0
Sulsel
Nasional
Sumber: BPS
C. Investasi
Investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan masih tumbuh cukup tinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar 15,22% (yoy).
mendorong investor dome domestik/Penanaman stik/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) melalui kemudahan pengurusan izin melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Terhadap PMDN, investasi antara lain melalui sektor peternakan, industri makanan, industri kertas dan listrik dan berlanjut dari proyek infrastruktur swasta termasuk yang bersumber dari modal asing. Dari laporan di Bank Indonesia Sulawesi Selatan salah alah satu upaya yang dilakukan oleh Pemda adalah dengan mengintensifkan promosi dan memfasilitasi infrastruktur yang bisa mendukung kegiatan investasi di Sulawesi Selatan, misalnya adanya penambahan daya listrik baru tahun 2012 yang mencapai 331 mega watt. Pada umumnya, terdapat tiga hal yang biasa dipertanyakan investor yaitu, mengenai kontribusi pemerintah dalam bentuk insentif seperti penyediaan lahan, keringanan pajak serta kemudahan pada proses pengurusan perizinan. Pada tahun 2011 triwulan I investasi investas tumbuh 4,74%, triwulan II meningkat menjadi 7,27%, triwulan III kembali meningkat 11,3% dan triwulan IV tetap meningkat menjadi 16,69%. Pada tahun 2012 triwulan I investasi tumbuh 22,58%, triwulan II meningkat menjadi 23,62%, triwulan III terjadi
11
mengalami penurunan menjadi 15,22%. Pada triwulan I tahun 2013 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 terjadi penurunan yang signifikan yaitu 12,64%, namun mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011. Data investasi tahun 2011 dan tahun 2012 serta triwulan I 2013 terlihat pada grafik 5.
Perbandingan Investasi Sulsel triwulan I s.d. IV tahun 2011 dan 2012 serta triwulan I tahun 2013 (dalam %)
25 23,62 22,58 20,18 20 16,69 15,22 15 11,3 10 7,27 4,74 12,64
5 0
2011
2012
2013 (1)
Grafik 5 Perbandingan Investasi Sulawesi Selatan tahun 2011, 2012 dan triwulan I 2013
D. Belanja Modal
Belanja modal yang berasal dari APBN cukup besar dari tahun ke tahun, tahun 2011 sebesar Rp. 5.877 miliar tahun 2012 sebesar Rp.3.737 miliar dan tahun 2013 sebesar Rp. 4.733 miliar. Belanja modal yang berasal dari APBD terus meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2011 sebesar Rp. 3.762 miliar tahun 2012 sebesar Rp. 3.753 miliir dan tahun 2013 sebesar Rp. 4.771 milyar. Belanja modal pemerintah ini berkontribusi dalam menghasilkan sumber investasi dan mendorong pertumbuhan. Walaupun tidak terlalu besar membentuk PDRB pada triwulan I tahun 2013 mencapai Rp 13,92 triliun atau 32,63.% dibandingkan dengan konsumsi masyarakat yaitu Rp 20,60 triliun atau 48,29%. (atas dasar harga berlaku), namun aspek menstimulasi sektor riil sangat diharapkan oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan yang pada gilirannya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Tabel belanja modal di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai berikut:
12
Tabel 4 Pagu belanja modal Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011, 2012 dan 2013. 2013
No 1. 2.
E. Ekspor dan Impor Dari Laporan Bank Indonesia Sulawesi Selatan dan Data BPS salah salah satu komponen produk domestik regional egional bruto ruto Sulawesi Selatan adalah jumlah barang barang-barang ekspor dan impor selama periode tertentu. Adapun beberapa komoditas ekspor Sulawesi Selatan antara lain nikel, kakao, ikan dan udang, biji-bijian biji bijian dan kayu/barang dari kayu. Sedangkan impor berupa barang capital goods dan intermediate goods. Realisasi ekspor pada triwulan I tahun 2013 sebesar $ 382,9 juta dan realisasi impor triwulan I tahun 2013 telah mencapai $ 399,8 juta, sehingga terjadi defisit neraca perdagangan Sulawesi Selatan pada triwulan I sebesar $16,9 juta, dan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 ekspor hanya mencapai $304 juta dan impor $237 juta. juta Pada tahun 2012 menunjukan realisasi nilai ekspor $1.562 juta lebih besar dari pada nilai impor yang hanya mencapai $1.305 juta. Adapun kecenderungan nilai ekspor selama tahun 2012 hampir selalu naik kecuali pada bulan Maret dan April serta Agustus dan Oktober, dan pada bulan Desember Desember. Namun untuk impor kecenderungannya selama tahun 2012 hampir polanya tidak teratur teratur. Perbandingan antara nilai ekspor dan impor perbulan selama tahun 2012 dan tahun 2013 Sulawesi Selatan terlihat pada grafik 6.
Perbandingan Ekspor dan Impor Sulsel perbulan Tahun 2012 dan tahun 2013 (dalam US$ Juta)
Ekspor Impor 234 284 147 145 78 83 98 110 86 56
Apr Mei Juni Juli Agust Sept Oktob Nov Des Jan 13
105 82 118 87 81 64 80
123 163
139 143
68
Mar
59,8
Peb Maret
Sumber: BPS
Grafik 6 Perbandingan erbandingan Ekspor dan Impor Sulsel perbulan tahun 2012 dan tahun 2013
13
F. Inflasi Inflasi sebagai proses meningkatnya harga-harga harga harga secara umum dan terus menerus dan berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh faktor-faktor faktor faktor tertentu. Suatu daerah dalam proses berkembang tidak terlepas inflasi dan hal itu memang wajar sepanjang masih dalam kategori ori inflasi ringan dan terkendali. Inflasi pada triwulan I- 2013 di Sulawesi Selatan cukup tinggi yaitu di kisaran 4,61 % bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 yaitu 4,41 namun masih lebih rendah dibanding nasional yaitu 5,90%. Pengaruh cuaca uaca dan kebijakan pembatasan impor hortikultura yang antara lain menjadi penyebab naiknya harga kelompok bahan makanan disamping peningkatan harga pro properti dan bahan bangunan. Laju inflasi Sulawesi Selatan selama tahun 2012 dan tahun 2013 triwulan I dibandingkan dengan inflasi secara nasional dapat dilihat pada grafik 7.
Perbandingan Inflasi Sulawesi Selatan dan Nasional Tahun 2012-2013(1) 1,12 0,44 0,34 0,34 0,76
0,21 -0,52 Jan 0,05 Peb 0,07 Mar Apr 0,07 Mei Jun 12
-0,22 -0,13 -0,13 0,54 0,16 0,07 0,01 Okt Nop Jul Agus Sept Des Jan Per Mar 13 Nasional
Sulsel
Sumber : BPS
Grafik 7 Perbandingan Laju inflasi bulanan Sulawesi Selatan dan Nasional tahun 2012- triwulan I-2013
Pada bulan Maret 2013 laju inflasi adalah 0,26% lebih rendah dari periode yang sama pada bulan Maret tahun 2012 yaitu 0,34%. Laju inflasi triwulan I tahun 2013 Sulawesi Selatan terkendali sebesar 4,61 persen (yoy). Inflasi nflasi di Sulawesi Selatan tergolong lebih rendah dari inflasi secara ecara nasional yaitu 5,90% dan beberapa kota Indonesia bagian timur, di Sulawesi Utara Utara, Gorontalo, Papua, Irian Jaya Barat dan Sulawesi Tengah Tengah, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi di Sulawesi Barat, Barat Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara, sebagaimana grafik 8.
14
7,62 5,18 5,89 5,9 5,9 5,9 2,58 5,97 5,9 5,9 3,02 4,19 5,9
3,97 5,9
5,9
5,9
Wilayah
Nasional
Sumber: BPS
Grafik 8 Perbandingan inflasi Sul Sulsel l dengan antar kota di Provinsi dan Nasional
Inflasi tahun triwulan I 2013 201 di Sulawesi Selatan cukup tinggi jika dibandingkan ibandingkan inflasi triwulan IV tahun sebelumnya yaitu tahun 2012, , inflasi tahun ini cukup tinggi yang cenderung nderung didorong koreksi ke atas oleh dua kelompok yaitu kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, , pada kelompok bahan makanan ini disebabkan naiknya harga sub kelompok bumbu-bumbuan, bumbuan, sub kelompok daging, sub ikan kan segar, sub kelompok kacang-kacangan, sub kelom mpok sayur-sayuran serta sub kelompok ikan yang diawetkan. Sedangkan edangkan kelompok transportasi komunikasi dan jasa keuangan adalah kelompok yang paling kecil laju inflasinya. . Faktor cuaca yang menyebabkan naiknya ya harga bawang merah, bawang putih dan cabe yang puncaknya terjadi pada bulan Februari, disamping fa faktor cuaca juga karena adanya pembatasan impor barang-barang hortikultura. Naiknya inflasi sektor perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar karena adanya adanya penyesuaian TDL sejak awal 2013 diduga menjadi faktor tor utama pendorong sektor ini. Termasuk subkelompok biaya tempat tinggal tetap menjadi pencetak angka inflasi tertinggi di kelompok ini hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga jual rumah di Sulsel pada triwulan I-2013 I dibandingkan triwulan sebelumnya. Banyaknya developer property nasional yang melakukan ekspansi bisnis ke Sulsel menyebabkan harga jual semakin kompetitif. Permintaan yang kuat dari masyarakat diduga turut menjadi faktor pendukung dan mengatrol harga jual rumah, kontrak rumah, dan bahan bangunan. Adapun sumbangan kelompok pengeluaran terhadap inflasi Sulawesi Selatan sebesar 4,61% 4, selama triwulan I tahun 2013 antara lain berasal dari andil kelompok bahan makanan sebesar 8,01%, kelompok makanan jadi 4,57 57%, %, kelompok perumahan air, listrik gas dan bahan bakar sebesar 3,43%, kelompok sandang 6,03%, kelompok kesehatan 2, 2,28%, kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 3,55%, 3, sedangkan kelom mpok transportasi komunikasi dan jasa asa keuangan memberikan sumbangan 0,89%. Perbandingan kelompok pengeluaran terhadap inflasi dapat dilihat pada grafik.
15
10 8
Perbandingan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi Sulsel Triw I Tahun Bahan Makanan 2013
8,01 6,03 Makanan Jadi Perumahan, air, listrik, Gas dan Bahan bakar Sandang 3,43 2,28 3,55 Kesehatan 0,89 Pendidikan, rekreasi dan olah raga Transportasi, komunikasi dan Jasa Keuangan
6 4 2 0
4,57
Inflasi
Sumber: BPS
Grafik 9 Perbandingan Kelompok Pengeluaran terhadap Inflasi di Sulsel sel Tahun 2012
G. Kinerja Perbankan Kondisi perbankan di Sulawesi Selatan menunjukkan kinerja yang positif antara lain tercermin dari stabilitas indikator-indikator indi utama kinerja perbankan yaitu itu Loan to Deposit Ratio (LDR) dan rasio kredit bermasalah (Non Prforming Loan-NPL). . Pada triwulan I tahun 2013 Loan to Deposit Ratio (LDR) mencapai 134,06% lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 sebesar 130% dan capaian triwulan I tahun 2011 sebesar 124,62%. Begitu pula pada triwulan II tahun 2012 mencapai 130,53% lebih tinggi daripada triwulan yang sama tahun 2011 yang hanya 117,9%. Pada triwulan III tahun 2012 sebesar 125,09% mengalami penurunan dari 130% pada periode yang sama tahun 2011. Dan pada triwulan IV tahun 2012 sebesar 128,88% lebih tinggi dari pada Triwulan IV tahun 2011 yaitu 124,62%, sebagaimana grafik di bawah ini.
2013 (1)
0 0 134,06
128,88
2012
124,62
2011
50
Sumber : BI
100
150
Grafik 10 Perkembangan LDR Bank Umum Sulawesi Selatan Tahun 2011, 2012 dan triwulan I Tahun 2013 16
Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan-NPL) juga menjadi indikator kinerja perbankan di Sulawesi Selatan. Sepanjang tahun 2011, 2012 dan triwulan I tahun 2013 rasio kredit bermasalah masih berada di kisaran dibawah 5 persen. Pada triwulan I tahun 2013 NPL perbankan mencapai 2,84% bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2012 mengalami sedikit kenaikan sebesar 2,82, dan pada periode yang sama tahun 2011 juga terjadi penurunan yang cukup signifikan yaitu 3,25%. Pada triwulan II tahun 2012 NPL perbankan mencapai 2,88% terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 3,36%. Pada Triwulan III tahun 2012 capaian NPL 2,65% terjadi penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011 yaitu sebesar 3,22%, dan untuk triwulan IV tahun 2012 NPL perbankan tercapai 2,64% bila dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi kenaikan capaian 2,63%.
Perkembangan NPL Bank Umum di Sulawesi Selatan Tahun 2011, 2012 dan Triwulan I tahun 2013 (%)
2013(1) 2,84 2,64 2,65 2,88 2,82 2,63 2011 3,22 3,36 3,25 0 1 2
Sumber : BI
2012
Grafik 11 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Selatan tahun 2011, 2012 dan triwulan I Tahun 2013
17
Tabel 5 Kinerja Perbankan Sulawesi Selatan Tahun 2011, 2012 dan Triwulan I-2013
18
BAB BAB III PERKEMBANGAN INDIKATOR DEMOGRAFIS DAN INDIKATOR SEKTOR TERPILIH
A. Perkembangan Indikator Demografis
Dampak atau outcome dari suatu kebijakan fiskal melalui alokasi anggaran (pemerintah pusat dan daerah) pada suatu wilayah antara lain adalah memperbaiki kualitas kesejahteraan yang umumnya terrefleksikan pada indikator-indikator indikator indikator demografis wilayah tersebut. Beberapa rapa indikator yang dapat dijadikan acuan antara lain: 1. Indeks pembangunan manusia (Human Development Index/lHD) lHD) HDI merupakan indeks komposit yang mencerminkan tingkat harapan hidup, pendidikan dan pendapatan masyarakat suatu wilayah. wilayah Indeks ndeks pembangunan manusia secara nasional dapat dibandingkan dengan indeks pembangunan manusia Sulawesi Selatan. Sejak tahun 2008-2011 2008 2011 indeks pembangunan manusia nasional mengalami peningkatan namun bila dibandingkan dengan indek pembangunan manusia Sulawesi wesi Selatan peningkatannya cukup drastis terutama dari tahun 2009 ke tahun 2010 yang peningkatannya peningkatannya mencapai 16,33%, sebagaimana grafik dibawah ini.
Perbandingan IPM Sulsel dan Nasional
Sulsel
69,6 70,2 73,14 71,62 70,94 70,22
Nasional
86,53 88,07
74 73 72 71 70 69 68
2008
2009
2010
2011
Sumber: BPS
Pada tingkat Provinsi Sulawesi Selatan indeks Pembangunan manusia tahun 2011 yang tertinggi adalah pada Kota Makassar mencapai 79,11 dan yang paling rendah indeks Pembangunan manusia adalah Kabupaten Jeneponto yang hanya mencapai 65,27, , sebagaimana grafik dibawah ini.
19
Sumber : BPS
Laju
pertumbuhan
penduduk
merupakan
angka
yang
menunjukan
tingkat
pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Jumlah penduduk secara nasional sesuai sensus tahun 2010 mencapai mencapai 237.641.326 orang dan termasuk jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 8.034.776 orang. orang Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 3,4 persen dari penduduk nasional (lihat grafik).
20
250.000
200.132
237.641
Sulsel Nasional
2000
Sumber: BPS
2010
Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan dapat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk nasional untuk dua periode yaitu periode tahun 1990 1990-2000 dan periode 2000-2010. 2010. Pada periode 1990-2000 1990 2000 laju pertumbuhan penduduk nasional dibandingkan dengan Sulawesi Selatan perbedaannya sekitar 0.04 persen. Pada periode selanjutnya yaitu periode 2000-2010 2000 justru terjadi perbedaan laju pertumbuhan yang jauh yaitu sekitar 0,32 persen. Pada periode ini pula justru laju pertumbuhan penduduk nduduk nasional yang lebih besar. (lihat Grafik).
Laju Pertumbuhan Penduduk % Pertahun
1,48 1,44 1,49 1,17
1,5 1 0,5 0
Sulsel Nasional
1990-2000
2000-2010
Sumber: BPS
3. Ketenagakerjaan Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja. kerja baik yang sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Jumlah angkatan
21
kerja Sulawesi Selatan pada bulan Februari 2010 sebesar 3.536.893 orang dan pada periode yang sama tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 3.634.355 orang, dan pada periode yang sama tahun 2012 jumlah angkatan kerja juga mengalami kenaikan menjadi 3.642.426 orang, namun pada periode yang sama tahun 2013 justru jumlah angkatan kerja mengalami penurunan menjadi 3.619.993. Berbeda dengan jumlah angkatan kerja jumlah penduduk yang bekerja di Sulawesi Selatan kecenderungannya terus mengalami kenaikan yaitu pada periode yang sama bulan Februari 2010 sebesar 3.276.523 orang, pada bulan Februari 2011 naik menjadi sebesar 3.391.334, pada bulan Februari 2012 naik menjadi 3.407.181 orang, dan terus naik pada bulan yang sama tahun 2013 menjadi 3.408.979 orang. Trend kenaikan ini ditengarai sebagai imbas dari meningkatnya investasi yang menciptakan banyak lapangan kerja sehingga menyerap banyak pula tenaga kerja. (lihat grafik)
Angkatan Kerja dengan Jumlah Pekerja (Pebruari) Ribuan
3.700 3.600 3.500 3.400 3.300 3.200 3.100 3.000
3.409 3.407 3.391 3.620 3.642 3.634
3.537
3.277
Angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sulawesi Selatan pada bulan Februari 2013 sebesar 5,8 persen mengalami penurunan dari bulan Februari 2012 yaitu 6,46 persen. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun 2012 juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu bulan Februari 2011 sebesar 6,69 persen. Dan seterusnya bila dibandingkan dengan periode yang sama bulan Februari 2010 tingkat pengangguran terbuka turun menjadi sebesar 7,99 mengalami penurunan yang cukup besar. Penurunan ini mengindikasikan bahwa perekonomian Sulawesi Selatan masih cukup baik dalam mengatasi pengangguran.(lihat grafik)
22
12 10 8 6 4 2 0
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: BPS
4. Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan suatu daerah dapat diukur dari presentase penduduk miskin di daerah tersebut. Angka kemiskinan di Sulawesi Selatan terus menunjukkan penurunan. Hingga September 2012, penduduk miskin mencapai 805,92 ribu orang atau 9,82%. Penduduk miskin Sulawesi Sulawesi Selatan masih banyak didominasi oleh penduduk pedesaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan rata-rata rata rata mencapai 3 kali atau lebih dibanding di perkotaan. Angka kemiskinan di perkotaan terlihat berfluktuasi, sempat menurun dari 4,7% di tahun 2010 dan 4,61% 4,61% di tahun 2011 menjadi 4,31% pada Maret 2012, lalu kembali naik menjadi 4,44% pada September 2012. Penduduk miskin di perkotaan relatif lebih sedikit dibanding di pedesaan. Peningkatan penduduk miskin perkotaan bisa jadi akibat adanya urbanisasi dari des desa ke kota. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut terkait dengan permasalahan sosial dan pengendalian urbanisasi. Pada grafik angka kemiskinan Sulawesi Selatan terlihat penurunan yang terus menerus pada jumlah penduduk miskin di pedesaan dari 14,88% 14,88% di tahun 2010 menjadi 12,93% di tahun 2012. Hal ini harus terus menerus diperhatikan karena jumlah penduduk miskin di pedesaan yang lebih besar dibanding perkotaan dapat memacu meningkatnya urbanisasi. Perlu dilaksanakan upaya yang terpadu untuk mengembangkan bangkan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan daerah agar tercipta banyak lapangan kerja di pedesaan. Dengan demikian dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan, serta meningkatkan
23
minat masyarakat untuk untuk menekuni dan memajukan sektor pertanian dan usaha di daerahnya masing-masing.
14,88
14,00 12,00
13,46
12,93
Persentase
10,11
9,82
4,70
4,00
4,61
4,31 Mar-12
4,44 Sep-12
Untuk mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, Pemerintah telah melaksanakan Program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) yang dicanangkan sejak tanggal 2 Februari 2012 dengan melibatkan 13 (tiga belas) kementerian. Hal ini untuk merubah mind set masyarakat terutama sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta yang cenderung berperan sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job creator). Program ini berusaha mendorong generasi muda menjadi wirausaha handal. Bank Indonesia juga memberikan dukungannya kepada program tersebut dengan turut serta dalam penciptaan wirausaha baru. Hal ini dilakukan dengan menciptakan kegiatan atau pusat aktivitas ekonomi yang secara langsung akan menurunkan tingkat pengangguran. Percepatan penciptaan lapangan wirausaha baru, dilakukan melalui program pengembangan wirausaha bertemakan green entrepreneurship program: reduce, reuse dan recycle atau dapat disebut juga Wirausaha Ramah Lingkungan. Tema ini sesuai dengan semakin meningkatnya kesadaran konsumen dan masyarakat terhadap berbagai produk ramah lingkungan. Berbagai pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan dilakukan guna mencetak wirausaha baru yang akhirnya akan tercipta nasabah potensial bagi industri perbankan ke depan.
24
B. Perkembangan indikator sektoral terpilih 1. Kesehatan Salah satu indikator penting dalam rangka mengukur perkembangan suatu daerah adalah indikator sektor kesehatan. Semakin banyak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersedia di daerah tersebut maka akses terhadap fasilitas kesehatan akan semakin mudah. Dalam grafik sarana kesehatan di bawah bawah ini tampak terdapat peningkatan sarana kesehatan di Sulawesi Selatan. Rumah sakit meningkat dari 74 buah pada tahun 2008 menjadi 76 buah pada tahun 2012. . Puskesmas dari 303 buah di tahun 2009 meningkat menjadi 425 42 di tahun 2012.
Puskel
407 348 348 399 1.134 1.267 1.210 1.210 1.284 425 423 413 401 393
76 77 73 73 74
Pustu
Puskesmas
RS
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
Sumber: BPS
Jumlah total tenaga kesehatan di Sulawesi Selatan juga meningkat pesat. Tahun 2008 berjumlah 11.447 menjadi 15.425 tenaga kesehatan pada tahun 2012. Peningkatan terbesar ada pada tenaga perawat dari 7.049 di tahun 2008 meningkat menjadi 9.154 tenaga perawat. Penurunan jumlah tenaga kesehatan terjadi pada Bidan dan Dokter.
25
15.425
15.792
Total
11.447 9.154 8.893
13.230 13.230
Perawat
7.796 7.796 7.049 3.771 4.413 2.821 2.821 2.517 2.119 2.851 2.613 2.613 1.881
Bidan
Dokter
2.000
4.000
6.000
2. Pendidikan Angka partisipasi sekolah (APS) di Sulawesi Selatan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Grafik berikut menunjukkan angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok umur dari tahun 2009 s.d. 2011.
