You are on page 1of 5

Degradasi Senyawa Tanin, Asam Fitat, Antitripsin dan Peningkatan Daya Cerna Protein secara In Vitro pada Sorgum

Coklat (Sorghum bicolor L.Moench) dengan Metode Fermentasi Ampok


Bagus Sujatmiko1), Aji Sutrisno2), Erni Sofia M.2) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian - Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Unibraw 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw
1)

ABSTRACT Brown sorghum (Sorghum bicolor) is rarely used for food product. One of the reasons is digestibility level of protein is lower than other cereals. One of the factors affecting lower sorghum protein digestibility is antinutrional effect from tannin, phytic acid and trypsin inhibitor. Some methods of processing sorghum increase protein digestibility which one of them is ampok fermentation. Regarding to this, ampok fermentation was used as model in this research. Thus, the aim of this research was to degraded antinutritional compounds in sorghum seed with method of ampok fermentation to increase in vitro protein digestibility. Sorghum ampok fermentation using spontan method. First, preparation of sorghum grains and then production of sorghum ampok. Proximate, antinutritional compounds, and in vitro protein digestibility was tested. Test was applied to each of sorghum ampok every 12 hours of fermentation time until 84 hours of total incubation time. Chemical tests resulted in concentration of proximate, antinutritional and in vitro protein digestibility of raw sorghum grain (unfermented) and sorghum ampok (fermented). Sorghum ampok and raw grain had tannin content 0,45 mg/g and 8,83 mg/g, phytic acid content 0,94 mg/g and 2,08 mg/g, tripsin inhibitor activity 14,43 unit/g and 16,74 unit and in vitro protein digestibility 71,60 % and 48,55%, respectively. Proximate test applied for protein, starch and lipid content. Sorghum ampok and raw grain had protein content 10,27 % and 7,76 %, lipid content 0,56 % and 0,44 %, and starch content 71,80% % and 47,54% respectively. Sorghum ampok from 84 hours of fermentation time had the highest in vitro protein digestibility (71,60 %). Keyword : sorghum, ampok, in vitro protein digestibility, antinutritional compound

PENDAHULUAN Sorgum merupakan sereal bahan pangan penting di Afrika, Asia dan beberapa negara di dunia. Sebagai bahan pangan dunia, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley (ICRISAT/FAO, 1991). Ditinjau dari komposisi kimia penyusun biji sorgum, sebenarnya komponen sorgum tidak kalah dengan sereal lain. Menurut Soeranto (2006), kandungan gizi sorgum coklat (karbohidrat 73%, protein 12% dan lemak 3,3%) cukup tinggi bila dibandingkan jagung (karbohidrat 72,4%, protein 8,7% dan lemak 4,5%,) dan singkong (karbohidrat 34,7%, protein 1,2% dan lemak 0,3%). Menurut Duodu (2003) Sorghum bicolor memiliki potensi protein yang tinggi namun sangat terbatas penggunaannya sebagai sumber pangan. Pembatas penggunaan sorgum adalah rendahnya daya cerna protein sorgum. Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah keberadaan senyawa fenol, terutama tanin. Selain tanin, rendahnya daya cerna protein sorgum juga disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa antigizi lainnya seperti asam fitat, dan antitripsin sehingga protein sorgum sulit untuk dicerna. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mendegradasi senyawa-

senyawa antigizi pada sorgum dan meningkatkan daya cerna proteinnya, salah satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi pada bahan pangan terbukti dapat mengubah kandungan zat makanan diantaranya meningkatkan daya cerna, mengubah flavor sehingga meningkatkan palatabilitasnya (Soetanto, 2001). Adopsi fermentasi ampok diharapkan dapat mendegradasi senyawa-senyawa pembatas pada sorgum coklat dan dapat meningkatkan daya cerna protein sorgum coklat secara in vitro. Proses fermentasi dilakukan selama 84 jam dengan pengamatan setiap 12 jam untuk mengetahui lama fermentasi ampok yang menghasilkan penurunan senyawa-senyawa pembatas terbanyak dan peningkatan daya cerna protein tertinggi pada sorgum coklat. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan utama yang digunakan adalah Sorghum bicolor yang diperoleh dari Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan. Bahan kimia (Pro Analisys) yang digunakan penelitian ini adalah HNO3, Na2CO3, FeCl3, NaCl, HCl, H2SO4, Amil

