Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI............................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................................3
I.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS GASTROINTESTINAL.........................5
II.2 ETIOLOGI NYERI PERUT BERULANG PADA ANAK.......................................10
II.3 PATOFISIOLOGI NYERI PERUT BERULANG PADA ANAK.............................11
II.4 MANIFESTASI KLINIS............................................................................................14
II.5 PENDEKATAN DIAGNOSTIK................................................................................20
II.6 PENGOBATAN..........................................................................................................24
II.7 KESIMPULAN...........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................26
Page 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setiaNya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul Pendekatan Diagnostik
Nyeri Perut Berulang Pada Anak. Referat ini saya susun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS PGI Cikini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Persadaan Bukit SpA yang telah membimbing
dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh
karena itu, saya menerima segala kritik dan masukan dengan tangan terbuka.
Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak yang
ingin mengetahui tentang Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak.
Penyusun
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sakit perut pada bayi dan anak merupakan gejala umum dan sering dijumpai dalam praktik
sehari-hari. Tidak semua sakit perut berpangkal dari lesi yang ada di dalam abdomen, tetapi
mungkin pula dari daerah di luar abdomen. Sebagian kasus yang disebabkan oleh gangguan organ
datang dalam keadaan akut dan memerlukan tindakan pembedahan. Oleh karena itu tindakan
pertama dalam menangani sakit perut ialah menentukan apakah penyakit tersebut membutuhkan
tindakan bedah segera atau tidak. Disamping sakit perut akut dikenal pula sakit perut berulang.
Adapun yang dimaksud dengan sakit perut berulang pada anak ialah serangan sakit perut yang
berulang sekurang-kurangnya 3 kali dalam jangka waktu 3 bulan dan mengakibatkan aktivitas
sehari-hari terganggu. Pada beberapa anak, sakit yang timbul bisa terjadi setiap hari dan pada
beberapa anak lainnya timbul secara episodik. Sakit perut berulang biasanya terjadi pada anak yang
berusia antara 4 sampai 14 tahun, sedangkan frekuensi terbanyak pada usia 5-10 tahun. Sakit perut
berulang dilaporkan terjadi pada 10-12% anak usia sekolah di negara maju. Studi epidemiologis di
Asia, juga melaporkan prevalensi yang sama. Sebagian besar studi menyebutkan wanita lebih sering
terkena dibandingkan dengan pria(perempuan : laki-laki = 5:3)
Kelainan organik sebagai penyebab sakit perut berulang terdapat pada 5-10% kasus
sedangkan 90-95% kasus disebabkan kelainan fungsional saluran cerna. Nyeri perut berulang tanpa
penyebab organik selalu disebut nyeri perut 'fungsional'. Kesulitan dokter, orang tua dan si anak
adalah karena nyeri perut fungsional terasa tidak menyenangkan dan mengganggu aktivitas normal
sebagaimana nyeri organik tetapi sering lebih mempersulit dokter untuk mengevaluasi dan
menanganinya. Keluarga dan anak dengan nyeri perut fungsional bisa kuatir karena tidak dapat
mengetahui penyebab organiknya. Ada kecenderungan untuk menghubungkan tidak adanya
penyebab organik yang jelas dengan prognosis yang lebih buruk, Dokter menjadi frustasi karena
kesulitan mengetahui penyebab gejalanya secara jelas dan karena tekanan dari keluarga ''untuk
mendapatkan dasar masalahnya''. Sebagai akibatnya, ada kecenderungan untuk melakukan evaluasi
yang berlebihan untuk mencari penyebab organik, bila anamnesis yang seksama, evaluasi sosial,
dan pemeriksaan fisik sudah cukup dikerjakan. Walaupun penting ditunjukkan kepada penderita dan
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 3
keluarganya bahwa pemberi perawatan medis sedang memikirkan gejala secara serius, uji dan
pengobatan yang terlalu banyak justru akan menambah rasa khawatir bahwa tentunya ada beberapa
proses mendasar yang gawat. Gambaran nyeri dan keadaan sosial sering khas, jika gejala perutnya
fungsional, dan pemeriksaan yang luas tidak diperlukan.
Dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan alat-alat kedokteran diagnostik, maka
diperkirakan makin banyak kelainan organik yang dapat ditemukan. Pada anak dibawah usia 4
tahun kelainan organik saluran pencernaan merupakan penyebab yang terbanyak.
