You are on page 1of 7

V.

KESIMPULAN

Hasil analisi bahwa: 1. Ditemukan adanya ketidaksesuaian Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 / PERMENTAN / OT.140 / 10 / 2006 tentang Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan terhadap kondisi lokasi budidaya pertanian pada lahan pegunungan, yaitu daerah pada titik pengamatan yaitu membuka hutan untuk dialih fungsikan menjadi lahan pertanian di daerah hulu kemudian melakukan budidaya pertanian pada kelerengan atau zona konservasi yang tidak tepat. Ditambah lagi kurang adanya perhatian khusus perlakuan konservasi yang tepat pada lokasi tersebut. Dilihat dari pernyataan tersebut maka kurang tepat. PERMENTAN nomor 47 tahun 2006 menjelaskan budidaya pertanian pada lahan pegunungan, bahwa daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Kaitannya denga hanya memfokuskan hasil produksi tanaman semusim saja, yaitu wortel dan bawang prei dengan sistem pertanian monokultur, maka tidak sesuai dengan PERMENTAN Nomor

47/OT.140/10/2006 tentang Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan, yaitu pemanfaatan sumberdaya lahan, yang dimiliki oleh petani (dikelola secara individual atau berkelompok) atau pengusaha tidak ditanam melalui penanaman tanaman dan/atau pemeliharaan ternak dengan memperhatikan keterkaitan antar komoditas secara harmonis agar hasil yang diperoleh optimal. 2. Ditemukan adanya kesesuaian Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 /

PERMENTAN / OT.140 / 10 / 2006 tentang Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan terhadap kondisi lokasi budidaya pertanian pada lahan pegunungan, yaitu pada PERMENTAN Nomor 47/OT.140/10/2006 tentang Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan menjelaskan bahwa pada lokasi pengamatan para petani sudah melakukan penanaman dengan jenis tanaman berdasarkan persyaratan fisiologis yang diekspresikan dalam tingkat kesesuaian tanaman bagi berbagai karakteristik fisik dan kimia tanah. Adapun ditinjau dari kondisi suhu dan ketinggian tempat serta intenistas cahaya matahari yang diterima meskipun masih memerlukan bantuan alat dan bahan kimia untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan wortel. Selian itu, petani setempat juga melakukan konservasi lahan, yaitu dengan membuat parit dan masih menanam tanaman buffer seperti semak-semak yang ada di pinggir sungai untuk mengurai sedimentasi akibat erosi yang terjadi.

I. Tindak lanjut, antara lain:

REKOMENDASI

a. Permasyarakatan serta penerapan secara teknis dan ketentuan hukum terkait dengan teknologi konservasi sumberdaya lahan, yang meliputi: 1. Teknis, antara lain: metode vegetatif yaitu membuat strip rumput dan pertanaman lorong, menggunakan mulsa, pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam, tanaman penutup tanah, penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah serta penentuan pola tanam yang tepat dan metode mekanis seperti pembuatan teras pada lahan dengan lereng curam, pembuatan guludan dan wind break, menyimpan air hujan serta membuat dam parit. 2. Ketentuan hukum, antara lain: Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 / PERMENTAN / OT.140 / 10 / 2006 tentang Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan terhadap kondisi lokasi budidaya pertanian pada lahan pegunungan pada pembahasan dalam peraturan yang ada, bahwa Pengendalian Longsor yang menyatakan daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Petani setempat telah melakukan konservasi lahan, yaitu dengan membuat parit dan masih menanam tanaman buffer seperti semak-semak yang ada di pinggir sungai untuk mengurai sedimentasi akibat erosi yang terjadi. Namun, pengendalian longsor dapat direncanakan dan diimplementasikan melalui pendekatan mekanis (sipil teknis) dan vegetatif atau kombinasi keduanya. Pada kondisi yang sangat parah, pendekatan mekanis seringkali bersifat mutlak jika pendekatan vegetatif saja tidak cukup memadai untuk menanggulangi longsor. Kemudian pada pembahasan Teknologi Budidaya Pada Sistem Usahatani Konservasi juga menyatakan bahwa Teknik pengendalian erosi harus diterapkan, karena

dampaknya menyangkut seluruh DAS, dan untuk berkelanjutan produktivitas SUT itu sendiri, jenis tanaman yang ditanam dan kombinasinya dapat berubah sesuai dengan permintaan pasar tidak hanya tanaman semusim wortel dan bawang prei namun perlu perlu adanya kombinasi kentang atau tanaman hortikultura yang lain sesusi dengan ketentuan yang ada. b. Penelitian dan pengkajian secara teknis dan ketentuan hukum terkait dengan teknologi konservasi sumberdaya lahan 1. Teknis, antara lain: Adanya perlakuan secara spesifik dengan uji lab mengenai kandungan unsur hara baik hara makro maupun mikro dalam tanah sehingga