20,40
2011
2010
2009
51,67 80,96
0 20 40 60 80 100
Angka partisipasi sekolah pada kelompok umur 13-15 tahun terus mengalami peningkatan dari 80,96% tahun 2009, 82,63% tahun 2010 dan 84,04 pada tahun 2011. Angka partisipasi sekolah pada kelompok umur 16-18 tahun terus mengalami peningkatan dari 51,67% tahun 2009, 53% tahun 2010 dan 56,66 pada tahun 2011. Angka partisipasi sekolah pada kelompok umur 19-24 tahun terus mengalami peningkatan dari 15,79% tahun 2009, 18,64% tahun 2010 dan 20,40 pada tahun 2011. Data Angka partisipasi sekolah menurut kelompok umur dalam tingkat pendidikan berdasarkan Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional 2011 adalah sebagai berikut:
100,00
96,88
90,00
64,15
60,00
2011
56,66
50,00 7-12 13-15
Sumber: BPS
16-18
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok umur 7-12 tahun (jenjang pendidikan SD) terjadi peningkatan dari 96,88% pada 2010 menjadi 97,16% pada 2011. Pada kelompok umur 13-15 tahun (jenjang pendidikan SMP) terjadi penurunan dari 89,42% di 2010 menjadi 84,04% di 2011. Penurunan juga dialami pada kelompok umur 16-18 tahun (jenjang pendidikan SMU) dari 64,15% tahun 2010 menjadi 56,66% tahun 2011. Tampak jelas pembangunan di sektor pendidikan Sulawesi Selatan perlu mendapat perhatian lebih untuk menurunkan jumlah anakanak yang masih belum bersekolah khususnya pada kelompok umur 13-15 tahun yang pada tahun 2011 masih cukup tinggi yaitu sebanyak 15,06%. Perlu ditempuh langkah-langkah untuk mengalokasikan dana pendidikan yang optimal dan efektif yang difokuskan pada permasalahan tersebut.
27
2011
4,84 11,93
27,61
2010
4,04 12,25
45+
29,21
15-44 15+
2009
4,72
12,98
30,02
-4
11
16
21
26
31
Sumber: BPS
Untuk jumlah penduduk yang buta huruf masih cukup tinggi di Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011 masih terdapat penduduk yang buta huruf sebanyak 11,93% pada usia s.d. 15 tahun, 4,84% pada usia 15-44 tahun dan 27,61% pada kelompok umur di atas 45 tahun. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama pemerintah daerah kabupaten/kota agar bersinergi untuk menurunkan angka buta huruf dikalangan masyarakat tersebut. Upaya ini dapat dilakukan dengan memberdayakan lembagalembaga sosial masyarakat setempat untuk secara informal mengadakan pendekatan kepada masyarakat agar mau belajar membaca dan menulis.
25,00 20,00
23,57
16,03
15,00 10,00 5,00 0,00 SD/MI
17,40
2010 2011
SLTP/MTs
SLTA/MA
Sumber: BPS
Berdasarkan grafik di atas, rasio murid-guru uru untuk semua jenjang pendidikan di Sulawesi Selatan semakin meningkat. Hal ini berarti meningkatnya jumlah murid tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah guru. Belum ada rasio standar terkait rasio guru dan murid. Bila tidak memungkinkan untuk menambah jumlah guru, maka dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas kompetensi guru dan sarana prasarana belajar mengajar.
SLTP/MTs
Sumber: BPS
SLTA/MA
Jumlah rasio murid-sekolah sekolah juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat un untuk tuk menyekolahkan anak. 3. Pertanian Sektor pertanian Sulawesi Selatan adalah penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2012 mencapai 20 persen dari total jumlah PDRB seberar Rp159 triliun. Terdapat sejumlah komoditi unggulan yang ditetapkan pemerintah daerah, diantaranya beras, jagung, kakao, udang dan rumput laut. Hal ini didukung oleh meningkatnya jumlah petani di Provinsi Sulawesi Selatan 1.469.245 pekerja pada Agustus 2011 menjadi 1.475.783 pekerja pada Agustus 2012 (termasuk sektor perkebunan, bunan, kehutanan, peternakan dan perikanan). Kemajuan sektor pertanian tersebut selayaknya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani yang ditunjukkan dengan meningkatnya Nilai Tukar Petani. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan angka perbandingan antara a indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. NTP merupakan salah satu indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, semakin sejahtera tingkat kehidupan petani. Dalam gra grafik tampak perbandingan NTP Prov. Sulawesi Selatan Triwulan I 2011-2013. 2011 2013.
29
109,00 108,00
108,15
107,86
108,01
107,83
Nilai NPT
107,26
107,22
NTP Propinsi Sulawesi Selatan tercatat mengalami sedikit penurunan 0,02 dalam Triwulan I 2013 namun relatif meningkat signifikan dibanding 2011 dan 2012. NTP biasanya mengalami trend peningkatan pada triwulan berikutnya sebagaimana ditunjukkan NTP 2011-212 dalam grafik berikut.
109,00 108,00
Nilai NPT
10
11
12
2013 108, 108 107, 2012 107, 107, 107, 107, 107, 108, 108, 108, 108, 108, 108, 108, 2011 103, 104, 105, 106, 107, 108, 108, 108, 107, 108, 108, 108,
Sumber: BPS
Grafik 27 Perbandingan NTP Sulawesi Selatan Tahun 2011, 2012 dan triwulan I-2013.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh efektivitas pelaksanaan pemerintah di Provinsi Sulawesi Selatan dalam menunjang peningkatan kesejahteraan di sektor pertanian.
30
4. Transportasi Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian suatu daerah. Dengan meningkatnya ketersediaan jalan maka kegiatan ekonomi akan meningkat, mobilitas orang dan barang akan semakin cepat. Ketersediaan jalan akan diikuti oleh peningkatan volume kendaraan di suatu daerah yang bisa jadi merupakan pertanda meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
35.000,00 30.000,00 25.000,00 20.000,00 15.000,00 10.000,00 5.000,00 0,00
1.556,00 1.531,00 1.147,51 1.260,00 29.616,00 28.979,00 31.770,00 32.319,51
2010 2011
Negara
Prov
Sumber: BPS
Kab
Jumlah
Panjang jalan di Sulawesi Selatan mengalami penambahan sejak 2010 hingga 2011. Total panjang jalan bertambah sebanyak 1,70% dari 2010 sepanjang 31.770 KM menjadi 32.319,51 KM pada tahun 2011. Banyaknya kendaraan bermotor di Sulawesi Selatan meningkat dari tahun ke tahunnya. Grafik berikut menunjukkan perkembangan kendaraan bermotor di Sulawesi Selatan.
96.111 8.862 183.129 34.250 23.855 161.257 31.954 35.822 136.352 31.049 33.868 121.448 26.095 31.122 101.412 1.166.113 1.898.161
2011
1.655.489
2010
1.538.733
Motor Truck
2009
1.426.875
2008
2007
0
500.000
1.000.000
Sumber: BPS
1.500.000
2.000.000
Terlihat bahwa semua jenis kendaraan jumlahnya meningkat dengan pesat kecuali Bus yang mengalami penurunan hingga 4 kali lipat dari 31.122 unit di 2007 menjadi 8.862 unit di 2011. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena ketersediaan angkutan umum berupa Bus baik dalam kota maupun luar kota dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan dan menghemat penggunaan BBM yang sebagian besar menggunakan BBM bersubsidi.
5. Konstruksi
Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat juga melalui pembangunan gedung, mal, waduk, sarana olah raga seperti stadion, jembatan serta bangunan lainnya. Selain itu indikator ini dapat dilihat juga dari semakin banyaknya jumlah perusahaan konstruksi serta banyaknya tenaga kerja yang terserap di sektor konstruksi.
Nilai Konstruksi
8.000.000.000
7.773.816.977
7.000.000.000
6.408.649.385
6.000.000.000
5.349.241.103
5.000.000.000
2009
2010
Sumber: BPS
2011
Grafik di atas menunjukkan perkembangan nilai konstruksi yang dikerjakan perusahaan-perusahaan konstruksi di Sulawesi Selatan. Nilainya terus meningkat dari tahun 2009 s.d. tahun 2011. Peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2011 tersebut sebanyak 31,19%.
32
Jumlah Perusahaan
9.000 8.500 8.000 7.500 7.000 6.500 6.000 5.500 5.000
2009
2010
Sumber: BPS
2011
Hal sebaliknya terjadi pada jumlah perusahaan konstruksi di Sulawesi Selatan yang mengalami penurunan. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan konstruksi sebanyak 8.699 buah namun tinggal 7.128 perusahaan konstruksi pada tahun 2011.
33
0,28
918,00 1.437
Hibah PNBP
Triwulan I
Pajak
500
1.000
1.500
34
Pada TA 2012, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp7,956 triliun yakni sebesar 244,27 persen dari yang ditargetkan Rp3,257 triliun. Angka ini naik dari realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2011 yang mencapai Rp7,033 triliun. Realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2012 tersebut berasal dari realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp6,826 triliun, realisasi PNBP sebesar Rp1,089 triliun, dan realisasi hibah sebesar Rp41 miliar. Sama seperti tahun sebelumnya, Pendapatan negara dan hibah tahun 2012 masih didominasi oleh penerimaan perpajakan yakni 85,80% persen dari total penerimaan, yang diikuti dengan realisasi PNBP sebesar 13,69% persen dan realisasi hibah sebesar 0,51 persen. Penerimaan Perpajakan terealisasi sebesar Rp6,826 triliun meningkat dari realisasi tahun 2011 sebesar Rp6,111 triliun. Perlambatan ekonomi domestik dan global terkait krisis dunia yang terjadi, berdampak pada menurunnya penerimaan dari PPn-BM dan Bea Keluar. Penerimaan PPn-BM tahun 2012 minus Rp127 juta dibandingkan pada tahun 2011 yang berjumlah Rp6,4 miliar. Pendapatan Bea Masuk 2012 Rp72,364 miliar naik sebesar 42,99% dibanding tahun 2011 sejumlah Rp50,608 miliar menandakan naiknya nilai impor Sulawesi Selatan yang signifikan. Sebaliknya Pendapatan Bea Cukai Tahun 2012 sebesar Rp100,056 miliar menurun sebesar 46,24% dari tahun 2011 sejumlah Rp146,329 miliar yang menandakan menurunnya ekspor dari Sulawesi Selatan. Dengan demikian, tax ratio regional Sulawesi Selatan yakni rasio penerimaan pajak pusat terhadap PDRB tahun 2012 mengalami penurunan menjadi sebesar 4,28 persen, dibandingkan tax ratio tahun 2011 sebesar 4,45 persen terhadap PDRB.
4,45 4,28
4,04
2010
rasio
2011
Linear (rasio)
2012
Kebijakan umum perpajakan dilaksanakan berupa program intensifikasi perpajakan, program ekstensifikasi perpajakan, dan law enforcement. Kebijakan intensifikasi dilakukan (OPDP). Kebijakan ekstensifikasi pada tahun 2012 ditujukan untuk memperluas basis pajak melalui perluasan sasaran pada sektor properti untuk perumahan dan apartemen. Untuk kebijakan law enforcement dalam tahun 2012, dilakukan dengan melanjutkan program pemeriksaan yang dititikberatkan pada perorangan dan badan hukum. Selain itu, law enforcement juga dilakukan melalui penagihan yang difokuskan kepada penertiban administrasi penagihan, serta pemetaan dan pengelompokan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Langkah-langkah dalam usaha meningkatkan penerimaan perpajakan tahun 2012 juga dilakukan dengan melaksanakan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP), Sensus Pajak Nasional untuk menggali potensi perpajakan dengan menargetkan 2 juta Wajib Pajak bisa terdata atau meningkat dari target 2011 yaitu sebesar 900 ribu Wajib Pajak, memberikan keringanan perpajakan bagi masyarakat berupa rencana kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penetapan sumbangan umat Hindu sebagai pengurang pajak, dan pembebasan PPN untuk rumah murah. Rasio Penerimaan Pajak Pusat dengan PDRB Per Triwulan Tahun 2011-2013 Perbandingan penerimaan pajak pusat dengan PDRB Sulawesi Selatan dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 6 Perbandingan Penerimaan Pajak Pusat dengan PDRB Sulawesi Selatan
antara
lain
melalui
kegiatan
mapping,
profiling,
benchmarking,
PDRB 32,118.90 34,615.00 35,994.00 34,615.80 36,075.50 39,994.28 41,630.20 40,966.03 42,661.00
PAJAK 1,167.82 1,446.49 1,423.02 2,004.95 1,315.28 1,553.60 1,581.60 2,284.10 1,437.22
36
Perbandian Penerimaan Pajak Pusat - PDRB Sulsel Per Triwulan 2011 - 2013
45.000,00 40.000,00 35.000,00 30.000,00 25.000,00 20.000,00 15.000,00 10.000,00 5.000,00 PDRB PAJAK
3.64%
4.18% 3.95%
5.79%
3.65%
3.88% 3.80%
5.58% 3.37%
Grafik 34 Perbandingan Penerimaan Pajak Pusat - PDRB Sulawesi Selatan Per Triwulan 2011 - 2013
Dari grafik dapat dilihat bahwa rasio penerimaan pajak pusat dengan PDRB cenderung konstan dalam kisaran 3-6%. Apabila dilihat perkembangan PDRB pertriwulan Sulawesi Selatan dari tahun 2011 s.d. Triwulan I 2013, tampak bahwa PDRB Sulawesi Selatan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Secara agregat peningkatan PDRB Sulawesi Selatan dari Triwulan I 2011 ke Triwulan III 2013 adalah sebesar 32,82% atau rata-rata meningkat 6,56% setiap triwulannya. Grafik berikut menggambarkan perkembangan penerimaan pajak dibandingkan PDRB dalam Triwulan I Tahun 2011-2013. Dapat dilihat bahwa penerimaan pajak pusat triwulan I tahun 2013 menurun dibanding triwulan I tahun 2011 dan 2012, sedangkan perkembangan PDRB triwulan I tahun 2013 meningkat signifikan dibanding Triwulan I tahun 2011 dan 2012.
37
45.000,00 40.000,00
42.661,00
32.118,90
3.65%
Tri I-2012
Sumber: LKPP Grafik 35 Rasio Pajak Pusat Terhadap PDRB Sulsel Triwulan I 2011- Triwulan I 2013
Mencermati data-data ini maka dapat dikatakan bahwa kinerja penerimaan pajak pusat di Sulawesi Selatan belum optimal dalam menangkap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang terbilang cukup tinggi dan stabil. Secara kasar dapat diketahui potensi penerimaan pajak dari PDRB tersebut. Contoh: pada Triwulan I 2013 dengan PDRB Rp42 triliun, bila dipukul rata penerimaan PPN 10% dari PDRB maka setidaknya didapatkan PPN sekitar Rp4,2 triliun, bila rata-rata penerimaan PPH sebesar 5% maka didapatkan Rp2,1 triliun. Dengan demikian ada kemungkinan masih banyak potensi penerimaan pajak pusat yang belum digali optimal ataupun sosialisasi dalam rangka kepatuhan membayar pajak masih belum sesuai yang diharapkan. Penerimaan PNBP dan hibah tahun 2012 mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun 2011. Realisasi PNBP tahun 2012 sebesar Rp1,089 triliun tercapai lebih besar dari target APBN sebesar Rp555 triliun. Realisasi PNBP ini naik sebesar 18,63 persen dari realisasi PNBP tahun 2011 senilai Rp918 triliun. Adapun realisasi PNBP tahun 2012 yang terbesar berasal dari Pendapatan Jasa Layanan Umum BLU Rp0,612 triliun, Pendapatan Jasa Rp0,206 triliun dan Pendapatan Pendidikan Rp0,108 triliun. Realisasi PNBP lainnya tahun 2012 terealisasi senilai Rp77,742 miliar. Angka ini naik 51,11 persen dari realisasi PNBP lainnya tahun 2011 yang mencapai nilai Rp51,788 miliar.
38
Realisasi Pendapatan BLU sepanjang tahun 2012 20 mencapai Rp Rp658,267 miliar. Realisasi tersebut berasal dari realisasi pendapatan jasa layanan umum sebesar Rp612,372 miliar, , realisasi pendapatan hibah layanan umum senilai Rp6,457 Rp6 miliar, realisasi pendapatan hasil kerja sama BLU Rp34,119 Rp34 miliar dan realisasi pendapatan BLU lainnya Rp5,318 318 miliar. Adapun perkembangan pendapatan negara dan hibah selama tahun 20 2012 dapat dilihat dari Grafik 36.
40,98
Triwulan IV
0,45
Triwulan III
-
1.581
222,84
Hibah PNBP
Triwulan II
-
1.553
243,88
Pajak
Triwulan I
1.315
500
1.000
1.500
2.000
2.500
BOX 1 Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak dengan PDRB dan Alokasi APBN Provinsi Sulawesi Selatan 1. Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak dengan PDRB Penerimaan pajak di Sulawesi Selatan 3 tahun terakhir yaitu 2010 s.d. 2012 mengalami fluktuasi. Data Penerimaan Penerimaan Pajak (dalam milyar) sebagaimana tabel berikut: 2010 Penerimaan Pajak 4.760 2011 6.111 2012 6.826
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Selatan dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan secara bertahap. Data PDRB Sulawesi Sulawesi Selatan (dalam miliar) ar) sebagaimana tabel berikut: 2010 PDRB 117,862 2011 137,390 2012 159,427 39
Sebagaiman kita ketahui rasio pajak yang sering dipublikasikan adalah rasio pajak nasional yang merupakan perbandingan dari penerimaan pajak di seluruh Indonesia dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto Indonesia secara keseluruhan. Rasio Pajak nasional tahun 2010 s.d. 2012 adalah sebagaimana tabel berikut: 2010 2011 11,8 2012 11,9
11,3
Untuk mendapatakan Rasio Pajak Regional Sulawesi Selatan, maka diperbandingan antara penerimaan pajak pusat di Sulawesi Selatan dengan PDRB Sulawesi Selatan, maka didapatkan rasio pajak regional Sulawesi Selatan sebagai berikut: Dalam Triliun Penerimaan Pajak 2010 4.760 117.862 4,04 2011 6.111 137,390 4,45 2012 6.826 159,427 4,28
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rasio pajak regional Sulawesi Selatan masih jauh dibawah rasio pajak nasional. Oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah dalam rangka lebih mengoptimalkan penerimaan pajak pemerintah pusat dari sektor-sektor yang berpotensi dan belum digali secara optimal. 2. Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak dengan Alokasi APBN Analisa ini mencoba mencari seberapa besar pajak yang dipungut pemerintah pusat di Sulawesi Selatan dikembalikan dalam bentuk alokasi APBN. Data penerimaan pajak yang sama seperti dalam rasio pajak regional Sulawesi Selatan dibandingkan dengan alokasi anggaran negara yang dikucurkan untuk Sulawesi Selatan. Data alokasi APBN untuk Sulawesi Selatan tahun 2011 s.d. 2012 adalah sebagai berikut:
2011 15.402 12.899 85,990 2012 16.038 14.222 35,763
Pagu APBN Prov. Sulsel (dalam milyar) Penerimaan Pajak Rasio (%)
2011
Realisasi APBN Prov. Sulsel (Dalam Milyar) Penerimaan Pajak Rasio (%)
Perbandingan penerimaan pajak dengan Pagu Belanja Modal adalah sebagai berikut:
2011 2012 6.178 6.826 0,91
Perbandingan penerimaan pajak dengan Realisasi Belanja Modal adalah sebagai berikut:
2011 2012 4.724 6.826 0,69
Dari data-data diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bila dibandingkan dengan total alokasi APBN yang diberikan untuk Sulawesi Selatan, penerimaan perpajakan masih belum bisa menutupinya. 2. Bila dibandingkan dengan alokasi APBN pada belanja modal yang diberikan untuk Sulawesi Selatan, penerimaan pajak masih lebih besar dari alokasi belanja modal. Terkait hal ini mungkin perlu kajian lebih mendalam untuk mengupayakan peningkatan alokasi belanja modal bagi Sulawesi Selatan untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung peningkatan perekonomian agar penerimaan pajak yang berasal dari Sulawesi Selatan dapat lebih dinikmati rakyat Sulawesi Selatan sehingga dapat memacu semangat taat membayar pajak bagi masyarakat di Sulawesi Selatan.
41
2. Belanja Negara Realisasi belanja negara di Sulawesi Selatan tahun 2012 terealisasi sebesar Rp 30,436 triliun atau 95,35 persen dari target APBN. Realisasi belanja negara berasal dari belanja pemerintah pusat senilai Rp 14,080 triliun atau 46,26 persen dari total belanja negara dan realisasi transfer ke daerah Rp 16,356 tril triliun atau 53,73 persen dari total belanja negara (lihat ( Grafik 37) ) Realisasi belanja negara tahun 20 2012 lebih rendah dari target APBN APBN-P sebesar Rp 31,918 triliun terutama akibat lebih rendahnya realisasi beberapa komponen belanja dari target antara lain belanja modal dan belanja barang. barang Dibandingkan dengan n tahun sebelumnya, angka realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja negara tahun 20 2011 yang berada di level Rp 30,233 triliun.
Realisasi belanja Negara triwulan I tahun 2013 di Sulawesi Selatan sebesar Rp 5,89 triliun un yang berasal dari APBN sebesar Rp 1,61 triliun tril dan yang terdiri dari belanja pegawai terealisasi sebesar Rp 0,97 triliun atau 20,86 % belanja barang terealisasi Rp 0,30 triliun atau 7,77 % dan belanja modal terealisasi Rp 0,28 triliun atau 5,93%, belanja sosial ial terealisasi sebesar Rp Rp. 0,049 triliun atau 3,56 % serta transfer ke daerah sebesar Rp 4,28 triliun.
42
Selama tahun 2012, , komposisi belanja Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut: belanja pegawai terealisasi Rp 4,39 triliun atau 26,54 persen dari total belanja Pemerintah Pusat, realisasi belanja barang Rp 3,25 triliun atau 19,68 persen, realisasi belanja modal Rp 4,67 triliun atau 28,19 persen, dan realisasi belanja lain lainlain Rp 1,754 triliun atau 10,60 persen. Di tahun 2013, , alokasi belanja pegawai mengalami kenaikan. Belanja pegawai adalah pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap penyelenggara negara negara. Kenaikan kebijakan alokasi ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan alokasi belanja be barang tahun 2013 mengalami penurunan jika alokasi anggaran untuk gaji dan tunjangan dan kontribusi sosial. Sedangkan dibandingkan dengan tahun 2012 dan belanja modal mengalami peningkatan. peningkatan
Tabel 7 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis Belanja di Sulsel No. Jenis Belanja 2011 % 2012 % 2013 (triw I) %
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Belanja Subsidi Belanja Lain-Lain Lain Jumlah
85
Sumber: LKPP
43
Boks 2 Tren Penyerapan Anggaran Belanja TA 2012 di Sulawesi Selatan Penyerapan anggaran belanja yang cenderung tidak optimal dari tahun ke tahun dan tren penyerapannya yang cenderung menumpuk di triwulan IV menjadi beberapa isu penting dalam aspek pelaksanaan anggaran. Reformasi manajemen keuangan negara mengakomodasi kendala tersebut dengan memperkenalkan berbagai best practice terutama terkait dengan penganggaran dan realisasi anggaran serta beberapa aspek perbendaharaan lainnya yang menekankan pada manajemen kas yang efisien.
2011
2012
3.200 3.656
1.230
Jan
Peb Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus Sep
Okt
Nov
Des
Sumber: LKPP
Grafik 40 Tren Realisasi Belanja tahun 2011 dan tahun 2012 Pemerintah juga mencermati dan terus memperbaiki proses kerja yang ditengarai juga menjadi penyebab tren penyerapan yang tidak optimal. Salah satu kendala di area ini adalah proses pengadaan barang dan jasa yang rigid yang mensyaratkan procurement formalities dalam mekanisme pencairan dana serta kendala-kendala terkait dengan implementasi dari beberapa aturan terutama di perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaan. Untuk itu pada tahun 2012 pemerintah telah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, dan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Dan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara .sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134 tahun 2005. Dengan
44
penguatan treasury function dalam reformasi telah terobservasi bahwa tren penyerapan anggaran dari tahun ke tahun diharapkan semakin membaik.
