You are on page 1of 18

LINGKUNGAN PENGENDAPAN TRANSISI DAN LAUT : SISTEM PANTAI

Abstrak Lingkungan daerah pengendapan transisi laut pantai banyak dipengaruhi oleh aktivitas laut (gelombang dan arus tidal) serta di pengaruhi juga oleh aktivitas angin. Endapan di daerah pantai ini terletak di sepanjang perbatasan daratan dengan laut, yang di batasi oleh garis pantai (shoreline). Endapan pantai sendiri di bedakan menjadi dua yaitu endapan pantai modern dan ancient beach. Dimana masing-masing endapan tersebut mempunyai karakteristtik yang berbeda.

Lingkungan pengendapan transisi dan laut berada diantara batas benua (continental) dengan bidang depposisi laut (pantai). Daerah lingkungan ini di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas sungai, gelombang dan arus pasang-surut. Salinitas di daerah ini berbeda-beda pada tiap bagian dari sistem, dari tawa ke payau hingga daerah yang mempunyai salinitas sangat tinggi bergantung pada sejauh mana batas aktivitas sungai serta bergantung pada iklim. Persebaran daerah transisi dan laut ini juga sebagian terekspos sebagai bentukan morfologi yang terjadi akibat transportasi pasir oleh angin (membentuk suatu gumuk-gumuk pasir) dan sebagian besar di pengaruhi oleh aktivitas laut dangkal. Kebanyakan daerah lingkungan pengendapan ini mempunyai karakteristik yang didominasi oleh energi (pengendapan) yang tinggi dari gelombang dan arus (pasang-surut) yang ada di pantai, walaupun ada sebagian yang terdapat dalam kondisi air tenang seperti lingkungan lagoon ataupun lingkungan estuarine. Lingkungan pengendapan transisi dan laut ini mendapat suplai sedimen yang sangat besar dari sungai disekitarnya dan berjalan seiringnya waktu dalam skala geologi, sehingga volumenya bertambah hingga sangat banyak sekali dan bertahan lama sehingga dapat terekam dalam geology record secara signifikan.

Daerah yang dihasilkan dari lingkungan pengendapan daerah transisi dan laut ini adalah lingkungan pengendapan pantai dan pulau penghalang, lagoon, estuarine, delta, straind plain, dan tidal flats. Lagoon dan estuarine merupakan contoh dari karakteristik pantai transgresif, sedangkan delta merupakan contoh dari pantai prograding. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai daerah lingkungan transisi dan laut pantai.

1. Pantai Pantai merupakan suatu bidang yang memanjang sepanjang garis pantai yang berhimpit dengan daratan dan berisi endapan sedimen pasir (Boggs, 2006). Badan dari pasir pantai ini sendiri mempunyai bentuk yang khas memotong tepat di daerah seperti semenanjung, tebing laut terdekat, estuarine, sungai yang membentuk delta, teluk kecil yang di pengaruhi oleh pasang surut, teluk dan laguna. Sistem pantai ini biasanya erat hubungannya dengan sistem pulau penghalang. Yang membedakan keduanya adalah sistem pantai berbatasan langsung dengan daratan, sedangkan sistem pulau penghalang terpisah dari daratan dan di batasi oleh suatu laguna yang dakal ataupun muara sungai.

