You are on page 1of 36

OBAT ANALGESIK

A. MEKANISME KERJA :
Nyeri adalah respon langsung terhadap: Kerusakan jaringan Inflamasi Cancer nyeri hebat karena sebab lain (trigeminal neuralgia) Nyeri yang timbul lama setelah luka sembuh (phantom) Injury pada otak atau saraf (stroke/herpes) Perlu menentukan 2 komponen dalam keadaan nyeri Patologis yaitu : Saraf nociceptive afferent perifer ,diaktifkan oleh rangsang berbahaya. Mekanisme sentral dimana input afferent menimbulkan sensasi nyeri

Saraf nociceptive afferent:

Serat saraf ini merupakan serat C non myelin, kecepatan konduksi rendah < 1 m / s ), disebut C polymodal nociceptors (PMNs) Serat halus myelin ( A ), konduksi lebih cepat,

Serat afferent dari otot dan viscera melanjutkan informasi nociceptive.


Serat (A) myelin dihubungkan dengan mechanoreseptor dengan ambang batas tinggi, sedang serat C non myelin dihubungkan dengan PMNs, seperti di kulit.

Aktivitas pada serat (A) menyebabkan sensasi yang tajam, terlokalisir, sedang aktivitas pada serat C menimbulkan sensasi yang tumpul. Sel 2 dari serat nociceptive afferent spinal terletak dalam dorsal root ganglia,(masuk ke dalam spinal cord melalui dorsal root berakhir di grey matter).
Serat nociceptive afferent berakhir di daerah superficial dorsal horn, serat C dan beberapa serat (A) berhubungan dengan sel2 bodies dalam laminae I dan II, sedang serat A lainnya masuk lebih dalam sampai ke laminae V

Saraf afferent non myelin mengandung beberapa neuropeptide, terutama substansi P dan calcitonin gene-related peptide(CGRP), dilepaskan sebagai mediator.

MODULASI PADA NOCICEPTIVE PATHWAY

Nyeri akut : disebut nociception Nyeri kronis : ada penyimpangan pada fisiologis normal yg meningkatkan hyperalgesia ( peningkatan nyeri yg berhub. dg rangsangan sedang); allodynia (nyeri karena rangsangan yg tak berbahaya) atau nyeri spontan (tanpa rangsangan).

SUBSTANTIA GELATINOSA

Substantia gelatinosa (SG) yi sel2 laminae II dorsal horn, merpkan penghambat pendek interneuron pada laminae I dan V, mengatur transmisi pada synapse pertama nociceptive pathway, yi diantara serat afferent pertama dan spinothalamic tractus dari trasmisi neuron. SG kaya akan peptida2 opioid dan reseptor2 opioid , merupakan titik tangkap kerja dari obat2 mirip morfin.

Dari saluran spinothalamic, serat membentuk synapse ,yi dalam bagian ventral dan medial thalamus. Pada bagian medial thalamus ,sel merespon thd rangsangan berbahaya di perifer.

DESCENDING INHIBITORY CONTROL

Bagian penting sistem descending adalah area periaqueductal grey (PAG) dari midbrain, yi bag kecil dr grey matter yg dilingkari canal central. PAG menerima input dari hypothalamus, cortex dan thalamus, dan melalui cortical ,juga input2 lain mengontrol nociceptive gate di dorsal horn. 2 transmitter penting pd pathway ini yi 5-HT dan enkephalin.

Descending inhibitory pathway merpkan titik tangkap kerja dari analgesik opioid .
PAG dan SG banyak memiliki neuron yg mengandung enkephalin dan antagonis opioid (naloxone).

NYERI NEUROPATI

Nyeri neuropati merpkan nyeri kronis hebat yg tak berhub dg luka (injury) jaringan manapun. Terjadi krn kelainan CNS (stroke, multipel sclerosis), kerusakan saraf perifer (injury mekanik, neuropati diabetik, infeksi herpes zoster) Termasuk nyeri neuropati adl back pain, cancer pain, amputation pain.

