You are on page 1of 12

2

Kebutuhan Investasi untuk Pengembangan Sektor Pertanian:


Suatu pendekatan input-output1
Nuhfil Hanani dan Iwan Nugroho2

ABSTRACT
The study was aimed to formulate investment needs for developing agricultural sector
and its impacts on economic output, value added, income and employment. The study
used input-output approach based on the national table of 1999 year.
The results showed that the priority agricultural sub sectors included rice, vegetables
and fruits, fisheries, rubber, poultry, and others estate plant. The supporting agricultural
sub sectors were others plant, rice-milling industry, other food industry, chemical
industry, construction, trade, and restaurant and hotel.
An 8 percent growth rate on final demand of agriculture sector pushed value added
growth rate on the food crops, estate plant, livestock, and fisheries each of 11.36, 5.11,
2.58 and 9.14 percent respectively. Those also caused farm worker on the sub sector to
grow as 2.12, 0.54, 0.27, and 0.42 percent. On 2004, agricultural sector would survive 35
millions farm worker that distributed on the each sub sector were 27.9, 3.52, 2.22, and
1.23 million respectively.
The ICOR values ranged from 1.309 to 0.57 for food crops; 1.338 to 1.149 for
livestock, 1.59 to 1.405 for estate plant; and 4.798 to 3.98 for fisheris. The investment
needs projection during 1999 to 2004 periods ranged from 2127 to 2386 trillion rupiahs.

PENDAHULUAN
Sektor pertanian dalam pengertian luas meliputi tanaman pangan, perkebunan,
perikanan, peternakan, dan kehutanan. Sektor pertanian menyumbang 20 persen Produk
Domestik Bruto (PDB) dan 37 persen tenaga kerja (Anonim, 2002). Data tersebut
menunjukkan bahwa sektor pertanian beroperasi tidak efisien. Jumlah tenaga kerjanya
terlalu banyak dibanding proporsi pendapatan atau nilai tambahnya (PDB). Ilustrasi
singkat tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian menghadapi permasalahan
sustainability sistem produksi, ancaman kemiskinan, dan terganggunya upaya-upaya
peningkatan ketahanan pangan.
Kerangka konsepsi pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah akumulasi
investasi secara konsisten (Williamson, 1995). Kebijakan investasi demikian telah
diterapkan di negara-negara maju. Wujudnya antara lain penggunaan teknologi dalam
budidaya maupun pasca panen, sistem pasar yang efisien, organisasi petani yang solid
dan didukung kebijakan pemerintahnya. Sebagai akibatnya produksi pertanian Canada,
Australia dan Amerika Serikat menguasai sekitar 40 persen ekspor dunia (FAO, 2003),
sementara jumlah tenaga kerja pertaniannya kurang dari 5 persen.

1
Naska telah dipublikasi di AGRIVITA FP-UNIBRAW (Juni 2004) 26(2):161-171. ISSN 0126-0537.
2
Masing masing adalah dosen pada Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unibraw dan Fakultas
Pertanian Universitas Widyagama Malang
3

Investasi pengembangan sektor pertanian memerlukan kajian yang komprehensif.


Menurut Fuglie (1999), investasi pemerintah pada sektor pertanian perlu menyentuh dua
hal, yakni insentif bagi proses alih teknologi dan dampak kesejahteraan petani secara
keseluruhan. Proses alih teknologi diarahkan untuk mengefisienkan beaya input,
sedangkan dampak kesejahteraan berhubungan kenaikan nilai tambah sektor pertanian
Agar investasi mengalir efisien dan menimbulkan pengaruh kepada kesejahteraan, perlu
diidentifikasi karakteristik ekonomi setiap sub sektor pertanian dalam kaitan hulu, hilir
maupun penunjang. Kerangka berpikir pendekatan agribisnis tersebut membantu
menyediakan alternatif investasi dan penelaahan dalam peran ekonomi (output, nilai
tambah, pendapatan), maupun manfaat sosial (tenaga kerja) secara bersamaan. Sub
sektor tertentu (priority sectors) dapat didorong pengembangannya, sedangkan yang
lainnya (supporting sectors) dapat berfungsi sebagai pendukung. Dengan demikian
investasi yang jumlahnya relatif terbatas dapat dioptimalkan pada sub sektor pertanian
tertentu untuk menghasilkan kesejahteraan tertinggi.
Penelitian bertujuan untuk menghitung kebutuhan investasi bagi pengembangan
sektor pertanian dan dampaknya dalam output, nilai tambah, pendapatan serta tenaga
kerja.