600 500 400 300 200
540 81,7 73,7 376 335 268 291 36,7 28,8 21,5 12,8 349 48,9 401 58 65,8 342 348 356
89,4
99,7 453
100 80
337
323
320
335
60 40
100 -
6,2
Jan 2012
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
realisasi (milyar)
penyerapan (%)
Jan 2013
Peb
Mar
Sumber : LKPP
Grafik 41: Tren Belanja Pegawai Bulanan tahun 2012 dan tahun 2013
Tren belanja pegawai sepanjang tahun 2012 berfluktuasi dengan tingkat penyerapan tertinggi pada bulan Juni 2012 yakni sebesar Rp539,69 miliar. Selanjutnya, setelah bulan tersebut tren pencairan belanja pegawai relatif stabil dengan pencairan akhir tahun mencapai Rp 4.396,31 miliar. Tren penyerapan belanja pegawai tidak banyak berbeda dengan tren penyerapan belanja pegawai tahun sebelumnya yang juga mencapai titik tertinggi di bulan Juni yang disebabkan oleh pembayaran gaji bulan ke-13. Demikian juga triwulan I tahun 2013 triwulan I tahun 2012.
700
realisasi (milyar)
600 500
661 90,5
100
80
352 273 187 16,3 10,3 233 22,8 32,5 39,4 248
46,6 260
60
40
168 44 1,1 94 4 8
20
110
100 -
17 0,42
3,3
Sumber : LKPP
Grafik 42 Tren Belanja Barang Bulanan tahun 2012 dan tahun 2013
Realisasi belanja barang tahun 2012 terfluktuasi sepanjang tahun tren pencairan belanja barang mengalami kecenderungan naik dengan realisasi terendah di bulan Januari sebesar Rp 17 miliar dan mencapai puncaknya pada akhir tahun senilai Rp 660,75 miliar. Demikian
45
juga pada triwulan I tahun 2013 realisasi sangat rendah di bulan Januari hanya sebesar Rp. 43 miliar dan berangsur-angsur naik pada bulan Pebruari dan Maret 2013.
2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 60
1.881
100
realisasi (milyar)
80
48,3 39 538 31,3 446 25,2 318 349 255 200 226 19,7 250 172 15,4 11,5 8
Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop
40
36 1 4,6 0,8
Jan Peb 2012
35 0,75 2,47
Des
82 5,92
163
20
Mar
Sumber: LKPP
Belanja modal yang berkontribusi sekitar 36,45 persen dari total belanja pemerintah pusat. Pada akhir tahun realisasi pencairan belanja modal melonjak tajam dibandingkan bulanbulan sebelumnya. Realisasi belanja modal bulan Desember 2012 mencapai Rp 1.880,58 miliar yakni 12,08 persen dari total pagu senilai Rp 5.774,18 miliar, atau 80,9 persen dari total realisasi senilai Rp 4.669,46 miliar. Demikian juga triwulan I tahun 2013 penyerapan belanja modal tidak begitu berbeda dengan triwulan I tahun 2012.
300 250 200 150 100
tren
98,8
263 76,5 68,4 174 52,2 42,4 59,8 153 134 144
87,3 205
192
50
0 0
0
0 0
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus Sep
Okt
Nop
DesJan 2013Peb
Mar
Sumber : LKPP
Tren belanja bansos pada bulan Januari dan Februari hampir tidak ada realisasi namun meningkat pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Juni realisasinya mencapai Rp. 263,29 miliar dan kemudian realisasi semakin menurun dan sampai dengan akhir tahun terealisasi Rp 1.754,89 miliar atu mencapai 98,8 persen. Demikian juga triwulan I tahun
46
2013
tren penyerapan belanja sosial tidak begitu berbeda dengan triwulan I tahun 2012
yaitu pada bulan Januari tidak ada penyerapan dan pada bulan Pebruari dan Maret penyerapannya sangat rendah. Adapun penyerapan anggaran belanja selain dapat dikaji melalui tren serapan per bulan (lihat boks 2) juga dapat dikaji terhadap pagu yang dialokasikan. Kajian serapan terhadap pagu juga dapat dikaitkan dengan akuntabilitas keuangan negara. Realisasi anggaran belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dialokasikan melalui belanja yang dikelola oleh Kementerian Teknis dan belanja yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Adapun rasio penyerapan anggaran khusus yang dikelola oleh K/L terlihat pada Grafik 44. Selama tahun 2012, secara kumulatif lebih dari 70 persen total K/L mampu merealisasikan anggarannya di atas 80 persen dari pagu. Terdapat juga beberapa K/L yang memiliki daya serap rendah khususnya K/L yang memiliki alokasi pagu yang relatif rendah. Pada grafik juga terlihat bahwa dua K/L yang memiliki pagu terbesar memiliki tingkat serapan yang cukup tinggi berada di atas 90 persen dan dua K/L yang memiliki pagu terbesar memiliki serapan di bawah 90 persen.
140,00 120,00
Rasio Penyerapan
100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500
Pagu tahun 2012 (miliar)
Sumber : LKPP dan DJPK
47
Boks 3 Realisasi Proyek-Proyek Proyek Strategis APBN Tahun 2011, Tahun 2012 dan Triwulan I Tahun 2013 Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat Pada Proyek-Proyek Proyek Proyek Strategis Tahun 2011 Pada tahun 2011 terdapat 6 (enam) satker yaitu Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, Akademi i Teknik Keselamatan Penerbangan Makassar, Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Sulawesi Selatan, Universitas Hasanuddin Makassar dan Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku dan Papua, memiliki penyerapan anggaran yang rendah. Beberapa diantaranya adalah satker-satker satker yang mengelola proyek-proyek proyek proyek strategis. Total pagu 6 satker tersebut sebesar Rp 3,53 triliun namun hanya dapat direalisasikan sebesar 49,81% dan menyisakan dana sebesar 50,19%.
3. Universitas Hasanudin
48
Penyerapan anggaran rendah karena disebabkan pagu yang terlalu besar untuk tunjangan profesi dosen sedangkan banyak dosen yang tidak lulus sertifikasi mengakibatkan dana tersebut tidak dapat direalisasikan.
Politeknik Makassar
Ilmu
Pelayaran
48.126.243.784 169.830.324.216
217.956.568.00
Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Makassar Prov Sulsel Dinas Perkebunan Prov. Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulsel Universitas Hasanuddin Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku
-
0 55.627.657.699 55.866.247.301
418.719.194.198 794.698.743.055
492.037.732.00 96.680.154.945 0
891.378.898.00 0 1.443.341.148.14
218.720.317.854 1.000.000.000.000 6 1.662.061.466.0 00
2.000.000.000.000
Sumber : KPPN
Grafik 47 Daftar Proyek Proyek-Proyek Proyek Strategis Yang Realisasinya Rendah Tahun 2011
Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat Pada Proyek-Proyek Proyek Strategis Tahun 2012 Pada tahun 2012 terdapat 14 (empat belas) satker memiliki penyerapan anggaran yang rendah. Beberapa diantaranya adalah satker-satker satker satker yang mengelola proyek-proyek proyek strategis. Total pagu 14 satker tersebut sebesar Rp 3,24 triliun namun hanya dapat direalisasikan sebesar 52,05% dan menyisakan dana sebesar 47,95%.
Satker-satker yang realisasinya tahun 2012 rendah sebagaimana ditunjukkan grafik dibawah ini. Penyebab realisasi yang rendah karena adanya berbagai faktor baik eksternal maupun internal. Namun ada beberapa sebab yang uncontrolable sehingga tidak bisa dihindari oleh satker bersangkutan, yaitu:
Bandara Udara Tampa Padang Mamuju Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Prov. Sulsel Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulsel 12.121.864.062 60.442.263.938 72.564.128.000 64.812.199.096 225.763.307.90 290.575.507.00 4 0 77.855.248.459 319.846.233.54 397.701.482.00 1 0 90.089.125.006 240.156.375.99 330.245.501.00 4 Sisa 0 132.039.830.46 Realisasi 129.860.244.53 5 261.900.075.00 Pagu 5 0 151.665.883.49 253.675.120.50 4 405.341.004.00 6 0 453.148.230.00 7.839.680.000 0 460.987.910.00 0 537.840.061.32 329.827.320.67 3 867.667.382.00 7 0 500.000.000.000
Sumber : KPPN
Universitas Hasanuddin
Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Prov. Sulbar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulbar Unit Induk Pembangunan Pembangkit Sulawesi, Maluku dan Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku dan Papua
1.000.000.000.000
Grafik 49 Daftar Proyek Strategis Yang Realisasinya Rendah (sisa >10M) Tahun 2012 Daftar Proyek Strategis Yang Realisasinya Rendah (sisa >10M) Tahun 2012 1. Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku dan Papua 2. Unit Induk Pembangunan Pembangkit Sulawesi, Maluku dan Papua Penyerapan anggaran rendah karena disebabkan pelelangan beberapa kali gagal, pembebasan lahan yang bermasalah, persetujuan kontraks multi years diterima terlambat. 3. Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Sulawesi Barat 4. Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sulawesi Barat
50
Penyerapan anggaran rendah karena disebabkan pagu APBNP baru diterima bulan Oktober 2012 sehingga tidak cukup waktu untuk melaksanakan proyek tersebut, selain itu iklim yang tidak idak mendukung membuat pekerjaan fisik yang tidak dapat dilaksanakan. 5. Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Prov Sulawesi Selatan 6. Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Prov Sulawesi Selatan Penyerapan anggaran rendah karena disebabkan pembebasan lahan lahan yang terlambat menyebabkan keterlambatan persetujuan pemberian pinjaman sehingga dana Anggaran yang bersumber dari PHLN tidak dapat digunakan, dana RMP tidak mencukupi untuk mendampingi dana PHLN (porsi 89;11) sehingga tidak bisa dilakukan revisi DIPA, administrasi pembebasan tanah dari Panitia di Kabupaten sering terlambat sehingga proses pembayaran pun menjadi terlambat.
Sisa BPMPD Kab. Pangkep LPMP Sulawesi Selatan GKN Mamuju Distrik Navigasi Ujung Pandang Politeknik Kesehatan Mamuju RSU DR. Wahidin Sudiro Husodo Makassar Realisasi Pagu
3.063.133.000 17.583.362.000 20.646.495.000 3.228.000.000 13.865.300.000 17.093.300.000 4.990.532.354 29.734.363.646 34.724.896.000 5.252.964.000 5.627.736.000 10.880.700.000 8.285.299.233 5.101.301.767 13.386.601.000 9.294.666.651 47.408.274.349 56.702.941.000
50.000.000.000
Sumber :KPPN
100.000.000.000
Grafik 50 Daftar Proyek Strategis Yang Realisasinya Rendah (sisa <10M) Tahun 2012
Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat Pada Proyek-Proyek Proyek Strategis Tahun 2013 Realisasi anggaran yang perlu mendapat perhatian lebih pada tahun anggaran 2013 adalah beberapa satuan kerja (satker) yang memiliki belanja modal dengan nilai lebih dari Rp 50 miliar. ar. Terdapat 17 satker di Provinsi Sulawesi Selatan yang masing-masing memiliki pagu belanja modal diatas Rp50 mil miliar. Perkembangan realisasi belanja modal satker-satker satker satker tersebut sampai dengan 30 April 2013 masih rendah yaitu sebagaimana ditunjukkan dalam dalam 2 grafik berikut:
51
UNIVERSITAS HASANUDDIN PELAKSANAAN JALAN NASIONAL PENGEMBANGAN KINERJA PENGELOLAAN AIR LISTRIK PEDESAAN SULAWESI SELATAN AKADEMI TEKNIK KESELAMATAN PENGEMBANGAN PENYEHATAN POLITEKNIK ILMU PELAYARAN MAKASSAR POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR OTORITAS PELABUHAN MAKASAR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI POMPENGAN- -
90.000.000.000
161.309.026.00 0
7.280.575.533
17.529.747.730
10.714.705.320
14.919.045.000
7.719.365.600
REALISASI PAGU
534.512.000
74.134.252.000
40.000.000.000
47.000.000
2.000.000.000 8.345.691.759
100.000.000.000
Satker dengan jumlah realisasi terbesar adalah Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Sulawesi yaitu Rp17,529 miliar dibandingkan pagu Rp 118,88 miliar atau sekitar 14,74%. Satker dengan persentase realisasi terbesar adalah Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang dengan 15,30% dan Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Makassar dengan 15,40%. Ketiga satker dengan realisasi terbesar tersebut masih berada dibawah target rata-rata penyerapan anggaran nasional Triwulan I yaitu 20% dari pagu anggaran. Satker-satker yang sama sekali belum melakukan realisasi belanja modal adalah Universitas Negeri Makassar, Universitas Hasanudin dan Politeknik Negeri Ujung Pandang. Satker-satker dengan pagu belanja modal yang diblokir terbesar adalah Universitas Negeri Makassar 63,89%, Politeknik Negeri Ujung Pandang 87,68% dan Universitas Hasanudin 55,79%
52
UNIT INDUK PEMBANGUNAN JARINGAN SULAWESI, MALUKU, DAN PAPUA UNIT INDUK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT SULAWESI, MALUKU DAN SNVT PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR POMPENGAN-JENEBERANG PROVINSI SULAWESI PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH II PROVINSI SULSEL PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI SULSEL SNVT PELAKSANAAN JARINGAN PEMANFAATAN AIR POMPENGANJENEBERANG PROVINSI -
92.837.980.135 770.313.992.00 0 3.363.875.988 428.678.190.00 0 50.500.000.000 53.238.594.000 338.950.000.00 0 70.670.543.943 371.751.330.00 0 3.100.000.000 48.016.840.784 299.468.680.00 0 38.576.992.568 242.085.220.00 0 500.000.000.000 1.000.000.000.000
Grafik 52 Satker dengan pagu Belanja Modal terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan
Secara keseluruhan realisasi anggaran s.d. 30 April 2013 masih dibawah target nasional Triwulan I yaitu 20%. Satker Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku, dan Papua memiliki pagu belanja modal terbesar di Prov. Sulawesi Selatan yaitu Rp770,313 miliar telah melakukan realisasi anggaran sebesar Rp 92,837 m atau sekitar 12,05%. Satker dengan persentase realisasi terbesar adalah Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Prov. Sulsel 19,01%, Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulsel 16,03%, SNVT Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Pompengan-Jeneberang Prov. Sulsel 15,94%, SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Pompengan-Jeneberang Prov. Sulsel 15,71%, Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku dan Papua 12,05%. Sedangkan satker Unit Induk Pembangunan Pembangkit melaksanakan realisasi 0,78%. Satker-satker dengan pagu belanja modal yang diblokir terbesar adalah Universitas Negeri Makassar 63,89%, Politeknik Negeri Ujung Pandang 87,68% dan Universitas Hasanudin 55,79%. Dari keenam satker tersebut hanya dua satker yang pagunya diblokir yaitu Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulsel diblokir sebesar Rp3,1 miliar (1,04%)
53
dan SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Pompengan-Jeneberang Prov. Sulsel sebesar Rp50,5 miliar (14,90%). Mengamati perkembangan penyerapan anggaran tahun 2011 s.d. 2013, dapat diidentifikasi satker-satker yang berpotensi mengalami permasalah penyerapan anggaran di tahun 2013 yaitu; Unit Induk Pembangunan Jaringan Sulawesi, Maluku dan Papua, Unit Induk Pembangunan Pembangkit Sulawesi, Maluku dan Papua, Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulsel, Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Prov. Sulsel, Universitas Hasanudin.
Box 4 Pagu Blokir Tahun 2012 dan Tahun 2013 Pagu Blokir TA. 2012
( dalam ribuan rupiah ) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 BA 005 006 010 015 018 019 022 023 024 025 027 029 032 033 040 043 056 057 059 063 066 068 075 076 086 089 090 092 Nama Kementerian Mahkamah Agung Kejaksaan RI Dalam Negeri Keuangan Pertanian Perindustrian Perhubungan Pendidikan Nasional Kesehatan Agama Sosial Kehutanan Kelautan dan Perikanan Pekerjaan Umum Kebudayaan & Pariwisata Lingkungan Hidup BPN Perpustakaan Nasional Komunikasi & Informatika Badan POM BNN BKKBN Badan Meteoroligi, Klimatologi & Geofisika KPU LAN BPKP Perdagangan Pemuda dan Olah Raga Jumlah : Jumlah Pagu 193.694.249 198.437.082 191.753.572 251.827.230 1.098.928.698 48.890.991 1.024.372.027 1.697.139.894 384.874.467 1.619.390.717 21.619.441 349.287.159 230.824.497 3.416.700.040 71.049.092 51.514.300 155.914.848 8.328.574 19.258.995 52.714.286 9.754.815 71.925.156 45.472.772 44.615.946 37.556.921 25.853.019 137.616.457 14.265.000 11.473.580.245 Pagu Blokir 379.070 45.426.348 30.464.471 34.724.896 8.762.305 416.055 4.474.491 1.171.181.944 61.999.595 642.021.589 830.042 8.982.250 7.833.097 191.291.036 34.910.936 37.866.901 96.298.746 8.328.574 6.998.331 16.707.458 8.825.040 4.362.790 63.900 11.759.660 23.224.630 11.286.757 1.594.137 14.265.000 2.485.280.049 % 0,2 22,9 15,9 13,8 0,8 0,9 0,4 69,0 16,1 39,6 3,8 2,6 3,4 5,6 49,1 73,5 61,8 100,0 36,3 31,7 90,5 6,1 0,1 26,4 61,8 43,7 1,2 100,0 21,7 Sisa 193.315.179 153.010.734 161.289.101 217.102.334 1.090.166.393 48.474.936 1.019.897.536 525.957.950 322.874.872 977.369.128 20.789.399 340.304.909 222.991.400 3.225.409.004 36.138.156 13.647.399 59.616.102 0 12.260.664 36.006.828 929.775 67.562.366 45.408.872 32.856.286 14.332.291 14.566.262 136.022.320 0 8.988.300.196
54
55
Instrumen utama kebijakan desentralisasi fiskal yakni kebijakan transfer ke daerah Pada tahun 2013 transfer ke daerah mencapai nilai Rp 17,135 triliun, yang terdiri dari realisasi Dana Perimbangan sebesar Rp 16,199 triliun yang terdiri dari DAU Rp. 13,755 triliun, DAK Rp. 1,455 triliun dan Dana Bagi Hasil sebesar Rp. 0,98 triliun, dan realisasi Dana Penyesuaian senilai Rp 0,93 triliun. Pada tahun 2012 mencapai nilai Rp 16,35 triliun, yang terdiri dari realisasi Dana Perimbangan sebesar Rp 13,68 triliun dan realisasi Dana Penyesuaian senilai Rp 2,67 triliun. Prinsip desentralisasi fiskal yang dianut oleh Pemerintah adalah mengurangi vertical fiscal imbalance dan horizontal fiscal imbalance, meningkatkan kualitas service delivery dan mengurangi gap pelayanan publik antar daerah, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya nasional, penegakan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan alokasi transfer ke daerah, dan mendukung fiscal sustainability dalam kebijakan ekonomi secara makro. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, daerah juga memiliki taxing power yakni kewenangan memungut pajak. Terkait dengan penguatan taxing power, dilakukan kebijakan antara lain penyelarasan perpajakan dan retribusi daerah dengan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan memperluas basis pajak daerah. Komposisi transfer ke daerah tahun 2013 didominasi oleh Dana Perimbangan mencapai 95 persen dan sisanya berupa Dana Penyesuaian sebesar 5 persen. Dana Perimbangan terdiri Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Anggaran DBH tahun 2012 terealisasi sebesar Rp 0,42 triliun. Angka tersebut turun sekitar 63,9 persen dari realisasi DBH tahun 2011 yang mencapai nilai Rp 1,17 triliun. Sedangkan realisasi DAU yang merupakan komponen terbesar dana transfer ke daerah pada tahun 2012 mencapai Rp 12,03 triliun yang meningkat dari realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp 9,84 triliun. Realisasi DAK tahun 2012 tercatat sebesar Rp 1,22 triliun meningkat dari realisasi tahun sebelumnya Rp 1,27 triliun. Perbandingan Pagu Dana Perimbangan selama 4 tahun terakhir adalah sebagaimana terlihat grafik dibawah ini.
56
DBH
DAK
DAU
9.844
12.034
milyar
Sumber : DJPK
Dana Penyesuaian
milyar
3.069 2.671
936
2010
2011
2012
2013
Sumber : DJPK
B. Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah 1. Profil APBD Provinsi/Kabupaten Kota Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, APBD juga sebagai alat pendorong dan salah satu penentu tercapainya target target dan sasaran makro ekonomi daerah yang diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Secara umum Struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain lain lain pendapatan sedangkan belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan iayaan dan pengeluaran pembiayaan.
57
Arah kebijakan fiskal suatu daerah dapat dilihat dari struktur APBD daerah tersebut, yang tercermin dari seberapa besar jumlah pendapatan yang akan dialokasikan dalam suatu periode riode tertentu. Dari ari pendapatan yang telah ditargetkan tersebut dialokasikan dalam bentuk belanja baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung. Selisih antara pendapatan dan belanja menghasilkan APBD surflus atau defisit. Apabila pendapatan lebih besar besar dari pada belanja menghasilkan surflus demikian pula sebaliknya jika pendapatan lebih kecil dari belanja disebut APBD defisit.
Tabel 8 APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2012 - 2013 (dalam miliar rupiah) Pendapatan PAD Dana Perimbangan Lain-lain lain Pendapatan Daerah yang Sah Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan 2011 32.818 3.654 21.925 7.238 31.537 17.818 13.719 755 1.865 1.110
Sumber: DJPK
2012 21.127 3.561 14.469 3.096 21.740 13.183 8.557 614 1.239 625
2013 23.657 4.183 15.820 3.652 24.843 14.510 10.332 1.028 1.346 317
Pendapatan
Belanja
Pembiayaan
2011
2012
Sumber: DJPK
2013
Grafik 55 Alokasi APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2011 s.d. 2013
tahun 2011
mengalami surflus dengan pendapatan sebesar Rp. 32,818 triliun, belanja sebesar Rp. 31,537 triliun dan pembiayaan sebesar Rp.0,76 triliun. Pada tahun 2012 APBD Sulawesi Selatan n mengalami defisit dengan pendapatan sebesar Rp. 21,127 triliun,
58
belanja sebesar Rp. 21,740 triliun sehingga pembiayaan mencapai Rp, 0,6 triliun. Begitu pula pada APBD tahun 2013 ditargetkan pendapatan sebesar Rp 23,657 triliun, belanja sebesar Rp.24,843 triliun dengan target pembiayaan sebesar Rp. 1,028 triliun. Berdasarkan klasifikasi fungsi Klasifikasi APBD selain didasarkan atas klasifikasi ekonomi APBD juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi. Berdasarkan fungsi terdapat 10 fungsi dalam APBD suatu tu daerah. Fungsi-fungsi Fungsi fungsi tersebut adalah fungsi pelayanan umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan dan da fungsi perlindungan sosial
293 217 184 4386 122 88 83 2204 1869 1568 2194 2139 1726 340 271 304 1885 1598 1431 5892 6809
4000
6000
8000
Grafik 56 Alokasi APBD Sulsel Berdasarkan Klasifikasi Fungsi 2010-2012 2010 2012
APBD Sulawesi Selatan berdasarkan klasifikasi fungsi terlihat bahwa pada tahun 2010 fungsi yang mendapat alokasi dana terbesar adalah fungsi pelayanan umum dengan alokasi dana mencapai Rp. 5,492 triliun diikuti fungsi pendidikan sebesar Rp. 4.386 triliun, dan yang mendapat alokasi dana terkecil adalah fungsi pariwisata dan budaya yang hanya mendapat alokasi dana sebesar 0,083 triliun. triliun. Pada tahun 2011 fungsi yang mendapat alokasi dana terbesar adalah fungsi pendidikan dengan
59
alokasi dana mencapai Rp 5,892 triliun diikuti fungsi pelayanan umum sebesar Rp. 5,710 triliun, dan yang mendapat alokasi dana terkecil adalah fungsi pariwisata dan budaya yang hanya mendapat alokasi dana sebesar 0,088 triliun. Dan alokasi dana pada tahun 2012 fungsi yang mendapat alokasi dana terbesar adalah fungsi pelayanan umumn dengan alokasi dana mencapai Rp 7,587 triliun, diikuti fungsi pendidikan sebesar Rp. 6,809 triliun, dan yang mendapat alokasi dana terkecil adalah fungsi pariwisata dan budaya yang hanya mendapat alokasi dana sebesar 0,122 triliun. Berdasarkan klasifikasi urusan APBD diklasifikasikan menjadi 35 urusan daerah antara lain: transmigrasi, perindustrian, perdagangan, pariwisata, ESDM, pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan seterusnya.
