You are on page 1of 15

Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan

apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Ciri Ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut. Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat. Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir). Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar) Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia. Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat. Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai. Klasifikasi Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value). Nilai dominan Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut. Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat. Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal. Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri. Nilai mendarah daging (internalized value)

Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu: Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi fisik/jasmani seseorang. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/psikis seseorang. Macam-Macam Nilai Menurut Prof. Notonegoro Menurut Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian. a. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia. b. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. c. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi 1) nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia; 2) nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan manusia; 3) nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) manusia; 4) nilai religius (agama) yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Macam Macam Norma Dalam kehidupan umat manusia terdapat bermacam macam norma, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma hukum dan lain lain. Norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum digolongkan sebagai norma umum. Selain itu dikenal juga adanya norma khusus, seperti aturan permainan, tata tertib sekolah, tata tertib pengunjung tempat bersejarah dan lain lain. 21 1. Norma Agama Norma agama adalah aturan aturan h idup yang berupa perintah -

perintah dan larangan larangan, yang oleh pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Aturan aturan itu tidak saja mengatur hubungan vertikal, antara manusia dengan Tuhan (ibadah), tapi juga hubungan horisontal, antara manusia dengan sesama manusia. Pada umumnya setiap pemeluk agama menyakini bawa barang siapa yang mematuhi perintah perintah Tuhan dan menjauhi larangan larangan Tuhan akan memperoleh pahala. Sebaliknya barang siapa yang melanggarnya akan berdosa dan seba gai sanksinya, ia akan memperoleh siksa. Sikap dan perbuatan yang menunjukkan kepatuhan untuk menjalankan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya tersebut disebut taqwa. 2. Norma Kesusilaan Norma kesusilaan adalah aturan

aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan buruk, yang berupa bisikan bisikan atau suara batin yang berasal dari hati nurani manusia. Berdasar kodrat kemanusiaannya, hati nurani setiap manusia menyimpan potensi nilai nilai kesusilaan. Hal ini analog dengan hak hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia karena kodrat kemanusiaannya, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena potensi nilai nilai kesusilaan itu tersimpan pada hati nurani setiap manusia (yang berbudi), maka hati nurani manusia dapat disebut sebagai su mber norma kesusilaan. Ini sejalan dengan pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan etika, yang membicarakan tata susila dan tata sopan santun. Tata susila mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya menganggap baik, atau bersumber dari hat i nuraninya, lepas dari hubungan dan pengaruh orang lain (Widjaja, 1985: 154).Tidak jarang ketentuan

ketentuan norma agama juga menjadi ketentuan ketentuan norma kesusilaan, sebab pada hakikatnya nilai nilai keagamaan dan kesusilaan itu berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian pula karena sifatnya yang melekat pada diri setiap manusia, maka nilai nilai kesusilaan itu bersifat universal. Dengan kata lain, nilai nilai kesusilaan yang universal tersebut bebas dari dimensi ruang dan waktu, yang 22 berarti ber laku di manapun dan kapanpun juga. Sebagai contoh, tindak pemerkosaan dipandang sebagai tindakan yang melanggar kesusilaan, di belahan dunia manapun dan pada masa kapanpun juga. Kepatuhan terhadap norma kesusilaan akan menimbulkan rasa bahagia, sebab yang bersangkutan merasa tidak mengingkari hati nuraninya. Sebaliknya, pelanggaran terhadap norma kesusilaan pada hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap hati nuraninya sendiri, sehingga sebagaimana dikemukakan dalam sebuah mutiara hikmah, pengingkaran terha

dap hati nurani itu akan menimbulkan penyesalan atau bahkan penderitaan batin. Inilah bentuk sanksi terhadap pelanggaran norma kesusilaan. 3. Norma Kesopanan Norma kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik bai k, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya bersumber dari adat istiadat, budaya, atau nilai nilai masyarakat. Ini sejalan dengan pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan eika, yang membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata sopan santun mendorong berbuat baik, sekedar lahiriah saja, tidak bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai menghargai orang lain dalam pergaulan (Widjaja, 1985: 154) . Dengan demikian norma kesopanan itu bersifat kultural, kontekstual, nasional atau bahkan lokal. Berbeda dengan norma kesusilaan, norma kesopanan itu tidak bersifat universal. Suatu perbuatan yang dianggap sopan oleh sekelompok masyarakat mungkin saja dia nggap tidak sopan bagi sekelompok masyarakat yang lain. Sejalan dengan sifat masyarakat yang dinamis dan berubah, maka norma kesopanan dalam suatu komunitas tertentu juga dapat berubah dari masa ke masa. Suatu perbuatan yang pada masa