METODE
Penelitian menggunakan pendekatan input-output (IO) atas dasar Tabel IO 1999 (66
sektor) yang diupdate dari tahun 1998 (BPS, 2001).. Beberapa tahapan analisis meliputi:
1. Menyeleksi sub-sub sektor pertanian penting (prioritas) berdasarkan kriteria peringkat
share nilai absolut, nilai multiplier (relatif), atau alasan non ekonomi. Sementara sub
sektor pendukung merupakan Sub sektor yang memiliki kaitan penting dan
menampilkan dampak tidak langsung akibat perubahan (flow-on) sub sektor prioritas.
2. Menyusun proyeksi pengembangan sektor pertanian selama periode 1999 hingga 2004
mencakup ukuran output, pendapatan, tenaga kerja, dan nilai tambah. Proyeksi
diturunkan dari formulasi umum [X] = [I – A]-1 [Y], dimana X adalah output, [I – A]-1
matrik kebalikan Leontif dan Y permintaan akhir (atau Fd). Output total X kemudian
ditransmisikan oleh koefisien teknis sebagai pendapatan, tenaga kerja dan nilai
tambah..
∆V-Pj = Vj x [ αij x ∆Fdj ] ; i ,j = 1, 2, 3, . . . , n
V-Pj = ∆V-Pj x V-Pj-1 ; i ,j = 1, 2, 3, . . . , n
dimana ∆V-Pj dan V-Pj adalah pertumbuhan dan nilai dari pendapatan, tenaga kerja
dan nilai tambah nilai tambah; Vj adalah koefisien input dari pendapatan, tenaga
kerja dan nilai tambah.; dan αij adalah koefisien dari matrik kebalikan Leontif; dan
V-Pj-1 adalah nilai tambah atau produksi air bersih tahun sebelumnya. Selanjutnya
disusun skenario didasarkan atas 4 kebijakan pembangunan sektor pertanian:
a. tingkat pertumbuhan ekonomi mengikuti kebijakan sebelumnya (existing policy)
b. tingkat pertumbuhan ekonomi sub-sektor pertanian prioritas (priority sectors)
ditingkatkan hingga rata-rata 8 persen
c. tingkat pertumbuhan ekonomi sektor-sektor pendukung (supporting sectors)
ditingkatkan hingga rata-rata 8 persen
d. tingkat pertumbuhan ekonomi sektor-sektor pendukung (supporting sector) dan
sub-sektor pertanian penting ditingkatkan hingga rata-rata 8 persen.
4

3. Menghitung kebutuhan investasi sektor pertanian. Perhitungan didasarkan atas


pendugaan nilai ICOR (incremental capital output ratio) (Anonim, 1997), yakni
ICOR = α + β g,
dimana α adalah intersep, β koefisien, dan g pertumbuhan nilai tambah sub sektor
pertanian. Selanjutnya, nilai (kebutuhan) investasi kumulatif dihitung melalui
perkalian antara ICOR dengan nilai tambah kumulatif untuk setiap sub sektor
pertanian pada setiap skenario kebijakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Sektor Pertanian
Keragaan sektor pertanian disajikan dalam Tabel 1. Secara keseluruhan sektor
pertanian (23 sektor) menyusun 14 persen output, 12 persen pendapatan, 37 persen tenaga
kerja dan 20 persen nilai tambah. Share tersebut dapat dianggap signifikan dan
menempati posisi penting bagi pengembangan sektor pertanian sendiri maupun sistem
ekonomi secara keseluruhan.

Tabel 1. Distribusi Output, Pendapatan, Tenaga Kerja dan Nilai Tambah pada
Sepuluh Sub-Sektor Pertanian Dominan

Output Pendapatan
Sub Sektor Sub Sektor
miliar rp persen miliar rp persen
Padi 50258,6 2,6 Padi 9185,8 2,6
Sayur dan buah-2an 48988,7 2,5 Sayur dan buah-2an 6508,4 1,9
Perikanan 31482,4 1,6 Perikanan 5535,6 1,6
Kayu 20022,1 1,0 Kayu 2779,2 0,8
Pemotongan hewan 16399,8 0,8 Karet 2746,9 0,8
Karet 13630,2 0,7 Pemotongan hewan 2271 0,7
Kelapa Sawit 11816,1 0,6 Peternakan 2264,8 0,6
Unggas dan hasil-2nya 11809,2 0,6 Kelapa Sawit 2012,2 0,6
Peternakan 11713,2 0,6 Tebu 1421,6 0,4
Tanaman Ubi-2an 9708 0,5 Tanaman lainnya 1313,3 0,4
Sektor pertanian (23 sektor) 272309,3 14 Sektor pertanian (23 sektor) 43302,1 12
Total (66 sektor) 1948844 100 Total (66 sektor) 348630 100
Tenaga Kerja Nilai Tambah
Sub Sektor Sub Sektor
ribu orang persen miliar rp persen
Sayur dan buah-2an 10101,7 11,4 Sayur dan buah-2an 45958,3 4,2
Padi 7918,2 8,9 Padi 44264,4 4.0
Jagung 3061,8 3,5 Perikanan 26095,8 2,4
Tanaman Ubi-2an 2265,6 2,6 Kayu 15542,8 1,4
Tanaman kacang-2an 1699,5 1,9 Tanaman Ubi-2an 9169,6 0,8
Perikanan 1207,1 1,4 Kelapa Sawit 8600 0,8
Peternakan 839,2 0,9 Peternakan 9027,9 0,8
Karet 709,1 0,8 Tanaman kacang-2an 7611,9 0,7
Unggas dan hasil-2nya 753,1 0,8 Jagung 8037,6 0,7
Kelapa Sawit 604,3 0,7 Unggas dan hasil-2nya 7434,7 0,7
Sektor pertanian (23 sektor) 32527,8 37 Sektor pertanian (23 sektor) 218225,2 20
Total (66 sektor) 88617 100 Total (66 sektor) 1107291 100
5

