You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Kita telah mendapatkan berbagai informasi tentang bakteri melalui praktikum sebelumnya yaitu mulai isolasi, purifikasi, pewarnaan, uji katalase serta uji motilitas dan mengetahui jenis bakteri tersebut berdasarkan ciri-ciri yang ada. Mikroorganisme tersebut dapat berupa patogen maupun nonpatogen. Berbagai penyakit dapat disebabkan oleh bakteri patogen ini, untuk mengatasinya dapat dengan

mengembangkan senyawa antibiotik, yaitu suatu senyawa untuk menghambat pertumbuhan serta membunuh mikroorganisme. Untuk mengetahui resistensi suatu bakteri teradap antibiotik perlu dilakukan suatu uji yaitu uji resistensi untuk mengetahui tingkat resistensi bakteri tertentu terhadap antibiotik tersebut. Bakteri yang ada disub-culture pada media taoge cair terlebih dahulu sebelum ditanam pada media taoge agar dalam cawan petri (pour plate method). Disc direndam dalam antibiotik dengan kadar 500 mg, selanjutnya disc yang mengandung antibiotik dengan kadar tersebut diletakkan pada media yang telah ditanami kultur murni bakteri. Selanjutnya bakteri diinkubasi dan diamati zona hambat/zona bening yang terbentuk. Dengan melakukan uji resistensi ini kita dapat mengetahui keefektifan suatu antibiotik terhadap bakteri uji. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai prosedur uji resistensi, maka kami melakukan praktikum uji resistensi. 1.2 RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana cara menguji tingkat resistensi suatu bakteri terhadap suatu antibiotik? b. Bagaimana keefektifan suatu antibiotik terhadap bakteri uji?

1.3 TUJUAN PRAKTIKUM a. Mendeskripsikan cara menguji tingkat resistensi suatu bakteri terhadap suatu antibiotik. b. Mendeskripsikan keefektifan suatu antibiotik terhadap bakteri uji. 1.4 MANFAAT Praktikum mengenai uji resistensi bakteri ini kami lakukan dengan harapan akan mendapatkan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, manfaat yang dapat diambil dari kegiatan praktikum ini adalah bisa menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana prosedur/cara melakukan uji resistensi suatu bakteri tehadap antibiotik tertentu serta mengetahui keefektifan antibiotik

tersebut. Secara praktis, setelah mengetahui prosedur dan cara uji resistensi ini dengan benar, dapat diaplikasikan dalam praktikum mikrobiologi.

BAB II KAJIAN TEORI

Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode untuk mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan antibakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Seorang ilmuan dari perancis menyatakan bahwa metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan tingkat sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk, artinya bakteri tersebut semakin sensitif (Gaman, dkk. 1992). Pada umumnya metode yang digunakan dalam uji sensitivitas bakteri adalah metode difusi agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan anti bakteri (Jawelz, 1995). Tujuan dari proses uji sensitivitas ini adalah untuk mengetahui obat-obat yang paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama pada kasus-kasus penyakit yang kronis dan untuk mengetahui adanya resistensi terhadap berbagai macam antibiotik. Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik yakni memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan akibat pemberian dosis di bawah dosis pengobatan dan akibat penghentian obat sebelum kuman tersebut benar-benar terbunuh oleh antibiotik (Dwidjoseputro, 1998). Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti di seluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun karena adanya sifat toksik bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya adalah Streptomycin vial injeksi, Tetrasiklin kapsul, Kanamicin kapsul, Erytromicin kapsul, Colistin Rifampisin kapsul (Djide, 2003). Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr. Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat tablet, Cefadroxil tablet, dan

lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Djide, 2003). Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Toksisitas selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995). Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kepada kemampuan antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri. Lebih banyak antibiotik yang secara efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif karena permeabilitas dinding selnya lebih tinggi dibandingkan bakteri Gram negatif. Jadi suatu antibiotik dikatakan mempunyai spektrum sempit apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut (Sumadio, dkk. 1994). Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu antibiotik penghambat sintesis dinding sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin. Yang kedua yaitu antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasilin. Yang ketiga yaitu antibiotik penghambat sintesis asam nukleat sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon. Keempat yaitu antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan polien. Dan yang kelima yaitu antibiotik penghambat metabolisme mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam p-amino salisilat (Ganiswarna, 1995). Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhamabat pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Pelczar, 1986).

