You are on page 1of 15

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teknologi dan kehidupan manusia semakin maju.

Begitu juga dengan penyakit-penyakit terus baru terus muncul dan terus berkembang. Munculnya penyakit-penyakit disebabkan oleh berbagai hal. Faktor-faktornya antara lain pola makan dan pola hidup tidak sehat. Hal inilah yang memicu bakteri dan virus semakin berkembang yang kemudian akan menginfeksi makhluk hidup dan menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit bisa menyerang semua kalangan, termasuk anak-anak, remaja, orang tua, bahkan wanita hamil. Wanita hamil tidak selalu bebas dari penyakit, sehingga penggunaan obat tertentu terkadang menjadi suatu keharusan. Seperti pada wanita hamil yang terinfeksi bakteri. pemberian antibiotic menjadi suatu keharusan, salah satu diantaranya adalah pengobatan dengan doksisiklin. 1.1.1 Doksisiklin Doksisiklin adalah jenis antibiotic dari golongan tetrasiklin. Jenis antibiotic dari golongan tetrasiklin yang lainnya adalah klortetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin, dan minosiklin. Obat ini sering digunakan karena absorbsinya dalam saluran pencernaan baik sekali. Keunggulan lainnya adalah mempuyai sifat spectrum yang luas, toksisitas yang rendah dibanding jenis antibiotic lain, sifat alergenik yang rendah dibanding penisilin, dan harga yang relative murah.

Doksisiklin digunakan dalam pengobatan infeksi organisme yang sesuai mengikuti pola resistensi setempat, termasuk pneumonia, infeksi saluran kemih, klamidia, LGV, granuloma inguinale, penyakit radang panggul, tifus, dan penyakit limfe. Antibiotik ini efektif juga terhadap serangan akut malaria yang disebabkan oleh P.falciparum yang resisten terhadap majemuk obat dan juga pada resistensi parsial terhadap klorokuin. Meskipun obat ini efektif terhadap skizon jaringan penggunaan untuk profilaksis jangka panjang tidak dianjurkan. Doksisiklin sering digunakan oleh pelancong untuk tujuan profilaksis (pemelliharaan dan pencegahan penyakit) jangka pendek terhadap P.falciparum resisten majemuk obat. Profilaksis ialah pemelliharaan dan pencegahan penyakit Tetapi obat doksisiklin kontraindikasi terhadap wanita hamil dan anak. Maksud dari kontraindikasi terhadap wanita hamil dan anak adalah akan memberikan efek samping yang buruk apabila wanita hamil atau anak mengkonsumsi obat doksisiklin terus-menerus. Hal itu pasti akan memberikan efek buruk pada tubuh, terutama terhadap organ hati dan ginjal. 1.1.2 Hati Hati merupakan organ yang dapat merasakan efek buruk dari obat, karena tempat utama metabolisme obat terjadi di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati. 1.1.3 Ginjal Ginjal merupakan tempat utama ekskresi pembuangan obat. Sedangkan sistem billier membantu ekskresi untuk obat-obatan yang tidak di-absorbsi kembali dari sistem pencernaan.

Ginjal merupakan organ yang kompak, terikat pada dinding dorsal dan terletak retroperitoneal. Ginjal menghasilkan urin yang merupakan jalur utama ekskresi toksikan. Ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi,

mengkonsentrasi toksikan pada filtrat, dan membawa toksikan melalui sel tubulus, serta mengaktifkan toksikan tertentu. Akibatnya ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik.

1.2 Tujuan Mengetahui manfaat dari obat antibiotic khususnya golongan doksisiklin. Selain itu juga untuk mengetahui efek samping dari kerja doksisiklin terhadap tubuh, pada organ hati dan ginjal.

BAB II Isi 2.1 Hati

(Sumber: http://belajar-fun.blogspot.com)

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat sekitar 1.5 kg . Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier.Hati/hepar terletak pada bagian atas cavum abdominalis, dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. 2.1.1 Fungsi Hati

A. Metabolisme karbohidrat. Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.

B. Glikogenesis Mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa yang disebut glikogenelisis. C. Pembentukan pentose Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). D. Metabolisme lemak. Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. E. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid. Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid. F. Metabolisme protein. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati. G. Pembentukan pembekuan darah. Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi
5

adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. H. Metabolisme vitamin. Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K I. Detoksikasi. Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, poses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. J. Fagositosis dan imunitas. Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi globulin sebagai imun livers mechanism. K. Hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hati merupakan organ yang paling penting dalam toksisitas obat dengan dua alasan, yang pertama secara fungsional, letaknya diantara tempat absorpsi dan sirkulasi sistemik dan merupakan tempat utama dalam metabolisme dan eliminasi senyawa asing, yang kedua adalah karena hati merupakan organ target dari obat/ senyawa yang toksik

