You are on page 1of 28

Sebuah Mayat Pria dengan Leher Terjerat Pohon dan Luka Pada Bagian Ketiak Beserta Tungkai

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat Khen_ssd@yahoo.com

Kasus : Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam oblong dan celana panjang yang di bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon perdu setingggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusu, namun masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat. PENDAHULUAN

Di masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hokum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian, kecelakaan hingga kematian dengan melalui berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain adalah menjadi tugas bagi pihak pemerintah terutama kepolisian untuk membuktikan kebenarannya. Pihak kepolisian sebagai tangan dari peradilan yang mengusut suatu kejadian terkadang memerlukan peranan beberapa ahli terkait yang salah satunya ialah dokter. Dokter bertugas sebagai orang yang dimintai tolong untuk meneliti dan memastikan tindak-tindakan yang dilakukan berkaitan pada tubuh dan jiwa korban sebagai barang bukti baik dalam keadaan masih hidup ataupun mati. Oleh sebab itu peranan dokter dalam bidang forensik sangatlah penting karena permasalahan dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter. Kejelasan tersebut memang diperlukan dan harus diusahakan oleh karena, baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut proses peradilan pada umumnya. Kejelasan yang ada akan menentukan hukuman sesuai dengan tindakan yang dilakukan berdasarkan kitab undangundang yang telah ditetapkan agar terciptanya keadilan dan kebenaran yang sebenarnya.1,2

PROSEDUR MEDIKOLEGAL I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan Pasal 133 KUHAP 1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.3 Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2

2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.3 Pasal 179 KUHAP 1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenarbenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.3

II.

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.3 Pasal 184 KUHAP 1) Alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Pertunjuk e. Keterangan terdakwa 2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.3 Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.3 Pasal 180 KUHAP 1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. 3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2). 4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.3 III. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP 1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. 2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum. 3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah sepertiga.3 Pasal 222 KUHP Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.3 Pasal 224 KUHP Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undangundang ia harus melakukannnya:
4

1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan. 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.3 Pasal 522 KUHP Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.3

ASPEK HUKUM Aspek hukum berketerkaitan dengan kejadian pada kasus ialah tentang tindakan yang menghilangkan nyawa atau pembunuhan antara lain ialah sebagai berikut : 1. Pasal 338 KUHPBarang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.3 2. Pasal 339 KUHPPembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.3 3. Pasal 340 KUHPBarang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.3 4. Pasal 351 KUHP a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah. b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.3
5

5. Pasal 354 KUHP a. Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. b. Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.3

TANATOLOGI FORENSIK Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.2 Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, antara lain : 1. Mati somatis disebut juga mati klinis yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi. 2. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam. 3. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ. 4. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat. 5. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya
6

mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pascamati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mummifikasi dan adiposera.2 Tanda kematian tidak pasti, antara lain : 1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi). 2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. 3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan. 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang terlentang. 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap. 6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air.2 Tanda pasti kematian, antara lain : 1. Lebam mayat (livor mortis) Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin
7

lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.2 Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat kematian. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.2 Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.2 2. Kaku mayat (rigor mortis) Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen
8

dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.2 Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2 Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.2 Terdapat kekakuan pada mayatyang menyerupai kaku mayat, antara lain : a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang

menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri. b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju. Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
9

c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.2 3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh ini hamper berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.2 Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37oC bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna penghitungan saat mati melalui cara ini.2 4. Pembusukan (decomposition, putrefaction) Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2 Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
10

bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.2 Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.2 Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.2 Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah mengembung dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2 Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.2 Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kirakira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies, lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
11

secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap.2 Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.2 5. Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan sifat-sifat di antara lemak dan lilin.2 Adiposera terutama terdiridari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2 Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak,
12

dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera.2 Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.2 Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit.2 Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya.2 Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.2 6. Mummifikasi Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.2 Pemeriksaan medis yang dilakukan juga yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.1

IDENTIFIKASI FORENSIK

13

Identifikasi forensik termasuk dalam autopsi. Autopsi berasal dari kata auto = sendiri dan opsis= melihat. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian4. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.1,2 Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya.2,5 Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikan hasil positip (tidak meragukan).2 Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.1 Pemeriksaan Sidik Jari Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.1,5 Metode Visualisasi Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
14

orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.1

Pemeriksaan Dokumen Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.1,5 Pemeriksaan Bawaan Yang dimaksud pada pemeriksaan bawaan ialah menilai atau mengenali pasien dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.1 Identifikasi Medik Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.1 Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.1,5 Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.1 Pemeriksaan Gigi Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya.1