Sakit perut berulang merupakan gejala yang paling sering dialami oleh anak-anak di seluruh dunia
dan menyebabkan tingginya tingkat absensi anak di sekolah serta penggunaan sumber daya
kesehatan. Kondisi yang tidak kunjung membaik dan mengganggu menimbulkan ketidakpastian
diagnosis, kronisitas dan tingginya kecemasan orang tua. Hal inilah yang menyebabkan manajemen
oleh dokter umum maupun spesialis anak menjadi sangat sulit, menghabiskan banyak waktu dan
mahal.
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS GASTROINTESTINALIS
Page 5
1. Mukosa
Terdiri atas epitel, lamina propria dan muskularis. Bentuk epitel berbeda antara satu bagian
traktus gastrointestinalis dengan bagian lain. Lamina propia sebagian besar terdiri atas jaringan ikat,
jaringan yang mengandung serat kolagen dan elastin. Lamina propria mengandung berbagai tipe
kelenjar (kelenjar limfe) dan kapiler. Lamina muskularis lapisan otot yang paling dalam,
kontraksinya menimbulkan lekukan dan tonjolan mukosa.
2. Submukosa
Terdiri atas jaringan ikat jarang dengan serat kolagen dan elastin. Pada beberapa tempat
terdapat beberapa kelenjar submukosa. Pembuluh darah yang lebih besar terdapat di dalamnya
dinding traktus gastrointestinal. Selain itu di dalam lapisan ini terdapat pleksus submukosa
(Meissner)
3. Tunika muskularis
Terdiri atas 2 lapisan otot, yang sirkular berada di sebelah dalam dan longitudinal di sebelah
luar. Diantara kedua lapisan ini terdapat pleksus mienterikus (Auerbach) yang berperan untuk
koordinasi kontraksi otot-otot ini. dalam fungsi mengaduk dan mendorong makanan di dalam
lumen.
4. Lapisan serosa atau adventisia
Yaitu lapisan paling luar terutama terdiri atas jaringan ikat yang kemudian membentuk
mesenterium kecuali di bagian esofagus dan rektum.
b. Traktus gastrointestinal memperoleh persarafan intrinsik dan ekstrinsik
1. Persarafan intrinsik
Terdiri atas 2 anyaman yaitu pleksus mienterikus (Auerbach) dan pleksus submukosa
(Meissner). Kedua lapisan ini merupakan ganglion intramural, saling berhubungan dan mengandung
serat aferen yang berasal dari reseptor pada dinding dan mukosa. Reseptor regang, peka terhadap
regangan dinding saluran, dan reseptor kimia peka terhadap komposisi isi traktus gastrointestinal.
Serat eferen dari pleksus ini menuju ke sel kelenjar, sel endokrin, intramural, pembuluh darah dan
otot dinding traktus gastrointestinalis. Dengan demikian dapat terjadi reflek yang melalui susunan
saraf pusat.
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 6
2. Persarafan ekstrinsik
Terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Serat simpatis yang menuju sel saluran
cerna merupakan serat paska ganglion yang bersinap pula dengan saraf pleksus mesenterikus dan
sub mukosa, menimbulkan inhibisi parasimpatik (menghambat sekresi asetilkolin). Juga ada serat
yang menuju pembuluh darah, kelenjar dan sedikit menuju otot polos. Perangsangan simpatis
menimbulkan vasokontriksi, penghambatan muskularis externa dan perangsangan muskularia
mukosa.
Serat parasimpatis berjalan melalui saraf vagus mensarafi lambung, usus halus sampai kolon
transversum, sedangkan kolon desendens, sigmoid, dan rektum melalui saraf pelvikus. Saraf
parasimpatis ini merupakan saraf preganglion dan berakhir pada ganglion yang mensarafi dan
bersifat merangsang otot polos dan kelenjar.
Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus submukosa
terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.
Pada gambar diatas terdapat serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ekstrinsik yang
berhubungan ke kedua pleksus mienterikus dan submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat
berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 7
sistem parasimpatik dan simpatik dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi
gastrointestinal lebih lanjut. Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal
atau dinding usus dan mengirimkan serabut-serabut aferen ke kedua pleksus sistem enterik, dan (1)
ke ganglia prevertebra dari sistem saraf simpatis, (2) ke medula spinalis, dan (3) ke dalam saraf
vagus menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lain yang
disiarkan ke usus baik dari ganglia prevertebrae maupun dari daerah basal otak.