Susunan peringkat sub-sub sektor pertanian tertentu agaknya terdistribusi secara


tidak bebas dalam empat aspek yang dipelajari. Sub sektor padi, sayur dan buah-buahan,
perikanan dan kayu menampilkan share tertinggi pada output, pendapatan, tenaga kerja
dan nilai tambah. Sementara sektor jagung, tanaman umbi-2an dan kacang-2an
memperlihatkan peranannya pada tenaga kerja. Sub sektor yang disajikan pada Tabel 1
merupakan sub sektor dengan peran absolut ekonomi yang signifikan khususnya di dalam
sektor pertanian. Sebagai contoh, sektor padi mengkontribusikan 2.6 persen output atau
setara 50 triliun rupiah, 2.6 persen pendapatan atau sejumlah 9.2 triliun rupiah, 8.9 persen
tenaga kerja atau 8 juta orang dan 4 persen nilai tambah setara 44 triliun. Sub-sub sektor
tersebut tentu saja tidak dapat diabaikan dan bahkan dapat menjadi penentu bagi upaya-
upaya pengembangan sektor pertanian atau program-program pembangunan yang terkait.

2. Nilai Pengganda
Nilai pengganda sub-sub sektor pertanian disajikan dalam Tabel 2. Secara umum
nilai pengganda relatif bervariasi dengan sebaran peringkat agak tidak bebas di antara
ukuran output, pendapatan, tenaga kerja dan nilai tambah. Nilai dan peringkat pengganda
relatif tinggi ditemukan pada karet dan pemotongan hewan.

Tabel 2. Nilai Pengganda Output, Pendapatan, Tenaga Kerja dan Nilai Tambah
Sektor Pertanian

Output Pendapatan Tenaga Kerja Nilai Tmbah


No Sektor
Nilai Rank Nilai Rank Nilai Rank Nilai Rank
1 Padi 1.55 16 1.58 16 1.14 18 1.38 16
2 Tanaman kacang-kacangan 1.40 21 1.70 12 1.10 19 1.28 21
3 Jagung 1.52 19 1.71 10 1.07 22 1.36 17
4 Tanaman umbi-umbian 1.28 23 1.54 18 1.05 23 1.18 23
5 Sayur-sayuran & buah-buahan 1.35 22 1.45 23 1.09 20 1.23 22
6 Tanaman bahan makanan lainnya 1.42 20 1.71 11 1.08 21 1.32 20
7 Karet 2.81 1 2.70 2 2.56 3 3.04 1
8 Tebu 1.90 5 1.67 13 1.53 10 1.74 4
9 Kelapa 1.54 17 1.60 15 1.27 12 1.36 18
10 Kelapa sawit 1.82 7 1.91 4 1.64 8 1.67 8
11 Tembakau 2.31 2 1.84 7 1.23 14 2.30 3
12 Kopi 1.85 6 1.91 5 1.25 13 1.73 5
13 Teh 1.99 4 1.50 20 1.19 16 1.68 7
14 Cengkeh 1.54 18 1.47 21 1.15 17 1.36 19
15 Hasil tanaman serat 1.68 11 1.46 22 1.23 15 1.47 13
16 Tanaman perkebunan lainnya 1.67 12 1.90 6 3.67 1 1.43 14
17 Tanaman lainnya 1.82 8 1.51 19 1.65 7 1.60 10
18 Peternakan 1.79 10 1.75 9 1.53 11 1.63 9
19 Pemotongan Hewan 2.28 3 2.63 3 3.21 2 3.00 2
20 Unggas dan hasil-2 lainnya 1.80 9 2.88 1 1.60 9 1.73 6
21 Kayu 1.64 14 1.81 8 2.02 5 1.50 11
22 Hasil hutan lainnya 1.65 13 1.57 17 2.08 4 1.43 15
23 Perikanan 1.64 15 1.66 14 1.66 6 1.48 12