Pantai mungkin terbentuk dalam sistem delta sepanjang daerah pengendapan dari delta, atau pada daerah laut yang dekat dengat daratan, bahkan sistem pengendapan pantai ini bisa terbentuk pada sistem lacustrine yang sama sekali tidak ada hubunganya dengan delta, dari semua tempat terbentuknya laut memiliki kesamaan yaitu semua daerah merupakan daerah pengendapan yang dinamis dan dipengaruhi oleh musim yang jarang berubah sehingga menjadikan endapan sistem pantai dalam keadaan fluktuasi yang konstan malah cenderung bertambah. Pantai berbeda dengan delta, apabila delta merupakan suatu bentukan pengendapan yang dipengaruhi oleh aktivitas sungai serta aktivitas laut (gelombang, pasang surut) sedangkan sistem pantai lebih didominasi oleh aktivitas laut (gelombang dan arus pasang-surut) dan sebagian kecil dipengaruhi oleh transportasi angin ditunjukan dengan adanya morfologi gumuk pasir (dune) di sekitar pantai (Boggs, 2006). Studi pantai pada masa sekarang ini lebih luas dibandingkan hanya studi mengenai lingkungan pengendapan, studi mengenai pantai sudah lebih mendetail, seperti untuk mengetahui potensi sumber daya geologi. Studi mengenai ancient beach, juga tidak kalah pentingnya, studi ini biasanya digunakan untuk studi reservoir dari minyak bumi dan gas alam dll. Daerah pengendapan sistem pantai ini berkembang dengan baik akibat dominasi oleh gelombang pantai dimana jarak pasang surut yang relatif kecil hingga menengah. Menurut Boggs (2006) pantai di klasifikasikan berdasarkan basis jarak pasang surut dalam 3 grup, Mikrotidal (0-2meter tidal range), Mesotidal (2-4 meter tidal range), Makrotidal (tidal range > 4 meter). Pantai dan pulau penghalang dapat di temukan sebagai pantai tunggal yang berhimpit dengan daratan, pantai yang luas dengan sistem punggungan pantai yang merupakan sebuah strand plain, dan pulau penghalang yang terpisah dari daratan atau sebagian ada yang berbatasan dengan daratan yang dipisahkan oleh laguna atau marsh. Morfologi daerah pantai ini dapat dibedakan kedalam beberapa zona, yaitu backshore, foreshore dan shoreface. Backshore merupakan perpanjangan dari pantai hingga daerah pasang tertinggi yang dapat dicapai oleh arus tidal termasuk endapan gumuk pasir. Foreshore meliputi zona pasang rendah hingga zona pasang tinggi. Shoreface merupakan daerah dari tidal rendah hingga daerah transisi antara pantai dengan sedimen di daerah shelf. Proses pengendapan yang terjadi di daerah pantai dapat di uraikan secara singkat pantai dapat berkembang paling baik di daerah yang didominasi oleh gelombang pantai dengan arus tidal yang kecil. Pantai dibentuk oleh proses gelombang yang termasuk di dalamnya gelombang swash, gelombang badai dan arus nearshore, angin juga sedikit berperan dalam transportasi sedimen di pantai. Proses gelombang terjadi karena air bawah permukaan bergerak di permukaan menuju ke bawah dengan kedalam yang lebih dalam dengan gerakan membentuk orbit lingkaran (circular), semakin dalam kedalaman air semakin kecil diameter orbitnya. Orbit gelombang bergerak terus menuju dasar, ketika menabrak bagian bawah akan membentuk orbit yang lebih elips dan gerakan yang lebih horizontal melintasi lantai dasar pantai sehingga mdapat mengangkut sedimen. Gerakan inilah yang membentuk lantai ripple pada dasar pantai. Gelombang sendiri bergerak dari shoreward menuju ke daerah yang lebih dangkal, zona ini disebut shoaling zone. Breaking zone merupakan daerah dimana gelombang yang merambat dari atas permukaan menabrak kedasar laut dan pada saat itu ombak terbentuk. Ombak secara umum bergerak secara turbulen membawa sedimen secara suspensi dan membuat transformasi dari pergerakan tadi membentuk surf zone. Swash zone pada aliran deras atau cepat di keadaan

dangkal menuju ke pantai membawa sedimen yang sebagian sebagai suspensi diikuti tiba-tiba oleh sebuah aliran backwash yang jatuh kepantai. Sedimen yang tertransportasi di pantai penting bagi daerah shoaling zone. Pada zona breaker dengan tenaga tinggi akan terendapkan patikel dengan ukuran yang lebih kasar, partikel kasar tersebut bergerak secara saltasi sejajar dengan garis pantai, sementara itu untuk partikel sedimen yang lebih halus terbawa sebagai suspensi. Ada dua jenis arus yang berkembang di daerah pantai yaitu arus sepanjang pantai (longshore current) dan arus robek (rip current). Gelombang dari laut dalam dicirikan oleh puncak yang panjang dan menerus, tetapi gelombang tersebut jarang ada yang sejajar dengan garis pantai, sehingga banyak gelombang yang pecah terlebih dahulu dibanding yang lain. Efek dari pertemuan menyudut antara gelombang dan garis pantai adalah pembelokan gelombang relatif agar gelombang relatif sejajar dengan garis pantai (wave refraction). Meskipun sudah terjadi refraksi, gelombang tetap saja mendekati pantai dengan sudut tertentu, menyebabkan massa air diantara breaker dan garis pantai menghasilkan arus sepanjang pantai (longshore current). Arus ini sangat penting karena mampu mengerosi, membawa, dan mengendapkan sejumlah besar partikel sedimen di pantai. Pergerakan sedimen akibat arus sepanjang pantai disebut longshore drift. Angin juga mempunyai peran dalam transportasi sedimen di pantai. Daerah yang biasa di pengaruhi oleh angin merupakan daerah yang tidak terkena arus pasang-surut. Daerah ini bisa berkembang lebih jauh apabila arus pasang-surut menurun. Karakteristik dari endapan pantai modern, endapan di daerah pantai terbentuk pada foreshore, zona tidal antara zona tidal rendah hingga tinggi, yang berkorespondensi dengan zona swash gelombang. Sedimen di daerah ini di dominasi oleh pasir halus-sedang dan juga termasuk pecahan dari pebble dan gravel yang melensa atau berlapis. Struktur sedimen yang terbentuk umumnya laminasi paralel. Lapisan tipis mineral berat umumnya terdapat berseling dengan lapisan pasir kuarsa. Pada daerah backshore banyak terbentuk endpan yang sedikit dipengaruhi oleh eolian, umumnya cross-bed, d pada daerah ini banyak ditemukan burrow dari crustacea. Apabila ada badai daerah ini baru terekam perbedaan sedimen yang terendapkan. Tidak hanya itu di daerah backshore juga terdapat akar-akar tanaman yang tumbuh serta aktivitas ornganisme darat. Endapan pada shoreface didominasi oleh endapan yang terpengaruh oleh aktivitas kuat dari gelombang dan longshore current. Endapan pada daerah ini dicirikan dengan adanya struktur sedimen cross-bed yang arahnya tidak menentu. Trace fosil yang banyak ditemukan seperti skolithos. Pada breaker zone endapan di endapkan pada energi pengendapan yang tinggi hal ini terjadi karena adanya gelombang yang pecah menjadi ombak dan karena adnya pengaruh dari rip current. Sedimen yang ditemukan umumnya ditemukan berukuran pasir halus hingga sedang dengan ditemukan dengan beberapa lensa lempung dan material kerang. Fosil yang umum ditemukan Skolithos dan Ophiomorpha. Pada daerah luar zona shoaling endapan terbentuk secara relatif oleh energi pengendapan yang lebih rendah dan keadaan yang mengarah pada endapan di open shelf. Komposisi sedimennya umumnya pasir halus yang sangat tipis diantara lapisan lempung dan lanau. Struktur sedimen yang sering ditemukan sebagian kecil cross-stratification; planar hampir horizontal, laminasi dan perlapisan serta hummocky cross-stratification. Trace fosil yang banyak ditemukan adalah Thalassinoides.

