Professional Documents
Culture Documents
2010 Ysi
2010 Ysi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah unggulan
Indonesia yang memiliki peluang ekspor cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun
permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap
buah yang mendapat julukan Queen of Fruits. Ekspor manggis menempati
urutan pertama ekspor buah segar ke mancanegara yang kemudian diikuti oleh
buah nanas dan jeruk. Permintaan pasar ekspor buah manggis dari luar negeri dari
tahun ke tahun meningkat terus, kecuali pada tahun 1998 mengalami penurunan
karena krisis moneter. Volume ekspor buah manggis meningkat sebesar 42.8%
pada tahun 2003. Data volume ekspor buah manggis pada tahun 1991-2006 dari
Biro Pusat statistik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Volume ekspor buah manggis Indonesia pada tahun 1991-2006
Tahun
Ekspor buah manggis
Volume (kg) Nilai (US $)
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2002
2003
2004
2005
2006
452 030
1 905 052
1 047 040
2 687 408
3 283 847
1 981 421
1 808 221
147 231
4 743 493
7 282 098
6 512 528
9 304 511
6 211 700
8 472 970
5 698 000
530 614
2 143 969
1 120 433
2 484 246
2 688 666
1 523 770
2 286 016
147 896
3 887 816
5 885 038
6 956 915
9 306 042
1 200 000
6 386 891
3 600 000
Sumber: Biro Pusat statistik (2007)
Potensi ekspor buah manggis Indonesia ke Eropa sangat besar dan masih
terbuka lebar, mengingat negara Indonesia memiliki potensi buah eksotik yang
sangat besar. Namun untuk menuju ke sana memerlukan manajemen khusus dan
Indonesia belum menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) atau praktek
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman dan Buah Manggis
Tanaman manggis atau Garcinia mangostana L. sudah terkenal di beberapa
negara dengan nama yang beragam antara lain: mangosteen (Inggris),
mangoustainer (Perancis), mangistan (Belanda), dan mangostane (Jerman). Nama
aslinya sendiri adalah manggis (Melayu dan Jawa), manggus (Lampung),
Manggusto (Sulawesi Utara) dan manggu (Sunda) (Reza et al. 1998).
Berdasarkan taksonominya, tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Guttiferanales
Keluarga : Guttifernae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
(Rukmana 1993).
Di dalam bagian dalam terdapat daging buah manggis sebanyak 4-7 juring
dengan ukuran yang berbeda-beda (Martin 1980). Daging buah tebalnya kira-kira
0.9 cm. Setiap juring memiliki bakal biji, namun tidak semua bakal biji dalam
juring akan menjadi biji. Umumnya biji yang terdapat dalam juring sebanyak 1-2
buah (Martin 1980). Juring dicirikan terdiri dari daging buah berwarna putih susu,
lunak, manis, dan segar. Kadang-kadang warna daging buah tidak putih susu
tetapi putih bening atau transparan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Sosrodiharjo dalam Hidayat (1989) mengatakan bahwa buah akan matang di
pohon setelah berumur lebih dari 103 hari, ditunjukkan dengan adanya penurunan
nilai keasaman, dan kulit buah telah menjadi merah ungu. Kandungan asam buah
akan semakin bertambah sejalan dengan pertambahan umur dan mencapai angka
maksimum pada umur buah 103 hari, kemudian menurun dengan semakin tuanya
buah. Perubahan keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kematangan buah dan suhu penyimpanan.
Direktorat Tanaman Buah (2002) menyebutkan bahwa standar warna dari
berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks
kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning kehijauan, indeks 1
hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3
merah kecokelatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan, dan
indeks 6 ungu kehitaman. Buah yang dipanen terlalu muda mengandung banyak
getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga
penampakan buah menjadi kurang menarik. Luka pada kulit dan tangkai buah
akibat pemanenan akan mengakibatkan turunnya mutu buah.
Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan
manggis. Menurut Satuhu (1997) buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari
sejak bunga mekar (SBM). Umur panen dan ciri fisik manggis siap panen dapat
dilihat pada Tabel 2. Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM
sedangkan untuk ekspor pada umur 104-108 SBM.