15

Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.1,5

Pemeriksaan Serologik Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi.1.5

PEMERIKSAAN LUAR Pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium maupun teraba. Diperiksa semua baik benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga terhadap tubuh mayat itu sendiri. Pemeriksaan harus mengikuti suatu sistematika yang telah ditentukan.4 Semua bagian yang diperiksa harus dilakukan dengan teliti dengan memperhatikan jenis/bahan, warna, kotoran, dan lain-lain. Langkah-langkah yang dilakukan pada pemeriksaan luar jenazah adalah seperti berikut: 1. Label mayat 2. Tutup mayat 3. Bungkus mayat 4. Pakaian Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai lapisan yang terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak /motif dari tekstil, bentuk /model pakaian, ukuran, merk /penjahit, cap binatu, monogram /inisial serta tambahan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang ditemukan.
16

5. Perhiasan Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Meliputi jenis perhiasan, bahan, warna, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

6. Benda di samping mayat Kadangkala dalam pengiriman mayat terdapat benda di samping mayat seperti tas atau bungkusan. Inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap 7. Tanda kematian a. Lebam mayat Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan letak/distribusi lebam, adanya bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam. Warna dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat b. Kaku mayat Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah dagu/tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dengan menentukan mudah atau sukar dilawan. Apabila terdapat spasme kadaverik maka ini harus dicatat sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban saat terjadi kematian. c. Suhu tubuh mayat Pengukuran suhu tubuh mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer rectal. Jangan lupa juga melakukan pencatatan suhu pada saat yang sama d. Pembusukan Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan bawah yang berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang mayat diterima dalam keadaan pembusukan yang lebih lanjut. e. Lain-lain Catat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, misalnya mumifikasi atau adipocere 8. Identifikasi umum

17

Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin, bangsa, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi, dan berat badan, keadaan zakar yang di sirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut. 9. Identifikasi khusus a. Tattoo b. Jaringan parut c. Kapalan d. Kelainan pada kulit e. Anomaly dan cacat pada tubuh 10. Pemeriksaan rambut 11. Pemeriksaan mata 12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung 13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut 14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan 15. Lain-lain 16. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan / luka a. Letak luka b. Jenis luka c. Bentuk luka d. Arah luka e. Tepi luka f. Sudut luka g. Dasar luka h. Sekitar luka i. Ukuran luka j. Saluran luka k. Lain-lain 17. Pemeriksaan terhadap patah tulang1

PEMERIKSAAN DALAM

18

Terdapat empat teknik autopsi dasar yaitu teknik Virchow, teknik Rokistansky, teknik Letulle dan teknik Ghon. Teknik Virchow merupakan teknik tertua dan kurang baik untuk autopsi forensik karena hubungan anatomik antar organ dapat hilang. Teknik Rokistansky dilakukan dengan membuat irisan organ in situ kemudian baru dikeluarkan. Teknik Letulle mengeluarkan organ leher, dada, diafrgama dan perut sekaligus (en masse) dan merugikan karena memerlukan pembantu untuk dilakukan. Teknik Ghon mengangkat organ sebagai tiga kumpulan yaitu organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, serta organ urogenital4. Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti insisi I, insisi Y dan insisi melalui lekukan suprasternal menuju simphisis pubis. Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y pula merupakan salah satu tehnik khusus otopsi. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat4: a) Ukuran Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran. b) Bentuk c) Permukaan d) Konsistensi Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut. e) Kohesi Merupakan kekuatan daya regang antar jaringan pada organ. f) Potongan penampang melintang Dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. Pemeriksaan khusus bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu : a) Dada :
19

Dilakukan seksi jantung dan paru-paru b) Perut Dilihat esofagus, lambung, duodenum dan hati yang dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine juga dilihat dan dikeluarkan sebagai satu unit. Pada perempuan kantung kemih dilepaskan dari uterus dan vagina.

c) Leher : Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang. d) Kepala : Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.