Karakteristik endapan pada ancient beach, garis pantai (shoreline) sering berpindah seiring berjalannya waktu, hal itu sebagai respon dari perubahan sea level ataupun suplai sedimen. Perubahan garis pantai ke arah darat dinamakan transgresi, dan perubahan air laut menuju ke arah laut di sebut regresi. Transgresi dan regresi akan membentuk suatu suksesi vertikal dari fasies, sebagai representasi sedimen yang terendapkan pada satu lingkungan yang saling susul-menyusul dan pada sebuah lingkungan yang berdekatan. Suksesi vertikal yang berkembang pada daerah regresi berbeda dengan yang berkembang pada daerah transgresi. Pada regresi dari lingkungan daratan (progradasi garis pantai) disebabkan oleh tumpukan dari sedimen yang terendapkan di pantai di bagian atas lebih banyak endapan offshore. Untuk transgresi produksi yang utama pada profil vertikalnya yang banyak sedimen offshore yang berada diatas sedimen nearshore.

Daerah laut yang merupakan lingkungan pengendapan laut dalam 1. Lembah dasar laut (Continental Slope and rise) Continental slope merupakan lembah yang menghubungkan continental crust dengan oceanic crust namun masih dianggap sebagai bagian dari continental crust, bermula dari continental break hingga mencapai oceanic basin sebagai continental rise.Ujung dari continental slope dengan topografi kembali landai menjelang oceanic basin tempat sedimen dari turbidity currrent terendapkan disebut continental rise. Sedimentasi yang terus menerus pada continental rise dapat membentu submarin fan. Perpindahan material sedimen tersuspensi di bawah laut karena pengaruh gravitasi ini disebut turbidity current. Ada enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu : kecepatan dan tipe suplai sedimen tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf fluktuasi muka air laut iklim interaksi binatang sedimen faktor kimia Pasir shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadangkadang daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah. Ada empat tipe arus (current) yang mempengaruhi proses sedimentasi pada daerah shelf (Swift et al, 1971 dalam Boggs, 1995), yaitu : Arus tidal Arus karena badai (storm) Pengaruh gangguan arus lautan Arus density