60
Sumber: DJPK
Berdasarkan grafik terlihat bahwa alokasi APBD berdasarkan klasifikasi urusan lebih terinci dibandingkan dengan klasifikasi fungsi. Secara umum APBD berdasarkan klasifikasi urusan hampir sama dengan klasifikasi fungsi, terlihat bahwa pada tahun 2012 urusan yang mendapat alokasi terbesar adalah urusan pelayanan umum yaitu
61
Rp.7.334 triliun dan diikuti urusan pendidikan sebesar Rp. 6,696 triliun, serta urusan yang mendapat alokasi dana paling kecil adalah urusan statistik yang hanya mendapat alokasi sebesar 0,002 triliun. Alokasi Dana Transfer Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. 1. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2. Dana Alokasi Khusus (DAK) per bidang Dana Alokasi Khusus adalah alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus dibagi atas beberapa bidang antara lain bidang pertanian, bidang pendidikan, bidang kehutanan dan bidang kelautan dan perikanan. 3. Dana Bagi Hasil per jenis bagi hasil pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. DBH dibagi atas DBH Pajak, DBH Sumber Daya Alam dan DBH Cukai. 4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Dana otonomi khusus hanya diberikan kepada beberapa provinsi yang telah diatur secara khusus misalnya provinsi Aceh dan Papua. Sedangkan Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu.
62
1.075 341 981 1.177 424 989 1.270 1.227 1.455 9.844 12.033 13.755
5.000
Sumber: DJPK
10.000
15.000
Grafik 58 Alokasi Dana Transfer Sulawesi Selatan Tahun 2011-2013 2011 2013
Berdasarkan grafik tersebut di atas terlihat bahwa DAU merupakan komponen dana transfer terbesar yang diterima Sulawesi Selatan. Perbandingan DAU Sulawesi Selatan mengalami kenaikan setiap tahun yaitu pada tahun 2011 sebesar Rp. 9,884 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 12.033 triliun dan tahun 2013 sebesar Rp. 13,755 triliun. Sedangkan perbandingan alokasi DAK Sulawesi Sulawesi Selatan, yaitu tahun 2011 sebesar Rp. 1,270 triliun, tahun 2012 alokasi DAK turun menjadi Rp. 1,227 triliun dan pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi Rp. 1,455 triliun. Adapun perbandingan DBH Sulawesi Selatan selama tiga tahun terakhir yaitu ta tahun 2011 sebesar Rp. 1,177 triliun, tahun 2012 mengalami penurunan yang tajam menjadi Rp. 0,424 triliun, dan tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi Rp. 0,989 triliun. Adapun alokasi dana penyesuaian yang diterima Sulawesi Selatan selama tahun 2011 hingga tahun ahun 2013 mengalami penurunan yaitu semula dari tahun 2011 sebesar Rp. 3.069 triliun, turun menjadi sebesar Rp. 2,670 triliun pada tahun 2012 dan kembali turun pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 936 triliun.
63
280,89
2.621,56
Kekayaan Lainnya
Sumber: DJPK
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD tahun 2012 Provinsi Sulawesi Selatan secara agregat yang meliputi seluruh pemerintah provinsi, kabupaten dan kotamadya berjumlah Rp3.536,36Milyar. Komponen terbesar PAD tersebut mayoritas berasal dari Pajak Daerah dengan porsi 74,13%, sisanya berasal dari Retribusi Daerah 13,86%, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 4,06% dan Penerimaan lain-lain lain 7,94%.
Milyar
Agregat
PAD %
Bone 52,35
3.536,36
1,48%
Sumber: DJPK
PAD 2012 terutama berasal dari PAD Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 62,18% dan disusul Pemerintah Daerah Kotamadya Makassar sebesar 13,80%. Pemerintah Daerah lainnya masing-masing masing hanya berkontribusi dalam kisaran tidak sampai 1,5%. Sebagai contoh tiga kota utama di Provinsi Sulawesi Selatan yang sering menjadi barometer statistik Provinsi Sulsel oleh BPS hanya berkontribusi 1,49% dari Pemerintah Kotamadya Pare pare, 1,48% dari Peme Pemerintah Daerah Bone dan 1,02% dari Pemerintah Daerah Palopo. Data-data data ini menunjukkan belum optimalnya pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan PAD masing masing-masing. masing. Otonomi daerah yang diberikan dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat mandiri dalam memenuhi memenuhi kebutuhannya dengan mengandalkan potensi yang ada di masing-masing masing masing daerah lalu menggunakannya untuk sebesar-besarnya besarnya bagi kesejahteraan rakyat di daerah masing masing-masing. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan inovasi dan kreativitasnya dalam membangun untuk memberdayakan masyarakat memaksimalkan potensi daerah agar tercipta pertumbuhan ekonomi yang akhirnya akan meningkatkan PAD masing-masing masing pemerintah daerah. b. Rasio PAD dengan PDRB, Transfer, Belanja Daerah Rasio PAD dengan PDRB
Rasio PAD Dibanding PDRB Prov. Sulsel Agregat Prov, Kab, Kota
160.000,00 140.000,00 120.000,00
Milyar
Sumber : DJPK
Grafik 61 Rasio PAD Dibanding PDRB Prov. Sulsel Agregat Prov, Kab, Kota
Untuk mengetahui seberapa besar pemerintah daerah yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat dengan
65
membandingkan PAD dengan PDRB. Dalam grafik di atas dapat dilihat bahwa PAD di Prov. Sulawesi Selatan dan PDRB sama-sama mengalami peningkatan. Sebagai contoh tahun 2011 PAD sebesar Rp3.025,82M dan 2012 menjadi Rp3.536,35M atau terjadi peningkatan 16,87%. PDRB 2011 sebesar Rp137.389,8M menjadi 159.427 pada 2012 atau meningkat 16,04%. PAD dan PDRB sama-sama meningkat dalam kisaran angka 16%. Ini menunjukkan PAD meningkat secara alamiah mengikuti peningkatan yang terjadi pada PDRB, karena itu dapat diduga jika PDRB turun maka PAD juga akan turun secara alamiah. Persentase PAD terhadap PDRB baru mencapai 2,20% pada tahun 2011 dan menjadi 2,22% pada tahun 2012. Peningkatan rasio sebesar 0,02% dalam satu tahun ini relatif kecil bila dibandingkan dengan potensi yang bisa didapatkan dari PDRB Prov. Sulawesi Selatan yang selalu meningkat cukup tinggi bahkan pada tahun 2012 menjadi Provinsi yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi di Indonesia. PAD dengan dana transfer
Perbandingan PAD dengan Dana Transfer Agregat Prov, Kab, Kota Sulsel
Sumber: DJPK 20.000,00 18.000,00 16.000,00 14.000,00 12.000,00 10.000,00 8.000,00 6.000,00 4.000,00 2.000,00 0,00 2008 PAD Dana Transfer % PAD 1.927,95 10.444,89 18,46% 2009 1.991,51 10.641,78 18,71%
Sumber : DJPK
Milyar
Grafik 62 Perbandingan PAD dengan Dana Transfer Agregat Prov, Kab, Kota Sulsel
Grafik di atas menunjukkan perbandingan antara PAD dengan Dana Transfer Pemerintah Pusat untuk Prov. Sulsel. Dapat dilihat kecenderungan PAD yang makin meningkat dibandingkan dengan dana transfer, namun tahun 2012 terjadi penurunan hingga di bawah 20%. Hal ini menunjukkan ketergantungan yang sangat besar dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
66
Milyar
4.000,00 2.000,00 0,00 2008 Pegawai PAD 6.009,05 1.927,95 2009 6.796,33 1.991,51 2010 8.123,18 2.327,10 2011 9.648,27 3.025,82 2012 10.475,76 3.536,36
PAD pemerintah daerah ternyata belum dapat menutupi belanja pegawainya. Sampai dengan tahun 2012 PAD hanya mampu membiayai 33,757% dari total belanja pegawai seluruh pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan masih belum efektif dan efisien roda pemerintahan daerah. Jumlah pegawai yang relatif banyak membebani anggaran daerah untuk memenuhi kebutuhannya operasionalnya.
Milyar
3.000,00 2.000,00 1.000,00 Barang PAD 2008 2.175,61 1.927,95 2009 2.481,21 1.991,51 2010 2.590,79 2.327,10 2011 3.471,35 3.025,82 2012 3.980,08 3.536,36
Grafik diatas menunjukkan PAD relatif dapat mengimbangi kebutuhan belanja barang pada pemerintah daerah meskipun belum seluruhnya. Tahun 2012 PAD dapat memenuhi 88,85% kebutuhan belanja barang.
67
Milyar
Bila dibandingkan dengan kebutuhan belanja modal, maka PAD telah mencapai 96,30% dari kebutuhan belanja modal.
Milyar
Bila
dibandingkan
dengan
kebutuhan
belanja
lain-lain,
maka
PAD
bisa
menutupinya bahkan melebihi. Perbandingan PAD dengan Belanja lain-lain mencapai 145,59% dari kebutuhan belanja modal.
68
20.000,00
15.000,00
Milyar Rupiah
10.000,00
5.000,00
0,00
(5.000,00) 2008 Pendapatan Belanja Surplus/Defisit Pembiayaan 13.143,00 13.606,80 (463,80) 1.782,63 2009 13.681,70 14.433,40 (751,70) 1.543,73
Sumber: DJPK
Grafik 67 Komposisi Realisasi APBD Prov. Sulsel Agregat Prov, Kab, Kota
Perkembangan APBD daerah secara keseluruhan relatif lebih baik. Dalam 3 tahun terakhir terjadi surplus dalam APBD. Namun bila dibandingkan dengan kebutuhan pembangunan di daerah yang sangat tinggi, maka surplus APBD tersebut bisa diartikan sebagai kurang optimalnya kinerja pemerintah di daerah dalam mengalokasikan dana yang disediakan oleh pemerintah pusat untuk dimanfaatkan dalam pembangunan di daerah. Surplus yang terjadi tahun 2012 adalah sebesar Rp2.900,22M. Bila dibandingkan dengan PAD tahun 2012 yang sebesar Rp3.536,36M, maka surplus tersebut mencapai 82,01% PAD. Jumlah ini sangat besar untuk menjadi dana yang tidak terpakai (idle cash) sedangkan kebutuhan pembangunan di daerah sangat banyak yang harus diperhatikan. Surplus 2012 adalah 13,13% dari total pendapatan daerah Prov. Sulsel. Bila pendapatan daerah 2012 sebesar Rp22.084,9Milyar yang hanya digunakan atau dibelanjakan sebesar Rp19.184,68M (85,87%) dapat menghasilkan PDRB menjadi
69
Rp159.427M, maka ada kemungkinan PDRB akan semakin meningkat melebihi dari yang telah dicapai. Dana yang idle tersebut seharusnya dapat digunakan secara optimal khususnya untuk sektor-sektor yang menunjang produktivitas seperti infrastruktur, peningkatan kapasitas ekonomi unggulan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. d. Pengeluaran perjenis belanja
12.000,00 10.000,00
Milyar
8.000,00 6.000,00 4.000,00 2.000,00 0,00 2008 Pegawai Barang Modal Lain-lain 6.009,05 2.175,61 3.910,23 1.511,98 2009 6.796,33 2.481,21 3.941,03 1.214,85 2010 8.123,18 2.590,79 2.895,16 1.249,12 2011 9.648,27 3.471,35 3.737,24 1.285,22 2012 10.475,76 3.980,08 3.672,15 2.428,99
Sumber: DJPK Grafik 68 Komposisi Belanja APBD Prov. Sulsel Agregat Prov, Kab, Kota
Pengeluaran tahun 2012 didominasi oleh Belanja pegawai mencapai 50,96%, sisanya merupakan Belanja Barang 19,36%, Belanja Modal 17,86% dan Belanja lain-lain 11,82%. Komposisi belanja 2012 tersebut menunjukkan APBD daerah masih belum produktiv. Lebih dari separuh APBD hanya digunakan untuk membayar keperluan pegawai pemerintah daerah.
Milyar
Sumber:DJPK
Grafik diatas menunjukkan komposisi Belanja Modal Daerah Prov. Sulsel tahun 2012. Terlihat bahwa dari total Belanja Modal sebesar Rp3.672,15M sebagian besar digunakan untuk pembangunan dan atau rehabilitasi Jalan/Jembatan/Irigasi dengan prosentase sentase 42,25%, untuk gedung 30,65%, Peralatan dan Mesin 16,14%, Aset lain 6,73%, Tanah 2,3% dan Aset Tetap lainnya 1,94%. 1 Pemerintah Daerah di Prov. Sulsel agar lebih fokus untuk mengalokasikan dana belanja modal pada pembangunan/rehabilitasi infrastruktur seperti Jalan, Jembatan dan Irigasi. Keberhasilan pembangunan infrastruktur yang baik akan memberikan efek pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan lebih optimal.
42,25%
30,65%
Aset Lain
Sumber: DJPK
e. Analisis APBD di 4 Kota Utama Prov. Sulawesi Selatan Di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 4 kota utama yang dijadikan barometer statistik Provinsi Sulsel oleh BPS yaitu Makassar, Pare pare, Palopo dan Bone. Oleh karena itu dilakukan juga analisis pada APBD ke-empat ke empat pemerintah daerah tersebut ditambah dengan Pemerintah Prov. Sulsel.
71
Milyar
Sumber: DJPK
PAD 2012 sebesar Rp3.536,36M sebagian besar berasal dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 62,18% dan Pemerintah Daerah Kotamadya Makassar sebesar 13,80%. Selebihnya yaitu 24,02% adalah kontribusi dari Pemerintah Daerah lainnya yang masing-masing dalam kisaran tidak sampai 1,5%. Sebagai contoh tiga pemerintah daerah lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan adalah Pemerintah Kotamadya Pare pare dengan PAD 1,48%, Pemerintah Daerah Bone 1,48% dan Pemerintah Daerah Palopo 1,02% dari total PAD di Prov. Sulsel. Kontribusi PAD pemerintah daerah dapat dilihat pada grafik di atas. Hal ini menunjukkan bahwa dari 25 pemerintah daerah yang ada di Prov. Sulsel, sebagian besar belum dapat menggali potensi pendapatan daerahnya dengan optimal. Pemerintah Daerah yang telah memiliki otonomi sejak lama masih sangat tergantung pada anggaran dari pemerintah pusat dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya.
72
Milyar
Sumber: DJPK
Alokasi dana transfer dari pemerintah pusat kepada prov. Sulsel ditunjukkan dalam grafik alokasi dana transfer ke pemerintah daerah. Lima pemerintah daerah di Prov. Sulsel mendapatkan 32,11% dari total dana transfer sebesar Rp18.114,92M untuk Prov. Sulsel. Sisanya dibagi-bagi untuk 19 Pemerintah daerah.
Milyar
12.000,00 10.000,00 8.000,00 6.000,00 4.000,00 2.000,00 Agregat TRANSFER PAD % PAD 18.114,92 3.536,36 19,52% Prov 2.233,55 2.198,78 98,44% Makasar 1.511,16 487,90 32,29% Palopo 480,37 36,21 7,54% Pare 471,10 52,63 11,17% Bone 1.120,83 52,35 4,67%
Sumber: DJPK
Ketergantungan terhadap anggaran dari pemerintah pusat dapat dilihat dalam grafik perbandingan PAD dengan Dana Transfer. Secara agregat PAD hanya mencapai 19,52% dari dana transfer. Untuk Pemprov Sulsel PADnya mencapai 98,44% dari dana transfer, secara relatif mulai menunjukkan kemandirian dalam membiayai diri sendiri. Pemko Makassar 32,29% merupakan persentase PAD
73
terbesar kedua namun hal ini belum menunjukkan kemandirian yang cukup. Pemko Parepare PADnya 11,17%, Pemda Palopo 7,54% dan Pemda Bone 5,67% dan juga 19 pemda lainnya yang persentase PADnya dibandingkan dana transfer ke masing-masing daerah relatif kecil, menunjukkan masih belum mandiri dalam usaha membiayai daerahnya masing-masing. Alokasi Belanja pada pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan ditunjukkan dalam 2 grafik di bawah ini.
Milyar
15.000,00 10.000,00 5.000,00 Agregat BELANJA % 19.184,6 Prov 3.927,07 20,47% Makasar 1.963,53 10,23%
Sumber: DJPK
Tampak pada grafik di atas Alokasi belanja di Prov. Sulsel di dominasi oleh belanja 5 pemerintah daerah. Pemprov. Sulsel alokasi belanjanya 20,47% dari agregat belanja. Selanjutnya Pemko Makassar 10,23%, Pemko Pare 2,48%, Pemko Palopo 3,74% dan Pemda Bone 5,79%. Total belanja ke 5 pemda tersebut adalah 41,71%. 19 Pemda lainnya alokasi belanjanya 58,29%.
Milyar
2.000,00 1.500,00 1.000,00 500,00 Agregat MODAL % 3.251,16 Prov 377,15 11,60% Makasar 318,62 9,80%
Sumber: DJPK
Tampak pada grafik di atas alokasi belanja modal di Provinsi Sulawesi Selatan didominasi oleh belanja 5 Pemerintah Daerah. Pemprov. Sulsel alokasi belanjanya 11,47% dari agregat belanja. Selanjutnya Pemkot Makassar 9,80%, Pemkot Parepare 2,44%, Pemkot Palopo 3,01% dan Pemda Bone 5,97%. Total belanja ke 5 Pemda tersebut adalah 32,82%. 19 Pemda lainnya alokasi belanjanya 67,18%.
75
A. Pengelolaan BLU Definisi Badan Layanan Umum adalah Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 1. BLU Pusat a. Profil dan jenis layanan satker BLU pusat Terdapat 10 BLU di wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan 6 BLU di sektor pendidikan dan 4 BLU di sektor kesehatan. Satker-satker BLU Pusat Sulawesi Selatan sebagaimana tabel berikut. Tabel 9 Daftar BLU di Sulawesi Selatan NO Jenis BLU/ Nama BLU I Pendidikan Universitas Hasanuddin Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Politehnik Ilmu Pelayaran Makassar Politehnik Kesehatan Makassar II Kesehatan RS Wahidin RS Kusta Dr Tadjuddin Khalid RS Bhayangkara Tingkat II Mappa Oddang Makassar Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar Balai besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar Balai Kesehatan Mata Masyarakat Makassar
1 2 3 4 1 2 3 4 5 6
Satker-satker BLU di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan semuanya berada di Kotamadya Makassar. Satker BLU sektor pendidikan menyediakan pelayanan utamanya berupa jasa pendidikan bagi masyarakat. Satker BLU sektor Kesehatan menyediakan pelayanan kepada masyarakat di bidang Rumah Sakit dan pelayanan medis lainnya seperti pemeriksaan kesehatan dan laboratorium. b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU pusat Selama dua tahun terakhir satker-satker BLU di Provinsi Sulawesi Selatan telah
76
mengalami banyak perkembangan. Hal ini terlihat dari peningkatan aset satker BLU Tahun 2012 sebesar 12,25% atau dari Rp5,493 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp6,166 triliun di tahun 2012.
Naik 12,25%
2012
Perkembangan aset ini bila difokuskan lagi pada masing-masing sektor layanan satker BLU sebagaimana dalam grafik 59 maka dapat diketahui bahwa aset pada satker BLU Kesehatan lebih tinggi dari pada aset pada BLU Pendidikan. Aset Satker BLU Kesehatan pada tahun 2011 besarnya 4,77 kali dibanding aset Satker BLU Pendidikan dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 4,89 kali. Perkembangan Aset Satker BLU Sektor Kesehatan pada tahun 2012 meningkat 12,77% atau dari Rp4,54 triliun pada 2011 menjadi Rp5,12 triliun. Sedangkan peningkatan aset satker BLU Sektor Pendidikan hanya meningkat 9,80% atau dari Rp0,95 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp1,046 triliun pada tahun 2012.
6,000E+12
4,000E+12
2,000E+12
9,528E+11
1,046E+12
0,000E+00 Kesehatan
Sumber: KPPN
Pendidikan
77
Perkembangan Pagu RM Satker BLU sektor kesehatan di Sulawesi Selatan dari tahun 2011 s.d. 2013 terus mengalami penurunan dengan rata-rata 17,91% per tahun. Pagu RM pada tahun 2011 sebesar Rp1,489 triliun turun 11,97% menjadi Rp1,311 triliun tahun 2012 kemudian pada tahun 2013 turun lagi sebesar 23,85% menjadi Rp0,983 triliun. Perkembangan Pagu RM Satker BLU sektor pendidikan di Sulawesi Selatan dari tahun 2011 s.d. 2013 terus mengalami kenaikan dengan rata-rata 10,41% per tahun. Pagu RM pada tahun 2011 sebesar Rp197 miliar naik 17,62% menjadi Rp232 miliar tahun 2012 kemudian pada tahun 2013 naik lagi sebesar 3,20% menjadi Rp239 miliar.
2011
2012
2013
1,973E+112,320E+112,394E+11
Pendidikan
Perkembangan Pagu PNBP Satker BLU sektor kesehatan di Sulawesi Selatan dari tahun 2011 s.d. 2013 berfluktuasi. Pagu PNBP pada tahun 2011 sebesar Rp344 miliar turun tipis 0,88% menjadi Rp341 miliar tahun 2012 kemudian pada tahun 2013 naik sebesar 5,58% menjadi Rp361 miliar. Perkembangan Pagu PNBP Satker BLU sektor pendidikan di Sulawesi Selatan dari tahun 2011 s.d. 2013 juga mengalami fluktuasi. Pagu PNBP pada tahun 2011 sebesar Rp236 miliar naik 8,91% menjadi Rp257 miliar tahun 2012 kemudian pada tahun 2013 turun sebesar 3,6% menjadi Rp248 miliar.
78
3,616E+11 2,366E+11
2011 2,577E+11
2012 2,484E+11
Pendidikan
c. Kemandirian BLU Salah satu tujuan diberikannya status BLU kepada satuan kerja adalah untuk mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government). Oleh karena itu satker BLU didorong untuk menciptakan kemandirian terhadap dirinya sendiri. Kemandirian tersebut dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu rupiah murni (RM).