2.2 Ginjal

(Sumber: http://massaidi.blogspot.com)

Ginjal manusia sendiri ada 2, yaitu disebelah kiri juga disebelah kanan bagian pinggang (rongga perut) yang sepintas memiliki bentuk seperti kacang merah. Ukuran ginjal sendiri memiliki dimensi panjang sekitar 10-13 cm, lebar 2-3 cm dengan ketebalan 2.5 cm. Jika dianalogikan, ginjal ini hampir sama dengan mouse yang ada dikomputer. Warna ginjal ini sendiri juga hampir sama dengan kacang merah atau merah keunguan. Ginjal pada sebelah kiri lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan yang sebelah kanan dikarenakan ginjal sebelah kanan terdepak oleh hati. Ginjal ini dilingkupi oleh kapsul renalis yang berfungsi sebagai pelindung dari infeksi dan luka. 2.2.1 Fungsi Ginjal

A. Menyaring dan menyerap sisa-sisa metabolisme di dalam tubuh (dibuang dalam bentuk Urine). B. Mengatur kadar garam. C. Mengatur zat terlarut dalam darah (seperti vitamin yang larut dalam darah) D. Mengatur jumlah air dalam darah.

E. Mengatur keseimbangan asam dan basa dalam tubuh (agar tidak terjadi kelainan dalam darah) F. Memproses vitamin D agar dapat digunakan oleh tubuh. G. Memproduksi hormon eritropoitein. 2.3 Doksisiklin

(Sumber: http://www.ilacprospektusu.com)

Doksisiklin adalah salah satu obat antibiotic dari golongan tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.

2.3.1

Mekanisme kerja Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.

Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertam yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino. 2.3.2 Efek Antimikroba Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama), namun terdapt perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing drivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. 2.3.3 Farmakokinetik

A. Absorpsi Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan minosiklin iserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. B. Distribusi Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan

tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik. C. Ekskresi Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja

10

BAB III Pembahasan Tempat utama metabolisme obat terjadi di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati. Obat-obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerisasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetik, penyakit yang menyertai(terutama penyakit hati dan gagal jantung), dan adanya interaksi diantara obat-obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun sampai lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati menyebabkan metabolisme obat menurun, sehingga sisa obat tidak efektif dibuang oleh tubuh. Ginjal adalah tempat utama ekskresi pembuangan obat. Sedangkan sistem billier membantu ekskresi untuk obat-obatan yang tidak di-absorbsi kembali dari sistem pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestine (usus), ludah, keringat, air susu ibu, dan lewat paru-paru kecil, kecuali untuk obat-obat anestesi yang dikeluarkan waktu ekshalasi. Metabolisme oleh hati membuat obat lebih polar dan larut air sehingga mudah di ekskresi oleh ginjal. Obat-obatan dengan berat lebih dari 300 g/mol yang termasuk grup polar dan lipophilic di ekskresikan lewat empedu. Ada beberapa obat yang pantang diberikan pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang sudah jelek kerjanya. Doksisiklin berpotensi sebagai agensia teratogen, karena memiliki berat molekul yang relatif kecil, yakni 444 Dalton sehingga dapat dengan mudah melewati sawar plasenta. Craig & Stitzel (1986) menambahkan bahwa zat dengan berat molekul kurang dari 600 Dalton dapat dengan mudah melewati sawar plasenta.

11

Oleh karena dapat dengan mudah melewati sawar plasenta, doksisiklin banyak tertimbun dan terakumulasi dalam organ fetus, seperti limpa, ginjal, hati, sumsum tulang, tulang, dentin, dan email gigi yang sedang mengalami kalsifikasi, pada tempat-tempat osifikasi, tempat-tempat pertumbuhan dalam epifisis dan diafisis. Akumulasi doksisiklin dalam beberapa organ tersebut, khususnya pada organ hati dan ginjal, akan mengakibatkan kelainan perkembangan pada fetus. Hal ini disebabkan antara lain oleh karena fetus belum mempunyai enzim yang dapat memetabolisir doksisiklin secara sempurna. Menurut Doerge (1982), selain memiliki keunggulan dalam mengobati penyakit infeksi, doksisiklin ternyata mempunyai hepatotoksisitas lebih besar dibandingkan jenis tetrasiklin lainnya, maka tidak diberikan dalam jangka panjang pada wanita hamil dan penderita penyakit hati. Namun, mekanisme dan gambaran secara histologis tentang hepatotoksisitas akibat doksisiklin, terutama efeknya pada masa organogenesis dan fetus, sampai saat ini belum dikaji secara tuntas. Hati merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas. Hal ini karena hati merupakan pintu gerbang semua bahan yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna. Zat makanan, sebagian besar obat-obatan serta toksikan yang masuk ke tubuh melalui saluran cerna setelah diserap oleh epitel usus akan dibawa oleh vena porta ke hati. Oleh sebab itu, hati menjadi organ yang sangat potensial menderita keracunan lebih dahulu sebelum organ lain. Ginjal merupakan organ yang kompak, terikat pada dinding dorsal dan terletak retroperitoneal. Ginjal menghasilkan urin yang merupakan jalur utama ekskresi toksikan. Ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi,