Alkohol, Ammonium thiosianat, NaOH, TCA, Kasein, EDTA, Buffer phospat, Selenium, Ethanol, Elman Reagen, Mercaptoethanol, Folin, enzim tripsin, enzim pepsin, Diethil Eter, Aquades, dan Lowry Mix. Semua bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, Universitas Jember. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi blender, pengaduk lab egg tipe RW 11 basic (Jerman), pH meter Jen Way tipe 3320 (Jerman), ayakan 80 mesh, rotary vacuum evaporator Buchi (Jerman), neraca analitik Ohaus AP-310-O (Swiss), magnetik stirer, mikropippet Schocerrex (Swiss), waterbath unitronic orbital 6032011 (Spanyol), Homogenizer Chena 1310 (Spanyol), vortex Maxi Max 1 type 16700, spektrofotometer Prim-Secoman (Prancis) dan kuvet, lampu UV philip 18 Watt, sentrifuse dingin Medifriger 7000600 (Spanyol) serta glassware meliputi beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, tabung soxhlet, tabung reaksi kaca. Tahapan Pembuatan Ampok Sorgum Tahapan pembuatan ampok sorgum adalah sebagai berikut, pertama dilakukan penimbangan grits sorgum sesuai dengan kebutuhan agar diperoleh perbandingan yang sesuai antara sorgum (100 gram) dengan air perendam. Pencucian dan pembersihan grits sorgum dari kotoran sehingga memberikan kondisi bebas kontaminan sebagai langkah persiapan perendaman sorgum sebelum difermentasi. Perendaman dalam air dengan perbandingan sorgum : air = 1 : 2 selain bertujuan untuk mengurangi kadar tanin awal yang terkandung pada sorgum coklat, proses perendaman ini merupakan fermentasi ampok sorgum coklat. Perlakuan proses fermentasi pada suhu ruang (30 3 0C). Proses fermentasi dilakukan selama 84 jam, dan dilakukan pemanenan ampok tiap 12 jam untuk kemudian dilakukan proses analisis kimia. Analisa Analisa yang dilakukan pada sampel ampok sorgum meliputi pengukuran pH air rendaman (Aprianto, 1987) dan analisis kimia yang meliputi analisis proksimat (AOAC, 1990 dalam Sudarmadji, 1997), senyawa antigizi yaitu analisis tanin (Subagio, 2003 dalam Wardhana, 2008), analisis antitripsin (Subagio, 2003 dalam Wardhana, 2008), analisis fitat (Davies dan Reid (1979) dalam Pangastuti dan Triwibowo, 1996), analisis daya cerna secara in vitro (Hamaker et al. 1987). Proses analisis dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali.

Metode Penelitian Analisis kimia dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali dan kemudian dilakukan analisis data hasil uji proksimat, kandungan anti gizi dan daya cerna protein biji sorgum coklat berupa pembahasan secara deskriptif untuk menggambarkan karakteristik dari hasil penelitian dengan dibandingkan berdasarkan literatur yang mendukung. Data hasil penelitian disusun dalam bentuk tabel dan grafik untuk mempermudah interpretasi data. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Bahan Baku Tabel 1. Rerata Proksimat Biji Sorgum Parameter Biji Sorgum (%) Kadar Air 10,380,52 Kadar Abu 0,430,07 Kadar Serat 0,410,02 Kadar Lemak 0,600,07 Kadar Pati 71,802,28 Kadar Protein 10,880,13 Tabel 1. menunjukkan pati merupakan kandungan utama dari biji sorgum yaitu 71,80%. Jika dibandingkan dengan bahan pangan lainnya seperti beras, kandungan pati biji sorgum sedikit lebih kecil. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1992) kandungan pati beras sebesar 83,56%, sehingga biji sorgum berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan. Urutan kedua komponen terbanyak pada biji sorgum adalah protein, yaitu 10,88% pada biji sorgum. Kandungan protein biji sorgum lebih banyak jika dibandingkan dengan kandungan beras varietas Thai seperti dilaporkan oleh Aboubacar et al (2001) berkisar antara 6,96 - 9,14 % atau beras IR 64 sebesar 7,95 %. Berdasarkan Direktorat Gizi, Depkes RI (1992) dalam Taqyudin (2008), dibandingkan dengan kandungan protein dalam komoditas lain seperti beras, jagung, dan kedelai yang berturut-turut adalah 6,8 %, 8,7 %, dan 30,2 %, jumlah kandungan protein sorgum dapat mengungguli beras dan jagung walaupun masih jauh di bawah kedelai. Biji sorgum yang sudah disosoh mengandung sejumlah kecil lemak. Menurut Wardhana (2008), kandungan lemak pada biji sorgum yang belum disosoh sebesar 2,19% dan data pada Tabel 1. turun menjadi 0,60% setelah proses penyosohan. Tabel 1. menunjukkan bahwa biji sorgum tanpa sosoh memiliki kadar mineral sebesar 0,43%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar mineral terdapat pada bagian kulit luar dari biji sorgum yang terbuang sebagai dedak saat proses penyosohan.