Lima sub sektor dengan nilai pengganda output tertinggi ditempati oleh sektor karet,
tembakau, pemotongan hewan, teh dan tebu. Nilai pengganda karet sebesar 2.81
6

bermakna bahwa kenaikan permintaan akhir karet sebesar satu kali akan meningkatkan
output sebesar 2.81 kali. Lima sub sektor tersebut dapat menjadi prioritas untuk
dikembangkan dalam rangka meningkatkan output nasional.
Unggas, karet, pemotongan hewan, kelapa sawit dan kopi adalah sub sektor dengan
nilai pengganda pendapatan tertinggi. Nilai pengganda sebesar 2.88 pada sektor unggas
berarti bahwa kenaikan permintaan akhir sektor unggas sebesar satu kali akan
meningkatkan pendapatan sebesar 2.88 kali. Lima sub sektor tersebut dapat menjadi
prioritas untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan.
Sub-sub sektor tanaman perkebunan lainnya, pemotongan hewan, karet, hasil hutan
dan kayu adalah sub sektor dengan nilai pengganda tenaga kerja tertinggi. Nilai
pengganda sebesar 3.67 pada sektor tanaman perkebunan lain berarti bahwa kenaikan
permintaan akhir sebesar satu kali akan meningkatkan jumlah tenaga kerja sebesar 3.67
kali. Oleh karena itu sub-sub sektor dengan nilai pengganda tenaga kerja yang tinggi
dapat menjadi prioritas bagi pengembangan kesempatan kerja.
Lima sub sektor dengan nilai pengganda nilai tambah tertinggi ditempati oleh sektor
karet, pemotongan hewan, tembakau, tebu dan kopi. Nilai pengganda sebesar 3.04 pada
sektor karet menjelaskan bahwa kenaikan permintaan akhir sebesar satu kali akan
meningkatkan nilai tambah sebesar 3.04 kali. Sebagai akibatnya, lima sub sektor tersebut
dapat menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai tambah.
Nilai pengganda yang disajikan pada Tabel 2 hendaknya diinterpretasikan secara hati-
hati. Nilai pengganda suatu sektor merupakan ukuran relatif perubahan akibat perubahan
(eksogen) yang terjadi pada permintaan akhir, yakni konsumsi, pengeluaran pemerintah,
investasi dan ekspor. Dengan demikian besaran dampak perubahan belum menyentuh
kepada ukuran absolut atau keadaan sektor yang sesungguhnya. Nilai pengganda yang
tinggi (selain output), sesuai dengan formulanya, umumnya diakibatkan oleh rendahnya
koefisien input upah/gaji, tenaga kerja dan nilai tambah. Sebagai contoh koefisien input
pada sektor unggas adalah 0.076 (upah/gaji) dan 0.064 (tenaga kerja) dapat dianggap
relatif rendah dibanding sektor-sektor lainnya. Oleh sebab itu mengandalkan hanya
kepada nilai pengganda akan dapat mengecoh penarikan kesimpulan bila keadaan atau
nilai absolut dari sektor yang dipelajari tidak diperhatikan.

3. Sub Sektor Pertanian Penting


Sub sektor pertanian penting yang akan dikembangkan meliputi sub-sub sektor
prioritas dan pendukung. Sub sektor prioritas dipilih melalui (kriteria) peringkat (atau
share) relatif tinggi pada nilai absolut maupun relatif atau alasan faktor non ekonomi.
Sub sektor yang secara absolut menampilkan peran yang signifikan meliputi sub sektor
padi, sayur dan buah-buahan dan perikanan (Tabel 1). Adapun sub sektor yang secara
relatif menampilkan multiplier yang relatif tinggi meliputi sub sektor karet, unggas dan
tanaman perkebunan lain (Tabel 2). Sementara sub sektor yang masuk dalam kriteria
yang signifikan memuat faktor non ekonomi adalah padi .
Sub-sub sektor pendukung adalah sub sektor yang memberikan pengaruh atau
dampak tidak langsung mengikuti perubahan (flow-on) sub sektor pertanian prioritas.
Tabel 3 menyajikan tiga sektor pendukung terpenting bagi masing-masing sub sektor
prioritas yang terseleksi. Sebagai contoh, perubahan yang terjadi pada output sub sektor
prioritas padi akan menghasilkan perubahan atau dampak output yang sangat signifikan
pada sub sektor pendukung perdagangan, industri pupuk dan pestisida dan restoran dan
7

hotel secara kumulatif sebesar 78 persen. Sementara sektor padi menghasilkan


perubahan tenaga kerja dalam sektor pendukung satur dan buah-buahan, perdagangan dan
jasa lainnya secara kumulatif sebesar 96 persen. Tiga sektor pendukung dianggap telah
mencukupi bagi pengembangan sektor pertanian prioritas, dimana mencapai kisaran
dampak perubahan kumulatif dalam kisaran 64 hingga 98.persen. Lebih jauh, dengan
melibatkan semakin banyak sub-sub sektor pendukung akan menghasilkan dampak
perubahan mendekati 100 persen.