PNBP RM
25,63%
29,53%
74,37%
70,47%
Sumber: KPPN
Grafik 80 Rasio Total Pagu RM & PNBP Satker BLU di Sulawesi Selatan
Pada satker-satker BLU di Sulawesi Selatan baru terdapat satu satker BLU yang telah memiliki porsi pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya. Dalam tahun 2012,
79
secara rata-rata, pagu PNBP satker BLU baru mencapai 29,53%, sebagian besar pagu anggaran satker BLU masih bergantung pada RM sebesar 70,47%. Pagu PNBP tersebut hanya meningkat 3,9% dibanding tahun 2011. Perkembangan pagu PNBP Satker BLU untuk masing-masing sektor yaitu pendidikan dan kesehatan dapat dilihat dalam 2 grafik di bawah ini. Perkembangan pagu PNBP Tahun 2012 Satker BLU sektor pendidikan
sebagaimana ditunjukkan grafik berikut secara rata-rata hanya meningkat sebesar 2,53%, berarti ketergantungan pada RM masih sangat besar yaitu 78,68%.
81,20%
78,68%
2011
Sumber: KPPN
2012
Grafik 81 Rasio Pagu RM & PNBP Satker BLU Pendidikan di Sulawesi Selatan
Pagu PNBP per satker BLU sektor pendidikan digambarkan dalam grafik berikut.
88,74% 87,62%
90,56%
78,73%
0,00%
RM
PNBP
Sumber : KPPN
Sampai dengan tahun 2012, pagu PNBP tertinggi dari 4 satker BLU pendidikan di Prov. Sulsel adalah PIP Makassar yang mencapai 27,04%. Perkembangan pagu PNBP Satker BLU sektor kesehatan sebagaimana
ditunjukkan grafik berikut tampak lebih baik dibandingkan dengan sektor pendidikan. Secara rata rata-rata rata satker BLU sektor kesehatan pagu PNBPnya telah melebihi pagu RM walaupun belum mencapai 65%. Pagu PNBP sektor kesehatan tahun 2012 mencapai 55,66% dibandin dibandingkan gkan pagu RM sebesar 44,34%. Pagu PNBP 2012 meningkat tipis sebesar 1,13% dibanding tahun 2011 dengan pagu PNBP sebesar 54,53% dan RM sebesar 45,47%.
45,47%
44,34%
Grafik 83 Rasio Pagu RM & PNBP Satker BLU Kesehatan Sulawesi Selatan Pagu PNBP per satker BLU sektor kesehatan digambarkan dalam grafik berikut.
PNBP
RM
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Sumber:KPPN
Dalam grafik diatas dapat dilihat bahwa satker BLU Kesehatan yang pagu PNBPnya lebih besar dari pagu RM adalah RS. Bhayangkara Makassar sebesar 79,96% pada tahun 2012 dan 66,52% pada tahun 2011. Penerimaan PNBP tersebut bahkan melebih 65%. Satker Satker-satker satker lainnya penerimaan PNBP 2012 meningkat dibanding 2011. Semua satker BLU PNBPnya diatas 20% kecuali satker BBKPM yang g tahun 2012 PNBPnya baru mencapai 11,66%. Berdasarkan data-data data pagu PNBP dan RM Satker-satker Satker satker BLU di Prov. Sulsel maka dapat disimpulkan bahwa satker-satker satker satker BLU di sektor kesehatan lebih mandiri dibandingkan satker-satker satker satker BLU sektor pendidikan karena porsi por pagu PNBP lebih besar dari RM yang menunjukkan ketergantungan pada RM semakin menurun. d. Efektivitas Satker BLU Satker BLU dapat dinilai efektifitasnya mendapatkan PNBP. Efektivitas ini dilihat dari seberapa besar PNBP yang diperoleh bila dibandingkan dibandingkan dengan kemampuan asetnya. Makin besar rasio PNBP dibanding aset maka secara relatif dapat dikatakan bahwa satker BLU telah melaksanakan tugasnya lebih efektif.
5,120E+12 4,541E+12
3,446E+11
3,416E+11
2011
Sumber: KPPN
2012
Pada BLU sektor Pendidikan dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 dengan aset Rp4,541 triliun dapat menghasilkan PNBP sebesar Rp344,6 miliar atau sekitar 7,59%, sedangkan pada tahun 2012 dengan aset Rp5,12 triliun dapat menghasilkan PNBP sebesar Rp341,6 miliar atau sekitar 6,67%. ,67%. Terlihat bahwa dari tahun 2011 ke tahun 2012 Satker BLU sektor pendidikan mengalami sedikit penurunan efektifitas, disaat aset meningkat 12,77% namun penerimaan PNBP menurun.
82
9,528E+11
2011
Sumber: KPPN
2012
Pada BLU sektor r kesehatan dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 dengan aset Rp9,528 miliar dapat menghasilkan PNBP sebesar Rp236,6 miliar atau sekitar 24,83%, sedangkan pada tahun 2012 dengan aset Rp1,046 triliun dapat menghasilkan PNBP sebesar Rp291,2 miliar atau sekitar 27,83%. Terlihat bahwa dari tahun 2011 ke tahun 2012 Satker BLU sektor kesehatan mendapatkan PNBP yang jumlahnya meningkat 3%. Selain itu rasio PNBP terhadap aset yang dicapai diatas 20%. Hal ini secara relatif menunjukkan efektifitas kinerja satker BLU s sektor kesehatan yang cukup baik.
Tabel 10 Perbandingan Aset dengan PNBP Satker BLU Kesehatan
Tabel Perbandingan Aset Dengan PNBP Satker BLU Kesehatan Nama Satker BLU RS Wahidin 2011 RS Wahidin 2012 RS Kusta 2011 RS Kusta 2012 RS Bhayangkara 2011 RS Bhayangkara 2012 BBLK Makassar 2011 BBLK Makassar 2012 BBKPM Makassar 2011 BBKPM Makassar 2012 BKMM Makassar 2011 BKMM Makassar 2012 Aset 703,898,061,944 755,332,158,410 90,942,354,906 114,578,705,512 63,385,599,846 71,832,201,639 25,612,394,730 26,782,477,730 53,191,677,886 57,151,910,366 15,757,145,003 20,448,484,276 PNBP 68,352,260,000 06,843,837,000 9,718,145,000 4,398,510,000 40,352,636,000 46,633,770,000 2,563,301,000 3,000,000,000 1,317,000,000 2,107,096,000 4,300,000,000 8,201,667,000 % 23.92% 27.38% 21.68% 21.29% 63.66% 64.92% 10.01% 11.20% 2.48% 3.69% 27.29% 40.11%
aset adalah Rumah Sakit Bhayangkara Makassar yaitu sebesar 64,92% pada tahun 2012 dan 63,66% pada tahun 2011. Perbandingan aset dengan PNBP satker BLU kesehatan digambarkan dalam grafik di bawah ini.
8.201.667.000 20.448.484.276 4.300.000.000 15.757.145.003 2.107.096.000 57.151.910.366 1.317.000.000 53.191.677.886 3.000.000.000 26.782.477.730 2.563.301.000 25.612.394.730 46.633.770.000 71.832.201.639 40.352.636.000 63.385.599.846 24.398.510.000 114.578.705.51 2 19.718.145.000 90.942.354.906 206.843.837.00 0 168.352.260.00 0 755.332.158.41 0 703.898.061.94 4
PNBP Aset
0,00E+00
5,00E+11
Sumber: KPPN
1,00E+12
Tabel 11 Tabel Perbandingan Aset Dengan PNBP Satker BLU Pendidikan Nama Satker BLU Unhas 2011 Unhas 2012 UIN Makassar 2011 UIN Makassar 2012 PIP Makassar 2011 PIP Makassar 2012 Poltekes Makassar 2011 Poltekes Makassar 2012 Aset PNBP % 2,857,488,435,699 277,240,000,000 9.70% 3,203,977,487,694 265,000,000,000 8.27% 1,112,915,598,803 1,184,013,783,684 346,923,338,292 458,230,385,741 223,344,325,361 274,164,757,310 34,468,297,000 3.10% 52,279,310,000 4.42% 23,966,764,000 6.91% 27,217,781,000 5.94% 8,968,520,000 4.02% 10,794,628,000 3.94%
84
Dari
satker
BLU
Pendidikan,
persentase
tertinggi
penerimaan
PNBP
dibandingkan aset adalah Universitas Hasanuddin yaitu sebesar 9,7% pada tahun 2012 dan 8,27% pada tahun 2011. Perbandingan aset dengan PNBP satker BLU pendidikan digambarkan dalam grafik di bawah ini.
27.217.781.000
PIP Makassar 2012 PIP Makassar 2011
52.279.310.000
UIN Makassar 2012 UIN Makassar 2011
PNBP Aset
2.000.000.000.000
Sumber : KPPN
Dari data-data data perbandingan antara aset dengan PNBP satker BLU di atas, maka dapat disimpulkan bahwa satker-satker satker BLU sektor tor kesehatan lebih efekti efektif dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki (aset) untuk mendapatkan penerimaan PNBP. e. Profil dan jenis layanan satker PNBP Tahun 2012 terdapat erdapat 83 satker yang pendanaannya dari PNBP selain RM. Tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 76 satuan kerja. . Belum ada satker PNBP yang akan menjadi satker BLU. Hal ini dikarenakan satker bersangkutan belum mengajukan diri sebagai satker BLU. Selain itu satker-satker satker satker PNBP tersebut belum memenuhi persyaratan untuk menjadi satker BLU sebagaimana yang ditetapkan
85
dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, terutama dari sisi jumlah penerimaan PNBP (pagu PNBP) untuk membiayai pengeluaran satker bersangkutan yang masih sangat kecil dibandingkankan pagu RM. Selain itu jenis layanan yang diberikan satker PNBP tersebut bukan merupakan kebutuhan masyarakat banyak sehingga konsumennya sedikit dan pelayanan bersifat perijinan tanpa saingan usaha (monopoli) seperti Kantor Pertanahan, Kantor Imigrasi dan kantor pelabuhan. f. Potensi satker PNBP menjadi satker BLU Dari 76 satker pengelola PNBP tahun 2013 yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan tidak ada satker yang berpotensi untuk menjadi satker BLU. Hal ini dikarenakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi satker BLU sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah nomor 23 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
2. BLU Daerah a. Profil dan jenis layanan satker BLU daerah Terdapat 4 (empat) BLU Daerah di Sulawesi Selatan yang semuanya bergerak di sektor kesehatan. Kepemilikan keempat BLU Daerah tersebut milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Profil BLU Daerah tersebut tampak pada tabel berikut :
Tabel 12 Profil BLU Daerah di Sulawesi Selatan
Dari 4 (empat) BLU Daerah yang memiliki aset terbesar adalah RSUD Haji kemudian, RSUD Labuang Baji, RSKDIA Siti Fatimah dan terakhir RSKD Ibu dan Anak Pertiwi sesuai grafik dibawah ini :
86
b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU Daerah BLU Daerah yang berada di Sulawesi Selatan mulai menjadi BLU Daerah terhitung Januari 2013. Aset BLU Daerah masih terdiri aset dari Pemda dan telah mengalami perkembangan walaupun baru tahun 2013 menjadi BLU Daerah. Perkembangan aset BLU hanya RSKD Ibu dan Anak Pertiwi, dimana terjadi kenaikan Aset sebesar 0,1% dari Rp. 22.999 juta menjadi Rp. 23.023 juta seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 13 Perkembangan Aset BLU Daerah
Selama dua tahun terakhir BLU Daerah di sektor kesehatan telah mengalami banyak perkembangan. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase pagu PNBP
87
sebesar 37,02% dari total pagu. pagu. Perkembangan pagu Rupiah Murni dan PNBP BLU Daerah tahun 2012 dan tahun 2013 terlihat pada tabel berikut.
Tabel 15 Perkembangan Pagu BLU Daerah
Salah satu tujuan diberikannya status BLU kepada satuan kerja adalah untuk mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government). Oleh karena itu satker BLU didorong untuk menciptakan kemandirian terhadap dirinya sendiri. Kemandirian tersebut dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu rupiah murni (RM). Terlihat bahwa porsi Rupiah Murni Murni semakin berkurang. c. Analisis legal Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah terdapat beberapa peraturan yang mengatur bahkan sampai ke tingkat Gubernur. Peraturan-peraturan peraturan tersebut telah sinkron dengan peraturan induk pengelolaan BLU yaitu PP no nomor 23/2005 jo PP nomor 74/2012 tentang Pengelolaan BLU dan Permendagri nomor 61/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLU Daerah. Beberapa peraturan daerah yang menjadi dasar pelaksanaan pengelolaan BLU Daerah terlihat pada tabel berikut:
Tabel 16 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah Sulawesi Selatan
88
B. Manajemen Investasi Di Provinsi Sulawesi Selatan juga terdapat investasi pemerintah khususnya penerusan pinjaman (Subsidiary Loan Agreement) dan RDI/RPD/PRJ. 1. Penerusan pinjaman Salah satu investasi adalah (Subsidiary Loan penerusan pinjaman pemerintah pusat
No
1 2 3 4 6 7 8 9 10 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 27 28 29 30 31 33 34 35
Nomor SLA
SLA-EKS BI-12/009 SLA-998/DP3/1997 SLA-993/DP3/1997 SLA-991/DP3/1991 SLA-989/DP3/1997 SLA-987/DP3/1997 SLA-986/DP3/1997 SLA-985/DP3/1997 SLA-984/DP3/1997 SLA-980/DP3/1997 SLA-979/DP3/1997 SLA-925/DP3/1996 SLA-833/DP3/1995 SLA-792/DP3/1995 SLA-429/DDI/1988 SLA-159/DDI/1984 SLA-1224/DSMI/2009 SLA-1215/DP3/2008 SLA-1205/DP3/2006 SLA-1202/DP3/2006 SLA-12/032/IBRD/PP SLA-12/032/IBRD/PP SLA-1051/DP3/1998 SLA-1042/DP3/1998 SLA-1041/DP3/1998 SLA-1027/DP3/1998 SLA-1026/DP3/1998 SLA-1018/DP3/1998 SLA-1015/DP3/1998 SLA-1014/DP3/1998
Penerima SLA
PEMKO MAKASAR PEMKAB. BARRU PEMKAB. BANTAENG PEMKAB. JENEPONTO PDAM KAB SINJAI PEMKAB. PINRANG PDAM KAB PINRANG PDAM KAB WAJO PEMKAB. WAJO PDAM KAB BONE PEMKAB SOPPENG PEMPROP SULSEL PEMKO MAKASAR PDAM KOTA MAKASAR PDAM KOTA MAKASAR PEMKO MAKASAR PEMKAB. BARRU PEMKOT. PALOPO PEMKO PARE-PARE PEMKAB SIDRAP PDAM PARE-PARE PDAM PARE-PARE PEMKAB PANGKEP PDAM KAB SIDRAP PDAM KAB GOWA PDAM KAB BULUKUMBA PDAM KOTA PALOPO PEMKAB GOWA PDAM KAB TAKALAR PEMKAB. TAKALAR
Jumlah SLA
2.711,23 1.227,41 2.584,89 1.714,96 471,91 2.413,97 696,64 1.291,93 2.767,51 664,16 1.848,97 8.322,90 15.892,89 159.257,25 17.858,76 6.901,00 45.795,47 43.974,70 41.068,32 34.111,30 1.598,63 158,00 938,08 849,90 1.773,13 984,07 1.307,81 2.005,44 333,85 826,10
Pembayaran Pokok
2.006,26 1.227,41 1.723,26 571,65 1.931,18 1.845,00 365,29 1.848,97 8.322,90 3.589,33 66.234,56 17.858,76 897,26 5.112,18 4.548,17 181,36 20,10 713,27 1.684,47 1.056,30 2.005,44 89,03 523,20
Sisa Pinjaman
704,98 861,63 1.143,31 471,91 482,79 696,64 1.291,93 922,50 298,87 12.303,56 93.022,69 6.003,73 45.795,47 43.974,70 35.956,14 29.563,12 1.417,27 137,90 224,81 849,90 88,66 984,07 251,50 244,83 302,90
89
36 37 38 39 40 41
PDAM KAB PANGKAJENE PDAM KAB JENEPONTO PEMKAB TANATORAJA PDAM KAB TANATORAJA PDAM KAB BARRU PDAM KAB ENREKKANG JUMLAH
1.861,96 126.217,32
Berdasarkan SLA tersebut diatas selama Triwulan I tahun 2013 dilakukan Pembayaran Angsuran Pokok SLA. Perkembangan pembayaran angsuran pokok selama Triwulan I tahun 2013 terlihat pada tabel berikut :
Tabel 18 Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA Sulawesi Selatan Triwulan I Tahun 2013
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Nomor SLA
SLA-1015/DP3/1998 SLA-1047/DP3/1998 SLA-1051/DP3/1998 SLA-1205/DP3/2006 SLA-979/DP3/1997 SLA-1026/DP3/1998 SLA-1215/DP3/2008 SLA-1041/DP3/1998
Penerima SLA
Januari 2012
PDAM KAB TAKALAR PEMKAB POLMAS PEMKAB PANGKEP PEMKO PARE-PARE PEMKAB SOPPENG PDAM KOTA PALOPO PEMKOT. PALOPO PDAM KAB GOWA 11.128.432,98 11.128.432,98
Pembayaran Pokok
Pebruari 2012
49.484.640,00 37.195.398,25 1.382.928.515,37 50.300.228,80 1.519.908.782,42
Maret 2012
88.656.552,52 88.656.552,52
JUMLAH
Pada Triwulan I Pembayaran Pokok Angsuran untuk pinjaman SLA hanya dilakukan oleh 8 debitur dari 41 debitur se-Sulawesi Selatan saja. Hal ini dikarenakan pinjaman tersebut belum jatuh tempo. Sedangkan pembayaran bunga dan denda selama Triwulan I tahun 2013 terlihat bahwa Pemerintah Kota Palopo melakukan pembayaran terbanyak sebesar Rp 3 milyar di bulan Maret 2013 dikuti Pemerintah Kota Pare Pare sebesar Rp 1,5 milyar pada bulan Pebruari 2013. Perkembangan Pembayaran Bunga dan Denda SLA Triwulan I tahun 2013 di Propinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:
90
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 19 Perkembangan Pembayaran Bunga dan Denda SLA Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I Tahun 2013 Nomor SLA Penerima SLA Pembayaran Bunga dan Denda Januari Pebruari Maret
SLA-1015/DP3/1998 SLA-1047/DP3/1998 SLA-1051/DP3/1998 SLA-1205/DP3/2006 SLA-979/DP3/1997 SLA-1026/DP3/1998 SLA-1215/DP3/2008 SLA-1041/DP3/1998 PDAM KAB TAKALAR PEMKAB POLMAS PEMKAB PANGKEP PEMKO PARE-PARE PEMKAB SOPPENG PDAM KOTA PALOPO PEMKOT. PALOPO PDAM KAB GOWA JUMLAH 7.328.567,02 7.328.567,02 23.774.620,00 15.735.366,87 1.523.501.661,63 67,25 15.104.040,92 1.578.115.756,67 3.000.000.000,00 5.237.509,36 3.005.237.509,36 -
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa pada bulan Januari, Pebruari dan Maret masih terdapat Pemda yang tidak membayar bunga demikian juga dengan tahun 2011 dan tahun 2012 untuk itu Direktorat Jenderal Perbendaharaan cq. Direktorat Sistem Manajemen Investasi telah melakukan teguran antara lain dengan surat nomor S535/PB.4/2013 tanggal 11 April 2013 yang ditujukan kepada Direksi PDAM Kab Bone dan surat nomor S-542/PB.4/2013 tanggal 11 April 2013 yang ditujukan kepada Walikota Makassar.
2. RDI/RPD/PRJ
Pembangunan Daerah (RPD) dan Perjanjian (PRJ). Terdapat 24 jenis RDI/RPD/PRJ yang terdiri dari 1 (satu) RDI, 22 (dua puluh dua) RPD dan 1 (satu) RPJ. RDI/RPD adalah hasil pengembalian dana SLA yang ditampung dalam RDI/RPD. Dana yang tertampung dalam dua rekening tersebut tidak disetorkan ke kas Negara melainkan dipinjamkan kembali kepada debitur seperti PEMDA, BUMD dan BUMN dengan bentuk pinjaman seperti RDI/RPD/PRJ. Namun sejak tahun 2007 BPK merekomendasikan bahwa semua pengeluaran Negara harus melalui mekanisme APBN, sehingga sejak saat itu pemerintah tidak menyalurkan pinjaman lagi dari dua rekening tersebut, karena semua sudah masuk ke kas negara. Sehingga pinjaman yang ada hanya merupakan pengembaliannya saja.