2. Senyawa Antigizi dan Daya Cerna Protein Biji Sorgum Tabel 2. Rerata Antigizi dan Daya Cerna Protein Biji Sorgum Senyawa Antigizi Satuan Jumlah Total Fenol mg/g 11,410,14 - Nontanin mg/g 2,580,11 - Tanin mg/g 8,820,04 Asam Fitat mg/g 2,080,12 Antitripsin unit/g 16,740,62 Daya Cerna Protein % 48,550,13 Tabel 2. menunjukkan bahwa total fenol biji sorgum coklat masih cukup tinggi 11,41 mg/g. Kandungan fenol tersebut didominasi oleh senyawa tanin sebesar 8,82 mg/g atau 0,883%. Tanin dapat membentuk kompleks terlarut dan tidak terlarut dengan protein dan ini berpengaruh terhadap rendahnya daya cerna protein (Awadalkareem, 2008). Menurut Duodu et al (2002) pada kondisi yang optimal, tanin sorgum dapat mengikat dan mengendapkan protein, 12 kali dari beratnya. Kandungan asam fitat pada biji sorgum sebesar 2,08 mg/g, angka ini cukup rendah jika dibandingkan dengan jagung maupun sorgum varietas lainnya. Duodu et al (2002) melaporkan bahwa jumlah fitat terdapat pada sorgum berkisar antara 0,27% hingga 1%. Kandungan antitripsin pada sorgum coklat cukup rendah yaitu 16,74 unit/g, ini bila dibandingkan kandungan antitripsin yang ada di kacang-kacangan seperti pada biji kacang beras (Vigna umbellata) yang diteliti oleh Saikia (1999) sebesar antara 2456-2534 unit/g. Berbeda dengan tanin dan asam fitat, sorgum dan jagung memiliki kandungan antitripsin yang hampir sama yaitu 16,74 unit/g dan 17,34 unit/g. Dengan kandungan yang rendah tersebut, antitripsin bukan suatu pembatas yang dapat menurunkan nilai daya cerna protein kedua bahan pangan tersebut. Pada penelitian ini proses analisis daya cerna protein biji sorgum dilakukan secara in vitro, nilai daya cerna yang didapatkan adalah 48,55%. Nilai tersebut masuk dalam kategori rendah, pernyataan ini berdasarkan Sharon dalam Wardhana (2008) yang menyatakan bahwa nilai daya cerna protein dikatakan rendah jika memiliki nilai kurang dari 70%. Bila dibandingkan dengan beras atau jagung, nilai cerna biji sorgum masih jauh lebih rendah. Menurut Maclean et al (1983) dalam Hamaker et al (1986) daya cerna gruel sorghum free tanin sebesar 46%, sedangkan daya cerna produk serupa dari bahan beras, jagung dan gandum adalah 66%, 73% dan 81% secara berurutan.

3. Proksimat Tepung Ampok Sorgum Tabel 3. Rerata Proksimat Tepung Ampok Sorgum
Lama Fermentasi (Jam) 0 12 24 36 48 60 72 84 Kadar Protein (%) 8,580,80 8,510,61 8,480,41 8,350.36 8,170,88 8,090,53 7,860,83 7,760,71 Kadar Pati (%) 69,020,59 63,890,88 61,620,30 57,791,03 55,870,41 50,780,58 48,770,49 47,540,30 Kadar Lemak (%) 0.550,01 0,480,05 0.490,06 0,480,07 0,460,08 0,470,01 0.460,12 0,440,08 Kadar Air (%) 9,620,52 9,450,51 9,290,35 9,290,28 9,190,38 9,170,23 9,080,25 8,910,13