petani dapat menentukan rekomendasi pupuk yang efisien untuk pemenuhan kandungan unsur hara tanah agar menunjang produktivitas dari komoditas tanaman yang ada. Apabila melestarikan lingkungan dengan tetap memperoleh hasil produksi yang maksimal, secara teknis dapat melakukan konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Konsep ini dinilai sangat efektif dalam keberlanjutan suatu ekosistem bentang lahan. Kemudian, untuk menjaga agar tanaman tidak terserang hama, selain dengan menggunakan pestisida, adalah menjaga agar tanaman tersebut tetap sehat cara yang paling sederhana agar tanaman sehat yaitu kembali dengan konsep PHT. Apabila konsep tersebut berjalan secara sistematis maka petani akan mampu membuat suatu ekosistem yang berkelanjutan dan pada akhirnya akan membuat suatu pertanaman menjadi sehat. Konsep PHT yang bisa dilakukan adalah untuk menunjang agar tanaman sehat adalah dengan pemenuhan kandungan unsur hara dalam tanah yang efektif dan efisien. Kemudian melakukan analisis kesesuaian dan kemampuan lahan pada daerah tersebut untuk mengetahui komoditas apa saja yang dapat ditanam. Melakukan rotasi tanaman dan menerapkan tidak hanya sistem monokultur (wortel dan bawang prei) namun menggunakan sistem polikultur. 2. Ketentuan hukum, antara lain: Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47 / PERMENTAN / OT.140 / 10 / 2006 tentang Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan terhadap kondisi lokasi budidaya pertanian pada lahan pegunungan pada pembahasan Pengelompokan Jenis Tanaman Pada SUT Konservasi menjelaskan bahwa Dalam budidaya pertanian di lahan pegunungan yang tidak rawan longsor dan erosi, jenis tanaman yang akan dikembangkan dipilih sesuai dengan persyaratan tumbuh masing-masing jenis tanaman. Hal ini penting untuk optimalisasi pemanfaatan lahan, peningkatan produktifitas, efisiensi, dan keberlanjutan usahatani namun perlu ditinjau dalam pemilihan penanaman komoditas yaitu dengan melihat kebutuhan konsumen di pasar. Pengelompokan jenis tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan tanaman perkebunan yang dapat dikembangkan di lahan pegunungan menurut elevasi dan karakteristik iklim. Setelah persyaratan fisiologis telah dipenuhi dan jenis tanaman sudah terpilih, langkah berikutnya adalah memenuhi persyaratan agronomis lahan untuk jenis tanaman tersebut. Lokasi sasaran bisa memenuhi persyaratan fisiologis tetapi belum tentu memenuhi persyaratan agronomis. Persyaratan agronomis yang dimaksud adalah tingkat kesesuaian lahan bagi tanaman. Petani mendapatkan

rekomendasi berdasar tingkat kesesuaian lahan dengan bekerjasama pihak pemerintah. Kondisi yang ada di lapang dengan secara hukum memang sangat berbeda nyata, namun dengan pembentukan kelompok tani maka aspirasi dari petani setempat akan mampu terdengar oleh pihak tersebut. Adapun fungsi diberlakukannya tingkat kesesuaian lahan adalah petani dapat menentukan teknik budidaya yang tepat-pemupukan, pengelilaan air dan pengendalian organisme penggagu tanaman, meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan daya saing produk-keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, dan melestarikan daya dukung lahan. Jadi keberlanjutan tingkat produktivitas pada lahan yang ada dan stabilitas hasilnya ditentukan teknologi yang digunakan terutama teknologi tersebut dapat mengendalikan longsor dan erosi.

IV.

ANALISIS HUKUM

Keterkaitan antara fakta / fakta hukum dengan perundang undangan dan / atau teori hukum, antara lain : Fakta Kepekaan Tanah Tanah gembur Elevasi 800 mdpl Kemiringan Norma Hukum Peka (25%) Agak Peka (12.5%) Tidak Peka (0%) Hasil 12,5 %

1. Satuan peta lahan 1 40% 2. Satuan peta lahan 2 30% 3. Satuan peta lahan 3 8-15% Pengendalian Longsor Vegetative Tidak sesuai (25 %) Agak Sesuai (12.5%) 12.5%

1. Satuan peta lahan 1 tanaman Sesuai (0%) tahunan dan semak

belukar/rumput (bekas tanaman jagung) 2. Satuan peta lahan 2 dan 3 tanaman semusim Mekanis peta dan lahan adanya 1 teras saluran

1. Satuan individu,

drainase di bagian bawah dari satuan peta lahan (dekat jalan) 2. Satuan peta lahan 2 dan 3 teras bangku, teras gulud 3. Pada satuan peta lahan 3, tidak ada plengsengan Sistem Usaha Tani Konservasi Satuan peta lahan 1, Tidak sesuai (25 %) teras Agak Sesuai (12.5%) 12.5%

individu (kedalaman solum 90 Sesuai (0%) cm). Pada satuan peta lahan 1, terdapat bekas tanaman jagung

dengan penggunaan teras bangku Satuan peta lahan 2, teras bangku guludan (kedalaman solum 45 cm) Satuan peta lahan 3, teras bangku guludan (kedalaman solum 65 cm) Jenis Komoditas Tidak sesuai (25 %) 12.5%

Satuan peta lahan 1 tanaman Agak Sesuai (12.5%) musiman, rumput/semak belukar Sesuai (0%) dan bekas tanaman semusim

(jagung) Satuan peta lahan 2 tanaman semusim Satuan peta lahan 3 tanaman Semusim Total 50%

You might also like