Pulp
Tangkai /
mahkota
Buah manggis segar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis mutu yaitu Mutu
Super, Mutu I, dan Mutu II yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persyaratan mutu buah manggis (SNI 01-3211-2009)
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Mutu Super Kelas A Kelas B
Keseragaman - Seragam Seragam Seragam
Diameter mm > 62 59-62 < 58
Tingkat kesegaran - Segar Segar Segar
Warna Kulit Hijau Hijau Hijau
Kemerahan s/d Kemerahan s/d Kemerahan
merah muda merah muda
mengkilat mengkilat
Buah Cacat/Busuk
(jumlah/jumlah) % 0 10 10
Tangkai / Kelopak Utuh Utuh Utuh
Kadar Kotoran (b/b) - 0 0 0
Serangga hidup/mati % Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Warna daging buah - Bening Bening Bening
(translucent) (translucent) (translucent)
Getah bening - > 5 10 20
Sumber: SNI (Standar Nasional Indonesia) (2009)
Laju Respirasi
Menurut Winarno (2002) respirasi merupakan suatu proses metabolisme
dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa yang
lebih kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak, dan asam organik sehingga
menghasilkan molekul-molekul yang sederhana seperti CO
2,
air dan energi, serta
molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia.
Respirasi dari buah dan sayuran adalah indeks dari aktivitas fisiologi dan
kemampuan lama simpan. Respirasi menjadi salah satu dari dasar proses hidup
dan berhubungan dengan kematangan, penanganan, transportasi, dan umur
simpan. Bahan lain seperti asam organik, lemak, dan protein juga memegang
peran penting selama proses respirasi. Energi yang diproduksi proses respirasi
dirubah menjadi ATP (adenosine triphosphate) sebagai pembawa energi.
Respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan yaitu: (1) pemecahan
polisakarida menjadi gula sederhana, (2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, (3)
transformasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO
2
, air, dan
energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses
pemecahan polisakarida (Pantastico et al. 1986). Besar kecilnya laju respirasi
dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O
2
yang digunakan,
CO
2
yang dikeluarkan, dan panas yang dihasilkan serta energi yang timbul dalam
praktek. Respirasi biasanya ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O
2
dan pengeluaran CO
2.
Reaksi kimia sederhana untuk respirasi sebagai berikut:
C
6
H
12
O
6
+ O
2
6CO
2
+ 6H
2
O + 675 kal
Ditinjau dari pola respirasinya, buah dan sayuran dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu klimakterik dan non klimakterik (Kader et al. 1985). Respirasi
klimakterik dicirikan dengan laju produksi CO
2
dan konsumsi O
2
sangat rendah
saat praklimakterik, diikuti dengan peningkatan mendadak saat klimakterik dan
penurunan laju produksi CO
2
dan konsumsi O
2
pada fase senessence (Gambar 2).
Menurut Winarno (2002), klimakterik adalah suatu fase kritis dalam kehidupan
buah dan dalam fase ini banyak perubahan yang berlangsung.
Gambar 2. Skema Pembagian Tahap-Tahap Klimakterik (Winarno, 2002).
Tabel 6. Klasifikasi dari buah tropis terseleksi menurut pola respirasinya
Climacteric Non-climacteric
- Avocado (Persea americana, Mill)
- Banana/pisang raja (Musa spp.)
- Breadfruit (Artocarpus altilis,
Parkins, Fosb.)
- Cherimoya (Annona cherimola, Mill.)
- Durian (Durio zibethinus, J. Murr.)
- Guava (Psidium guajava, L.)
- Mango (Mangifera indica, L.)
- Papaya (Carica papaya, L.)
- Passion-fruit (Passiflora edulis, Sims)
- Sapote (Casimiroa edulis, Llave.)
- Soursop (Annona muricata, L.)
- Chiku (Achras sapota, L)
- Carambola (Averrhoa carambola,
L.)
- Litchi (Litchi chinensis, Sonn.)
- Mangosteen (Garcinia
mangostana, L.)
- Mountain apple (Syzygium
malaconse (L.) Merril&Perry)
- Pineapple (Ananas comosus (L.),
Merrill)
- Rambutan (Nephelium
lappacaerum, L.)
- Rose apple (Syzyglium jambos
(L.), Alston)
- Star apple (Chrysophyllum
cainito, L.)
- Surinam cherry (Eugenia uniflora,
L.)
Sumber : Nakasone & Paull (1998)
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan organ,
komposisi kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapis alami pada permukaan
kulit dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, penggunaan
etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida, terdapatnya senyawa pengatur
pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Winarno & Wirakartakusumah 1981).
Menurut Muchtadi (1992) luka pada buah akibat benturan atau karena buah jatuh
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan respirasi.