mengkonsentrasi toksikan pada filtrat, dan membawa toksikan melalui sel tubulus, serta mengaktifkan toksikan tertentu. Akibatnya ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik.

12

Penilaian kerusakan/kelainan hati meliputi pelebaran diameter vena sentralis dan kerusakan struktur jaringan hati. Pemberian skor dilakukan terhadap kerusakan struktur jaringan hati dan ginjal. Untuk organ hati yang dimaksud dengan kerusakan sel adalah sel yang mengalami nekrosis, sedangkan untuk organ ginjal adalah degenerasi sel epitel tubulus. Hasil pengamatan ini diperkuat pernyataan Agoes (1994) bahwa doksisiklin dosis tinggi menyebabkan toksik hepar pada pemberian oral atau intravena. Pada wanita hamil lebih menyebabkan kerusakan hepar. Ini mungkin karena doksisiklin ditimbun antara lain dalam sistem retikuloendotelial hati. Selain itu golongan obat ini juga dilaporkan menyebabkan perlemakan hati dan gagal hati. Tanda terjadinya nekrosis hati dilaporkan juga telah terjadi pada dosis harian 4 g intravena atau lebih. Menurut Agoes (1994) doksisiklin dapat menambah parah keadaan penderita gagal ginjal. Golongan obat ini dapat menimbulkan imbang nitrogen negatif dan meningkatkan kadar ureum darah, sehingga pada keadaan gagal ginjal dapat menimbulkan azotemia. Degenerasi dan nekrosis pada sel tubulus renalis fetus, disebabkan akumulasi zat toksik doksisiklin dalam organ ren fetus. Akumulasi ini terjadi karena fetus belum mempunyai enzim untuk memetabolisir doksisiklin secara sempurna.

13

BAB IV Kesimpulan Akumulasi doksisiklin dalam beberapa organ, khususnya pada organ hati dan ginjal, akan mengakibatkan kelainan perkembangan pada fetus. Selain itu doksisiklin juga memiliki efek hepatotoksisitas dibanding dengan tetrasiklin lainnya, sehingga tidak boleh diberikan dalam jangka panjang untuk ibu hamil dan anak. Doksisiklin bisa menyebabkan kerusakan pada struktur organ hati dan organ ginjal

Saran Sebagai manusia yang memiliki struktur tubuh yang kompleks, sebaiknya meminimalisir mengkonsumsi obat obatan. Terutama bagi anak-anak dan ibu hamil. Karena fetus dalam rahim wanita hamil sangat rentan dengan zat-zat asing yang masuk ketubuh ibunya. Oleh karena itu, apabila wanita hamil ingin mengkonsumsi obat, sebaiknya jangan dalam jangka panjang atau mengkonsumsi obat yang berorientasi pada obat herbal.

14

DAFTAR PUSTAKA Ganiswara, S G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4 (dengan perbaikan). Gaya Baru, Jakarta. Gibaldi, M & L Prescott. 1983. Handbook of clinical pharmacokinetics. Adis Health Science, New York. Goodman, L S & A Gillman. 1975. The pharmacological basic of therapeutics. 3 ed. The Mc Millan Co, New York. Katzung, B G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta. Lu, F C. 1995. Toksikologi dasar; Asas, Organ sasaran dan penilaian resiko. Edisi 2, UI Press, Jakarta. Robbin, S L & V M D Kumar. 1995. Patologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. http://www.thedoctorslounge.net/pharmalounge/drugs/antibiotics/tetracyclines/tetracy cline.htm Diakses tanggal 9 Oktober 2012 http://piolayananmasyarakat.wordpress.com/2012/03/11/tinjauan-molekuler-obatanti-tb-inducer-hepatotoksik/ Diakses tanggal 15 Oktober 2012 Rahardjo, R. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

15

You might also like