Tabel 3. Sub Sektor Pertanian Prioritas dan Pendukung

Perkiraan Sektor Pendukung Dampak


Sektor Prioritas
Dampak 1 2 3 Kumulatif
persen
Padi Output Perdagangan Indust pupuk& Restoran&Hotel 78
pestisida
Pendapatan Indust pupuk& Perdagangan Tanaman Lain 76
pestisid
Tenaga kerja Sayur&buahan Perdagangan Jasa Lain 96
Nilai Tambah Perdagangan Tanaman Lain Restoran&Hotel 82
Sayur&buah2an Output Perdagangan Restoran&Hotel Indust penggi- 83
lingan padi
Pendapatan Perdagangan Listrik, gas&air Jasa Lain 79
bersih
Tenaga kerja Perdagangan Padi Jasa Lain 98
Nilai Tambah Perdagangan Restoran&Hotel Padi 89
Karet Output Perdagangan Restoran&Hotel Indust penggi- 78
lingan padi
Pendapatan Perdagangan Listrik, gas&air Jasa Lain 79
bersih
Tenaga kerja Sayur&buah2an Perdagangan Padi 91
Nilai Tambah Perdagangan Restoran&Hotel Padi 74
Perikanan Output Perdagangan Tanaman Lain Indust makanan 74
lain
Pendapatan Tanaman Lain Perdagangan Indust makanan 64
lain
Tenaga kerja Sayur&buah2an Perdagangan Padi 81
Nilai Tambah Perdagangan Tanaman Lain Padi 75
Unggas Output Indust makanan Perdagangan Indust kimia 72
lain
Pendapatan Indust makanan Perdagangan Bangunan 74
lain
Tenaga kerja Perdagangan Kegiatan yg tak Padi 80
jelas batasannya
Nilai Tambah Perdagangan Indust makanan Padi 79
lain
Tanaman Output Bangunan Kegiatan yg tak Perdagangan 77
Perkebunan lain jelas batasannya
Pendapatan Bangunan Perdagangan Jasa Lain 72
Tenaga kerja Kegiatan yg tak Perdagangan Sayur&buah2an 81
jelas batasannya
Nilai Tambah Bangunan Perdagangan Kegiatan yg tak 80
jelas batasannya
Keterangan: dampak kumulatif telah menghitung dampak dari sektor prioritas
8

Tabel 4. Perkembangan Output, Pendapatan, Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Sektor
Pertanian

Skenari 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4


Sektor/Sub Sektor 1999
Growth 2004 Growth 2004 Growth 2004 Growth 2004
Output (miliar rp)
Tanaman pangan 127111 4,22 156626 10,08 208565 6,75 178392 12,62 236864
Perkebunan 51534 5,26 66948 8,21 79207 5,97 69300 8,91 81796
Peternakan 39922 0,86 41677 3,47 47906 1,32 42620 3,92 48927
Perikanan 31482 4,64 39496 10,34 51491 5,33 40816 11,02 53097
Pertanian 272309 2,83 318044 7,18 400601 4,34 344902 8,69 434598
Non Pertanian 1676535 4,74 2170771 5,61 2266924 9,16 2781300 10,04 2911904
Nasional 1948844 4,47 2488815 5,83 2667524 8,49 3126202 9,85 3346503
Pendapatan (miliar rp)
Tanaman pangan 18838 0,74 19549 1,75 20562 1,26 20071 2,27 21103
Perkebunan 10262 1,11 10847 1,67 11166 1,34 10972 1,90 11292
Peternakan 5427 0,14 5466 0,28 5504 0,21 5486 0,36 5525
Perikanan 5536 0,82 5766 1,82 6058 0,94 5801 1,94 6094
Pertanian 43302 0,60 44643 1,32 46308 0,91 45356 1,63 47045
Non Pertanian 305328 1,02 321646 1,21 324570 1,75 333697 1,93 336793
Nasional 348630 0,97 366289 1,22 370879 1,65 379053 1,90 383838
Tenaga kerja (ribu orang)
Tanaman pangan 25128 0,75 26090 1,75 27422 1,12 26574 2,12 27930
Perkebunan 3433 0,39 3501 0,50 3520 0,43 3507 0,54 3526
Peternakan 2195 0,05 2201 0,24 2222 0,08 2204 0,27 2225
Perikanan 1207 0,18 1218 0,4 1231 0,2 1219 0,42 1233
Pertanian 32527 0,63 33568 1,43 34954 0,92 34062 1,72 35472
Non Pertanian 56090 2,29 63215 2,39 63539 6,15 79222 6,24 79621
Nasional 88617 1,68 96783 2,04 98493 4,23 113285 4,59 115093
Nilai Tambah (miliar rp)
Tanaman pangan 115139 3,79 138916 9,15 180507 6,01 155548 11,36 201540
Perkebunan 36114 3,27 42422 4,51 45257 3,86 43730 5,11 46604
Peternakan 23389 0,54 24030 2,30 26336 0,82 24361 2,58 26691
Perikanan 26096 3,85 31521 8,57 39366 4,42 32396 9,14 40410
Pertanian 218225 2,44 248619 6,24 303283 3,85 268082 7,64 327380
Non Pertanian 889066 2,69 1028822 3,27 1059640 5,26 1184068 5,84 1223632
Nasional 1107291 2,64 1277441 3,86 1362922 4,98 1452150 6,19 1551012
Skenario 1= pertumb ekonomi normal (existing policy), 2 = pertumb ekonomi sektor prioritas 8 persen, 3 = pertumb
sektor pendukung 8 persen, 4 = kombinasi skenario 2 dan 3