Etilen merupakan suatu senyawa karbon sederhana tidak jenuh dalam
bentuk gas yang memiliki sifat-sifat fisiologis yang luas pada aspek pertumbuhan,
perkembangan, dan senessence tumbuhan. Etilen dianggap sebagai hormon
tumbuhan karena merupakan hasil metabolisme tumbuhan, bekerja pada jumlah
yang kecil, bekerjasama atau antagonis dengan hormon-hormon tumbuhan
lainnya, bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman dan merupakan
senyawa organik (Wattimena 1988; Muchtadi 1992).
Tucker et al. (1993) menyatakan bahwa pemberian gas etilen pada buah non
klimakterik menaikkan laju respirasi sehingga laju pematangan meningkat. Hal ini
berkaitan erat dengan konsentrasi gas yang diberikan dan tidak berpengaruh
terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik. Sedangkan pada buah klimakterik,
pemberian gas etilen berpengaruh untuk mempercepat tercapainya puncak
klimakterik, tidak berpengaruh terhadap tingginya laju respirasi (Tabel 7).
Tabel 7. Laju respirasi dan produksi ethylene pada 20
o
C
Respirasi Ethylene
Kelas
Range
(mg kg
-1
h
-1
)
Komoditas
Range
(l kg
-1
h
-1
)
Komoditas
Sangat
Rendah
<35 nanas, carambola
Rendah 35 70 pisang hijau,
litchi, pepaya,
jackfruit,
passion-fruit,
manggis
0.1 1.0 nanas, carambola
Sedang 70 150 mangga,
rambutan, chiku,
jambu biji,
durian, lanzone
1.0 10.0 pisang, jambu biji,
mangga, pisang
raja, manggis, litchi,
sukun, sugar apple,
durian, rambutan
Tinggi 150 300 alpukat, pisang
matang, sugar
apple, atemoya
10 100 alpukat, pepaya,
atemoya, chiku
Sangat
Tinggi
> 300 soursop > 100 cherimoya, passion-
fruit, sapote,
soursop
Sumber : Nakasone & Paull (1998)
Menurut Salunkhe et al. (2000), respirasi dari sayur dan buah melibatkan
aspek-aspek berikut :
1. Substrat : jumlah substrat (terutama gula) tersedia untuk respirasi adalah
faktor penentu untuk lama simpan pada suhu tertentu (Paez & Hultin 1972).
Susut bobot karena menaiknya suhu dan respirasi biasanya lebih dari 2 5%
tergantung dari struktur buah dan sayur (Ryall & Lipton 1982).
2. Oksigen : ketersediaan oksigen untuk respirasi normal secara umum cukup
kecuali jika secara sengaja ketersediaannya dibatasi seperti dalam
penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi (Kader et al. 1985).
3. Karbon dioksida : pemindahan CO
2
hasil pernapasan memerlukan perhatian
lebih daripada ketersediaan O
2
karena CO
2
mungkin berlebih walaupun O
2
kenaikan suhu 10
o
C akan menyebabkan laju reaksi naik dua kali lipat.
Walaupun demikian, Q
10
untuk respirasi tidak selalu dua kali lipat, kadang-
kadang lebih dari dua kali lipat tergantung dari kematangan dan struktur
anatomi buah dan sayur (Ryall & Lipton 1979).
Pelapisan Lilin
Pelapisan merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk
memperpanjang masa simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan
pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti serangan mikroba.
Pelapisan juga dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil pada
permukaan buah dan sayuran, sehingga dapat menekan laju respirasi yang terjadi
pada buah dan sayuran. Selain itu, pelapisan mampu memberikan penampakan
yang lebih menarik dan lebih diterima konsumen (Akamine et al. 1986).
Pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah
pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan
dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk
segar dengan menggunakan sikat. Peyemprotan dilakukan dengan cara
menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung
boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar
dengan mencelupkan buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis. Sedangkan
pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis dengan
menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al. 1986).
Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan pra pengangkutan yang bertujuan
untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke
tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan
sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak
berpengaruh nyata pada pengurangan uap air sedangkan yang terlalu tebal dapat
menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam
sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO
2
dan mengandung
sedikit O
2
(Park et al. 1994 dalam Nugroho 2002).
Lilin adalah bahan pelapis yang digunakan untuk menggantikan lilin alami
pada kulit buah yang hilang akibat pencucian. Pelilinan dpat digunakan untuk
mengurangi kehilangan air, untuk menutupi luka (Kader 1992). Pelilinan juga
bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, mencegah susut bobot buah,
mencegah timbulnya jamur, mencegah busuk dan mempertahankan warna kulit
buah (www.citrus Indonesia.com).
Mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buah-buahan dan
sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, diharapkan pori-pori dari
buah-buahan dan sayuran dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga
dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis, dan
mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan (Setiasih 1999). Untuk membuat
emulsi lilin 12% diperlukan bahan-bahan dasar antara lain lilin lebah sebagai
komponen utama sebanyak 120 gr, trietanolamin 40 gr, asam oleat 20 gr, dan air
panas 820 gr (Balai Hortikultura 2002).
Selain lilin juga terdapat pelapis yang terbuat dari kulit udang yaitu
chitosan. Chitosan ini banyak dikaji, baik di dalam maupun di luar negeri.
Chitosan merupakan limbah kulit udang yang mudah didapat dan tersedia dalam
jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal.
Chitosan tidak hanya terdapat pada bagian kulit dan kerangka udang saja, tetapi
juga terdapat pada insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-
cumi (Marganof 2003). Chitosan merupakan suatu produk dari proses deasetilasi
kitin yang memiliki sifat unik. Unit penyusun dari chitosan merupakan disakarida
(1-4)-2-amino-2-deoksi--D-glukosa yang saling berkaitan dengan beta.
Penampilan fungsional chitosan ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawinya.
Seperti halnya dengan polisakarida lain, chitosan memiliki kerangka gula, tetapi
dengan sifat yang unik karena polimer ini memiliki gugus amin bermuatan positif
(Lestari & Suhartono 2000).
Menurut Winarno (1981) lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah
madu (Apis mellifica). Madu dapat diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu
sistem sentrifugal dan pengepresan. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir
madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan untuk ekstraksi
madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipress, sisir akan hancur. Sisir
yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang baru. Hasil sisa
(1988) menyatakan bahwa film kemasan yang utama dipakai untuk pengemasan
produk segar adalah jenis LDPE (Low Density Polyetilen), PVC (Poliyvinil
Chloride), dan PP (Polypropilen). Pada Tabel 8 dapat dilihat koefisien
permeabilitas berbagai film kemasan berdasarkan hasil perhitungan dan penetapan
(ml.mil/m
2
.jam.atm).
Tabel 8. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan
(ml.mil/m
2
.jam.atm)
Jenis Film Kemasan Tebal
(mil)
10
o
C
a)
15
o
C
a)
25
o
C
a)
O
2
CO
2
O
2
CO
2
O
2
CO
2
LDPE 0.99 - - - - 1002 3600
Polipropilen 0.61 265 364 294 430 229 656
Stretch film 0.57 342 888 473 748 4143 6226
white stretch film 0.58 226 422 291 412 1464 1470
Sumber: Gunadnya (1993).
a) Hasil Perhitungan
b) Hasil Penetapan Metode AST 1413
Hall et al. (1986) menyatakan bahwa beberapa jenis bahan kemasan yang
berupa plastik lentur antara lain:
1. Polietilen
Film ini paling banyak digunakan untuk pembuatan kantung-kantung bagi
konsumen. Bahan ini kuat, kedap air, tahan terhadap zat-zat kimia dan
murah. Beberapa kantung jala juga terbuat dari plastik polietilen.
2. Selofan
Selofan biasa digunakan untuk membungkus nampan-nampan, pembuatan
kantung-kantung atau sebagai tutup keranjang.
3. Hidroklorida Karet (Pliofilm)
Suatu jenis film kuat lainnya yang mempunyai sifat kedap air berupa
poietilen adalah pliofilm. Bahan ini dapat digunakan untuk wadah
komoditi serupa yang lebih berat. Bahan ini tidak tembus udara, air, dan
cairan-cairan.
penting yang dapat mempengaruhi kerusakan pada komoditas yang telah dipanen
(Kader et al. 1985).
Banyak cara mempertahankan mutu produk hortikultura, tetapi cara-cara
tersebut kurang memuaskan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan. Masalah
utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa
pendiginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar
air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara
cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani 1990).
Penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum untuk
penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan dingin
(chilling storage) adalah penyimpanan di bawah suhu 15
o
C dan di atas titik beku
bahan. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air,
menurunnya laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang
disimpan (Pantastico et al. 1986). Menurut Budiastra dan Purwadaria (1993)
tujuan penyimpanan suhu rendah adalah untuk memperpanjang masa kesegaran
sayuran dan buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan
stabilitas harga dan mempertahankan mutu. Hasil penelitian Anjarsari (1995) suhu
optimum untuk penyimpanan buah manggis adalah 10
o
C dan 15
o
C.