Perbedaan antara Pleksus Mienterikus dan Pleksus Submukosa:
Pleksus mienterikus kebanyakan terdiri dari suatu rantai linier dari banyak neuron yang
saling berhubungan yang membentang di sepanjang traktus gastrointestinal.
Karena pleksus mienterikus membentang sepanjang dinding usus dan karena terletak di antara
lapisan otot polos longitudinal dan sirkulasi usus, pleksus ini terutama berperan dalam pengaturan
aktivitas otot di sepanjang usus. Bila pleksus ini dirangsang, efeknya yang utama adalah
(1)peningkatan kontraksi tonik, atau 'tonus' dinding usus, (2) peningkatan intensitas kontraksi
ritmis, (3) sedikit peningkatan kecepatan irama kontraksi, dan (4) peningkatan kecepatan konduksi
gelombang eksitatoris di sepanjang dinding usus, menyebabkan pergerakan gelombang peristaltik
usus yang lebih cepat.
Seharusnya pleksus mienterikus tidak seluruhnya bisa dianggap bersifat eksitatorik karena
beberapa neurommya bersifat menghambat; ujung-ujung serabutnya menyekresikan suatu
transmiter inhibitor, kemungkinan polipeptida intestinal vasoaktif atau beberapa peptida inhibitor
lain. Hasil dari sinyal inhibitor terutama berguna untuk menghambat beberapa otot sfingter
intestinal yang menghambat pergerakan makanan sepanjang segmen-segmen traktus gastrointestinal
yang berturutan, seperti sfingter pilorik, yang mengatur pengosongan lambung menuju ke
duodenum, dan sfingter katup ileocecal, yang mengatur pengosongan dari usus halus ke dalam
caecum.
Berbeda dengan pleksus mienterikus, pleksus submukosa berperan pada pengaturan fungsi di
dalam dinding sebelah dalam dari tiap bagian kecil segmen usus. Sebagai contoh, banyak sinyal
sensoris berasal dari epitel gastrointestinal dan kemudian bersatu dalam pleksus submukosa untuk
membantu mengatur sekresi intestinal lokal, absorpsi lokal, dan kontraksi otot submukosa lokal
yang menyebabkan berbagai tingkat pelipatan mukosa gastrointestinal.
Jenis-jenis Neurotransmiter yang disekresi oleh neuron-neuron enterik
Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem saraf enterik gastrointestinal, pada
peneliti dari seluruh dunia telah mengidentfikasikan selusin atau lebih zat-zat neurotransmiter yang
berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari berbagai tipe neuron enterik. Dua dari
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 8
neurotransmiter yang telah kita kenal adalah (1) asetilkolin dan (2) norepinefrin. Yang lain adalah
(3) adenosin trifosfat, (4) serotonin, (5) dopamin, (6) kolesistokinin, (7) substansi P, (8) polipeptida
intestinal vasoaktif, (9) somatostatin, (10) leu-enkefalin, (11) metenkefalin, dan (12) bombesin.
Asetilkolin paling sering merangsang aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu
menghambat aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai traktus
gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal ke dalam
sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari bahan-bahan eksitator
dan inhibitor.
Pengaturan otonom Traktus Gastrointestinal
Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi
sakral. Kecuali untuk beberapa serabut parasimpatis ke regio mulut dan faring dari saluran
pencernaan, serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. Serabutserabut ini memberi inervasi yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit ke usus
sampai separuh bagian pertama usus besar.
Parasimpatis sakral berasal dari segmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula spinalis
serta berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian distal usus besar dan sepanjang anus. Area
sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada
bagian usus yang lain.
Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus
mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulkan peningkatan
umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat aktivitas
sebagian besar fungsi gastrointestinal.
Persarafan simpatis. Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal berasal dari
medula spinalis segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi
usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terletak di sisi lateral kolumna
spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh
seperti ganglion seliaka, dan berbagai ganglion mesenterika. Kebanyakan badan neuron simpatis
postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut postganglionik lalu menyebar melalui
saraf simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi
seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus,
sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar
menyekresikan norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit.
Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus gastrointestinal,
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 9
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.
Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara : (1) pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot
mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibisi
dari norepinefrin pada neuron-neuron seluruh sistem saraf enterik.
Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi pergerakan motor usus begitu
hebat
sehingga
benar-benar
dapat
menghentikan
pergerakan
makanan
melalu
traktus
gastrointestinal.