Sehingga berdasarkan pada proses yang mendominasinya, lingkungan shelf ini secara dibagi menjadi dua tipe (Nichols, 1999), yaitu shelf didominasi tidal (tide dominated shelves) dan shelf didominasi badai (storm dominated shelves). Pada lingkungan shelf modern pada umumnya tidak ada yang didominasi oleh pengaruh arus density. Shelf yang didominasi oleh arus tidal ditandai dengan kehadiran tidal dengan kecepatan berkisar dari 50 sampai 150 cm/det (Boggs, 1995). Sedangkan Reading (1978) mengungkapkan bahwa beberapa shelf modern mempunyai ketinggian tidal antara 3 4m dengan maksimum kecepatan permukaan arusnya antara 60 sampai >100 cm/det. Endapan yang khas yang dihasilkan pada daerah dominasi pasang surut ini adalah endapan-endapan reworking in situ berupa linear ridge batupasir (sand ribbons), sand waves (dunes), sand patches dan mud zones. Orientasi dari sand ridges tersebut umumnya paralel dengan arah arus tidal dengan kemiringan pada daerah muka sekitar 50. Umumnya batupasir pada shelf tide ini ditandai dengan kehadiran cross bedding baik berupa small-scale cross bedding ataupun ripple cross bedding. Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal yang rendah (<25 m/det). Pada daerah ini biasanya sangat sedikit terjadi pengendapan sedimen berbutir kasar, kecuali pada saat terjadi badai yang intensif. Kondisi storm dapat mempengaruhi sedimentasi pada kedalaman 20 50 m. pada saat terjadi badai, daerah shelf ini menjadi area pengendapan lumpur dari suspensi. Material klastik berbutir halus dibawa menuju daerah ini dari mulut sungai dalam kondisi suspensi oleh geostrphik dan arus yang disebabkan angin (Nichols, 1999). Storm juga dapat mengakibatkan perubahan (rework) pada dasar endapan sedimen yang telah diendapkan terlebih dahulu. Pada suksesi daerah laut dangkal dengan pengaruh storm akan dicirikan dengan simetrikal (wave) laminasi bergelombang (ripple), hummocky dan stratifikasi horisontal yang kadang-kadang tidak jelas terlihat karena prose bioturbasi. Lereng benua (continental slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan pada continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada lereng benua ini

sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua dan continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang ada. Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut. Bagian lebih dalam dari continental slope dibagi menjadi dua fisiografi, yaitu : 1. Lantai Samudra (ocean floor), yang dikarakteristikan dengan kehadiran dataran abisal, perbukitan abisal (< 1 km) dan gunungapi laut (> 1 km) 2. Oceanic Ridges Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadang-kadang menjadi sedikit bergelombang karena adanya seamount. Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang terpotong oleh channel-channel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam biasanya terendapkan sedimen dari material pelagik. Mid-oceanic ridges memanjang sejauh 60.000 km dan menutupi sekitar 30 35% dari luas lautan. 2. Dasar samudra (oceanic basins atau abyssal plain) Abysal plain/oceanic basin adalah permukaan dari oceanic crust yang datar akibat deposisi sedimen yang terus- menerus menutupi relief dasar laut. Terbentuk biogenic sedimentary structures seperti trail, burrow, boring akibat aktivitas organisme benthic (organisme yang hidup di dasar laut). Transport Laut Dalam Aliran turbidit merupakan salah satu jenis aliran yang sangat banyak dilakukan kajian oleh para peneliti. Aliran turbidit pada prinsipnya dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan pengendapan, tetapi aliran turbidit lebih sering ditemukan pada lingkungan laut dalam. Pada lingkungan laut dalam sebenarnya terdapat beberapa proses transpor yang dapat terjadi (Boggs, 1995), yaitu : 1. Transport suspensi dekat permukaan oleh air dan angin 2. Transport nepheloid-layer 3. Transport arus tidal pada submarine canyon 4. Aliran sedimen gravitasi 5. Transpor oleh arus geostrophic contour 6. Transport oleh floating ice

Transport oleh aliran gravitasi adalah transpor yang mendominasi dan banyak dijadikan kajian sejak beberapa tahun kebelakang. Sedimen dengan aliran gravitasi merupakan material-material yang bergerak di bawah pengaruh gravitasi. Aliran gravitasi ini secara prinsip terbagi menjadi empat tipe dengan karakteristik endapannya masing-masing.Keempat tipe tersebut adalah : 1. Aliran arus turbidit 2. Aliran sedimen liquefied 3. Aliran butiran (Grain Flow) 4. Aliran Debris (Debris Flow) Kuenen dan Migliori (1950) dalam Allen (1978) memvisualisasikan aliran turbidit sebagai aliran suspensi pasir dan lumpur dengan densitas yang tinggi serta gravitasi mencapai 1,5 2,0. Ketika aliran melambat dan cairan turbulence berkurang, maka aliran turbidit akan kelebihan beban, dan diendapkanlah butiran-butiran kasar. Beberapa percobaan menunjukan bahwa aliran turbidit secara umum terbagi menjadi empat bagian, yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor. Pengendapan dengan aliran turbidit merupakan suatu proses yang sangat cepat, sehingga tidak terjadi pemilahan dari butiran secara baik, kecuali pada grading yang normal pada sekuen Bouma (Nichols, 1999). Pasir yang terendapkan oleh aliran turbidit umumnya lebih banyak berukuran lempung, mereka sering diklasifikasikan sebagai wackes dalam klasifikasi Pettijohn.