CHEMICAL SIGNALING IN THE NOCICEPTIVE PATHWAY

TRPV1 (Trancient Receptor Potential Vanilloid Receptors 1): Capsaicin: zat dalam cabai ---- menyebabkan nyeri kuat bila diinjeksikan dlm kulit. Mekanismenya : terikat pd reseptor vanilloid pd neuron nociceptive afferent----struktur kimianya mirip asam vanilat yi type ligand-gated cation channels----dikenal sbg TRPV 1.

Capsaicin akan membuka channels shg permeable untuk Na, Ca, dan kation2 lain, menyebabkan depolarisasi dan mengawali aksi potensial. TRPV1 tidak hanya merespon senyawa mirip capsaicin tetapi juga rangsangan lainnya, mis temperatur (45O ), pH < 5,5.
KININ Senyawa aktifnya adalah bradykinin dan kallidin. Bradykinin adl senyawa yg kuat dlm membentuk rasa nyeri , bekerja dg cara pelepasan prostaglandin, yg dg kuat meningkatkan aksi langsung .

.bradykinin pd terminal saraf. Mekanisme kerja: --kombinasi dg reseptor spesi-fik Gprotein-couple ----ada 2 subtype: B1 dan B2. Prostaglandin: Prostaglandin tak menyebabkan nyeri , ttp dg kuat akan meningkatkan efek pembentuk nyeri dr zat 5-HT dan bradykinin. Pada inflamasi prostaglandin E dan F dilepaskan --terminal saraf sensitif thd zat lain dg meng-hambat saluran K+ juga memfasilitasi reaksi fosforilasi shg saluran kation terbuka oleh zat berbahaya. Eicosanoid2: prostacyclin, leuko-triens, HETE. Mediator2 lain : ATP, protons yg dihslkan asam laktat, 5HT, histamin dan K+ .

TRANSMITTER DAN MODULATOR ( dalam nociceptive pathway )


Senyawa2 peptide opioid---peran kunci dlm trans-misi nociceptive---- dlm descending inhibitory con-trol. Analgesik opiat bekerja pd reseptor peptide.

Glutamat dilepaskan dr saraf afferent primer dan bekerja pada reseptor AMPA.
GABA dilepaskan oleh interneuron spinalcord dan menghambat transmitter yg dilpskan oleh saraf terminal afferent primer dlm dorsal horn.

5-HT adl transmitter dr neuron yg dihambat melalui NRM ke dorsal horn.


Noradrenalin adl transmitter dr penghambatan pathway dari locus coeruleus ke dorsal horn. Adenosin memainkan peran ganda dlm pengaturan transmisi nociceptive yi aktivasi reseptor A1 yg menimbulkan analgesia.

MEKANISME NYERI DAN NOCICEPTION 1. Nociception adl suatu mekanisme dimana rangsangan perifer yg berbahaya disalurkan ke CNS. Nyeri adl pengalaman yg subyektif yg tak selalu dihub dg nociception. 2. Polymodal Nociceptors (PMNs) merupakan saraf sensory perifer type utama yg merespon thd rangsangan berbahaya. Sebagian besar merupakan serat C non myelin yg pd ujungnya merespon rangsangan panas, kimia dan mekanis. 3. Zat kimia yg beraksi thd PMNs yg menyebabkan nyeri yi bradykinin, protons, ATP dan vanilloid (mis.capsaicin). PMNs disensitisasi oleh PGs , dimana ini menerangkan efek obat2 mirip aspirin terutama bila ada inflamasi.

4. Reseptor vanilloid (TRPV1-trancient receptor potential vanilloid receptor 1) merespon rangsangan panas berbahaya, seperti agonis capsaicin . 5. Serat nociceptive berujung di lapisan superficial dorsal horn, membentuk koneksi synaptic dg saraf transmisi menuju ke thalamus. 6. Neuron PMNs melepaskan glutamate (transmitter cepat) dan berbagai peptida (terutama substansi P) yg berfungsi sebagai transmitter lambat. 7. Neuropathy pain (lebih berhub dg kerusakan saraf
nociceptive pathway , daripada dg suatu rangsangan perifer) adalah merupakan kompo-nen nyeri kronis dan bisa merespon dg lemah thd obat2 analgesic opioid.