4. Perkembangan Sektor Pertanian


Perkembangan sektor pertanian periode 1999 hingga 2004 disajikan dalam Tabel 4.
dan Gambar 1. Hasil proyeksi memperlihatkan bahwa skenario 4 secara konsisten
menyajikan nilai tertinggi dalam nilai maupun pertumbuhan pada output, pendapatan,
tenaga kerja maupun.nilai tambah. Posisi berikutnya ditempati oleh skenario dua, tiga
dan pertama.
Skenario 1 umumnya menghasilkan nilai pertumbuhan yang relatif rendah.
Pertumbuhan nilai tambah sektor pertanian dan non pertanian pada skenario ini sebesar
2.44 dan 2.69 persen. Sementara pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian (0.63 persen)
relatif rendah dibanding non pertanian (2.29 persen). Skenario 1 dapat mencerminkan
kebijakan sektor pertanian (existing policy) yang mendukung sub sektor tanaman pangan,
9

perkebunan dan perikanan. Hal ini dapat dilihat pada pertumbuhan nilai tambah yang
relatif tinggi, yakni 3.79, 3.27 dan 3.85 persen.
Skenario 2 secara umum menghasilkan perkembangan sektor pertanian lebih baik.
Tingkat pertumbuhan output, pendapatan dan nilai tambah sektor pertanian secara
konsisten melebihi sektor non pertanian. Sebaliknya rendahnya pertumbuhan tenaga
kerja sektor pertanian (1.43 persen) dibanding non pertanian (2.39 persen) adalah hal
yang dikehendaki agar supaya produktifitas tenaga kerja pertanian semakin meningkat
pada masa akan datang. Hal ini menunjukkan sasaran pengembangan secara langsung
kepada sub-sub sektor pertanian prioritas, yakni padi, sayur dan buah-buahan, karet,
perikanan, unggas dan tanaman perkebunan lain dapat dianggap efektif. Pada skenario
2, sektor tanaman pangan dan perikanan menjadi mesin pertumbuhan sektor pertanian,
yang tumbuh sebesar 9.15 dan 8.57 persen dan menampung tenaga kerja sektor sebanyak
27.4 dan 1.23 juta orang. Dengan skenario 2, pada tahun 2004 akan diperoleh tambahan
tenaga kerja sektor pertanian sebanyak 1.5 juta orang dibanding skenario 1. Skenario 2
mencerminkan kebijakan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian secara terbatas.
Sektor pertanian hanya memperoleh dukungan investasi dari sektor pertanian sendiri.

T anam an pangan P erkebunan


P et ernakan P erikan an
Pertumbuhan Nilai Tambah

10
(persen)

0
T an am an p an gan P erk ebun an
P et ern ak an P erik an an
Pertumbuhan Tenaga Kerja

2
(persen)

0
Sk 1 Sk 2 Sk 3 Sk 4

S ke nario Ke bijakan
Gambar 1. Pertumbuhan Nilai Tambah dan Tenaga Kerja pada Berbagai Skenario
Kebijakan

Skenario 3 menampilkan fenomena dikotomi sektor pertanian dan non pertanian.


Sebagai strategi pengembangan sektor pertanian secara tidak langsung, skenario 3 masih
dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan nilai tambah dan tenaga kerja sektor pertanian
sebesar 3.85 dan 0.92 persen. Namun angka tersebut lebih rendah dibanding pada sektor
non pertanian, yakni sebesar 5.26 dan 6.15 persen. Skenario 3 menempatkan tanaman
pangan, perkebunan dan perikanan sebagai engine of growth dari sektor pertanian.
Skenario ini menampilkan pertumbuhan nilai tambah seluruh sektor cukup tinggi, 4.98.
10