Kipas Laut Dalam Ngarai (canyons) pada shelf merupakan tempat masuknya aliran air dan sedimen ke dalam laut dalam (Gambar VII. 37). Hal ini dapat dianalogikan dengan pembentukan alluvial fan. Pada setting laut dalam, morfologi kipas juga dapat terbentuk, menyebar dari ngarai-ngarai dan membentuk menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudera. Morfologi tersebut terkenal dengan sebutan kipas bawah laut (submarine fans). Ukuran dari kipas bawah laut ini sangat bervariasi, terbentang mulai dari beberapa kilometer sampai 2000 km (Stow, 1985). Proses sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini umumnya didominasi oleh sistem aliran turbidit yang membawa material-material dari shelf melalui ngarai-ngarai. Proses sedimentasi ini membentuk trend yang sangat umum, dimana material yang kasar akan terendapkan dekat dengan sumber dan material yang halus akan terendapkan pada bagian distal dari kipas. Kipas bawah laut modern dan turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal (upper fan), medial (mid fan) dan distal (lower fan).

Upper fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter dengan lebar bisa mencapai ratusan meter. Kecepatan aliran yang sangat cepat pada daerah ini menyebabkan endapan yang terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur sedimen atau perlapisan batuan yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada sekuen endapan turbidit dari Bouma, maka pada daerah ini banyak ditemukan endapan dengan tipe sekuen a, sedangkan pada overbank upper fan dan channel sering ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde). Pada daerah mid fan, aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas (upper fan). Pada daerah ini endapan turbidit membentuk lobe (cuping) yang menutupi hampir seluruh daerah ini. Unit stratigrafi yang terbentuk pada mid fan lobe ini, idealnya berupa sekuen mengkasar ke atas (coarsening-up) serta adanya unit-unit channel. Pada mid fan lobe ini sering ditemukan sekuen boma secara lengkap Ta-e dan Tb-e. Kadang-kadang aliran turbidit yang mengalir dari upper fan dan melintasi mid fan dapat pula mencapai daerah lower fan. Daerah lower fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut, dimana material yang diendapkan pada daerah ini umumnya berupa pasir halus, lanau dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi Tcde dan Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada daerah ini seiring dengan menurunnya proporsi endapan turbidit (Nichols, 1999).

Lingkungan laut dalam merupakan daerah yang dimulai dari lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam dibandingkan dengan shelf. Secara fisiografi, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi 3 lingkungan pengendapan yaitu, lereng benua (continental slope), tinggian benua (continental rise) dan cekungan laut dalam. Selain ketiga lingkungan pengendapan tersebut di atas, lingkungan laut dalam juga ditemukan submarine canyons pada shelf edge yang umumnya berhubungan dengan endapan delta. Dalam buku AAPG Memoir 33 (1983) lingkungan pengendapan laut dalam dibagi menjadi menjadi 2 kelompok yaitu lingkungan tepian cekungan (basin margin environment, Gambar 4.10) dan lingkungan pelagik (pelagic environment, Gambar 4.11). Cook & Mullins (1983) menyatakan bahwa lingkungan pengendapan tepi cekungan juga dikenal sebagai lingkungan lereng laut dalam (deep-water slope environment). Walaupun terdapat perbedaan antara basin (cekungan) dengan lereng (slope), namun dalam diskusi buku ini dianggap sama

untuk memudahkan pengertian bagi para pemula dan mahasiswa. Enos & Moore (1993) menjelaskan bahwa beberapa lingkungan carbonate slope dapat berubah menjadi basin floor dan tidak lagi memperlihatkan perbedaan topografi dengan basin environment. Kedua tipe lingkungan tersebut merupakan tempat terakumulasinya sedimen halus dari lingkungan pelagic dan hemipelagic.

Gambar 1.Lingkungan pengendapan tepian cekungan (basin margin environment). Sumber Cook & Mullins (1983). Pada lingkungan pelagic, sedimen yang terbentuk utamanya berasal dari biogenik, seperti a). calcareous ooze (e.g., foraminifera) yang terbentuk di atas calcite compensation depth (CCD) atau di atas kedalaman ~ 4000 m; b). siliceous ooze (e.g., radiolarians, diatoms) yang terbentuk antara CCD dan kedalaman ~6000 m (dimana silika mengalami pelarutan). Pada kedalaman tersebut siliceous ooze terakumulasi dan akhirnya membentuk chert. Sedimen yang terbentuk pada lingkungan hemipelagic terdiri atas sedimen-sedimen berukuran halus yang terendapakan secara suspensi. Proses pengendapan di air, terbentuknya berupa timbunan di laut dan akan berakhir di air hangat. Namun pada kenyataan yang sering dijumpai, beberapa dikarenakan oleh aliran sungai. Ini juga termasuk timbunan di danau dan delta. Keseluruhan proses pengendapan hingga saat ini dapat diamati dalam berbagai bentuk walaupun ada beberapa aspek pengendapan yang tidak sempurna.