Menurut Hardenberg (1986) pendinginan mempunyai pengaruh besar
terhadap atmosfer dalam kemasan. Pada umumnya pendinginan pada suhu
optimum untuk komoditi yang disertai dengan kelembaban tinggi adalah cara
yang paling baik untuk memperpanjang umur simpan atau umur ketahanan
komoditi. Pendinginan mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur yang
menyebabkan pelapukan dan memperlambat metabolisme komoditi itu sendiri.
Selain itu, pendinginan dapat memperlambat respirasi sehingga dapat
memperlambat proses pematangan, penuaan, dan pengeluaran panas.
Penurunan suhu penyimpanan sebesar 10
o
C akan mengurangi laju respirasi
sebesar 2-4 kalinya dan itu cukup berarti untuk menunda kemunduran mutu dan
penuaan komoditi. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka penting dijaga agar
suhu ruang penyimpanan relatif tetap, perubahan 2-3
o
C dari suhu yang
dikehendaki sebaiknya dicegah. Sayuran dan buah-buahan yang disimpan pada
suhu lebih tinggi dari yang seharusnya karena suhu pendingin tidak segera
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan
April 2009 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian dan
Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah manggis segar
yang berumur 104 hari setelah bunga mekar dengan visualisasi kuning
kemerahan. Bahan lain yang digunakan adalah lilin lebah, air destilat, kemasan
plastik Stretch Film, dan bahan-bahan kimia untuk pengujian secara obyektif.
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, lemari pendingin untuk
penyimpanan, gas analyzer Shimadzu untuk pengukuran laju respirasi, Rheometer
model CR-300 untuk mengukur kekerasan, Refraktometer Atago PR-210 untuk
mengukur total padatan terlarut daging buah manggis, kain saring, kipas angin,
mixer, termometer, toples kaca, dan alat-alat penunjang penelitian lainnya.
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap seperti yang terlihat pada
Gambar 3 Diagram Alir Rancangan Penelitian.
1. Panen dan Sortasi
Buah manggis yang telah dipanen pada pagi hari dari kebun manggis di
daerah Wanayasa, Purwakarta dengan keseragaman kematangan telah berumur
104 hari setelah bunga mekar dengan visualisasi hijau dengan bintik ungu dengan
bobot 80-130 g per buah dan diameter 55-60 mm dipetik, dibersihkan dari semut
dan kotoran yang menempel dengan tangan kemudian dilakukan sortasi
kematangan dan ukuran dengan memilih buah manggis yang memenuhi syarat
perlakuan yaitu kondisi buah yang bebas dari penyakit tanaman dan memiliki
ukuran dan warna buah yang sama. Kemudian buah manggis yang telah
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Manggis
Pembersihan dan sortasi
Penimbangan bobot awal buah manggis
Kontrol
Tanpa Bahan
Pelapis (Lilin) dan
Tanpa Pengemasan
Perlakuan II
Konsentrasi
lilin 5%
Perlakuan III
Konsentrasi
lilin 10%
Penirisan dan dikeringanginkan
Pencelupan
selama + 60
detik
Stretch film
Penyimpanan
Penyimpanan
Pada Suhu Kamar
Perlakuan I
Tanpa
Pelapisan
- 8
0
C
- 13
0
C
- 18
0
C
Pengemasan
Pengamatan
Laju respirasi
Susut bobot
Kekerasan kulit buah
TPT
Warna
Uji organoleptik
Simulasi Pendugaan Umur Simpan
Buah Berdasarkan Parameter
Kekerasan Secara Organoleptik
setiap 3 hari sekali. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah
sebagai berikut:
bo
bi bo
= (%) bobot Susut x 100% ..................................................................... (2)
Dimana: b
o
= bobot bahan awal penyimpanan (gram)
b
i
= bobot bahan akhir penyimpanan (gram)
3. Kekerasan (kg-force)
Uji kekerasan dilakukan berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum
penusuk rheometer model CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum
10 kg, kedalaman penekanan jarum penusuk 15 mm, kecepatan penurunan beban
90 mm/menit, dan diameter prob (jarum) 5 mm (Ida, 2004). Pengujian dilakukan
pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Selama pengujian buah dipegang
dengan tangan agar buah tidak bergeser. Nilai pengukuran dinyatakan dalam kg-
force. Pengujian kekerasan selama penelitian dilakukan setiap 3 hari sekali.