TRAUMATOLOGI FORENSIK Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Sehingga hal-hal yang dilakukan pada traumatologi forensik ialah sebagai berikut : a) Penyebab luka Memeperhatikan morfologi luka yang seringkali memberi petunjuk tentang benda yang mengenai tubuh b) Arah kekerasan Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting untuk rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus kedalam tubuh, perlu ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat. c) Cara terjadinya luka Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka akibat pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh sama ada daerah terbuka atau daerah tertutup seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Seringkali juga ditemukan
20

luka tangkis pada korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka lebih ditemukan di daerah yang terbuka disbanding daerah tertutup. Pada korban bunuh diri pula, luka menunjukkan sifat luka percobaan atau tentative wounds yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar. d) Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati Pada korban kekerasan harus dibuktikan bahwa kematian terjadi semata-mata akibat kekerasan yang menyebabkan luka. Harus juga dipastikan luka yang ditemukan adalah luka intravital yaitu yang terjadi sewaktu korban masih hidup. Tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka seperti resapan darah, proses penyembuhan luka, sebukan sel radang dan lain-lain perlu diperhatikan4. Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat : Mekanik Kekerasan oleh benda tajam Kekerasan oleh benda tumpul Tembakan senjata api

Fisika Suhu Listrik dan petir Perubahan tekanan udara Akustik Radiasi Asama tau basa kuat.2

Kimia -

A. Luka Akibat Kekerasan Tajam Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca.2 Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau
21

titik. Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka bacok.2 Selain gambaran umum luka di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu segaris.2,6 Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.2 Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.2 B. Penjeratan Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya., melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup.2 Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah pembunuhan. Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso-vagal (perangsangan reseptor pada carotid body).2 Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan, arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal inidisebabkan oleh karena kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.2 Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama-sama dengan Visum et Repertum-nya.
22

Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat jerat.2,6 Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang) pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksikan kembali di kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah. Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan gondok.2 Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaos kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.2 Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan), pada otot-otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.2,6

CARA DAN SEBAB KEMATIAN a) Penyebab kematian Dengan adanya perlukaan atau penyakit yang menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian pada seseorang. Berikut ini adalah penyebab kematian: luka tembak pada kepala, luka tusuk pada dada, adenokarsinoma pada paruparu, dan aterosklerosis koronaria.2,7 b) Mekanisme kematian Merupakan kekacauan fisik yang dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan kematian. Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung. Ada yang dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan tentang mekanime kematian dapat diperoleh dari beberapa penyebab kematian dan sebaliknya. Jadi, jika seseorang meninggal karena perdarahan masif, itu dapat dihasilkan
23

dari luka tembak, luka tusuk, tumor ganas dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya. Kebalikannya adalah bahwa penyebab kematian, sebagai contoh, luka tembak pada abdomen, dapat menghasilkan banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi, contohnya perdarahan atau peritonitis. c) Cara kematian Cara kematian secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan yang tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat memiliki banyak cara). Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak pada jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang

menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak dapat dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi). d) Memperkirakan saat kematian Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara pasti sampai saat ini masih belum memungkinkan. Perkiraan saat kematian diketahui dari: 1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia dengan segala keterbatasannya. 2. Petunjuk-petunjuk yang terdapat di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah, tanggal yang tercantum pada surat kabar, surat, nyala lampu, keadaan tepat tidur, debu pada lantai dan alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya; yang semuanya ini dapat dilakukan baik oleh penyidik. 3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini ialah: Penurunan suhu mayat (algor mortis). Pada seseorang yang mati, suhu tubuh akan menurun sampai sesuai dengan suhu disekitarnya. Secara kasar dikatakan bahwa tubuh akan kehilangan panasnya sebesar 1 C/jam. Semakin besar perbedaan antara suhu tubuh dengan lingkungan ( udara atau air), maka semakin cepat pula tubuh akan kehilangan panasnya. Penurunan suhu tubuh juga dipengaruhi oleh intensitas dan kuantitas dari aliran atau pergerakan udara. Kematian karena perdarahan otak, kerusakan jaringan otak, perjeratan dan
24

infeksi akan selalu didahului oleh peningkatan suhu. Lemak tubuh, tebalnya otot serta tebalnya pakaian yang dikenankan pada saat kematian pula mempengaruhi kecepatan penurunan suhu tubuh. Selain pengurun suhu rectal, dokter dapat melakukan pengukuran suhu dari alat-alat dalam tubuh seperti hati atau otak yang tentunya dapat dilakukan saat pembedahan mayat. Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian, intensitas maksimal tercapai pada 8-12 jam post mortal. Kaku mayat terdapat sekitar 2 jam post mortal dan maksimal 10-12 jam post mortal dan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam mulai menghilang kembali sesuai urutan terdapatnya kaku mayat. Pembusukan, kecepatan pembusukan pada mayat berbeda-beda tergantung berbagai faktor, diantaranya factor lingkungan. Pembusukan mayat dimulai 48 jam setelah kematian, dengan diawali oleh timbulnya warna hijau kemerahmerahan pada dinding perut bagian bawah.1,6