91
No
Nomor RDA/RDI/RPD
RDA-327/DP3/2006 RDA-326/DP3/2005 RDA-294/DP3/1997 RDA-291/DP3/1997 RDA-283/DP3/1997 RDA-277/DP3/1996 RDA-271/DP3/1997 RDA-261/DP3/1997 RDA-246/DP3/1996 RDA-242/DP3/1996 RDA-204/DP3/1994 RDA-19/DDI/1988 RDA-176/DP3/1994 RDA-115/DP3/1993 RDA-090/DDI/1992 RDA-066/DDI/1991 RDA-037/DDI/1990
RDA.P5-23A/DP3/1993 RDA.P5-123/DP3/1993 RDA.P5-118/DP3/1993 RDA.P5-113/DP3/1993
Penerima RDA/RDI/RPD
PEMKAB BONE PEMKAB SOPPENG PDAM KAB TANATORAJA PDAM KAB KOLAKA PEMKAB GOWA PEMKAB PANGKEP PDAM KAB PINRANG PDAM KAB POLMAS PDAM KAB PANGKAJENE PEMKAB MAROS PDAM KAB SOPPENG PDAM KOTA MAKASAR PDAM KAB WAJO PEMKO MAKASAR PDAM KAB SINJAI PEMKO PARE-PARE PDAM KOTA MAKASAR PEMKOT. PALOPO PDAM KOTA PALOPO PDAM KAB BONE PEMKAB BONE JUMLAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
28.892,55 9.899,44 6.938,64 1.491,40 2.045,92 2.445,39 3.605,90 6.129,95 4.709,62 3.349,06 2.075,77 2.232,50 2.751,79 11.988,22 1.221,16 8.973,05 348,21 1.333,46 4.664,74 2.187,02 2.367,24 109.651,03
11.557,02 7.089,75 2.045,92 2.445,39 3.349,06 17,05 2.232,50 91,55 1.598,43 117,50 5.729,71 348,21 1.333,46 4.509,25 1.458,01 2.288,33 46.211,14
17.335,53 2.809,69 6.938,64 1.491,40 3.605,90 6.129,95 4.709,62 0,00 2.058,72 2.660,24 10.389,79 1.103,65 3.243,34 155,49 729,01 78,91 63.439,89
Perkembangan pengelolaan RDA selama Triwulan I tahun 2013 terlihat pada tabel berikut:
Tabel 21 Data Pengelolaan RDI/RDA/PRD/PRJ Bulan Januari s.d. Maret 2013
92
PDAM KOTA PEMKAB PEMKAB BONE PEMKAB BONE PALOPO SOPPENG RPH Denda Bunga 83,10 4,19 2.463,57 1.018,94 240,01 98,59 3.300,83 0,00 491,13
Berdasarkan Perkembangan Pembayaran terdapat kredit macet yang disebabkan karena kondisi bisnis dan juga kondisi keuangan perusahaan daerah penerima SLA, untuk itu telah dilakukan teguran-teguran teguran oleh Direktorat jenderal Perbendaharaan cq. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, antara lain surat nomor S-543/PB.4/2013 543/PB.4/2013 tanggal 11 April 2013 yang ditujukan kepada Walikota Parepare, surat nomor S-544/PB.4/201 S 544/PB.4/2013 tanggal 11 April 2013 yang ditujukan kepada Direksi PDAM Kota Palopo dan surat Nomor S-669/PB.4/2013 669/PB.4/2013 yang ditujukan kepada Direksi PDAM Kabupaten Tanatoraja. Berikut disajikan tabel kredit macet berdasarkan sumber pinjaman:
93
Sumber Pinjaman No Uraian PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI (SLA) No. Pinjaman 1 PDAM KAB BONE 2 PDAM KAB GOWA 3 PDAM KOTA PALOPO SLA-980/DP3/1997 SLA-1041/DP3/1998 SLA-1026/DP3/1997 SLA-429/DDI/1988 4 PDAM KOTA MAKASAR SLA-792/DP3/1995 Jumlah PINJAMAN DALAM NEGERI (RDA,RPD,RDI,PRJ) No. Pinjaman Jumlah 2.187.020.573,96 Jumlah 2.851.175.708,96 1.773.131.050,43 4.664.737.762,83 1.930.000.000,00 2.232.500.000,00 348.207.187,50 5.972.543.711,60 19.788.755.808,22 161.489.750.884,79 348.207.187,50 1.528.313.088,36 RDA-242/DP3/1996 SLA-1051/DP3/1998 SLA-987/DP3/1997 938.077.349,54 RDA-277/DP3/1996 2.413.972.451,06 185.741.461.716,17 17.156.911.607,90 3.349.055.291,68 2.445.390.791,93 3.349.055.291,68 3.383.468.141,47 2.413.972.451,06 202.898.373.324,07
664.155.135,00 RDA.P5-118/DP3/1993 1.773.131.050,43 1.307.805.948,77 RDA.P5-123/DP3/1993 17.858.755.808,22 PRJ-045/MD.4/1987 159.257.250.884,79 RDA-19/DDI/1988 RDA-037/DDI/1990
SLA-983/DP3/1997
1.528.313.088,36
Sebagian besar kredit macet tersebut telah dilakukan restrukturisasi. Hal tersebut terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 23 Data Pinjaman Macet Yang telah Direstrukturisasi
Restrukturisasi No
1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian
PDAM KAB BONE PDAM KAB GOWA PDAM KOTA PALOPO PDAM KOTA MAKASAR PEMKAB. MAMUJU PEMKAB MAROS PEMKAB PANGKEP PEMKAB. PINRANG
SLA
365.285.324,25 886.565.525,22 6.877.209.318,11 48.552.751.914,63 611.325.235,34
RDA/RPD/RDI/PRJ
1.436.516.058,31 2.828.362.568,42 257.333.342,00 241.856.274,06 59.482.732,76 3.181.602.458,62
Jumlah
1.801.801.382,56 886.565.525,22 2.828.362.568,42 7.134.542.660,11 48.794.608.188,69 59.482.732,76 611.325.235,34 3.181.602.458,62 1.570.577.573,51 1.206.986.225,53
103.343.573,51 1.206.986.225,53
1.467.234.000,00 -
JUMLAH
58.603.467.116,59
9.472.387.434,17
68.075.854.550,76
94
= 31,08
= 8,34
Rasio bea dan cukai = Tahun 2011 Rasio bea dan cukai = Tahun 2012 Rasio bea dan cukai = Rasio PAD = Tahun 2011 Rasio PAD = Tahun 2012 Rasio PAD =
penerimaan bea masuk dan cukai PDRB 8.307.494.000 34.615.800.000 9.967.825.000 40.966.030.000 PAD PDRB = 0,24
= 0,24
= 8,74
= 8,69
2. Rasio pendapatan per kapita, mencerminkan kontribusi populasi/penduduk terhadap pendapatan negara/daerah. Rasio pajak = penerimaan perpajakan jumlah penduduk
95
= 194.493
= 42.708,37
Rasio bea dan cukai = Tahun 2011 Rasio bea dan cukai = Tahun 2012 Rasio bea dan cukai =
= 1.038.375
= 1.245.875
Rasio PAD = Tahun 2011 Rasio PAD = Tahun 2012 Rasio PAD =
= 378.297,5
= 445.159,5
B. Belanja Pusat dan Daerah 1. Rasio belanja APBN, indikator ini digunakan untuk membandingkan proporsi dana APBN yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan belanja pada APBD. pagu belanja DK+TP+UB pagu total belanja pemerintah daerah
Rasio belanja APBN = Tahun 2011 Rasio belanja APBN = Tahun 2012 Rasio belanja APBN =
= 0,15
= 0,13
2. Rasio total belanja terhadap populasi, indicator ini cenderung berfungsi sebagai perbandingan spasial antara wilayah, untuk mendapatkan proporsi antara kebijakan fiscal yang tercermin dari APBD dengan indicator demografis (populasi). Sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih fair besaran anggaran pada suatu wilayah.
96
Rasio total belanja terhadap populasi = Tahun 2011 Rasio total belanja terhadap populasi = Tahun 2012 Rasio total belanja terhadap populasi =
= 2.340.073,25
= 2.717.614,12
3. Rasio belanja pegawai, rasio ini untuk mengetahui seberapa besar proporsi APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai. Rasio belanja pegawai = Tahun 2011 Rasio belanja pegawai = Tahun 2012 Rasio belanja pegawai = pagu belanja pegawai pemerintah daerah pagu total belanja pemerintah daerah
= 0,46
= 0,45
4. Rasio belanja modal pemerintah pusat, indicator ini dimaksudkan untuk membandingkan belanja modal yang bersumber dari APBN dan APBD yang merupakan motor pertumbuhan regional. Rasio belanja modal pemerintah pusat = Tahun 2011 Rasio belanja modal pemerintah pusat = Tahun 2012 Rasio belanja modal pemerintah pusat = pagu belanja modal APBN pagu belanja modal APBD
= 1,56
= 1,61
5. Rasio belanja modal, rasio ini untuk mengetahui tingkat fokus Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal, yang tercermin dari proporsi alokasi belanja modal dari belanja pada APBD. pagu belanja modal Rasio belanja modal = pagu total belanja pemerintah daerah Tahun 2011 3.762.632 = 0,20 Rasio belanja modal = 18.720.586 Tahun 2012 Rasio belanja modal =
3.753.294 21.740.913
= 0,17
97
C. Ruang fiskal dan kemandirian daerah 1. Ruang fiskal, pendapatan dikurangi dana alokasi earmarked (DAK) dan belanja wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Mencerminkan ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemda tanpa mengganggu solvabilitas fiscal (membiayai belanja wajib). Ruang fiscal = (total pendapatan DAK) (belanja pegawai tak lansung) Tahun 2011 17.254.242 Ruang fiscal = (19.462.971 1.269.893) (938.836) = Tahun 2012 Ruang fiscal = (21.127.206 1.227.933) (948.301) = 18.950.972 2. Rasio kemandirian daerah, Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio dana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan tinggi. PAD total pendapatan 3.026.380 19.462.971 3.561.276 21.127.206 = 0,15
Rasio PAD = Tahun 2011 Rasio PAD = Tahun 2012 Rasio PAD =
= 0,16
Rasio dana transfer = Tahun 2011 Rasio dana transfer = Tahun 2012 Rasio dana transfer =
total Dana Transfer total pendapatan 12.309.402 19.462.971 14.469.811 21.127.206 = 0,63
= 0,68
D. Rasio Belanja Sektoral 1. Rasio belanja sektoral, rasio-rasio yang digunakan pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran mengenai focus/prioritas bidang pemerintah daerah pada bidang-bidang tertentu. Melalui perbandingan rasio antar wilayah (provinsi/kabupaten/kota) dapat diketahui perbedaan prioritas bidang diantara wilayah tersebut. Disamping itu, juga disajikan rasio-rasio yang bertujuan mendapatkan perbandingan (secara intuitif) dampak dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap bidang kepada pertumbuhan beberapa indicator social-ekonomi terkait.
98
Tahun 2011
Rasio belanja kesehatan =
Tahun 2012
Rasio belanja kesehatan = = 0,10
pertumbuhan belanja kesehatan pertumbuhan jumlah fasilitas kesehatan 0,84 0,93 = 0,90
pertumbuhan belanja kesehatan pertumbuhan jumlah tenaga medis 0,84 0,82 = 1,02
99
Tahun 2011
Rasio belanja pendidikan =
Tahun 2012
Rasio belanja pendidikan = = 0,31
pertumbuhan belanja pendidikan pertumbuhan jumlah partisipasi sekolah 100 0,04 = 2.500
pertumbuhan belanja pendidikan penurunan jumlah buta huruf 100 0,02 = 5.000
Tahun 2011
Rasio belanja kesejahteraan =
Tahun 2012
Rasio belanja kesejahteraan = = 0,004
100
pertumbuhan belanja kesejahteraan tingkat penurunan penduduk miskin 2,00 0,86 = 2,32
pertumbuhan belanja kesejahteraan kenaikan angka kematian bayi 2,00 1,61 = 1,24
Tahun 2011
Rasio belanja pertanian =
Tahun 2012
Rasio belanja pertanian = = 0,024
101
E. SILPA dan Pembiayaan 1. Perkembangan surplus/deficit APBD a. Rasio surplus/deficit terhadap aggregate pendapatan, rasio untuk mengetahui proporsi adanya surplus/deficit anggaran terhadap pendapatan yang menunjukkan performa fiscal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk mengcover belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi pendapatantertentu. Rasio surplus/deficit terhadap pendapatan = surplus/defisit total pendapatan
Tahun 2011
Rasio surplus/deficit terhadap pendapatan =
= 3,81
Tahun 2012
Rasio surplus/deficit terhadap pendapatan =
=2,90
b. Rasio surplus/deficit terhadap PDRB, indicator ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik membiayai hutang akibat anggaran pemerintah daerah.
surplus/defisit PDRB
Tahun 2011
Rasio surplus/deficit terhadap PDRB =
= 2,145
Tahun 2012
Rasio surplus/deficit terhadap PDRB = = 14,98
c. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja, rasio ini mencerminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah daerah. jumlah SILPA pagu total belanja pemerintah daerah
Tahun 2011
Rasio SILPA terhadap belanja =
= 0,056
Tahun 2012
Rasio SILPA terhadap belanja =
= 0,057
102
2.
Perkembangan pembiayaan a. Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan, rasio ini untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan daerah untuk membiayai deficit APBD Rasio pinjaman daerah = realisasi pinjaman daerah total realisasi pembiayaan
Tahun 2011
Rasio pinjaman daerah =
= 0,17
Tahun 2012
Rasio pinjaman daerah =
= 0.43
b. Rasio keseimbangan primer, rasio ini mencerminkan indikasi likuiditas. Semakin besar surplus kesimbangan primer, maka semakin baik kemampuan untuk membiayai deficit. total pendapatan total belanja belanja bunga total pendapatan
Keseimbangan primer =
Tahun 2011
Keseimbangan primer =
= 0,036
Tahun 2012
Keseimbangan primer =
= -0,031
103
orang atau 3,4 persen dari penduduk nasional. Periode 1990-2000 perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara nasional dan Prov. Sulsel sekitar 0.04 persen. Periode 2000-2010 perbedaan laju pertumbuhan penduduk semakin besar yaitu menjadi sekitar 0,32 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa Pemda Sulsel berhasil menekan laju pertumbuhan penduduknya. Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Selatan pada Februari 2010 sebesar 3.536.893 orang, Februari 2011 meningkat menjadi 3.634.355 orang dan Februari 2012 naik lagi menjadi 3.642.426 orang. Namun pada Februari 2013 terjadi sedikit penurunan jumlah angkatan kerja menjadi 3.619.993. Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara konsisten mengindikasikan bahwa perekonomian Sulawesi Selatan masih cukup baik dalam mengatasi masalah pengangguran. 6. Beberapa sektor terpilih di Sulawesi Selatan dalam kajian ini menunjukkan perkembangan yang meningkat. Jumlah total tenaga kesehatan, sarana kesehatan, angka partisipasi sekolah (APS), rasio murid-guru dan murid-sekolah untuk semua jenjang pendidikan, nilai tukar petani, perkembangan transportasi dan nilai pekerjaan konstruksi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Beberapa hal yang menurun adalah jumlah perusahaan konstruksi dan kesediaan angkutan umum khususnya Bus. 7. Tax ratio regional Prov. Sulsel mengalami penurunan dari tahun 2011 sebesar 4,45% menjadi sebesar 4,28 persen di tahun 2012. Penerimaan pajak pusat triwulan I tahun 2013 menurun dibanding triwulan I tahun 2011 dan 2012, sedangkan perkembangan PDRB triwulan I tahun 2013 meningkat signifikan dibanding Triwulan I tahun 2011 dan 2012. Hal ini menunjukkan kinerja penerimaan pajak pusat di Prov. Sulsel relatif belum optimal dalam menangkap pertumbuhan ekonomi Prov. Sulsel yang terbilang cukup tinggi dan stabil peningkatannya. 8. Realisasi PAD dalam APBD tahun 2012 Prov. Sulsel secara agregat (prov, kab, kota) Rp3.536,36Milyar. Mayoritas PAD berasal dari Pajak Daerah (74,13%), sisanya adalah Retribusi Daerah (13,86%), Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (4,06%) dan Penerimaan lain-lain (7,94%). Tiga tahun terakhir terjadi surplus APBD, namun dibandingkan kebutuhan pembangunan yang sangat tinggi, maka surplus tersebut bisa diartikan sebagai kurang optimalnya kinerja pemerintah dalam mengalokasikan dana yang disediakan untuk pembangunan di Prov. Sulsel. Komposisi belanja 2012 menunjukkan APBD masih belum produktiv. Separuh APBD hanya digunakan untuk membayar keperluan pegawai pemerintah daerah. Belanja Modal yang seharusnya lebih diutamakan masih kalah besar porsinya dibanding Belanja Barang. PAD dan PDRB meningkat dalam kisaran 16%. Ini
105
menunjukkan PAD secara alamiah mengikuti PDRB, karena itu dapat diduga jika PDRB turun maka PAD akan turun. Persentase PAD terhadap PDRB 2011 baru 2,20% dan menjadi 2,22% pada 2012. Peningkatan sebesar 0,02% ini relatif kecil bila dibandingkan dengan potensi yang bisa didapatkan dari PDRB Prov. Sulsel yang selalu meningkat cukup tinggi bahkan pada tahun 2012 menjadi Provinsi yang pertumbuhan ekonominya tertinggi di Indonesia. Pemda memiliki ketergantungan yang sangat besar kepada pemerintah pusat. PAD agregat paling tinggi baru mencapa sekitar 24%. 9. Realisasi Triwulan I 2013 di Sulsel didominasi oleh belanja negara 72,66%, sedangkan belanja transfer ke daerah hanya 27,34%. Masih rendahnya jumlah transfer ke daerah karena beberapa daerah terkena sanksi penundaan pencairan dana transfer karena belum menyerahkan APBD 2013. Di tahun 2013, alokasi belanja pegawai meningkat sejalan dengan kebijakan dalam meningkatkan alokasi anggaran untuk gaji, tunjangan dan kontribusi sosial. Alokasi belanja barang menurun dibanding tahun 2012 namun alokasi belanja modal meningkat. 10. Penyerapan anggaran 2012 masih menumpuk di bulan Desember (3.200), namun relatif jauh berkurang dibanding Desember 2011 (3.656). Hal ini merupakan respon positif dari Surat Menkeu No. S-596/MK.05/2012 tanggal 14 Agustus 2012 hal Langkah-langkah Mengatasi Penumpukan Penyampaian SPM ke KPPN Menjelang Akhir Tahun Anggaran 2012. Realisasi belanja barang tahun 2012 berfluktuasi sepanjang tahun, tren pencairan belanja barang cenderung naik, realisasi terendah di bulan Januari sebesar Rp17 milyar dan mencapai puncaknya pada akhir tahun senilai Rp660,75 milyar. Demikian juga pada triwulan I tahun 2013 realisasi sangat rendah di bulan Januari hanya sebesar Rp43 milyar dan berangsur-angsur naik pada bulan Pebruari dan Maret 2013. Pada akhir tahun realisasi belanja modal melonjak tajam dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. 11. Tren belanja bansos pada bulan Januari dan Februari hampir tidak ada realisasi namun meningkat pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Juni realisasinya mencapai Rp263,29 milyar dan kemudian realisasi semakin menurun dan sampai dengan akhir tahun terealisasi Rp1.754,89 milyar atu mencapai 98,8 persen. Demikian juga triwulan I tahun 2013 tren penyerapan belanja sosial tidak begitu berbeda dengan triwulan I tahun 2012 yaitu pada bulan Januari tidak ada penyerapan dan pada bulan Pebruari dan Maret penyerapannya sangat rendah. 12. Penyerapan anggaran yang perlu mendapat perhatian lebih pada tahun 2013 adalah beberapa satuan kerja (satker) yang memiliki belanja modal dengan nilai lebih dari Rp 50 milyar. Terdapat 17 satker di Provinsi Sulawesi Selatan yang
106
memiliki pagu belanja modal diatas Rp50 milyar. Satker-satker dengan pagu belanja modal yang diblokir terbesar adalah Universitas Negeri Makassar 63,89%, Politeknik Negeri Ujung Pandang 87,68% dan Universitas Hasanudin 55,79%. Perkembangan realisasi belanja modal satker-satker tersebut sampai dengan 30 April 2013 masih dibawah target nasional Triwulan I yaitu 12%. Mengamati perkembangan penyerapan 2012-2013(I), dapat diidentifikasi satker-satker yang berpotensi rendah daya serapnya di tahun 2013 yaitu; Unit Induk Pembangunan Jaringan, Unit Induk Pembangunan Pembangkit, Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Prov. Sulsel, Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Prov. Sulsel, Universitas Hasanudin. 13. Penyebab rendahnya penyerapan anggaran antara lain: terlalu sempitnya waktu Pelaksanaan APBN Perubahan sehingga tidak sempat direalisasi, Kualitas dokumen anggaran yang belum optimal karena besarnya blokir pada DIPA 14. Realisasi PAD dalam APBD tahun 2012 Prov. Sulsel secara agregat (prov, kab, kota) Rp3.536,36Milyar. Mayoritas PAD berasal dari Pajak Daerah (74,13%), sisanya adalah Retribusi Daerah (13,86%), Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (4,06%) dan Penerimaan lain-lain (7,94%). 15. Satker BLU Kesehatan yang pagu PNBPnya lebih besar dari pagu RM adalah RS. Bhayangkara Makassar sebesar 79,96%. Semua satker blu PNBPnya diatas 20% kecuali satker BBKPM yang tahun 2012 PNBPnya baru mencapai 11,66%. 16. Sampai dengan tahun 2012, pagu PNBP tertinggi dari 4 satker BLU pendidikan di Prov. Sulsel adalah PIP Makassar yang mencapai 27,04%. Berdasarkan % Pagu PNBP dan RM, maka satker-satker BLU sektor kesehatan relatif lebih mandiri dibandingkan satker-satker BLU sektor pendidikan. 17. BLU sektor kesehatan tahun 2011 dengan aset Rp952,8M menghasilkan PNBP Rp236,6M (24,83%), tahun 2012 dengan aset Rp1,046T menghasilkan PNBP Rp291,2M (27,83%). Terlihat Aset meningkat 9,78% dan PNBP meningkat 3%. Selain itu rasio PNBP terhadap aset mencapai di atas 20%. Dibandingkan dengan perkembangan rasio Aset-PNBP satker BLU pendidikan yang hanya berkisar 6-8% maka dapat disimpulkan secara relatif satker BLU kesehatan menunjukkan efektifitas kinerja mendapatkan PNBP yang lebih baik. Dari 6 satker BLU Kesehatan, persentase tertinggi penerimaan PNBP dibandingkan Aset adalah Rumah Sakit Bhayangkara Makassar yaitu sebesar 64,92% pada tahun 2012 dan 63,66% pada tahun 2011. Semua satker BLU kesehatan mengalami kenaikan pendapatan PNBP, dan yang meningkat pesat adalah satker BKMM Makassar dari 27,29% pada 2011 menjadi 40,11% atau naik sebesar 12,82%. Dari 4 satker BLU
107
Pendidikan, persentase tertinggi penerimaan PNBP dibandingkan Aset adalah Universitas Hasanuddin yaitu sebesar 9,7% pada tahun 2012 dan 8,27% pada tahun 2011. Namun yang mengalami kenaikan persentase PNBP-Aset hanya UIN Makassar dari 3,10% di 2011 menjadi 4,42% di tahun 2012. Hal ini menunjukkan UIN Makassar mengalami peningkatan efektivitas kinerja dalam usaha meningkatkan penerimaan PNBP. B. Rekomendasi 1. Perlu dikembangkan sistem pencatatan data kinerja ekonomi makro yang lebih kompatibel (asumsi, ukuran dan standar yang sama) pada keempat sektor perekonomian yang ada oleh Instansi-instansi terkait seperti BPS, Kemenkeu, BI. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama yang erat pada instansi tersebut (koordinasi dan kerja samanya dapat diinisiasi oleh Kemenkeu) sehingga diharapkan antara lain benefit dari kebijakan fiskal (misal : pemberian stimulus fiskal) dapat ditrace ke sistem perekonomian khususnya sektor riil 2. Mengingat struktur PDRB selalu didominasi oleh pertanian yg diikuti oleh jasa-jasa, namun laju pertumbuhan dari sektor pertanian dan jasa-jasa adalah sangat rendah, yaitu 0,13 dan 0,11 masing-masing berada di urutan 7 dan 8 terkecil dari 9 lapangan usaha yg ada, untuk itu Pemda Sulsel perlu menetapkan sektor dimaksud menjadi prioritas utama yang harus ditingkatkan agar laju pertumbuhan di sektor dimaksud dapat lebih meningkat sehingga dapat memperbesar PDRB. 3. Gini ratio Sulawesi Selatan cenderung semakin meningkat hal ini menunjukkan ketimpangan pendapatan yang semakin besar dan mengindikasikan ketidakmerataan untuk mengurangi untuk itu diperlukan upaya-upaya pemerintah
ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar, sehingga dapat meningkatkan akses seluruh masyarakat kepada infrastruktur pelayanan dasar seperti misalnya infrastruktur kesehatan, pendidikan dan transportasi. 4. Perlu ditempuh langkah-langkah mengoptimalkan penerimaan pajak pemerintah pusat dari sektor-sektor yang berpotensi dan belum digali secara optimal mengingat penerimaan pajak pusat triwulan I tahun 2013 menurun dibanding triwulan I tahun 2011 dan 2012, sedangkan perkembangan PDRB triwulan I tahun 2013 meningkat signifikan dibanding Triwulan I tahun 2011 dan 2012, hal ini menunjukan 5. inkonsistensi antara peningkatan PDRB dengan peningkatan pendapatan pajak. PAD perlu lebih ditingkatkan.
108
6. 7.
Perlu segera diupayakan jalan keluar hambatan-hambatan proyek-proyek strategis dengan Pemerintah Daerah lebih berkoordinasi dengan semua pihak. Mengingat waktu pelaksanaan APBN Perubahan adalah sangat sempit maka terkait dengan prosedur pengadaan barang dan jasa disarankan agar dana-dana untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa lebih diarahkan alokasinya kepada pengadaan Peralatan dan Mesin dengan mengurangi alokasi yang sifatnya Pembangunan Gedung dan Jaringan.
8.
Agar lebih dioptimalkan keseluruhan proses tahapan penyusunan anggaran sampai dengan pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban antara lain meminimalksan blokir dan meningkatkan kualitas dokumen anggaran, efektifitas Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran dan tindak lanjut melalui spending review.
9.