Pati merupakan komponen utama dan paling banyak jumlahnya pada biji sorgum, kadar pati pada biji sorgum sosoh mencapai 71, 8%. Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa kadar pati dari biji sorgum fermentasi pada lama fermentasi 0 jam adalah 69,02 % dan kemudian jumlahnya semakin menurun seiring dengan lamanya laktu fermentasi sehingga kadar pati turun menjadi 47, 54% pada lama fermentasi 84 jam. Elkhalifa, Schiffler, dan Bernhard (2004) melaporkan bahwa fermentasi tepung sorgum dengan perendaman metode asli dari Sudan menurunkan kandungan pati dari 74 % menjadi 62 % selama 36 jam fermentasi. Penurunan kadar pati ini berhubungan dengan aktifitas bakteri asam laktat yang memecah pati menjadi gula-gula sederhana dalam usahanya untuk memperoleh energi untuk pertumbuhan dan aktifitasnya. Utami (2008) melaporkan isolat bakteri asam laktat B 1-4, B 1-3, B 3-62, dan B 1-34 pada ampok sorgum menunjukkan hasil yang positif pemecah karbohidrat. Tabel 3. menunjukkan bahwa bahwa kandungan protein ampok biji sorgum mengalami penurunan seiring dengan lamanya proses fermentasi. Dari lama fermentasi 0 jam dengan kadar protein 8,58% terus menurun sampai dengan lama fermentasi 84 jam menjadi 7,76% diduga hal ini disebabkan oleh aktifitas protese dari BAL dan khamir. Utami (2008) melaporkan bahwa hasil pengujian pemecahan komponen protein oleh isolat BAL menunjukkan bahwa tidak semua isolat BAL membentuk zona bening disekitar koloni, yang berarti isolat tersebut memiliki aktivitas proteolitik meskipun rendah. Utami (2008) juga melaporkan bahwa Isolat khamir K-14 dan K-15 memiliki aktivitas proteolitik yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar isolat. Kandungan lemak dalam biji sorgum mentah adalah 0,6 % sedangkan dalam ampok biji sorgum fermentasi 0 jam adalah 0,55 %. Selama fermentasi hingga 84 jam, kandungan lemak terjadi fluktuasi nilai. Tabel 3. menunjukkan kecenderungan penurunan kadar air seiring meningkatnya lama

fermentasi. Penurunan kadar air berhubungan dengan penurunan kadar pati, dimana kadar pati juga

semakin menurun fermentasi.

dengan

meningkatnya

lama

4. Senyawa Antigizi dan Daya Cerna Protein Tepung Ampok Sorgum Tabel 4. Rerata Antigizi dan Daya Cerna Protein Ampok Sorgum Lama Fermentasi Tanin Asam Fitat Antitripsin Daya Cerna (Jam) (mg/g) (mg/g) (unit/g) (%) 0 0,600,01 1,810,16 16,110,20 48,981,63 12 0,580,04 1,150,11 16,210,20 49,930,95 24 0,570,02 0,940,16 15,740,20 55,901,64 36 0,570,04 TD 15,370,20 58,160,97 48 0,560,07 TD 15,370,20 59,440,99 60 0,560,07 TD 15,180,40 60,031,00 72 0,520,04 TD 14,710,20 68,912,72 84 0,450,01 TD 14,430,20 71,601,07 proses pengeringan dari pada proses fermentasi itu Gambar 4. menunjukkan bahwa kandungan sendiri. tanin selama proses fermentasi ampok berlangsung, dari fermentasi selama 0 jam kandungan tanin adalah 0,60 mg/g dan secara umun cenderung menurun PENUTUP seiring dengan lamanya waktu fermentasi hingga Kesimpulan 1. Fermentasi ampok biji sorgum mampu pada fermentasi selama 84 jam kandungan tanin meningkatkan daya cerna protein pada biji tinggal 0,45 mg/g. Penurunan kandugan tanin selama sorgum coklat proses fermentasi diduga dipengaruhi oleh adanya 2. Kandungan senyawa antigizi pada ampok aktivitas mikroba-mikroba seperti khamir dan BAL biji sorgum lebih rendah dibanding biji yang tumbuh selama fermentasi ampok seperti yang sorgum utuh yaitu berturut-turut tanin 0,45 telah dilaporkan oleh Utami (2008). mg/g dan 8,83 mg/g, asam fitat 0,94 mg/g Enzim tanase dari khamir menyebabkan tanin dan 14,08 mg/g dan aktivitas antitripsin terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana 14,43 unit/g dan 16,74 unit/g. dan terlarut dalam air. Belmares et al (2004), 3. Daya cerna protein in vitro pada ampok biji menyebutkan bahwa salah satu mikroba yang dapat sorgum lebih tinggi (71,60 %) dibandingkan menghasilkan enzim tanase adalah khamir jenis pada biji sorgum utuh (48,55 %). Saccharomyces cereviceae. 4. Daya cerna protein in vitro pada ampok biji Tabel 4. menunjukkan bahwa kandungan sorgum diperoleh tertinggi pada fermentasi asam fitat pada biji sorgum sangat kecil jika ke 84 jam (71,60 %). dibandigkan dengan kandungan asam fitat pada jagung yaitu 9,71mg/g (Wardhana, 2008) dan mengalami penurunan kandungannya selama proses fermentasi berlangsung. Pada lama fermentasi 0 jam Saran Perlu dilakukan penelitian tentang aktifitas kandungan asam fitat adalah 1,81 mg/g kemudian tanase pada fermentasi ampok biji sorgum sehingga menurun jadi 1,15 mg/g pada fermentasi 12 jam dan diketahui secara pasti aktifitas tanasenya dalam kembali menurun lagi pada fermentasi 24 jam mendegradasi tanin dan penelitian lebih lanjut menjadi 0,94 mg/g. Pada fermentasi ampok biji tentang tepung ampok biji sorgum coklat baik sorgum dengan lama fermentasi 36 sampai dengan 84 kualitas fisik maupun kimia untuk aplikasi dalam jam, kandungan asam fitat diduga terus menurun, produk-produk pangan. karena kadarnya sangat sedikit sehingga alat yang digunakan tidak mampu lagi untuk melakukan pengukuran. DAFTAR PUSTAKA Secara umum selama proses fermentasi Aboubacar, A.,J.D. Axtell, Chia-Ping Huang, B. R. berlangsung, kandungan antitripsin mengalami Hamaker. 2001. A Rapid Protein Digestibility penurunan dari 16,11 unit/g pada fermentasi ampok 0 jam dan turun menjadi 14,43 unit/g pada fermentasi Assay for Identifying Highly Digestible Sorghum Lines. Cereal Chem 78(2): 160-165 ampok 84 jam. Penurunan yang terjadi relatif kecil yaitu 2 unit/g. Penurunan aktivitas ini diduga dipengaruhi oleh lebih pada proses pemanasan saat