Kemungkinan ini digunakan untuk mengklasifikasikan cara utama dimana material mengendap karena perpindahan air. Wilayah atau kedalaman dimana mineral aragonit mulai melarut pada kedalaman sekitar 600 meter disebut lysocline dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman sekitar 3000 meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral karbonat atau disebut Calcite Compensation depth (CCD)

Defenisi Lingkungan Pengendapan

LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Definisi :
Sebagai suatu tempat, dimana sedimen itu terakumulasi, yang mempunyai kondisi fisis, kimia dan biologis yang mencirikan keadaan yang khas dari tempat pengendapan tersebut (RIGBY dan HAMBLIN, 1972).

Kenampakan Lingkungan Pengendapan :


Penentuan lingkungan pengendapan dari suatu tubuh batuan, dapat dilakukan dengan melihat sifat-sifat khas dari batuan, yang mana akan mencirikan kondisi pada saat sedimen itu terbentuk. Menurut RIGBY dan HAMBLIN (1972), sifat-sifat tersebut meliputi : Sifat Fisis, misalnya : struktur besar dari perlapisan kontak dengan lapisan di atas dan di bawahnya struktur kecil yang mencirikan, seperti : flute cast, gelembur gelombang. tekstur batuan orientasi butir. Sifat Kimia, misalnya : macam batuan, seperti : batugamping, batupasir. kandungan mineral tertentu yang dapat untuk penentuan lingkungan, terutama mineral autigenik. perbandingan unsur-unsur tertentu, misalnya : Ca dan Mg. Kandungan kimia dari organisme yang sering mengalami pelarutan setelah terendapkan. Konsentrasi nodule batugamping pada dasar pulau penghalang, serta pada tubuh pasir kwarsa, yang dihasilkan dari pengendapan CaCO3 dari pencucian cangkang organisme. Sifat Biologis, misalnya : kelimpahan flora dan fauna. Perbandingan masing-masing jenis, baik flora maupun fauna. Adanya gejala perpindahan dan percampuran fauna. Flora dan fauna penunjuk lingkungan.

a. b. -

c. -

Faktor yang Berpengaruh dalam Lingkungan Pengendapan : Menurut BLATT et al (1972) : 1. Kedalaman air

Kedalaman air disini penting, karena beberapa organisme dalam hidupnya sangat dipengaruhi oleh kedalaman air, seperti : koral, algae. Kedalaman air kadang-kadang memberikan kenampakan yang khas, dengan melihat kenampakan dapat diketahui kedalaman dari batuan pada aat diendapkan, kenampakan tersebut misalnya : a. Cut and Fill Structures, dan perlapisan silang siur, yang menunjukkan di daerah tersebut ada arus dan gelombang. b. Mud Crack, yang menunjukkan daerah tersebut tersigkap pada atmosfer. c. Beberapa jenis Trail and Burrow ternyata berbeda bentuknya karena disebabkan beberapa perbedaan kedalaman dari air. 2. Kecepatan Energi kinetis dari air merupakan kontrol bagi pegerakan sedimen. Sedimen yang berbutir halus tidak bisa terbentuk dalam lingkungan turbulensi terlalu tinggi. 3. Temperatur Temperatur akan mengontrol kelarutan dari CaCO3 dan kecepatan pertukaran zat atau unsur dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, sebagai contoh : populasi yang besar dari organisme dan karbonat jarang terdapat di dalam air dingin.

4, Kegaraman Merupakan kontrol penting bagi aktifitas biologis. Populasi dari hewan dan tumbuh-tumbuhan banyak yang dipengaruhi oleh kegaraman dari air. 5. Eh (potensial oksidasi) dan pH (konsentrasi ion H) Eh dan pH merupakan dua aspek kimia yang penting dalam lingkungan pengendapan, yang akan mengontrol sedimen dan dauna yang hidup di dasar. 6. Bentuk Fisik dari Lingkungan Pengendapan Bentuk fisik dari lingkungan pengendapan kerap kali mengontrol sedimen yang ada dalam cekungan. Bentuk fisik dari lingkungan pengendapan dapat berupa : kemiringan dari permukaan, kedalaman dari daerah deposisi. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan : BLATT et al (1972), membagi lingkungan pengendapan menjadi empat kelompok besar, yaitu : 1. Lingkungan darat (Terrigeneous) : - Alluvial fan - Dataran banjir - Lakustrin (basah, kering) - Padang pasir - Rawa (swamp) - Endapan es. 2. Lingkungan campuran : - River Channel atau Distributary Channel (dan Lovec) - Estuarin - Teluk, Lagun - Paya-paya (marsh) - Intertidal, Supratidal, Bar dan Channel. 3. Lingkungan laut dangkal (600 kaki):

4.