II. 2 ETIOLOGI
Beberapa ahli mencoba mengelompokkan penyebab nyeri perut berulang ke dalam beberapa
golongan. Konsep pertama yaitu konsep klasik membagi sakit perut berulang ke dalam dua
golongan, organik dan psikogenik (fungsional atau psikosomatik). Pada anak di bawah umur 2
tahun, gejalanya sering dikaitkan dengan penyebab organik; namun pada anak yang lebih besar
hanya 10% kasus yang disebabkan oleh penyebab organik. Pendekatan diagnostik yang dilakukan
adalah dengan mencari dulu penyebab organik, apabila tidak ditemukan baru dipikirkan
kemungkinan penyebab psikogenik. Cara pendekatan seperti ini memerlukan waktu dan biaya yang
besar.
Barr mengajukan konsep kedua yang agak berbeda. Sakit perut berulang digolongkan atas 3
kelompok, yaitu : organik, disfungsional dan psikogenik. Nyeri organik disebabkan oleh suatu
penyakit, misalnya infeksi saluran kemih. Nyeri disfungsional disebabkan oleh berbagai variasi
fisiologi normal dan dibagi dalam 2 kategori, yaitu sindrom nyeri spesifik (mekanisme penyebab
nyerinya diketahui, misalnya defisiensi laktase dan konstipasi) dan sindrom nyeri nonspesifik
(mekanisme penyebab nyeri tidak jelas atau tidak diketahui). Nyeri psikogenik disebabkan oleh
tekanan emosional atau psikososial tanpa adanya kelainan organik.
Konsep ketiga diajukan oleh Levine dan Rappaport yang menekankan adanya penyebab
multifaktorial. Sakit perut berulang merupakan resultan dari 4 faktor, yaitu : (1) predisposisi
somatik, disfungsi atau penyakit, (2) kebiasaan dan cara hidup, (3) watak dan pola respons, dan (4)
lingkungan dan peristiwa pencetus. Faktor-faktor tersebut berperan meningkatkan atau meredakan
rasa sakit. Dengan demikian dapat diterangkan mengapa beberapa anak menderita konstipasi tanpa
sakit perut berulang. Demikian pula halnya dengan kondisi psikososial yang buruk akan
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 10
menimbulkan sakit perut berulang pada anak tertentu, tetapi tidak pada anak yang lain.
Penyebab sakit perut berulang yang terbanyak adalah faktor psikofisiologi, sedangkan kelainan
organik sebagai penyebab sakit perut berulang dahulu hanya dilaporkan pada 5%-10% kasus,
namun sekarang mencapai 30%-40%. Van der Meer dkk (1993) menemukan 42% kelainan organik
pada 106 anak usia diatas 5 tahun yang mengalami keluhan sakit perut berulang, yaitu malabsorpsi
laktosa (15%), duodenitis/gastritis (13%), infeksi H.pylori (7%), refluks gastroesofageal (4%) dan
alergi makanan (3%). Pada garis besarnya kelainan organik penyebab sakit perut berulang dapat
dibagi intraabdominal dan ekstraabdominal. Penyebab intraabdominal diklasifikasikan menurut
penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal dan lain-lain. Kelainan organik sebagai penyebab sakit
perut dapat dilihat pada Tabel 1.
Persepsi tentang sakit perut berulang adalah sumasi dari masukan sensorik, emosi, dan
kognitif. Kornu dorsalis medulla spinalis mengatur konduksi impuls dari reseptor noniseptif perifer
ke medulla spinalis dan otak, dan perasaan nyeri selanjutnya dipengaruhi oleh pusat kognitif dan
pusat emosi. Nyeri perifer kronis dapat menyebabkan naiknya aktivitas saraf di pusat-pusat SSS
yang lebih tinggi sehingga menyebabkan nyeri terus-menerus. Stres psikososial dapat
mempengaruhi intensitas dan kualitas nyeri melalui mekanisme ini. Perbedaan dalam sensasi viseral
dapat juga menyebabkan perbedaan dalam persepsi nyeri. Respons anak terhadap nyeri dapat
dipengaruhi oleh stres, jenis kepribadian, dan dukungan perilaku sakit dalam keluarga. Kadar sakit
yang sama dapat membuat anak pulang dari sekolah, terutama jika dianjurkan oleh pengurus
sekolah, sementara anak lain bisa meneruskan aktivitasnya. Tidak ada bukti gambaran psikopatologi
yang konsisten pada anak-anak yang mengalami nyeri perut berulang idiopatik.