Namun aktifitas dari antibiotik juga dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasi pengujian. Faktor penghambat kerja anitbiotik diantaranya : 1. pH lingkungan Beberapa antibiotik lebih aktif dalam suasana asam seperti nitrofurantoin, namun jenis antibiotik lain dapat aktif dalam suasana pH alkalis misalnya streptomisin dan sulfonamida. 2. Komponen yang terkandung dalam medium Ada beberapa jenis antibiotik seperti streptomisin, akan terhambat aktivitas kerjanya akibat kandungan garam di dalam medium. Contoh lain, PABA dalam ekstrak jaringan bersifat antagonis dengan sulfonamide, sehingga aktivitas antibiotic ini terhambat. Selain itu, medium yang mengandung protein serum akan mengikat penisilin dalam jumlah 40 % sampai 96 %. Jadi kandungan yang terdapat dalam medium turut mempengaruhi keaktifan antibiotic ( Usman, 1987 ). 3. Stabilitas obat Pada suhu inkubator, beberapa antibiotik kehilangan aktifitasnya. Klortetrasiklin cepat menjadi nitraktif dan aktifitas penisilin menjadi lebih lambat, sedangkan streptomisin, kloramfenikol, dan polimiksin B mapan untuk waktu yang lama ( Usman, 1987 ). 4. Takaran inokulum Pada umumnya semakin besar inokulum bakteri, semakin rendah sensitifitas terhadap antibiotik. Populasi yang besar menyebabkan penghambatan tumbuhnya lebih lambat dibandingkan dengan populasi dalam jumlah kecil. Di samping itu, kemungkinan terjadinya mutan resisten lebih besar. Semakin besar inokulum, zona hambat akan semakin kecil ( Usman, 1987 ). 5. Lama inkubasi Dalam berbagai macam hal, mikroorganisme tidak terbunuh dalam waktu kontak yang pendek, hanya saja pertumbuhannya menjadi terhambat. Semakin lama berlanjutnya inkubasi, semakin besar kemungkinanmunculnya mutab resisten atau bermultiplikasi, akibatnya antibiotik akan terurai (Usman, 1987).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Praktikum purifikasi ini dilaksanakan pada tangggal 12 November 2013 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi Dasar lantai 2 gedung C9 Universitas Negeri Surabaya. 3.2 ALAT DAN BAHAN Dalam praktikum uji resistensi, alat dan bahan yang diperlukan adalah: Cawan petri kosong (steril) Botol spray berisi alkohol Pembakar spiritus dan spiritus Spet/suntikan Kertas hisap Pinset Mortar+alu Botol untuk merendam kertas hisap Antibiotik 500 mg Tabung reaksi yang berisi taoge cair Tabung reaksi yang berisi biakan bakteri Erlenmeyer berisi taoge agar Aquades steril 3 buah 1 buah 1 buah 3 buah 6 buah 1 buah 1 buah 3 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah

3.3 METODE Metode yang digunakan dalam praktikum uji resistensi adalah metode eksperimen. Metode eksperimen menurut Djamarah (2002) adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam praktikum uji resistensi, kami melakukan percobaan dengan urutan langkah sebagai berikut: a. Melakukan peremajaan/ sub-culture bakteri uji yang akan digunakan pada media tapge cair. b. Diinkubasi pada suhu 280-300C selama 24 jam. c. Secara aseptis, diambil 1 ml kultur bakteri, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril (dilakukan secara duplo). d. Media taoge agar yang telah dicairkan dituang ke dalam cawan petri tersebut, kemudian dihomogenkan.

e. Kertas hisap digunting berbentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 1 cm, kemudian direndam dalam antibiotik dengan konsentrasi 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 5 mg/ml (tiap konsentrasi 2 paper disc) kurang lebih selama 2 menit. Dikeringanginkan sempurna. f. Kertas hisap yang telah direndam dengan antibiotik tersebut diletakkan di atas media taoge agar yang telah ditanami bakteri uji dengan menggunakan pinset, diberi tanda pada bagian luar cawan suaya tidak tertukar. g. Diinkubasi selama 24-48 jan dalam suhu 280-300C. h. Mengamati zona hambat/ zona bening yang terbentuk, kemudian diukur diameternya.

DAFTAR PUSTAKA
Aneja KR, Jain Pranay, dan Aneja Raman. 2008. A Text Book of Basic and Apllied Microbiology. New York: New York Age International. Chambers, H. F. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. 8th ed. Jakarta : Salemba Medika. Kusnadi, Peristiwati, dan Ammi. 2003. Common Textbook (Edisi Revisi) Mikrobiologi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia Waluyo Iud. 2007. Mikrobiologi Umun. Malang: UMM Press.

You might also like