Pemda di Prov. Sulsel agar lebih memperbesar alokasi belanja modal untuk pembangunan infrastruktur seperti Jalan, Jembatan dan Irigasi, dan infrastruktur lainnya untuk menunjang kelancaran distribusi dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
10. Untuk dapat menekan pembayaran gaji (50% dari APBN) komposisi gaji pegawai khususnya pemberian tunjangan kinerja agar berpedoman pada hasil evaluasi kinerja pegawai/pejabat melalui suatu sistem manajemen kinerja. 11. Perlu dilakukan pembinaan dalam proses bisnis agar Satker BLU dapat lebih mandiri yang salah satunya dengan meningkatnya PNBP. 12. Perlu dilakukan pembinaan kepada debitur penerusan pinjaman secara terus menerus.
109
LAMPIRAN IV
773,609,646,000
1,624,399,126,000
513,731,794,000
2,911,740,566,000
LAMPIRAN BAB IV
No
1 DAU 2 DAK 3 DBH
Kab. Bantaeng
Kab. Barru
Kab. Bone
Kab. Bulukumba
520,529,199 51,722,710 7,682,366 6,123,014 1,364,158 195,193 82,699,467 82,699,467 0 662,633,742
Kab. Enrekang
Kab. Gowa
325,057,232 358,904,488 754,025,482 39,504,550 5,339,555 3,843,115 1,364,158 132,282 40,820,067 40,820,067 0 42,032,280 5,916,175 4,396,413 1,385,278 134,484 89,442,570 10,099,048 7,976,197 1,374,876 747,975
384,422,103 586,415,307 437,703,926 475,295,053 457,250,496 42,116,080 5,784,161 4,261,091 1,393,118 129,952 52,270,992 52,270,992 0 54,785,160 8,630,603 7,141,847 1,364,158 124,598 95,865,273 95,865,273 0 61,885,780 6,492,861 5,000,660 1,367,603 124,598 54,459,862 54,459,862 0 54,806,460 5,434,668 3,566,389 1,742,611 125,669 65,139,570 65,139,570 0 43,516,120 5,947,229 4,245,087 1,577,544 124,598 74,209,006 74,209,006 0
a DBH pajak b DBH SDA c DBH Cukai 4 Dana Otsus dan penyesuaian a DPID b Dana Otsus Jumlah
2,166,851,656
LAMPIRAN BAB IV
No
1 DAU 2 DAK 3 DBH
Kab. Maros
455,829,227 49,906,540 8,645,763 7,117,797 1,403,368 124,598 84,136,806 84,136,806 0
Kab. Pinrang
502,508,309 44,568,230 6,715,317 5,226,561 1,364,158 124,598 85,508,242 85,508,242 0 639,300,098
Kab. Sinjai
416,771,464 38,021,790 6,351,201 4,146,414 1,373,098 831,689 56,570,368 56,570,368 0 517,714,823
Kab. Soppeng
446,410,179 33,832,040 8,745,292 4,719,494 1,364,158 2,661,640 68,502,486 68,502,486 0 557,489,997
Kab. Takalar
409,280,603 46,835,800 6,248,746 4,750,163 1,373,986 124,598 59,479,153 59,479,153 0 521,844,302
a DBH pajak b DBH SDA c DBH Cukai 4 Dana Otsus dan penyesuaian a DPID b Dana Otsus Jumlah
598,518,336
LAMPIRAN BAB IV
No
1 DAU 2 DAK 3 DBH
Kab. Wajo
513,517,208 74,835,020 8,982,398 5,810,086 3,036,248 136,064 82,502,476 82,502,476 0 679,837,102
Kota
Pare-pare
332,459,112 50,362,700 8,724,088 7,235,332 1,364,158 124,598 37,379,685 37,379,685 0 428,925,585
Kota Makassar
911,122,797 32,644,320 63,215,293 61,726,537 1,364,158 124,598 211,436,166 211,436,166 0 1,218,418,576
a DBH pajak b DBH SDA c DBH Cukai 4 Dana Otsus dan penyesuaian a DPID b Dana Otsus Jumlah
510,953,982
LAMPIRAN BAB IV
No
1 2 3 DAU DAK DBH
Kab. Bantaeng
379,463,356 53,714,160 21,172,853 20,875,369 290,204 7,280 0 0 0 454,350,369
Kab. Barru
417,942,379 43,713,440 20,229,558 19,931,596 290,204 7,758 0 0 0
Kab. Bone
867,813,851 88,244,460 51,016,831 50,682,346 290,204 44,281 0 0 0
Kab. Bulukumba
591,388,184 65,051,440 22,816,879 22,515,601 290,204 11,074 0 0 0 679,256,503
Kab. Enrekang
Kab. Gowa
436,542,180 670,579,761 48,908,340 24,579,346 24,280,176 292,370 6,800 0 0 0 67,662,600 26,767,981 26,470,976 290,204 6,800 2,000,000 2,000,000 0
a DBH pajak b DBH SDA c DBH Cukai 4 Dana Otsus dan penyesuaian a DPID b Dana Otsus Jumlah
2,296,605,811
481,885,377 1,007,075,142
510,029,866 767,010,342
593,337,581 620,152,807
LAMPIRAN BAB IV
No
1 2 3 DAU DAK DBH
Kab. Maros
540,383,322 51,205,510 22,853,702 22,556,698 290,204 6,800 28,643,116 28,643,116 0
Kab. Soppeng
517,805,122 49,276,640 21,176,894 20,736,402 290,204 150,288 0 0 0 588,258,656
Kab. Takalar
479,073,701 48,956,910 19,549,207 19,252,203 290,204 6,800 0 0 0 547,579,818
a DBH pajak b DBH SDA c DBH Cukai 4 Dana Otsus dan penyesuaian a DPID b Dana Otsus Jumlah
643,085,650
LAMPIRAN IV
No
1 2 3 DAU DAK DBH
Kab. Wajo
592,275,827 73,454,700 109,199,305 108,901,318 290,204 7,783 0 0 0 774,929,832
Kota
Pare-pare
384,096,063 45,798,230 19,510,659 19,213,655 290,204 6,800 0 0 0 449,404,952
Kota Makassar
1,033,583,903 40,886,880 94,551,791 94,254,786 290,204 6,800 24,963,585 24,963,585 0 1,193,986,159
a DBH pajak b DBH SDA c DBH Cukai 4 Dana Otsus dan penyesuaian a DPID b Dana Otsus Jumlah
517,009,606
URAIAN
PENDAPATAN NEGARA
PENDAPATAN DALAM NEGERI Penerimaan Pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak PENERIMAAN HIBAH
PAGU APBN
3,257
3,257 2,702 555 -
REALISASI
7,956
7,915 6,826 1,089 41
BELANJA NEGARA
BELANJA PEMERINTAH PUSAT Belanja K/L Belanja Non K/L
16,770
16,562 16,562 -
14,278
14,087 14,087 -
TRANSFER KE DAERAH
Dana Perimbangan Dana Otsus dan Penyesuaian
208
208 -
191
191 -
SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN
% Defist terhadap PDB PEMBIAYAAN Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Luar Negeri (Netto)
Sumber : data LKPP UAPPAW
(13,513)
-
(6,322)
-
URAIAN
PENDAPATAN NEGARA
PENDAPATAN DALAM NEGERI Penerimaan Pajak Penerimaan Negara Bukan Pajak PENERIMAAN HIBAH
PAGU APBN
57
57 7 50 -
REALISASI
1,712
1,712 1,437 275 -
BELANJA NEGARA
BELANJA PEMERINTAH PUSAT Belanja K/L Belanja Non K/L
19,309
19,100 19,100 -
1,609
1,608 1,608 -
TRANSFER KE DAERAH
Dana Perimbangan Dana Otsus dan Penyesuaian
209
209 -
1
1
SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN
% Defist terhadap PDB PEMBIAYAAN Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Luar Negeri (Netto)
Sumber : data LKPP UAPPAW
(19,252)
-
103
-
LAMPIRAN BAB III PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN FUNGSI TAHUN 2012
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Fungsi
Pelayanan umum Pertahanan Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Agama Pendidikan Perlindungan Sosial Jumlah
Pagu Awal
3,365,687 1,178,380 644,365 4,014,290 298,566 739,728 217,168 45,400 159,138 289,876 48,627 11,001,225
Pagu Revisi
3,464,094 1,178,431 648,380 4,420,673 274,868 831,870 259,328 45,953 146,401 3,657,575 45,999 14,973,572
Trw II
1,137,076 560,070 254,859 1,041,585 74,370 330,739 50,075 18,691 57,481 1,015,202 22,002 4,562,150
s.d. Trw II
1,544,859 802,227 366,278 1,417,217 95,841 346,436 59,793 26,334 75,721 1,329,852 26,644 6,091,202
Trw III
1,831,975 837,725 411,510 1,612,737 142,550 614,073 93,055 26,484 92,152 1,859,650 32,023 7,553,934
Trw IV
3,057,090 1,101,557 589,657 3,128,309 248,339 945,873 229,791 39,119 138,266 3,350,538 44,381 12,872,920
s.d. Trw IV
6,433,924 2,741,509 1,367,445 6,158,263 486,730 1,906,382 382,639 91,937 306,139 6,540,040 103,048 26,518,056
Jml
6,433,924 2,741,509 1,367,445 6,158,263 486,730 1,906,382 382,639 91,937 306,139 6,540,040 103,048 26,518,056
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Fungsi
Pelayanan umum Pertahanan Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Agama Pendidikan Perlindungan Sosial Jumlah
Pagu Awal
3,365,687 1,178,380 644,365 4,014,290 298,566 739,728 217,168 45,400 159,138 289,876 48,627 11,001,225
Pagu Revisi
3,464,094 1,178,431 648,380 4,420,673 274,868 831,870 259,328 45,953 146,401 3,657,575 45,999 14,973,572
Realisasi ( % ) Trw I
11.77 20.55 17.18 8.50 7.81 1.89 3.75 16.63 12.46 8.60 10.09 10.21
Trw II
32.82 47.53 39.31 23.56 27.06 39.76 19.31 40.67 39.26 27.76 47.83 30.47
s.d. Trw II
32.82 47.53 39.31 23.56 27.06 39.76 19.31 40.67 39.26 27.76 47.83 30.47
Trw III
52.88 71.09 63.47 36.48 51.86 73.82 35.88 57.63 62.94 50.84 69.62 50.45
Trw IV
88.25 93.48 90.94 70.77 90.35 113.70 88.61 85.13 94.44 91.61 96.48 85.97
s.d. Trw IV
88.25 93.48 90.94 70.77 90.35 113.70 88.61 85.13 94.44 91.61 96.48 85.97
Jml
88.25 93.48 90.94 70.77 90.35 113.70 88.61 85.13 94.44 91.61 96.48 85.97
LAMPIRAN BAB III PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN FUNGSI TAHUN 2013
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Fungsi
Pelayanan umum Pertahanan Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Agama Pendidikan Perlindungan Sosial Jumlah
Pagu Awal
3,024,015 1,195,734 629,035 4,168,722 333,363 585,610 202,428 2,624 155,163 2,859,688 47,793 13,204,175
Pagu Revisi
3,111,055 1,195,734 529,035 4,168,722 333,363 585,610 202,428 2,624 155,163 2,859,688 47,793 13,191,215
Trw II
s.d. Trw II
Trw III
Trw IV
s.d. Trw IV
Jml
471,713 257,499 148,731 283,018 23,696 13,355 13,408 16,526 256,076 2,959 1,486,981
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Fungsi
Pelayanan umum Pertahanan Ketertiban dan Keamanan Ekonomi Lingkungan Hidup Perumahan dan Fasilitas Umum Kesehatan Pariwisata dan Budaya Agama Pendidikan Perlindungan Sosial Jumlah
Pagu Awal
3,024,015 1,195,734 629,035 4,168,722 333,363 585,610 202,428 2,624 155,163 2,859,688 47,793 13,204,175
Pagu Revisi
3,111,055 1,195,734 529,035 4,168,722 333,363 585,610 202,428 2,624 155,163 2,859,688 47,793 13,191,215
Realisasi ( % ) Trw I
15.16 21.53 28.11 6.79 7.11 2.28 6.62 0.00 10.65 8.95 6.19 11.27
Trw II
s.d. Trw II
Trw III
Trw IV
s.d. Trw IV
Jml
15.16 21.53 28.11 6.79 7.11 2.28 6.62 0.00 10.65 8.95 6.19 11.27
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS KEWENANGAN TAHUN 2012 No.
1 2 3 4
Jenis Kewenangan
Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan Urusan Bersama JUMLAH
Pagu Awal
11,947,758 904,631 1,515,700 500,123 14,868,212
Pagu Revisi
13,565,724 773,609 1,624,399 513,731 16,477,463
Trw I
1,461,855 29,246 148,460 7,809 1,647,370
Trw II
2,584,999 192,786 251,570 183,081 3,212,436
s.d. Trw II
4,046,854 222,032 400,031 190,891 4,859,808
Trw IV
4,506,358 326,818 788,481 80,929 5,702,586
s.d. Trw IV
11,174,910 734,674 1,423,412 415,387 13,748,383
Jml
11,174,910 734,674 1,423,412 415,387 13,748,383
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS KEWENANGAN TAHUN 2012 No.
1 2 3 4
Jenis Kewenangan
Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan Urusan Bersama JUMLAH
Pagu Awal
11,947,758 904,631 1,515,700 500,123 14,868,212
Pagu Revisi
13,565,724 773,609 1,624,399 513,731 16,477,463
Trw I
11 4 9 2 10
Trw II
19 25 15 36 19
s.d. Trw II
30 29 25 37 29
Trw IV
33 42 49 16 35
s.d. Trw IV
82 95 88 81 83
Jml
82 95 88 81 83
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS KEWENANGAN TAHUN 2013 Realisasi (dalam juta rupiah) No.
1 2 3 4
Jenis Kewenangan
Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan Urusan Bersama JUMLAH
Pagu Awal
12,754,502 553,732 1,026,321 329,469 14,664,024
Pagu Revisi
12,813,982 553,732 1,026,321 329,469 14,723,504
Trw I
1,535,757 12,595 60,920 4,382 1,613,654
Trw II
s.d. Trw II
Trw III
Trw IV
s.d. Trw IV
Jml
1,535,757 12,595 60,920 4,382
1,613,654
No.
1 2 3 4
Jenis Kewenangan
Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembantuan Urusan Bersama JUMLAH
Pagu Awal
12,754,502 553,732 1,026,321 329,469 14,664,024
Pagu Revisi
12,813,982 553,732 1,026,321 329,469 14,723,504
Trw II
-
s.d. Trw II
-
Trw III
-
Trw IV
-
s.d. Trw IV
-
Jml
12 2 6 1 22
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS BELANJA TAHUN ANGGARAN 2012
No. Jenis Belanja Pagu Awal 4,351,602 3,884,161 4,578,669 1,199,220 14,013,652 Pagu Revisi 4,410,486 3,602,441 5,774,186 1,775,959 15,563,072 Januari 268,419 17,006 957 731 287,113 Februari 559,107 127,182 36,926 473 188 723,876 Maret 934,699 399,713 208,636 174,169 1,717,217 April 1,269,225 587,046 463,207 330,334 2,649,812 Mei Realisasi Per Bulan (dalam juta rupiah) Juni Juli Agustus 2,157,899 1,172,396 888,443 753,558 4,972,296 2,559,385 1,420,418 1,138,267 927,437 6,045,507 2,901,706 1,680,219 1,456,390 1,061,723 7,100,038 September 3,250,015 1,977,990 1,805,061 1,214,480 237 8,247,783 Oktober 3,605,519 2,258,896 2,250,661 1,358,185 9,473,261 November 3,942,925 2,598,844 2,788,883 1,550,032 10,880,684 Desember 4,396,318 3,259,595 4,669,467 1,754,891 14,080,271
1 Belanja Pegawai 2 Belanja Barang 3 Belanja Modal 4 Bantuan Sosial 5 Pemby.Bunga Utang 6 Belanja Hibah 7 Belanja Lain-Lain JUMLAH
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS BELANJA TAHUN ANGGARAN 2012
No. 1 2 3 4 5 6 7 Jenis Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Pemby.Bunga Utang Belanja Hibah Belanja Lain-Lain JUMLAH Pagu Awal 4,351,602 3,884,161 4,578,669 1,199,220 14,013,652 Pagu Revisi 4,410,486 3,602,441 5,774,186 1,775,959 15,563,072 0 0 2 5 Januari 6 0 0 0 Februari 13 3 1 0 Maret 21 10 5 15 0 0 0 11 April 29 16 8 19 0 0 0 17 Mei 37 23 11 28 0 0 0 23 Realisasi Per Bulan ( % ) Juni Juli Agustus 49 33 15 42 0 0 0 32 58 39 20 52 0 0 0 39 66 47 25 60 0 0 0 46 0 0 53 September 74 55 31 68 Oktober 82 63 39 76 0 0 0 61 November 89 72 48 87 0 0 0 70 Desember 100 90 81 99 0 0 0 90
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS BELANJA TAHUN ANGGARAN 2013
No. Jenis Belanja Pagu Awal 4,687,548 3,843,674 4,732,591 1,402,198 14,666,011 Pagu Revisi 4,689,808 3,931,226 4,733,515 1,402,197 14,756,746 Realisasi Per Bulan (dalam juta rupiah) Juni Juli Agustus
April
Mei
September
Oktober
November
Desember
1 Belanja Pegawai 2 Belanja Barang 3 Belanja Modal 4 Bantuan Sosial 5 Pemby.Bunga Utang 6 Belanja Hibah 7 Belanja Lain-Lain JUMLAH
PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BERDASARKAN JENIS BELANJA TAHUN ANGGARAN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 Jenis Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Pemby.Bunga Utang Belanja Hibah Belanja Lain-Lain JUMLAH Pagu Awal 4,687,548 3,843,674 4,732,591 1,402,198 14,666,011 Pagu Revisi 4,689,808 3,931,226 4,733,515 1,402,197 14,756,746 Realisasi Per Bulan (%) Juni Juli Agustus
April
Mei
September
Oktober
November
Desember
PERKEMBANGAN PNBP PER JENIS PNBP Tahun 2012 Realisasi (dalam juta rupiah) No.
A PNBP UMUM 1 Pendapatan Pertambangan Umum 2 Pendapatan Kehutanan 3 Pendapatan dari Pengelolaan BMN B PNBP FUNGSIONAL 1 Pendapatan Jasa 2 Pendapatan Bunga 3 Pendapatan kejaksaan dan Peradilan 4 Pendapatan pendidikan 5 Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan 6 Pendapatan Iuran Denda 7 Pendapatan Lain-lain 8 Pendapatan Jasa Layanan Umum 9 Pendapatan Hibah BLU 10 Pendapatan Hasil Kerja BLU 11 Pendapatan BLU Lainnya 12 Pendapatan Hibah Dalam Negeri JUMLAH
Sumber : LKPP UAPPAW
s.d. Triwulan II
14,673 7,596 313 6,764 369,006 88,726 554 1,526 23,917 9,785 1,291 37,304 191,608 13,498 797 383,679
Triwulan III
4,834 1,998 2,836 229,985 48,925 1 1,053 35,947 16 3,028 7,894 127,773 4,853 495 234,819
Triwulan IV
7,796 3,737 188 3,871 300,934 53,324 30 1,133 32,849 1 4,286 6,590 191,247 1,150 4,594 987 4,743 308,730
s.d. Triwulan IV
27,303 13,331 501 13,471 899,925 190,975 585 3,712 92,713 9,802 8,605 51,788 510,628 1,150 22,945 2,279 4,743 927,228
PERKEMBANGAN PNBP PER JENIS PNBP Tahun 2013 Realisasi (dalam juta rupiah) No.