Self banks (tidal dan non tidal) Self basin (terbatasi iklim basah, iklim kering) Gradded self Paparan karbonat dan karang (berhubungan atau tidak dengan daratan) Cekungan evaporit. Lingkungan laut dalam (batial : 600 6000 kaki, abisal : > 6000 kaki) : - Slope dan Canyon - Sub Marine Fan - Cekungan laut dalam (pelagik, terrigeneous) - Cekungan laut dalam tertutup (iklim basah dan kering) BLATT et al (1972), memasukkan rawa ke dalam lingkungan pengendapan darat. TWENHOFEL (1950) ; KRUMBEIN dan SLOSS (1963), memasukkan marsh ke dalam lingkungan pengendapan darat, hal ini disebabkan marsh biasanya didapatkan bersama-sama dengan rawa, sedang perbedaan utama dari marsh dengan rawa adalah jenis tumbuhtumbuhannya yang terdapat di dalam tubuh air tersebut. BLATT, et al (1972), memasukan marsh ke dalam lingkungan pengendapan campuran, hal ini disebabkan karena marsh kebanyakan terdapat ditepi laut (pantai), selain dari pada itu ternyata jenis tumbuh-tumbuhan memberikan efek terhadap sedimen ataupun batuan yang terbentuk di dalam lingkungan pengendapan tersebut.

RAWA (SWAMPS) Rawa adalah suatu tubuh air yang dangkal, air tersebut menempati permukaan tanah atau dataran, pada permukaan tanah tersbut banyak dijumpai tumbuh-tumbuhan (KRUMBEIN dan SLOSS, 1963). Rawa adalah suatu dataran yang secara periodik tertutup atau tergenang oleh air, tumbuhtumbuhan yang terdapat di tepi atau di dalamnya biasanya dari jenis kayu-kayuan, kadangkadang disertai dengan semak-semak yang lebat (HO dan COLEMAN, 1969). Air di dalam rawa umumnya air tawar, pada daerah yang berdekatan dengan laut airnya akan payau atau asin (KRUMBEIN dan SLOSS, 1963). Menurut LAHEE (1962), rawa dapat terjadi dari : lagun yang mengalami pendangkalan penaikan dasar laut penurunan daratan topografi yang ada di sekitarnya. Rawa biasanya mempunyai bentuk memanjang atau bulat telur (KRUMBEIN dan SLOSS, 1963), rawa laut umumnya mempunyai bentuk yang memanjang, sedang rawa air tawar mempunyai bentuk bulat telur.

Klasifikasi Rawa : TWENHOFEL (1950), membagi rawa berdasarkan atas jenis air dan tumbuh-tumbuhannya, yaitu : 1. Rawa Laut (Marine/parallic swamps) : - Grass-end-reed swamps. - Rawa bakau. 2. Rawa air tawar : - Rawa yang berhubungan dengan cekungan, meliputi : rawa danau dan rawa sungai. - Rawa pada dataran atau permukaan yang kemiringannya kecil.

1. 2. 3. 4.

LAHEE (1962), membagi rawa berdasarkan atas tempat dimana rawa tersebut didapatkan. Meliputi : Rawa sisi bukit Rawa dataran pantai Rawa dataran delta Rawa dataran banjir. Lingkungan Pengendapan Rawa (dilihat dari aspek fisiknya) : Karakteristik dari rawa akan memberikan efek terhadap endapan yang ada di dalam rawa, baik mengenai tumbuh-tumbuhan atau keadaan dari airnya. Energi di dalam rawa adalah energi kimia dan panas, merupakan energi yang paling besar, energi mekanis lebih kecil bila dibandingkan dengan kedua energi tersebut di atas (KRUMBEIN dan SLOSS, 1963 ; HO dan COLEMAN, 1969). Menurut BATEMAN (1951), energi mekanis yang kecil ini disebabkan karena air yang masuk ke dalam rawa, dihasilkan dari sungai yang gradiennya kecil. Energi mekanis yang kecil ini akan mengakibatkan material yang mesuk ke dalam rawa berukuran halus, selain dari pada itu akar tumbuh-tumbuhan juga akan menyaring material yang masuk ke dalam rawa. Menurut KRUMBEIN dan SLOSS (1963), material yang terdapat di dalam rawa terdiri dari batulanau dan lumpur, serta larutan garam dan gas yang berkembang di dalam rawa pada kondisi an aerobic. Di dalam rawa pantai, material yang halus jarang dijumpai, hal ini disebabkan adanya pengaruh dari arus pasang surut akan mengakibatkan material yang masuk ke dalam rawa pantai berukuran pasir dan lanau. Akar tumbuh-tumbuhan akan mengakibatkan adanya pemilahan dari ukuran butirnya, semakin ke tengah ukuran butirnya semakin kecil (SCHOLL, 1962.b). Endapan tipis dari batulempung yang terdapat di bawah lapisan batubara biasanya berbentuk lensa, yang kadang-kadang memperlihatkan adanya laminasi (BATEMAN, 1951). Pengaruh dari akar tumbu-tumbuhan akan mengakibatkan laminasi mempunyai bentuk yang tidak beraturan (CONYBEARE, 1968).