Tujuan Penatalaksanaan Nyeri

Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri

Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri

Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari

Prinsip penatalaksanaan nyeri


Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang paling kuat

Tahapannya:
Tahap I analgesik non-opiat : AINS

Tahap II analgesik AINS + ajuvan (antidepresan) Tahap III analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan Tahap IV analgesik opiat kuat + AINS + ajuvan

Contoh ajuvan : antidepresan, antikonvulsan, agonis 2, dll.

OBAT ANALGESIK

ANALGESIK NARKOTIKA ( OPIOID ANALGESIC ) Aspek kimia : - Analog morfin :


Agonis : morfin, heroin, codein. Partial agonis : nalorphin, levallorphan Antagonis : naloxone - Sintetis morfin : Derivat piperidin : pethidine, fentanyl (agonis) Derivat methadone: methadone, dextropropoxyhene (agonis) Derivat benzomorphans: pentazocine, cyclazocine Semisintetis thebain: buprenorphine.

MORFIN :
ASAL : dari tanaman papaver somnifeum diambil getahnya dari buah kmd dikeringkan , didapat serbuk opium--terkandung morfin 10%. Ada 2 senyawa yi derivat phenantren dan derivat benzilisokinolin. Phenantren : morfin, codein , thebain. Benzilisokinolin : papaverin, noscapin. ADME: Absorpsi buruk melalui oral karena mengalami first pass metabolisme, shg lbh baik diberikan per injeksi. Selain itu dpt diabsorpsi melalui mukosa dan kulit yg luka. Distribusi diikat oleh plasma proteinparu2, hati, ginjal, limpa, dpt melewati placenta , Metabolisme di hati, dan ekskresi melalui ginjal.

Mekanisme kerja opiates: Aksi selular : * merupakan derivat reseptor G-protein-couple dan ketiga subtype reseptor menghambat adenyl cyclase, shg mengurangi jml cAMP intra selular, mempengaruhi protein fosforilasi pathway dan memperlambat fungsi sel. * mempunyai efek pd ion channels melalui Gprotein coupling. * Opiate dpt membuka saluran K dan menghambat terbukanya saluran voltage gated calcium, efek ini terlihat pd membran.
+

Efek pd nociceptive pathway : * reseptor opiate terdistribusi luas di otak, dan hub dg nociceptive pathway dpt. dilihat pd gambar. * opiate efektive sbg analgesik bila diberikan melalui intrathecal dlm dosis kecil.

* injeksi morfin ke area PAG menimbulkan analgesia. * pada level spinal morfin menghambat transmisi rangsangan nociceptive melalui dorsal horn dan menekan reflex nociceptive spinal,.

Bisa pula menghambat lepasnya substansi P dr terminal afferent primer dlm neuron dorsal horn. RESEPTOR OPIOID Reseptor : berhubungan dg efek analgesik dan bbrp efek lain yg tak diinginkan ( depresi pernapasan, eupho-ria, sedasi, ketergantungan ). Sebagian besar analgesik opioid adalah agonis reseptor. Reseptor : bisa berkontribusi pada efek analgesia Reseptor : berkontribusi pd analgesia pd level spinal dan menghi-langkan sedasi dan dysphopria, tak menimbulkan ketergantungan. Reseptor : bukan opioid reseptor, tetapi merupakan site of action obat psychotomimetic tertentu. Reseptor opioid berhub melalui protein-G untuk meng-hambat + adenylate cyclase, membuka saluran K dan menghambat ++ terbukanya saluran Ca

EFEK MORFIN : * analgesik ; euphoria & sedasi ; depresi pernapasan, menekan reflex batuk, nausea & vomiting, miosis, mengurangi motilitas GI tract (konstipasi) , pelepasan histamin ( bronchokonstriksi, hypotensi).

EFEK SAMPING : * konstipasi dan depresi pernapasan * overdosis : coma dan depresi pernapasan Cara pemakaian : * inj (iv;im) , oral ---tablet (slow release), Metabolisme morfin: menjadi morfin-6-glucuronid, lbh poten sbg analgesik.