dahulu dianggap tidak sopan oleh suatu komunitas tertentu mungkin saja kemudian dianggap sebagai perbuatan biasa yang tidak melanggar kesopanan oleh komunitas yang sama. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa norma kesopanan itu tergantung pada dimensi ruang dan waktu. Sanksi 23 terhadap pelanggaran norma kesopanan adalah berupa celaan, cemoohan, atau diasingkan oleh masyarakat. Akan tetapi sesuai dengan sifatnya yang tergantung (relatif), maka tidak jarang norma kesopanan ditafsirkan secara subyektif, sehingga me nimbulkan perbedaan persepsi tentang sopan atau tidak sopannya perbuatan tertentu. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu ketika seorang pejabat di Jawa Timur sedang didengar kesaksiannya di pengadilan dan ketika seorang terdakwa di ibu kota sedang diadi li telah ditegur oleh hakim ketua, karena keduanya dianggap tidak sopan dengan sikap duduknya yang jegang (menyilangkan kaki). Kasus ini menimbulkan tanggapan pro dan kontra dari berbagai kalangan dan menjadi diskusi yang hangat tentang ukuran kesopanan yang digunakan. Demikian pula halnya ketika advokat kenamaan di ibu kota berkecak pinggang di depan majelis hakim, yang oleh majelis hakim perbuatan itu bukan hanya dinilai tidak sopan, tapi lebih dari itu dinilai sebagai contempt of court (penghinaan terh

adap pengadilan), sehingga tentu saja mempunyai implikasi hukum. 4. Norma Hukum Norma hukum adalah aturan aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang, yang mengikat dan bersifat memaksa, demi terwujudnya ketertiban masyarakat. Sifat memaksa den gan sanksinya yang tegas dan nyata inilah yang merupakan kelebihan norma hukum dibanding dengan ketiga norma yang lain. Negara berkuasa untuk memaksakan aturan aturan hukum guna dipatuhi dan terhadap orang orang yang bertindak melawan hukum diancam hukuman . Ancaman hukuman itu dapat berupa hukuman bandan atau hukuman benda. Hukuman bandan dapat berupa hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara sementara. Di samping itu masih dimungkinkan pula dijatuhkannya hukuman tambahan, yakni penca butan hak hak tertentu, perampasan barang

barang tertentu, dan pengumuman keputusan pengadilan. Demi tegaknya hukum, negara memiliki aparat aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim. Sanksi yang tegas dan nyata, dengan berbagai bentuk hukuman seperti yang telah 24 dikemukakan itu, tidak dimiliki oleh ketiga norma yang lain. Sumber hukum dalam arti materiil dapat berasal dari falsafah, pandangan hidup, ajaran agama, nilai nilai kesusilaam,adat istiadat, budaya, sejarah dan lain lain. Dengan demikia n dapat saja suatu ketentuan norma hukum juga menjadi ketentuan norma norma yang lain. Sebagai contoh, perbuatan mencuri adalah perbuatan melawan hukum (tindak pidana, dalam hal ini : kejahatan), yang juga merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norm a agama, kesusilaan (a susila), maupun kesopanan (a sosial). Jadi, diantara norma -

norma tersebut mungkin saja terdapat kesamaan obyek materinya, akan tetapi yang tidak sama adalah sanksinya. Akan tetapi, sebagai contoh lagi, seorang yang mengendari kendara an bermotor tanpa memiliki SIM, meskipun tidak melanggar norma agama, akan tetapi melanggar norma hukum. C. Hubungan antara Nilai. Norma, dan Moral Di muka telah dikemukakan terminologi nilai, norma, dan moral. Ketiganya mempunyai hubungan yang erat, te rutama dalam wacana pendidikan moral, pembentukan sikap sikap, pembangunan watak bangsa (the character building) dan sebagainya. Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang menggantikan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada umumnya dipandang sebagai media pendidikan moral. Dalam Kurikulum/Garis Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran tersebut din yatakan bahwa ruang lingkup PPKn pada prinsipnya mencakup (1) Nilai Moral dan Norma, serta (2) Ideologi,

Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan Keamanan, dan Perkembangan Iptek. Akan tetapi cakupan Nilai Moral dan Norma (acapkali ditulis : Nilai, Mora l, dan Norma) tersebut dalam GBPP tidak disertai dengan penjelasan, baik mengenai konsep maupun struktur dan hubungannya sebagai sebagai suatu kesatuaan, dalam rangka mencapai tujuan mata pelajaran tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan problem dalam i mplementasi. Materi pelajaran menjadi kurang 25 sistematis dan kurang jelas kaitannya dengan ketiga aspek tersebut. Maka, di samping faktor faktor yang lain, tidak aneh jika hasil pembelajaran PPKn kemudian sering dipertanyakan oleh masyarakat. Logikanya, st ruktur ketiga aspek tersebut secara hirarkhis mulai dari aspek yang paling mendasar adalah Nilai, Norma, dan Moral. Dalam hirarkhi ini, yang dimaksud moral adalah dalam pengertian sikap/tingkah laku, bukan dalam pengertian nilai moral maupun norma moral (k esusilaan). Kemudian, bagaimana hubungan antara nilai, norma, dan moral ? Menurut Kaelan, agar suatu nilai lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih obyektif, sehingga memudahkan manusia