Menurut TWENHOFEL (1950), adanya pengaruh dari arus yang terdapat di dalam rawa sungai akan menghasilkan perlapisan dari batulempung, batulanau dan batupasir. Disini kadang-kadang dijumpai Mud Crack. Endapan dari oksida besi yang terdapat di dalam rawa air tawar biasanya tipis, banyak yang mempunyai struktur konkresi (TWENHOFEL, 1950). Menurut CONYBEARY (1968), nodule siderit kadang-kadang terdapat melimpah di dalam rawa, yang kerapkali membentuk perlapisan, terutama di dalam rawa yang pengalirannya jelek (reduksi). Adanya batubara kadang-kadang dapat digunakan sebagai tanda adanya ketidakselarasan (BATEMAN,1950).

SEDIMEN LAUT
Leave a Comment Posted by MualMaul on February 29, 2012
Mineral dan material organik yang terdapat di laut akan terakumuilasi di dasar laut. Sedimen laut bermakna sangat luas dalam composisi dan karakteristik fisiknya sebagai fungsi dari kedalaman air, jaraknya dari daratan, variasi dari sumber endapannya, dan juga karakteristik fisik, kimia, dan biologi dari lingkungan tempat terbentuknya. LINGKUNGAN PENGENDAPAN Secara tradisional sedimen laut di klasifikasikan berdasarkan kedalaman pengendapannya yaitu; Litoral (0 m-20 m), Neritik (20 m-200m), dan bathyal (200 m-2000). Ada ciri khusus yang khas pada sedimen laut yaitu material sumber pembentuk sedimen itu sendiri yaitu sumber endapan yang berasal dari daratan dan sumber sedimen yang berasal dari laut itu sendiri yang khas dalam mineraloginnya atau berdasarkan kandungan meterial organiknya, atau secara lebih jauh ada perbedaan yang signifikan antara sedimen laut yang terendapkan pada lingkungan sekitar continental margin degan sedimen pelagic yang terendapkan pada lingkungan laut dalam. Sedimen batas kontinen Sedikit bagian dari benua juga termasuk pada lingkungan sedimen ini, lingkungan ini berada pada kontinental slope yaitu pada kedalaman (100 m-200 m). Perbedaan yang signifikan yang dapat diamati pada sedimen lingkungan ini adalah pada karakteristik sedimentasi serta pola pengendapanya yang muncul pada sedimen yang mana mendapat suplai sementasi dari daratan dan mana sedimen yang mempunyai material laut secar kimia dan kandunan material organiknya. Tipe dan pola distribusi pengendapannya dkontrol oleh tiga faktor yaitu: 1. Intensitas runoff kontinen dan suplai sedimen. 2. Intensitas dan arah dari agen yang mentransport material sedimen, diantaranya; arus, gelombang pasang surut, dan angin. 3. Intensitas dan arah perubahan muka air laut. Sedimen Laut dalam Sedimen laut pada lingkungan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu ; terrigenous adalah sedimen yang suplai material sedimen berasal dari lingkungan darat dan Pelagic yaitu sedimen yang pada dasarnya berbutir halus, terendapkan secara perlahan dari suspensi yang jauh dari daratan. Akan tetapi cukup sulit untuk menerapkan klasifikasi tersebut dikarebakan banyaknya sedimen laut yang juga merupakan campuran dari kedua macam sedimen tersebut. TRANSPORT DAN TINGKAT SEDIMENTASI Sungai, gunung es, angin dan ombak laut membawa partikel-partikel dari kontinen dan kontinental margin untuk kemudian diendapkan pada berbagai macam lingkungan sedimen laut. Tingkat sedimentasinya dapat ditentukan dengan mengetahui mikropaleontologinya, radioaktivitas atau dengan mengunakan sedimen paleomagnetik. Tranport material sediment Sebagian dari sedimen laut adalah merupakan hasil erosi dari daratan dan kontinental margin, yang kemudian tertranport oleh angin atau gunung-gunung es. Hasil sedimentasi ini dipengauhi juga oleh kehidupan plankton laut yang terdistribusi oleh arus didalam lautan. Yang terpenting dari transport sedimen laut adalah bahwa ketebalan dari

lapisan sedimen mencerminkan rejim aliran baik terdahulu maupun yang resen, beserta topografi dari lapisan tersebut misalnya gelembur gelombang. Arus turbid Arus turbid diyakini mempunyai kecepatan tertentu yaitu beberapa meter perdetik, terutama ketika membentuk channel pada lembah samudra atau pad kipas gunung samudra, yang mana berkompetensi untuk mentransport material butiran mulai halus, keras bahkan material blok. Arus pasang surut Arus ini cukup mempunyai kekuatan unutk membawa dan mentransport butiran berukuran silt dan pasir pada daerah-daerah di lautan hingga kedalamabn abysal. Efek dari arus pasang surut paling mudah diamati pada batas kontinen dangkal dimana karakteristik fisik yang khas dari proses ini dapat etrbentuk dengan dengan baik.

You might also like