II. 3 PATOFISIOLOGI
Sakit perut berasal dari 7 sumber:
1. Distensi viseral
2. Iskemia
3. Radang intraabdomen
4. Kelainan pada dinding abdomen
5. Kelainan ektraabdominal
6. Kelainan metabolik
7. Kelainan pada susunan saraf
Page 11
Traktus gastrointestinal dan organ di sekitarnya berdasarkan vaskularisasi dan persarafannya secara
embriologi berasal dari foregut, midgut, dan hindgut. Orofaring, esofagus, gaster, sebagian
duodenum, pankreas, hati, kandung empedu dan limpa berasal dari foregut. Duodenum bagian
distal, jejunum, ileum, apendiks, kolon asenden serta sebagian kolon transversum berasal dari
midgut. Kolon transversum bagian distal, kolon desenden, sigmoid dan rektum berasal dari hindgut.
Rangsang sakit dari ketiga segmen tersebut dapat tercermin dari letak sakit perut di bagian atas,
tengah, dan bawah.
Peritoneum berasal dari mesoderm. Peritoneum terdiri dari dua lapis, yaitu peritoneum viseralis dan
peritoneum parietalis. Peritoneum viseralis dipersarafi bilateral oleh sistem saraf otonom (simpatis
dan parasimpatis), sedangkan peritoneum parietalis oleh saraf somatis dari medula spinalis. Rasa
sakit dari peritoneum viseralis dirasakan di garis tengah perut. Rasa sakit dari peritoneum parietalis
terlokalisasi dengan baik, dirasakan di daerah organ itu berada dan sakitnya bertambah bila
digerakkan (perut ditekan atau penderita disuruh batuk). Sakitnya dirasakan seperti disayat pisau
atau ditusuk-tusuk.
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin yang berasal
dari sistem saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut saraf C yang
dapat meneruskan rasa sakit lebih luas dan lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan oleh serabut
saraf A yang terdapat di kulit, otot, dan peritoneum parietalis.
Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa dari organ di
abdomen. Serabut C ini bersama dengan saraf simpatis menuju ke ganglia pre dan paravertebra dan
memasuki ganglia akar dorsal. Impuls aferen akan melewati medula spinalis pada traktus
spinotalamikus lateralis menuju ke talamus, kemudian ke korteks serebri.
Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan hebat ambang nyeri
pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal dan berbatas tidak jelas serta
sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati, dan
sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6, 7, 8 serta dirasakan di daerah
epigastrium.
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura
hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari kolon distalis, ureter,
kandung kemih dan traktus genitalis perempuan, impuls nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta
segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah suprapubik dan kadang-kadang menjalar ke
labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritoneum parietalis maka impuls nyeri
dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke radiks spinalis segmentalis dan sakit dirasakan di daerah
Pendekatan Diagnostik Nyeri Perut Berulang Pada Anak
Page 12
dimana organ itu berada. Penyebab metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin belum jelas
patofisiologi dan patogenesisnya.
Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan organik)
masih sulit dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut berulang fungsional dengan
penurunan ambang rangsang nyeri. Juga diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sakit
perut berulang fungsional dengan tipe kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu
ingin sempurna. Pada anggota keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan psikosomatik
seperti migrain dan kolon iritabel.