EFEK TOKSIK:
Akut : over dosis , addiksi , suicide , Gejala2 : tidur, dosis >>>----coma; pernapasan rendah; hipotensi, miosis----pin point pupil, urin dihambat, suhu tbh turun, kejang2 (bayi&anak2), bila ada kematian----krn depresi pernapasan. Pengobatan: naloxone 0,4 mg i.v.---diulang selama 2-3 menit. Anak2: 0,01 mg/kg BB.

Kronis : addiksi / morfinismus Tahapan2 : habituasi ; psychycal dependence; toleransi; physical dependence; addiksi. Withdrawal symptom / sindroma abstinensi Gejala2 : gelisah, iritable, keringat, anorexia, tremor, lemah, demam, muntah, kolik, diare.

Penggunaan terapi :
Analgesik Sedasi Anti tussif : menekan reflex batuk Diarrhea : efek konstipasi

OPIOID ANTAGONIS * Antagonis murni : naloxone (short acting ) naltrexone (long acting) * obat lain : nalorphin & pentazocine----agonis dan antagonis. * Naloxone menghambat / mengurangi stres yg terjadi bila ada nyeri. * Naloxone cepat menghilangkan efek ketergantungan morfin dan depresi pernapasan , dan digunakan pd keadaan overdosis, atau mengembalikan pernapasan neonatus yg ibunya diberi opioid. * Naloxone --- withdrawal symptom pd pecandu narkotik.

OBAT ANALGESIK LAIN

Paracetamol; suatu obat NSAID ----analgesik yg efektif ----tp kurang efektif untuk inflamasi, obat ini menghambat enzym cox 3. Berbagai antidepressant (amitriptyline); anti epileptic ( carbamazepine, gabapentin) untuk mengobati nyeri neuropati. Obat lain yg digunakan termasuk NMDA reseptor antagonis ketamin dan lokal anestetik lignocain (lidocain).

Pemakaian klinis dari obat analgesik Pre post operative; headache; dysmenorrhoea; labour; trauma ; burns. Myocardial infark; colic renal. Penyakit terminal (metastasis cancer) Analgesik opioid digunakan pd keadaan yg tak ada nyeri: acute heart failure Pengobatan nyeri : dimulai dg NSAIDs, kemudian ditambah analgesik opioid lemah dan kemudian baru ditambah analgesik oppioid kuat.

Nyeri akut yg kuat diobati dg analgesik opioid kuat (morfin, fentanyl) melalui injeksi. Nyeri inflamasi sedang diobati dg NSAID (ibuprofen) atau dg paracetamol ditambah opioid lemah (codein). Nyeri kuat (cancer) diberi opioid kuat p.o. (slow release), intrathecal, epidural atau s.c. Nyeri neuropati kronis tak mempan thd opioid dan diobati dg antidepressant tricyclic (amitriptyline) atau anti convulsant (carbamazepin, gabapentin).

NSAIDs termasuk paracetamol digunakan untuk nyeri muskuloskeletal dan nyeri gigi dan juga untuk dysmenorrhoea. Opioid lemah (codein) dikombinasi dg paracetamol digunakan untuk nyeri sedang bila obat non opioid tak cukup. Nyeri neuropati merespon obat yg mempengaruhi ambilan amine (amitriptyline) atau meng+ hambat saluran Na (carbamazepin atau gabapentin).

Pain is detected by two different types of peripheral nociceptor neurons, C-fiber nociceptors with slowly conducting unmyelinated axons, and A-delta nociceptors with thinly myelinated axons.
During inflammation, nociceptors become sensitized, discharge spontaneously, and produce ongoing pain. Prolonged firing of C-fiber nociceptors causes release of glutamate which acts on N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptors in the spinal cord.

Activation of NMDA receptors causes the spinal cord neuron to become more responsive to all of its inputs, resulting in central sensitization. NMDA-receptor antagonists, such as dextromethorphan, can suppress central sensitization in experimental animals. NMDA-receptor activation not only increases the cell's response to pain stimuli, it also decreases neuronal sensitivity to opioid receptor agonists. In addition to preventing central sensitization, co-administration of NMDA-receptor antagonists with an opioid may prevent tolerance to opioid analgesia.

You might also like