Awadalkareem, W.A. 2008. Protein, Mineral Content and Amino Acid Profile of Sorghum Flour as Influenced by Soybean Protein Concentrate Supplementation. Pakistan Journal of Nutrition 7 (3): 475-479 Duodu, K.G., J.R.N. Taylor, P.S. Belton and B.R. Hamaker.2003. Factors Affecting Sorghum Protein Digestibility. J. Cereal Scie. 38(2003)117-131 Elkhalifa, Abd Elmoneim O., B. Schiffler ,R.Bernhardt. 2005. Effect of Fermentation on The Functional Properties of Sorghum Flour. Food Chemistry.92, 1-5.

Taqyudin. 2008. Gaharu, Sorgum dan Kenaf. http://staff.blog.ui.edu/taqyudin/ index.php/2008/07/21/gaharu-sorgumdan-kenaf/. Tanggal akses 25 Desember 2008 Utami, Dwie. 2008. Isolasi dan Identifikasi Mikroba dari Ampok Sorgum Coklat srta Potensinya dalam Mendegradasi Pati dan Protein. Skripsi. Jur.THP. Fak. FTP. UNIBRAW. Malang

Saikia, G.C. 1999 Nutritive quality of cowpea (Vigna umbellata) and chickpeas(Cicer arietinum). J Food Sci 44: 234. Soeranto, 2006. Pemuliaan Tanaman Sorghum di PATIR-BATAN. http://www. batan.go.id/ patir/berita/pertanian/sorgum/sorgum.htm Susanto, T. dan Budi Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu. Surabaya Wardhana, Irawan S. 2008. Uji Kuantitatif Senyawa Pembatas dan Nilai Bioavailabilitas Protein pada Biji dan Ekstrudat Sorgum Coklat. Skripsi. Jur THP. Fak FTP. UNIBRAW. Malang

FAO .1991. Sorghum and Millets in Human Nutrition. http://www.fao.org/DOCREP/ T0818e / T0818E01.htm Hamaker, B.R., A.W. Kirleis, L.G. Butler, J.D. Axtell and E.T. Mertz. 1987. Improving in vitro digestibility of sorghum with reducing agents. Proc. Natl. Acad. Sci., USA. 84:626-628. Pangastuti, H.P. dan Triwibowo, S. 1996. Proses Pembuatan Tempe Kedelai: I. Pengaruh Lama Perendaman, Perebusan dan Pengukusan Terhadap Kandungan Asam Fitat Dalam Tempe Kedelai. Cermin Dunia Kedokteran No. 107, 1996 53

You might also like