Page 13
Ekstraabdominal
Lain-lain
Saluran cerna
Di luar
cerna
saluran
Malrotasi
Hematologi
Keracunan timbal
Duplikasi
Pankreatitis kronis
Leukimia
Porfiria
Gastritis
Kolelitiasis
Limfoma
Epilepsi perut
Hernia inguinalis
Kolesistitis
Migrain
Volvulus
Hepatitis
Talasemia
Hiperlipidemia
Page 14
Ulkus peptikum
Splenomegali masif
Purpura
Schonlein
Kolitis ulseratif
Saluran kemih
kandungan
Malabsorbsi laktosa
Pielonefritis
Refluks
gastroesofageal
Hidronefrosis
Helicobacter pylori
Batu ginjal
Apendisitis kronis
Divertikulum Meckeli
Dismenore
dan
Endometriosis
Konstipasi kronis
Kehamilan ektopik
Bezoar
Askariasis
sumber: Ulshen
Page 15
Karakteristik
Kunci evaluasi
NONORGANIK
Sindrom
nyeri
berulang(nyeri
fungsional)
Dispepsi non-ulkus
SALURAN
GASTROINTESTINAL
Konstipasi kronik
intoleransi laktosa
infeksi
Giardia)
kelebihan masukan
atau sorbitol
fruktosa nyeri
perut
nonspesifik, makan banyak apel, jus buah,
kembung, gas, diare
atau permen/permen karet
dengan pemanis sorbitol
penyakit Crohn
ulkus peptikum
Page 16
terbakar/perih;
bertambah atau foto kontras saluran
waktu bangun atau sebelum pencernaan bagian atas
makan; sembuh dengan antasid
esofagitis
divertikulum meckel
intususepsi berulang
hernia interna, inguinalis atau nyeri ringan pada perut atau pemeriksaan fisik, CT dinding
dinding perut
dinding perut
perut
apendisitis kronis atau mukokel nyeri kuadran kanan bawah enema barium, CT
pada usus buntu
berulang;
sering
salah
didiagnosis, mungkin jarang
menyebabkan nyeri perut
KANDUNG
PANKREAS
EMPEDU
dan
Kolelitiasis
Kista koledokus
Pankreatitis berulang
SALURAN
GENITOURINARIUS
Infeksi saluran kemih
Hidronefrosis
Kelainan genitourinaria lainnya nyeri suprapubik atau perut ultrasonografi ginjal dan pelvis:
bawah,
gejala-gejala evaluasi ginekologis
genitourinarius
Page 17
SEBAB-SEBAB LAIN
Migren perut
Epilepsi perut
Sindrom Gilbert
nyeri
perut
ringan
(ada bilirubin serum
sebabnya atau kebetulan?):
bilirubin
indirek
sedikit
meningkat
Anemia
Keracunana timbal
Purpura Henoch-Schonlein
Edema angioneurotik
evaluasi hematologis
fisik,
Page 18
poor self-esteem
recent geographic move or difficulty in relationship with peers
school problems
excess expectation or restriction
physical, sexual, or psychologic abuse
Exacerbating physical factors
recent physical illness
aerophagia
lactose or other carbohydrate intolerance
simple constipation
family history of irritable bowel syndrome or migraine headaches
Environmental reinforcers and clues
Focused attention at time of pain
rest period or ''escape'' at time of pain
medication at time of pain (relief provided-despite ineffective dose)
absence from school on days with pain
normal activity during pain-free periods (especially on days of school absence)
Normal physical examination (including rectal examination)
Normal laboratory studies
complete blood count, erythrocyte sedimentation rate
stool ova and parasites, stool occult blood test
urinalysis and culture
Tabel 6 Sign and symptoms suggesting organic disease causing abdominal pain in school-aged
children
Persistent fever
Poor weight gain or loss
Child awakens from sleep
Pain away from the umbilicus
Radiation of pain to back, shoulder, lower extremitas
Persistent regurgitation, vomiting, or dysphagia
Bloody emesis or stools
Associated altered bowel pattern (constipation or diarrhea)
Perianal disease
Sleepiness following pain attacks
Positive family history of peptic ulcer, inflammatory bowel disease
Page 19
Pola makan
Pola kencing
Siklus haid
Page 20
Gangguan muskuloskeletal
Aspek psikososial
Trauma
Adakah diantara keluarga yang menderita cystic fibrosis, pankreatitis, ulkus peptikum,
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus lengkap dari kepala sampai ujung kaki walaupun titik beratnya pada
abdomen. Perhatikan keadaan umum anak dan posisi anak waktu berjalan atau waktu tidur di
tempat periksa. Apakah anak masih dapat berlompat-lompat. Jika ia terbaring diam dan kesakitan
bila diubah posisinya maka hal ini mungkin adalah tanda abdomen akut. Dari hasil pemeriksaan
fisik kita dapat mengetahui apakah penyebab sakit perut berulang tersebut merupakan kelainan
organik atau bukan, dengan memperhatikan adanya tanda peringatan (alarm symptoms) seperti pada
tabel 3.