untuk menjabarkannya dalam tingkah laku kongkrit. Wujud yang lebih kongkrit dari nilai adalah merupakan suatu norma (Kaelan, 2000: 179). Dengan demikian, hubungan antara nilai, norma, dan moral dapat dinyatakan bahwa norma pada dasarnya merupakan nilai yang dibakukan, dijadikan standar atau ukuran bagi kualitas suatu tingkah laku..

1.

2.

3. a. b. c. d. e. 4.

5.

Banyak rumusan yang dikemukakan ahli tentang definisi intelektual. Masing-masing ahli member tekanan yang berbeda-beda sesuai dengan titik pandang untuk lebih memahami intelektual yang sesungguhnya. Berikut dikemukakan defenisi dari beberapa ahli tersebut sebagai berikut. Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan sesorang untuk meperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan maslah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991). Adrew Crider (dalam azwar, 1996) mengatakan bahwa intelektual itu bagaikan listrik, mudah diukur tapi mustahil untuk didefenisikan. Kalimat ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat sejak sekitar delapan decade yang lalu, akan tetapi sejauh ini belum ada defenisi intelektua yang dapat diterima secara universal. Alfred Binet (dalam irfan, 1986) mengemukakan bahwa intelegensi adalah suatu kapasitas intelektual umum yang antara lain mencakup kemampuan-kemampuan: Menalar dan menilai Menyeluruh Mencipta dan merumuskan arah berfikir spesifik Menyesuaikan fikiran pada pencapaian hasil akhir Memiliki kemampuan mengeritik diri sendiri Menurut spearman (dalam irfan, 1986; mangkunegara, 1993) aktifitas mental atau tingkah laku individu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor umum dan factor khusus dengan kemampuan menalar secara abstrak. David Wechsler (dalam Azwar, 1996) mendefenisikan intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif.

B. Perkembangan Intelektual Pada Masa Remaja Pada periode remaja intelegensi berkembang semakin berkualitas dengan bertambahnya kemampuan remaja untuk menganalisis dan memikirkan hal-hal yang abstrak, akibatnya remaja makin kritis dan dapat berfikir dengan baik. Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh teori-teori dan ide sehingga menimbulkan sifat kritis terhadap lingkungannya. Pendapat orang tua sering membandingkan-bandingkan dengan teori yang dinternalisasi remaja. Akibatnya, sering terjadi pertentangan antara sikap kritis

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.

remaja dan aturan-aturan, adat-istiadat, kebebasan, dan norma-norma yang berlaku dilingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai akibat remaja telah mampu berfikir secra abstrak dan hipotesis, maka pola piker remaja menunjukan kekhususan sebagai berikut. Timbul kesadaran berfikir tentang berbagai kemumngkinan tentang dirinya. Mulai memikirkan bayangan tentang dirinya pada masa yang akan datang. Mampun memahami norma dan nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya. Bersifat kritis terhadap berbagai masalah yang akan dihadapi. Mampu menggunakan teori-teori dan ilmu pengetahuan yang dimiliki Dapat mengasimilasikan fakta-fakta baru dan fakta-fakta lama. Dapat membedakan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Mampu mengambil manfaat dari pengalaman. Makin berkembangnya rasa toleransi terhadap orang lain yang berbeda pendapat dengannya. pendapat dengannya. Mulai mampu berfikir tentang masalah yang tidak konkret, seperti pemilihan pekerjaan, kelanjutan studi, dan perkawinan. Milai memiliki pertimbangan-pertimbangan yang rasional. Taraf kecerdasan masing-masing individu tidak sama, ada yang rendah, sedang, dan ada yang tergolong tinggi. Perbedaan itu sudah ada sejak lahir, namun perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

C. Faktor-Faktor Yang Mepengaruhi Perkembangan Intelektual . Menurut Ngalim Purwanto (1986) faktor-faktor yang mepengaruhi perkembangan intelektual antara lain. 1. Factor pembawaan (genetik) 2. Faktor gizi 3. Factor kematangan 4. Factor Pembentukan 5. Kebebasan Psikologis Perlu dikembangkan kebebasan psikologis pada anak agar intelegensinya berkembang

Nilai keindahan
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.

Nilai social

Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.

Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.

Ciri
Ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut.

Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat. Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir). Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar) Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia. Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat. Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai.

You might also like