Adapun tambahan tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2004 dibanding skenario 1
hanya sekitar 0.5 juta orang. Skenario 3 mencerminkan kebijakan ekonomi tanpa basis
sektor pertanian Sektor pertanian berjalan sendiri tanpa dukungan secara langsung.
Sebagai akibatnya, pertumbuhan yang dihasilkan lebih rendah dibanding sektor non
pertanian dan tidak lebih efektif dibanding skenario 2.
Hasil proyeksi skenario 4 secara konsisten menyajikan nilai tertinggi dalam nilai
maupun pertumbuhan pada output, pendapatan, tenaga kerja maupun nilai tambah.
dibanding skenario sebelumnya. Nilai tambah sektor pertanian tumbuh sebesar 7.64
persen, meningkatkan nilai tambah dari 218 triliun pada tahun 1999 menjadi 327 triliun
pada tahun 2004. Skenario 4 menempatkan sektor tanaman pangan sebagai penggerak
utama pertumbuhan nilai tambah sektor pertanian (11 persen) (Gambar 1) serta
meningkatkan kesempatan kerja menjadi 27.9 juta pada tahun 2004 dibanding 25.1 juta
pada tahun 1999. Skenario 4 juga mampu membawa pertumbuhan (pendapatan) sektor
pertanian (1.63 persen) mendekati pertumbuhan non pertanian (1.93 persen). Tambahan
tenaga kerja sektor pertanian pada skenario ini dibanding skenario 1 adalah mendekati 2
juta orang pada tahun 2004. Skenario 4 mencerminkan kebijakan ekonomi yang optimis
dan berbasis luas sejalan dengan kerangka pembangunan agribisnis. Sektor pertanian
memperoleh dukungan investasi oleh sektor pertanian sendiri dan sektor non pertanian.
Secara keseluruhan proyeksi memberikan pilihan bagi pengembangan sektor
pertanian. Skenario 4 diperkirakan membutuhkan beaya investasi yang tinggi karena
melibatkan kenaikan pertumbuhan hingga 8 persen pada 6 sektor prioritas dan 11 sektor
pendukungnya. Pemerintah dapat berkonsentrasi pada sub sektor strategis di dalam sub
sektor prioritas, misalnya sektor padi (karena alasan politik ekonomi padi); dan
menyerahkan sub sektor lainnya kepada investasi swasta, konsumsi langsung rumah
tangga atau ekspor. Sektor sayur dan buah-buahan atau tanaman pangan lainnya dapat
diserahkan kepada usaha tani rakyat karena menampung tenaga kerja sangat besar.
Sementara pada sektor perikanan, perkebunan dan peternakan, sektor swasta perlu diberi
peluang menanamkan investasi untuk penguasaan teknologi dan menggali pertumbuhan
nilai tambah (Gunawan, 2001). Investasi pada komoditi karet, unggas, dan tanaman
perkebunan juga relevan karena menampilkan pengganda yang relatif tinggi. Sebagai
contoh perhitungan kebutuhan investasi kumulatif sub sektor karet tahun 1999 hingga
2004 (investasi tahun 1999 sebesar 2645 miliar, Tabel IO) adalah 19949 miliar. Pada
saat yang sama dapat dihasilkan nilai tambah sebesar 43530 miliar di dalam kerangka
skenario 1, atau sebesar 56350 miliar di dalam kerangka skenario 4 (nilai tambah tahun
1999 sebesar 6497 miliar, Tabel 4).
Perhitungan kebutuhan investasi terhadap masing-masing sub-sub sektor pertanian
dikerjakan melalui pendugaan nilai ICOR (Tabel 5), Nilai ICOR dan investasi
berhubungan negatif dengan skenario pengembangan pertanian. Menuju kepada skenario
4, ICOR dan investasi menunjukkan kecenderungan semakin rendah. Sebaliknya, nilai
ICOR dan investasi tertinggi ditemukan pada skenario 1. Hal ini disebabkan skenario 4
menampilkan nilai pertumbuhan relatif tinggi sehingga sesuai dengan hubungan
regrerinya, menghasilkan nilai ICOR semakin rendah. Nilai investasi pada saat yang
sama ikut menurun karena keduanya saling berhubungan lurus. Lebih jauh, nilai ICOR
pada skenario 1 berkisar dari 1.309 hingga 4.798 dan pada skenario 4 berkisar dari 1.092
hingga 0.98.
11

Sub sektor tanaman pangan menyajikan nilai ICOR relatif rendah, yakni berkisar dari
1.309 hingga 0.57 (pada seluruh skenario). Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut
relatif efisien sehingga memungkinkan diusahakan oleh sebagian besar petani dan
menampung banyak tenaga kerja. Sebaliknya sub sektor perikanan menyajikan ICOR
relatif tinggi, berkisar 4.798 hingga hingga 3.98. Sektor perikanan diketahui memerlukan
investasi cukup tinggi sehingga tidak memberi peluang bagi lebih banyak pelaku
ekonomi. Investasi bagi kegiatan perikanan meliputi kapal dan mesin, peralatan tangkap,
dan pendukung pasca panen. Sementara sub sektor peternakan dan perkebunan
menyajikan ICOR dalam kisaran 1.338 hingga 1.149 dan 1.59 hingga 1.405. Dua sektor
dimainkan oleh relatif lebih banyak pelaku ekonomi dibanding sektor perikanan sekaligus
menjadi jembatan bagi petani tanaman pangan menanamkan alternatif investasi yang
lebih produktif. Hasil-hasil ICOR yang disajikan tersebut secara umum tidak berbeda
dengan hasil Anonim (1997).