Pemeriksaan
pada
abdomen
harus
dilakukan
pada
posisi
anak
yang
santai
dan
dicari/dilihat/dilakukan:
asimetri perut
gambaran usus
nyeri terlokalisasi
nyeri tekan
rebound tenderness
Page 21
defens muskular
nyeri tekan
rebound tenderness
Keempat tanda ini merupakan tanda peritonitis
Pneumonia
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Enema barium
Voiding cystourethrogram
EEG
Porifirin dalam darah dan urin
Page 22
Kolonoskopi
CTscan abdomen, dsb.
sumber: Ulshen
Pada gambar dibawah dapat dilihat ringkasan pendekatan diagnosis secara sistemik pada
anak dengan sakit perut berulang.
sakit perut berulang dengan gejala klinis klasik
ANAMNESIS,
PEMERIKSAAN FISIK
(penunjang tahap 1)
normal
abnormal
D/ kelainan fungsional
Evaluasi periodik
Penunjang tahap 2
Penunjang tahap 3
D/ K e l a i n a n o r g a n i k
kelainan organik
ditemukan
Page 23
pengobatan medis
'tanda peringatan'
atau bedah
II. 6 PENGOBATAN
Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit perut berulang fungsional pengobatan
ditujukan kepada penderita dan keluarganya, bukan hanya mengobati gejala. Secara khusus, mereka
membutuhkan ketentraman bahwa tidak ada bukti adanya kelainan dasar yang serius.
Tujuan pengobatan ialah memberikan rasa aman serta edukasi kepada penderita dan keluarga
sehingga kehidupan keluarga menjadi normal kembali dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga
efeknya terhadap aktivitas sehari-hari dapat menjadi seminimal mungkin.
Kadang-kadang diperlukan pula konsultasi ke psikolog dan/atau psikiater anak. Pemberian obat
seperti astispasmodik, antikolinergik, antikonvulsan, dan antidepresan tidak bermanfaat.
Tabel 5. Ringkasan Pengobatan Sakit Perut Berulang Fungsional
Meyakinkan bahwa penyakitnya ringan
Menerangkan masalah berdasarkan pada temuan positif maupun negatif
Menemukan stress dan kecemasan yang mencetuskan rasa sakit
Mengidentifikasikan pengaruh keluarga/sosial yang mencetuskan sakit
Menghindari gejala sakit yang berkepanjangan dan mengembalikan anak dalam kehidupan
normal
Tatalaksana penyebab yang didapat : kurangi laktosa, diet tinggi serat, dll
Follow up teratur untuk mengetahui perubahan gejala, meningkatkan rasa percaya diri dan
mendorong keluarga serta anak untuk mengatasi masalahnya
Hasil pengobatan jangan dipakai untuk membuat diagnosis
Page 24
II.7 KESIMPULAN
Sakit perut berulang pada anak ialah serangan sakit perut yang berulang sekurang-kurangnya
3 kali dalam jangka waktu 3 bulan dan mengakibatkan aktivitas sehari-hari terganggu. Pada
beberapa anak, sakit yang timbul bisa terjadi setiap hari dan pada beberapa anak lainnya timbul
secara episodik. Sakit perut berulang biasanya terjadi pada anak yang berusia antara 4 sampai 14
tahun, sedangkan frekuensi terbanyak pada usia 5-10 tahun. Dengan bertambah majunya ilmu
pengetahuan dan alat-alat kedokteran diagnostik, maka diperkirakan makin banyak kelainan organik
yang dapat ditemukan. Pada anak dibawah usia 4 tahun kelainan organik saluran pencernaan
merupakan penyebab yang terbanyak. Pendekatan diagnostik yang harus dilakukan adalah
anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang.
Page 25
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen
Kesehatan Anak RSCM. Jakarta.
2. Prof. Sudaryat Suraatmaja, Dr.SpAK.2005. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta.
Sagung Seto
3. Joseph Gigante, MD. 2006. First Exposure To Pediatrics. New York. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
4. Abraham M. Rudolph, MD.1996. Rudolphs Pediatric 20th edition.United State of America.
Prentice Hall International, Inc.
5. http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Thorax-Abdomen-Pelvis/Digestive-systemIllustrations
6. http://classes.midlandstech.com/carterp/Courses/bio211/chap23/chap23.htm
7. R.Putz and R. Pabst.2006. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Edisi 22, Jilid 2.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Behrman, Kliegman and Arvin, Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. II
E/15. Philadelphia, Pennsylvania. Penerbit Buku Kedokteran EGC.9
9. Arthur C. Guyton and John E. Hall.2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi II.
Elsevier Inc.
Page 26