A PNBP UMUM 1 Pendapatan Pertambangan Umum 2 Pendapatan Kehutanan 3 Pendapatan dari Pengelolaan BMN B PNBP FUNGSIONAL 1 Pendapatan Jasa 2 Pendapatan Bunga 3 Pendapatan kejaksaan dan Peradilan 4 Pendapatan pendidikan 5 Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan 6 Pendapatan Iuran Denda 7 Pendapatan Lain-lain 8 Pendapatan Jasa Layanan Umum 9 Pendapatan Hibah BLU 10 Pendapatan Hasil Kerja BLU 11 Pendapatan BLU Lainnya 12 Pendapatan Hibah Dalam Negeri JUMLAH
Sumber : LKPP UAPPAW
s.d. Triwulan II
Triwulan III
Triwulan IV
s.d. Triwulan IV
Triwulan II
785,442 9 785,433 640,698 644,006 (3,308) 73,504 52,458 21,046 53,956 39,532 1,061 13,363 1,553,600
s.d. Triwulan II
1,453,051 11 1,453,041 1,227,040 1,229,953 (2,913) 102,581 63,078 39,503 86,214 57,681 1,879 26,654 2,868,886
Triwulan IV
1,001,338 2 1,001,336 1,138,897 1,137,379 1,518 82,824 61,342 21,482 61,046 8,502 1,554 50,990 2,284,105
s.d. Triwulan IV
3,267,499 16 3,267,483 3,082,550 3,082,677 (127) 299,215 218,237 80,978 176,787 72,364 4,367 100,056 6,826,051
A Pajak Penghasilan 1 PPh Perorangan 2 PPh Badan B Pajak Pertambahan Nilai 1 PPN 2 PPn-BM C Pajak Lainnya 1 Pendapatan PBB 2 Pajak Lainnya D Bea Cukai 1 Bea Masuk 2 Cukai 3 Pajak Eksport JUMLAH
Sumber : LKPP UAPPAW
Triwulan II
-
s.d. Triwulan II
772,579 11 772,576 590,492 590,441 51 20,937 1,863 19,074 53,212 9,342 1,011 42,859 1,437,220
Triwulan IV
-
s.d. Triwulan IV
772,592 16 772,576
A Pajak Penghasilan 1 PPh Perorangan 2 PPh Badan B Pajak Pertambahan Nilai 1 PPN 2 PPn-BM C Pajak Lainnya 1 Pendapatan PBB 2 Pajak Lainnya D Bea Cukai 1 Bea Masuk 2 Cukai 3 Pajak Eksport JUMLAH
Sumber : LKPP UAPPAW
590,492 590,441 51
LAMPIRAN IV
PROFIL APBD BERDASARKAN KLASIFIKASI FUNGSI PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2012
(dalam jutaan rupiah)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Daerah Prov. Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Pelayanan Umum 3,223,159 126,151 112,585 469,079 144,884 153,039 147,199 171,810 175,056 152,662 190,638 117,647 145,399 211,048 139,472 119,553 132,937 149,862 207,410 270,697 102,398 483,482 118,968 153,062 169,376 Ketertiban dan Ketentraman 39,020 4,114 5,400 12,043 5,303 3,409 7,646 5,316 5,244 8,649 8,880 5,357 9,473 8,494 5,157 5,502 6,442 6,109 4,784 2,055 5,155 17,226 8,089 5,878 4,935 Ekonomi 424,660 58,728 39,005 55,596 54,157 46,635 72,463 94,167 66,576 78,140 61,369 64,731 70,765 42,341 42,232 49,787 48,967 61,794 67,372 66,415 43,685 78,540 46,231 90,453 60,313 Lingkungan Hidup 20,480 9,616 2,747 11,499 11,644 5,366 2,455 9,785 23,396 13,749 12,858 11,886 12,337 7,636 3,783 18,514 4,950 2,426 6,203 21,509 19,337 66,865 16,113 12,984 12,600 Perumahan dan Fasilitas Umum 504,786 45,619 35,586 45,742 55,660 89,409 91,492 55,944 27,635 68,301 58,869 86,974 84,881 12,088 84,938 36,443 57,686 25,276 50,556 124,460 60,787 256,689 45,244 155,049 34,058 Kesehatan 329,489 51,130 59,224 112,052 71,751 57,817 96,966 81,194 62,631 89,810 76,190 86,123 73,451 39,458 80,616 50,002 58,578 78,380 65,683 75,548 101,779 190,444 71,967 106,071 37,910 Pariwisata dan Budaya 49,144 3,777 3,486 2,489 3,195 4,219 2,550 2,920 1,474 6,661 3,183 4,222 5,233 3,403 1,253 434 16,158 2,914 2,250 4,002 Pendidikan 129,691 155,714 233,105 493,643 361,992 198,598 394,090 237,760 250,366 259,703 226,796 337,959 298,655 135,390 286,163 281,268 307,144 318,287 203,550 298,791 211,797 626,552 174,014 193,839 194,521 Perlindungan Sosial 40,514 6,488 6,604 6,956 14,504 4,241 13,786 2,110 16,311 20,723 6,002 13,826 7,538 10,709 15,388 4,721 13,687 3,094 10,741 10,069 7,041 32,569 5,629 11,257 8,501
10 Kab. Luwu Utara 11 Kab. Maros 12 Kab. Pangkajene dan Kepulauan 13 Kab. Pinrang 14 Kab. Selayar 15 Kab. Sidenreng Rappang 16 Kab. Sinjai 17 Kab. Soppeng 18 Kab. Takalar 19 Kab. Tana Toraja 20 Kab. Wajo 21 Kota Pare-Pare 22 Kota Makassar 23 Kota Palopo 24 Kab. Luwu Timur 25 Kab. Toraja Utara
LAMPIRAN IV
PROFIL APBD BERDASARKAN KLASIFIKASI URUSAN PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2012
(dalam jutaan rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Daerah Prop. Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene dan Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja Kab. Wajo Kota Pare-Pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Kehutanan 22,234 5,067 4,145 9,328 6,317 5,486 9,895 8,538 6,845 8,245 6,803 5,513 7,143 4,559 5,170 11,893 4,906 1,286 2,734 5,878 4,739 Energi dan Sumberdaya Mineral 18,174 420 1,524 1,631 129 5,345 3,055 5,169 4,504 8,087 3,301 20 1,968 433 4,039 6,327 2,409 Pariwisata 1,537 603 4,219 2,550 2,675 337 6,208 3,012 1,012 681 434 2,703 1,234 1,363 Kelautan dan Perikanan 31,926 6,894 5,202 8,882 8,876 7,069 6,119 10,305 13,426 10,337 14,003 10,526 9,644 6,723 3,120 7,863 6,736 8,237 4,952 18,769 10,163 7,738 2,425 Perdagangan 9,097 4,317 118 4,093 11,969 6,712 492 231 5,988 1,276 4,211 3,827 11,734 921 7,398 2,062 Perindustrian 24,025 389 2,070 601 300 535 42 3,834 4,801 8,044 699 2,897 5,320 148 719 558 5,546 428 Transmigrasi 19 20 85 292 90 200 14,992 100 572
LAMPIRAN IV
PROFIL APBD BERDASARKAN KLASIFIKASI URUSAN PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2012
(dalam jutaan rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Daerah Prop. Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene dan Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja Kab. Wajo Kota Pare-Pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Pemerintahan Umum 3,181,944 121,005 107,456 465,271 140,224 149,042 136,690 166,189 169,746 139,675 183,847 110,798 139,656 196,460 134,500 101,742 125,311 145,171 195,824 260,888 95,589 459,972 112,750 130,807 163,784 Kepegawaian 4,627 6,677 3,829 6,198 8,558 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 24,410 3,701 3,154 2,443 3,193 3,286 22,635 5,204 2,962 4,591 5,692 3,357 4,171 3,536 2,613 4,683 2,425 7,234 19,019 5,949 3,951 11,981 2,962 4,497 21,096 Statistik 373 52 405 50 360 105 141 390 185 Kearsipan 115 1,611 34 777 79 2,094 1,001 1,315 1,159 1,453 53 876 22 7 2,123 Komunikasi dan Informatika 118 576 1,978 4,959 1,428 747 8,718 260 729 2,098 4,615 662 2,107 30 Ketahanan Pangan 16,345 7,079 1,892 1,197 8,083 1,525 14,143 5,622 1,734 10,736 8,403 7,975 6,564 2,443 5,930 5,686 5,263 Perpustakaan 20,532 1,418 2,240 169 1,844 1,306 1,554 1,339 1,031 695 1,601 5,916 1,232 531 Pertanian 165,395 17,740 15,272 18,837 17,536 22,764 16,701 44,854 20,059 18,141 20,884 15,760 30,363 16,243 14,950 23,725 18,509 12,631 14,488 12,495 10,722 7,543 40,017 14,681
LAMPIRAN IV
PROFIL APBD BERDASARKAN KLASIFIKASI URUSAN PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2012
(dalam jutaan rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Daerah Prop. Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene dan Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja Kab. Wajo Kota Pare-Pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Pemberdayaan Perempuan 8,464 1,539 709 6,969 785 4,643 20 5,084 4,003 1,619 4,258 1,608 859 2,128 137 877 3,156 Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera 5,117 3,643 8,395 927 6,601 8,348 4,883 4,859 2,081 6,556 77 6,419 6,354 1,257 5,608 4,305 5,392 3,588 16,452 1,230 5,703 719 Sosial 32,049 1,969 3,761 2,197 4,330 2,735 9,129 9,305 11,029 3,380 6,063 3,726 4,228 11,639 4,570 3,094 6,542 4,507 3,341 14,607 1,641 5,786 2,666 Tenaga Kerja 25,817 39 3,272 178 3,891 2,967 3,469 82 1,474 3,581 1,434 802 16,324 408 7,050 6,851 2,666 3,705 100 Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 18,812 3,939 2,543 2,276 2,765 3,663 2,031 2,233 3,439 4,044 3,953 623 3,077 5,572 5,028 2,954 2,766 2,155 3,667 4,284 8,910 2,141 3,031 2,518 Penanaman Modal 18,537 112 1,059 930 376 876 505 100 35 1,194 705 1,191 225 2,259 381 154 Kebudayaan 49,144 2,240 3,486 2,489 2,592 245 1,137 453 171 4,222 4,221 3,403 572 16,158 211 1,016 2,640 Pemuda dan Olah Raga 24,202 742 2,365 468 350 2,628 8,362 171 3,159 639 3,475 3,556 12,686 2,939 1,666 3,848 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri 39,020 4,114 5,400 12,043 5,303 3,409 7,646 5,316 5,244 8,649 8,880 5,357 9,473 8,494 5,157 5,502 6,442 6,109 4,784 2,055 5,155 17,226 8,089 5,878 4,935
LAMPIRAN IV
PROFIL APBD BERDASARKAN KLASIFIKASI URUSAN PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2012
(dalam jutaan rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Daerah Prop. Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene dan Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja Kab. Wajo Kota Pare-Pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Pendidikan 84,958 153,553 233,105 489,037 361,355 196,754 394,090 237,760 248,710 257,075 218,434 337,788 297,102 135,390 283,004 281,268 305,167 317,256 203,550 294,621 206,640 607,949 169,844 192,174 190,143 Kesehatan 329,489 46,012 55,582 103,657 70,824 51,216 88,618 76,312 57,772 87,730 69,634 86,046 67,032 39,458 74,262 50,002 57,321 72,771 61,379 70,156 98,191 173,991 70,737 100,368 37,191 Pekerjaan Umum 449,613 44,159 35,586 39,734 51,871 89,409 91,492 55,944 27,592 66,138 58,817 82,015 84,881 12,088 84,938 36,443 56,186 25,276 25,205 124,319 52,720 243,281 37,500 148,820 28,170 Perumahan 55,172 1,460 6,008 3,789 43 2,163 53 4,959 1,500 25,351 141 8,066 13,408 7,744 6,230 5,889 Penataan Ruang 4,675 128 8,436 4,343 6,620 16,258 1,614 4,356 520 16,363 86 4,290 6,244 9,823 3,788 6,390 6,413 Perencanaan Pembangunan 41,216 4,540 3,518 3,808 3,997 3,997 3,904 4,845 5,310 7,544 3,268 5,051 5,743 6,596 3,812 3,810 7,312 4,691 4,512 8,720 4,583 18,895 5,409 9,078 5,376 Perhubungan 49,887 9,013 4,215 4,731 5,966 4,567 6,985 10,484 7,731 5,753 5,067 5,221 5,368 6,151 4,346 4,472 4,199 4,104 5,792 4,179 4,450 14,366 4,560 5,835 3,867 Lingkungan Hidup 15,805 8,239 2,747 3,063 6,369 5,366 2,455 3,164 7,138 6,667 8,502 8,417 12,337 7,636 3,783 2,151 3,431 2,426 6,203 4,190 12,323 57,042 12,035 6,141 6,187 Pertanahan 1,248 932 5,467 2,948 1,434 13,028 770 290 453 Kependudukan dan Catatan Sipil 2,980 2,843 4,050 3,204 1,506 4,657 2,110 6,222 5,051 2,602 2,678 3,812 2,478 3,749 3,102 4,859 4,199 3,954 2,841 15,834 3,851 4,594 2,679
LAMPIRAN BAB IV
Uraian Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH DAU DAK Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Lain-lain Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga
Kab. Gowa 7 821,387 54,171 19,618 27,777 3,629 3,147 669,264 28,064 586,415 54,785 97,952 25,049 46,632 26,271 830,317 535,656 504,338 1,398 7,905 3,007 16,648 2,360 294,661 26,018 126,875 141,768 8,930 37,405 34,062 3,344 28,476 25,000 132 3,344 -
LAMPIRAN BAB IV
Uraian
Kab. Luwu 9 627,482 19,165 4,090 9,721 2,500 2,855 546,852 16,750 475,295 54,806 61,465 6,800 42,432 12,233 630,136 414,056 373,138 5,475 1,000 29,442 5,000 216,080 25,598 107,629 82,853 2,654 4,120 4,120 1,466 1,000 350 116 -
Kab. Pinrang 13 702,765 37,093 5,141 19,872 6,250 5,830 572,077 25,000 502,508 44,568 93,595 15,200 65,786 12,610 702,498 429,169 400,347 500 5,174 1,000 450 19,198 2,500 273,329 12,373 128,677 132,279 (266) 266 266 -
Kab. Sinjai 16 567,519 16,646 3,453 3,944 2,300 6,950 480,138 25,345 416,771 38,022 70,735 13,077 57,658 565,791 365,433 348,858 4,068 2,939 8,568 1,000 200,358 19,223 88,139 92,995 (1,728) 8,867 8,867 10,595 1,000 9,595 -
Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH DAU DAK Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Lain-lain Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga
LAMPIRAN BAB IV
Uraian Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH DAU DAK Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Lain-lain Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga
LAMPIRAN BAB IV
13,678 62,552 10,500 603,279 387,112 350,150 5,400 1,692 1,352 218 27,000 1,300 216,166 19,583 97,947 98,636 3,846 36,864 7,489 29,100
32,879 155,068 40,905 1,362,069 917,284 809,660 3,311 29,192 22,210 2,000 1,787 47,624 1,500 444,784 27,421 214,823 202,541 39,231 49,716 44,716
4,396 1,735 7,744 34,094 500 310,320 51,321 119,105 139,894 11,513 15,013 14,913
17,000 3,000
29,051 1,961
20,254 500 419,186 28,239 159,858 231,090 38,138 49,063 20,517 25,000
30,468 17,000 284,806 33,671 136,221 114,914 29,683 32,683 25,183 7,500
500,000 275 1,630 172 33,018 5,000 10,485 100 3,500 1,000 29,176
3,546
10,925 7,380
3,000
3,000
LAMPIRAN BAB IV
Uraian
Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH DAU DAK Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Lain-lain Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA sebelumnya Pencairan dana cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Pembayaran Kegiatan Lanjutan Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga
14,308 57,658
1,500 1,500
18,296 400 362 8,228 2,000 236,779 20,011 112,847 103,921 3,500 4,500 4,500
30,000
4,832
47,214
500
1,000
35,562
1,000
1,000 35,562
1,000
LAMPIRAN BAB IV
37,254 5,844 10,220 7,953 2,444 665 3,634 250 36,904 18,971 17,321
LAMPIRAN BAB IV
1,659 1,553 1,557 52,414 1,500 480,362 8,790 153,772 317,799 33,864 70,599 70,599
8,942 2,197 19,902 500 304,243 17,077 114,905 172,261 2,859 4,359 4,359
36,735
1,500
LAMPIRAN BAB
Nomor RDA/RDI/RPD
RDA-327/DP3/2006 RDA-326/DP3/2005 RDA-294/DP3/1997 RDA-291/DP3/1997 RDA-283/DP3/1997 RDA-277/DP3/1996 RDA-271/DP3/1997 RDA-261/DP3/1997 RDA-246/DP3/1996 RDA-242/DP3/1996 RDA-204/DP3/1994 RDA-19/DDI/1988 RDA-176/DP3/1994 RDA-115/DP3/1993 RDA-090/DDI/1992 RDA-066/DDI/1991 RDA-037/DDI/1990 RDA.P5-123A/DP3/1993 RDA.P5-123/DP3/1993 RDA.P5-118/DP3/1993 RDA.P5-113/DP3/1993 JUMLAH
Penerima RDA/RDI/RPD
PEMKAB BONE PEMKAB SOPPENG PDAM KAB TANATORAJA PDAM KAB KOLAKA PEMKAB GOWA PEMKAB PANGKEP PDAM KAB PINRANG PDAM KAB POLMAS PDAM KAB PANGKAJENE PEMKAB MAROS PDAM KAB SOPPENG PDAM KOTA MAKASAR PDAM KAB WAJO PEMKOT MAKASAR PDAM KAB SINJAI PEMKOT PARE-PARE PDAM KOTA MAKASAR PEMKOT. PALOPO PDAM KOTA PALOPO PDAM KAB BONE PEMKAB BONE
Jumlah RDA/RDI/RDP
28,892,553,000.00 9,899,440,400.00 6,938,643,524.16 1,491,403,806.44 2,045,917,253.18 2,445,390,791.93 3,605,904,482.11 6,129,945,226.20 4,709,617,176.34 3,349,055,291.68 2,075,773,744.43 2,232,500,000.00 2,751,785,664.21 11,988,217,588.98 1,221,158,265.27 8,973,048,980.84 348,207,187.50 1,333,463,856.78 4,664,737,762.83 2,187,020,573.96 2,367,243,069.90 109,651,027,646.74
Pembayaran pokok
11,557,021,200.00 7,089,746,287.28 2,045,917,253.18 2,445,390,791.93 3,349,055,219.68 17,052,612.16 2,232,500,000.00 91,546,029.98 1,598,428,800.00 117,504,958.08 5,729,708,895.44 348,207,187.50 1,333,463,856.78 4,509,246,276.29 1,458,013,713.97 2,288,334,967.57 46,211,138,049.84
Sisa Pokok
17,335,531,800.00 2,809,694,112.72 6,938,643,524.16 1,491,403,806.44 3,605,904,482.11 6,129,945,226.20 4,709,617,176.34 72.00 2,058,721,132.27 2,660,239,634.23 10,389,788,788.98 1,103,653,307.19 3,243,340,085.40 155,491,486.54 729,006,859.99 78,908,102.33 63,439,889,596.90
LAMPIRAN BAB PERKEMBANGAN PEMBAYARAN ANGSURAN POKOK RDA DI PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I TAHUN 2013
No
Nomor RDA
Penerima RDA PEMKAB BONE PEMKAB BONE PEMKAB SOPPENG PEMKAB SOPPENG JUMLAH
Maret -
PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA DAN DENDA RDA DI PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I TAHUN 2013
No
1 2 3 4
Penerima RDA PEMKAB BONE PEMKAB BONE PEMKAB SOPPENG PEMKAB SOPPENG
LAMPIRAN BAB
Jumlah SLA
2,711,233,040.55 1,227,409,718.48 2,584,892,532.12 1,714,957,880.96 471,908,197.58 2,413,972,451.06 696,636,460.24 1,291,933,315.46 2,767,506,765.00 664,155,135.00 1,848,971,610.66 8,322,904,415.45 15,892,894,675.47 159,257,250,884.79 17,858,755,808.22 6,900,996,637.31 45,795,468,964.00 43,974,696,222.00 41,068,318,181.00 34,111,297,474.00 1,598,632,290.19 158,000,000.00 938,077,349.54 849,902,684.91 1,773,131,050.43 984,071,349.49 1,307,805,948.77 2,005,435,143.86 333,852,989.34 826,100,000.00 732,687,204.53 1,747,763,074.73 2,792,936,571.58 1,165,144,378.25 1,341,743,672.30 427,676,964.68 410,559,121,041.95
Pembayaran Pokok
2,006,255,444.80 1,227,409,718.48 1,723,261,688.14 571,652,626.99 1,931,177,960.85 1,845,004,510.00 365,285,324.25 1,848,971,610.67 8,322,904,414.60 3,589,334,371.05 66,234,561,847.47 17,858,755,808.22 897,262,817.46 5,112,176,781.48 4,548,173,004.13 181,361,107.00 20,103,800.00 713,266,481.34 1,684,474,497.91 1,056,304,804.78 2,005,435,143.86 89,027,463.83 523,196,666.71 1,861,957,714.39 126,217,315,608.41
Sisa Pinjaman
704,977,595.75 861,630,843.98 1,143,305,253.97 471,908,197.58 482,794,490.21 696,636,460.24 1,291,933,315.46 922,502,255.00 298,869,810.75 (0.01) 0.85 12,303,560,304.42 93,022,689,037.32 6,003,733,819.85 45,795,468,964.00 43,974,696,222.00 35,956,141,399.52 29,563,124,469.87 1,417,271,183.19 137,896,200.00 224,810,868.20 849,902,684.91 88,656,552.52 984,071,349.49 251,501,143.99 244,825,525.51 302,903,333.29 732,687,204.53 1,747,763,074.73 930,978,857.19 1,165,144,378.25 1,341,743,672.30 427,676,964.68 284,341,805,433.54
1 SLA-EKS BI-12/009 2 SLA-998/DP3/1997 3 SLA-993/DP3/1997 4 SLA-991/DP3/1991 6 SLA-989/DP3/1997 7 SLA-987/DP3/1997 8 SLA-986/DP3/1997 9 SLA-985/DP3/1997 10 SLA-984/DP3/1997 12 SLA-980/DP3/1997 13 SLA-979/DP3/1997 14 SLA-925/DP3/1996 15 SLA-833/DP3/1995 16 SLA-792/DP3/1995 17 SLA-429/DDI/1988 18 SLA-159/DDI/1984 19 SLA-1224/DSMI/2009 20 SLA-1215/DP3/2008 21 SLA-1205/DP3/2006 22 SLA-1202/DP3/2006 23 SLA-12/032/IBRD/PP 24 SLA-12/032/IBRD/PP 27 SLA-1051/DP3/1998 28 SLA-1042/DP3/1998 29 SLA-1041/DP3/1998 30 SLA-1027/DP3/1998 31 SLA-1026/DP3/1998 33 SLA-1018/DP3/1998 34 SLA-1015/DP3/1998 35 SLA-1014/DP3/1998 36 SLA-1012A/DP3/1998 37 SLA-1012/DP3/1998 38 SLA-1011/DP3/1997 39 SLA-1010/DP3/1997 40 SLA-1003/DP3/1997 41 SLA-1000/DP3/1997
520,210,148,688.69
LAMPIRAN BAB
PERKEMBANGAN PEMBAYARAN ANGSURAN POKOK SLA DI PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I TAHUN 2013 No
Nomor SLA 1 SLA-1015/DP3/1998 2 SLA-1047/DP3/1998 3 SLA-1051/DP3/1998 4 SLA-1205/DP3/2006 5 SLA-979/DP3/1997 6 SLA-1026/DP3/1998 7 SLA-1215/DP3/2008 8 SLA-1041/DP3/1998 Penerima SLA PDAM KAB TAKALAR PEMKAB POLMAS PEMKAB PANGKEP PEMKO PARE-PARE PEMKAB SOPPENG PDAM KOTA PALOPO PEMKOT. PALOPO PDAM KAB GOWA JUMLAH Januari 11,128,432.98 11,128,432.98 Pembayaran Pokok Pebruari 49,484,640.00 37,195,398.25 1,382,928,515.37 50,300,228.80 1,519,908,782.42 Maret 88,656,552.52 88,656,552.52
PERKEMBANGAN PEMBAYARAN BUNGA DAN DENDA SLA DI PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I TAHUN 2013
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nomor SLA SLA-1015/DP3/1998 SLA-1047/DP3/1998 SLA-1051/DP3/1998 SLA-1205/DP3/2006 SLA-979/DP3/1997 SLA-1026/DP3/1998 SLA-1215/DP3/2008 SLA-1041/DP3/1998 Penerima SLA PDAM KAB TAKALAR PEMKAB POLMAS PEMKAB PANGKEP PEMKO PARE-PARE PEMKAB SOPPENG PDAM KOTA PALOPO PEMKOT. PALOPO PDAM KAB GOWA JUMLAH Januari 7,328,567.02 7,328,567.02 Pembayaran Bunga dan Denda Pebruari 23,774,620.00 15,735,366.87 1,523,501,661.63 67.25 15,104,040.92 1,578,115,756.67 Maret 3,000,000,000.00 5,237,509.36 3,005,237,509.36
DAFTAR PUSTAKA
Alm J, Robert, H. et al, Can Indonesia Decentralize Succesfully? Palns, Problems and Prospects, Bulletin of Indonesia Economic studies 37 (1):83-102,2001 Blanchard, O, Macroeconomics, Pearson International Edition (Fifth Edition) 2009 Mankiw, GN, Macroeconomics, Worth Publisers, Seventh Edition (international Edition), 2009 Indikator Makro Sosial Ekonomi Sulawesi Selatan Triwulan I 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2012 Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan, Bagian Organisasi dan Tatalaksana, Setditjen Perbendaharaan, 2013 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Kanwil Ditjen Perbendaharaan provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Kanwil Ditjen Perbendaharaan provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Kanwil Ditjen Perbendaharaan provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2010, 2011, 2012 Abulo sibatang, buku rapat dinas Kementerian Keuangan di Makassar, 14 April 2013 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan-I 2012, Bank Indonesia Cabang Sulawesi selatan, 2012 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan-II 2012, Bank Indonesia Cabang Sulawesi selatan, 2012 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan-III 2012, Bank Indonesia Cabang Sulawesi selatan, 2012 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan-IV 2012, Bank Indonesia Cabang Sulawesi selatan, 2012 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan-I 2013, Bank Indonesia Cabang Sulawesi selatan, 2013 Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulawesi Selatan No.43/08/73/Th. VI, 6 Agustus 2012 Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulawesi Selatan No.22/05/73/Th. XVII, 1 Mei 2013 Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulawesi Selatan No.029/05/73/Th.VII, 6 Mei 2013
Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulawesi Selatan No.028/05/73/Th.VII, 6Mei 2013 Sulawesi Selatan Dalam Angka, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2012 www.djpk.depkeu.go.id www.bps.go.id www.sulsel.bps.go.id www.pajak.go.id www.pa.perbendaharaan.go.id
Hasan Lutfi Supratman Moch. Fajar Adca Nurseda Yacoba Sampeliling Nurhadi Suhaeri Ratna Ibrachim Andi Tati Aco Shahbiruddin Laseng Samandota Batoarung La Ode Dai
Noor Since Mida La Ode Arisidin Jumading Amirsyah Virniasari Moh. Ali Nurhayati Mustamin Mustafa Wahyuni Ruslan Hasan Erwin Puspita Wijaya Hermin Nita Ponno