You are on page 1of 4

Nama : Laila Ike Latifah NIM : 120412403005 Kelas : PADP/ HH

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Posisi Kasus: Pelanggaran PT. Telkom terhadap UU Perlindungan Konsumen Sebagai penyedia fasilitas telekomunikasi terbesar di Indonesia, PT. Telkom meningkatkan layanan dan fiturnya agar jumlah pelanggan terus meningkat. Namun di tengah gencarnya promosi ternyata banyak terjadi keluhan dari konsumen karena layanan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Sering dijumpai keluhan dari konsumen di berbagai media cetak maupun elektronik yang berisi keluhan terhadap layanan telekomunikasi yang disediakan. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk selama ini telah melakukan pelanggaran terkait adanya monopoli dan manipulasi dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini mengakibatkan hampir seluruh konsumen merasa resah. Kasus manipulasi jaringan PTSN dalam layanan akses internet yang dilakukan oleh PT. Telkom telah terbukti bahwa produk layanan akses internet TelkomNet Instant bebasis dial-up adalah produk sampah (used junkies) bagi seluruh pelanggan internet PT. Telkom. Pemakai atau pengguna TelkomNet Instant telah mengalami perlambatan dan penurunan drastis kecepatan akses (bandwitch). Seperti diketahui bahwa tarif TelkomNet Instant permenitnya adalah Rp 165. Jika ada sekitar 2 juta pelanggan yang mengakses dial-up TelkomNet Instant selama 2 jam (1 jam efektif, 1 jam macet/lambat) maka PT Telkom akan mendapatkan dana panas dalam setahun kalkulasinya adalah Rp 165 X 60 menit X 365 hari X 2 juta = Rp 7,227 triliun. Data elektronik yang didapat memperlihatkan bahwa ada sekitar 2,78 juta lebih yang mengakses TelkomNet Instant pada tahun 2002. Berarti lebih dari Rp 10 triliun dana panas yang didapatkan PT. Telkom dari hasil manipulasi sistem jaringannya. Di lain sisi, beberapa pelanggaran PT. Telkom semakin terungkap. Diantaranya adalah produk layanan Telkom Speedy yang dengan sengaja pihak PT. Telkom telah

mengetahui perkiraan kelebihan beban pengguna (keadaan Overload) pada awalnya, sehingga menyebabkan kelambatan akses secara meluas. Dalam produk Telkom Speedy ada beberapa kecurangan dari PT. Telkom, yaitu antara paket Eksekutif 2 Mbps seharga Rp 1,2 juta/bulan, tetapi ternyata kecepatan asli yang di dapat hanya 270 kbps, setara dengan paket Socilia yaitu senilai Rp 215.000/bulan. Hal ini sangat merugikan konsumen. Indikasi monopoli dan manipulasi tersebut, menjadikan PT. Telkom dianggap melanggar UU Perlindungan Konsumen. PT. Telkom juga melakukan kecurangankecurangan atau pembohongan publik, seperti membuat iklan yang menjebak dengan slogan bahwa Streaming, Game Online, dan download cepat tanpa batas yaitu Speed that you can trust. Namun pada kenyataannya tidak seperti itu dan bertolak belakang dengan yang dialami oleh pengguna.

2. Analisa kasus berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Hubungan hukum dan setiap transaksi antara pelaku usaha dan konsumen seringkali diwujudkan melalui suatu perjanjian standar, yaitu perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha atau produsen. Produsen dan konsumen memiliki posisi yang tidak seimbang dalam perjanjian suatu produk, dimana konsumen seringkali berada pada posisi yang lemah. UUPK sendiri secara umum membuka kemungkinan pengajuan gugatan oleh konsumen kepada pelaku usaha berdasarkan faktor penyalahgunaan keadaan. Dalam kasus pelanggaran Telkom Speedy sudah seharusnya mendapat tindakan dari Pemerintah. Namun pada kenyataannya tidak satupun pihak berwenang atau terkait menangani masalah ini. Karena pelanggaran Telkom Speedy sangat merugikan pihak konsumen dan dampaknya akan mengganggu pada aktivitas akses internet. PT. Telkom telah melanggar UUPK yakni yang tertera sebagai berikut: 1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

2. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat 1.

Dalam kontrak berlangganan sambungan telekomunikasi masih harus disesuaikan dengan peraturan Pasal 18 UUPK. Diantaranya dalam butir 1.1. Formulir Tel-2 dinyatakan "Pelanggan adalah badan hukum atau perorangan yang telah menandatangani kontrak dengan Telkom untuk berlangganan sambungan telekomunikasi dan bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul padanya. Ketentuan ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK. Pasal 18 ayat (1) huruf a secara tegas menyatakan bahwa klausula baku tidak boleh menyatakan pengalihan tanggung jawab. Dalam butir 1.1. yang dinyatakan bahwa pelanggan bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari berlangganan sambungan telekomunikasi. Dalam butir 5.1. Formulir Tel-2 dinyatakan "kerusakan atau gangguan pada jaringan akses dan/atau jaringan telekomunikasi Telkom dapat menimbulkan hak bagi pelanggan untuk mendapatkan ganti rugi dengan syarat kerusakan atau gangguan tersebut telah dilaporkan secara lisan atau tertulis kepada Telkom (unit pelayanan). Ketentuan butir 5.1 Formulir Tel-2 ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf e UUPK yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku apabila mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen. Dalam perjanjian berlangganan telekomunikasi PT. Telkom terdapat klausul baku yang melanggar ketentuan UUPK baik yang berkaitan dengan isi perjanjian klausula baku sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) maupun yang terkait dengan letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagaimana diatur dalam ayat Pasal 18 ayat (2) UUPK. Dalam Formulir TEL-2 tersebut, jelas terlihat butir-butir perjanjian yang merupakan klausula eksonerasi yang secara tegas dilarang berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK.

3. Solusi Sebaiknya PT. Telkom dapat memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai tarif dan kuota serta kecepatan pada produk layanan akes internet dalam promosinya. PT. Telkom hendaknya menjamin mutu jasa yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu yang berlaku. Seharusnya masalah ini juga menjadi tanggung-jawab Dirut PT Telkom serta para direksinya terutama Direktur Jasa Bisnis dan Teknologi yang jelas mengetahui aktivitas di dalam perusahaan tersebut. Mereka harus memastikan secara internal mempunyai kapasitas SDM yang jujur dan bagian networking yang bermutu. Pihak yang terkait atau pemerintah yang berwenang seharusnya segera menangani kasus yang melibatkan PT. Telkom Indonesia ini yang dengan sengaja mengetahui prediksi bahwa suatu ketika akan terjadi kelebihan

pengguna/overload dan justru memanfaatkan keadaan tersebut. PT. Telkom harus mengubah klausula baku yang terdapat dalam kontrak berlangganan sambungan telekomunikasi PT. Telkom yang bertentangan dengan UUPK dan menyesuaikan dengan ketentuan UUPK tersebut. Sebagai konsumen harus memastikan bahwa hak-hak kosumen telah di dapat. Misalnya adalah menerima informasi yang jelas, benar dan jujur terkait beberapa pun tagihan telepon yang keluar, yang harus dibayar oleh para konsumen.

You might also like