INTERPRESTASI TEMUAN Ditemukan mayat laki-laki yang sudah membusuk di sebuah suangai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Lehernya terikat lengan baju dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon perdu. Pada mayat terdapat satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri. Kematian yang dialami korban dapat diduga adalah cara kematian yang tidak wajar yaitu pembunuhan dan sebab kematiannya adalah karena kekerasan tajam bila dilihat dari luka-luka yang dialami oleh korban. Benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini memiliki sisi tajam baik berupa garis maupun runcing yang bervariasi dari alat seperti pisau,golok dan sebaainua sehingga keping kaca,gelas,logam,sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.2 Gambaran luka adalah tepi dan dinding luka yang rata,berbentuk garis,tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat,luka tusuk dan luka bacok.Pada luka tusuk,sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya,apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul,bererti benda
25

penyebabnya adalah benda tajam bermata satu.Bila kedua sudut luka lancip,luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua.Benda tajam bermata satu sapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit,sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya2. Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda ajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau memar kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya,demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut.Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban. Luka tangkis merupakan luka yang trjadi akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan,jari tangan,punggung lengan bawah dan tungkai5. Pemeriksaan pada kain (baju)yang terkena pisau bertujuan melihat interaksi antara pisaukain tubuh,yaitu melihat letak kelainan,bentuk rokeban,adanya partikel besi, serat kain dan pemeriksaan terhadap bercak darahnya. Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam, sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan dapar berupa luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan sejajar2. Untuk baju yang terjerat pada leher dapat diduga sebagai penjeratan jika adanya jejas pada leher korban sebagai tanda perlawanan. Perjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali,ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat sehingga saluran pernafasan tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya ,merupakan suicide maka penjeratan adalah pembunuhan.2 Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso vagal.pada gantung diri,semua arteri vertebralis biasanya tetap paten,hal ini disebabkan oleh kerana kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. Bila jerat masih ditemukan melingkari leher,maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama dengan viseum et repetum. Terdapat 2 jenis jerat yaitu simpul hidup(melingkari jerat dapat diperbesar atau diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah).

26

Jejas jerat pada leher biasanya mendatar,melingkari leher dan terapat lebih rendah dair jejas jerat pada kasus gantung. Keadaan jejas jerat sangat bevariasi,Bila jerat lunak dan lebar seprti handuk atau selendang sutera,maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot leher sebelah dalam dapat atau tidak kaos kaki nylon akan meniggalkan jejeas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm. Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scrotch tape pada daerah jejas di leher,kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan sinar ultra violet. Bila jejas kasar seperti tali,maka bila tali bergesekkan pada saat korban melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jeratmyang nampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen.Pada otot sebelah dalam tampak banyak resapan darah.2,3 Untuk pemastian diperlukan pemeriksaan autopsi dan pemeriksaan mikroskopik (histolopatologi) agar dapat menentukan waktu terjadinya perlukaan, di dalam hubungannya dengan penentuan apakah luka yang terdapat pada korban itu didapat sewaktu hidup ataukah sesudah korban mati dan apakah adanya tanda kematian yang diakibatkan asfiksia.

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 1-52. 2. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1997: h. 25-43. 3. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1994: h.11-6, 37-9. 4. Teknik autopsy forensic. Edisi keempat. Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta:2000. 5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius; 2000: h. 171-82. 6. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: Pedoman bagi dokter dan penegak hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2000.p141-8. 7. Tanda pasti kematian mayat..2002 (Online). [11 November 2011]. Available from URL: http://medicine.uii.ac.id/upload/23-SAP-blok-medikolegal-kedokteran-uii.pdf

28

You might also like