Tabel 5. Nilai ICOR dan Kebutuhan Investasi Kumulatif Sektor Pertanian 1999 -
2004
Skenario
Sub sektor Pertanian
1 2 3 4
Tanaman pangan
ICOR 1,309 0,786 1,092 0,57
Investasi kumulatif (miliar rp) 994512 683403 877581 524299
Perkebunan
ICOR 1,59 1,463 1,529 1,402
Investasi kumulatif (miliar rp) 373841 354958 365045 345266
Peternakan
ICOR 1,338 1,175 1,312 1,149
Investasi kumulatif (miliar rp) 190251 174705 187891 172072
Perikanan
ICOR 4,798 -1,971 3,98 -2,7891
Investasi kumulatif (miliar rp) 827314 -382855 696259 -549455
Investasi kumulatif pertanian (miliar rp) 2385918 tth 2126776 tth
1
angka bertanda negatif tidak dapat digunakan; tth: tidak terhitung

Proyeksi kebutuhan investasi sektor pertanian selama 1999 hingga 2004 berkisar dari
2127 hingga 2386 triliun. Nilai ICOR dan investasi kumulatif sub sektor perikanan pada
skenario 2 dan 4 tidak dapat digunakan karena menghasilkan angka negatif. Nilainya
pada skenario 4 khususnya, diduga lebih rendah dibanding skenario 1 dan 3 karena
menampilkan tingkat pertumbuhan nilai tambah yang lebih tinggi. Secara keseluruhan
nilai dan kecenderungan investasi kumulatif tidak berbeda dengan penjelasan tentang
ICOR.

KESIMPULAN
Pemerintah perlu mengambil peran dalam investasi pada sub sektor padi karena
memiliki makna strategis secara ekonomi dan sosial. Sementara swasta dapat berperan
dalam sub sektor perikanan, perkebunan dan peternakan. Pembangunan sektor pertanian
memerlukan dukungan seluruh sektor-sektor ekonomi. Kebijakan terpadu tersebut, pada
tingkat pertumbuhan permintaan akhir 8 persen per tahun akan mendorong pertumbuhan
12

nilai tambah sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan sebesar
11.36, 5.11, 2.58 dan 9.14 persen; dan pertumbuhan tenaga kerja pada sektor yang sama
sebesar 2.12, 0.54, 0.27, dan 0.42 persen. Sektor pertanian dipastikan memperoleh relatif
kenaikan pendapatan lebih tinggi, dengan pertumbuhan (lebih tinggi dibanding tenaga
kerja) sebesar 2.27, 1.90, 0.36 dan 1.94 persen. Pada tahun 2004, sektor pertanian akan
menampung tenaga kerja sebanyak 35 juta orang, menyebar pada sub sektor tanaman
pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan masing-masing sebesar 27.9, 3.52, 2.22,
dan 1.23 juta orang.
Nilai ICOR sub sektor tanaman pangan berkisar dari 1.309 hingga 0.57; sub sektor
peternakan berkisar dari 1.338 hingga 1.149; sub sektor perkebunan berkisar dari 1.59
hingga 1.405; dan sub sektor perikanan berkisar 4.798 hingga 3.98. Proyeksi kebutuhan
investasi sektor pertanian selama 1999 hingga 2004 berkisar dari 2127 hingga 2386
triliun rupiah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1997. Kajian Perkiraan Kebutuhan Investasi Pertanian dan Pemenuhannya
dalam Repelita VII. Kerjasama PPUP Biro Perencanaan Deptan dengan Puslit
Sosektan Balitbang Deptan
BPS. 2001. Tabel Input-output Indonesia tahun 1999. BPS Pusat, Jakarta.
FAO. 2003. Pulses. FAO/GIEWS - Food Outlook No.3 - June 1999. http://www.fao.
org/ docrep/ 004/x2181e/x2181e05.htm [9 Mei 2003]
Fuglie, K. O. 1999. Investing in agricultural productivity in Indonesia. Forum Agro
Ekonomi. 19(2): 1-16
Gunawan, M. 2003. Agribusiness Investment Opportunity in Indonesia.
www.deptan.go.id [5 Mei 2003]
Williamson, O. E. 1995. The institutions and governance of economic development and
reform. Proceeding of the World Bank Annual Conference on Development
Economics 1994. IBRD-World Bank, Washington, DC. 171-197

You might also like