4. Total Padatan Terlarut (
o
Brix)
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
Refraktometer digital. Pasta buah diletakkan pada prisma Refraktometer digital
yang sudah distabilkan pada suhu 25
o
C, kemudian dilakukan pembacaan.
Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma Refraktometer dibersihkan dengan
menggunakan aquadest. Angka Refraktometer menunjukkan kadar TPT (
o
Brix).
5. Warna
Pengukuran warna dari buah manggis ditentukan berdasarkan data digital
dengan resolusi 800x600 pixel dan 256 tingkat intensitas cahaya merah, hijau, dan
biru (RGB). Nilai RGB buah manggis kemudian dikonversi menjadi L, a, dan b
dengan persamaan:
X = 0.607
*
R + 0.174
*
G + 0.201
*
B....................................................................... (3)
Y = 0.299
*
R + 0.587
*
G + 0.114
*
B....................................................................... (4)
Z = 0.066
*
G + 1.117
*
B......................................................................................... (5)
Penentuan warna dari buah manggis dilakukan dengan cara mengukur
bagian pangkal, tengah, dan ujung sehingga akan diperoleh kode warna yang
kemudian dibandingkan dengan kode warna dari buah hasil pengukuran dengan
menggunakan chromameter Minolta CR-200. Alat ini menunjukkan nilai x, y, dan
Y sehingga diperoleh nilai L, a, dan b melalui perhitungan dengan menggunakan
rumus. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan [L=0 (hitam) dan L=100 (putih)],
nilai a adalah a yang menunjukkan warna hijau dan +a menunjukkan warna
merah, sedangkan nilai b adalah b yang menunjukkan warna biru dan +b
menunjukkan warna kuning. Persamaan konversi yang digunakan untuk
menentukan nilai L, a, dan b adalah sebagai berikut (MacDougall, 2002):
y
Y x
X
*
= ..............................................................................................................(6)
) ( Y X
x
X
Z + |
.
|
\
|
=
L = 500 [25
*
(100
*
Y/100)
1/3
] 16........................................................................ (7)
a = 500
3 / 1 3 / 1
100 071 . 98
|
.
|
\
|
|
.
|
\
| Y X
....................................................................... (8)
b = 200
3 / 1 3 / 1
225 . 118 100
|
.
|
\
|
|
.
|
\
| Z Y
............................................................................. (9)
6. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana konsumen masih
menerima perubahan mutu buah manggis yang menyangkut perubahan sifat fisis
dan kimia selama penyimpanan dingin. Uji organoleptik yang digunakan adalah
uji hedonik dengan menggunakan 10 orang panelis yang merupakan mahasiswa.
Bahan disajikan secara acak dengan memberikan kode tertentu dan panelis
diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan skala hedonik terhadap warna
kulit, tekstur (kekerasan), rasa, dan aroma.
Skor hedonik yang digunakan dinilai berdasarkan tingkat kesukaan yang
kemudian dinyatakan dengan skala numerik, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak
suka, (3) agak tidak suka, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, dan (7) amat
sangat suka. Nilai yang diperoleh dari tiap-tiap sampel yang disajikan
dijumlahkan kemudian dibagi jumlah panelis untuk menentukan skor akhir rata-
rata (Salunkhe et al., 1991). Pengujian dilakukan setiap 3 hari sekali stelah 3 hari
penyimpanan.
cenderung konstan disebabkan buah manggis telah mencapai suhu yang sesuai
dengan suhu penyimpanan.
Fluktuasi nilai kecepatan respirasi yang tinggi seiring dengan suhu
penyimpanan pada buah manggis. Waktu berakhirnya fluktuasi nilai laju respirasi
dari setiap perlakuan berbeda-beda. Laju respirasi pada buah manggis tanpa
perlakuan (kontrol) berakhir pada hari ke-5, sedangkan pada buah manggis
dengan perlakuan A
1
B
1
berakhir pada hari ke-35, perlakuan A
1
B
2
berakhir pada
hari ke-30, perlakuan A
1
B
3
berakhir pada hari ke-26. Laju respirasi pada
perlakuan A
2
B
1
berakhir pada hari ke-40, perlakuan A
2
B
2
berakhir pada hari ke-
35, perlakuan A
2
B
3
berakhir pada hari ke-29. Sedangkan laju respirasi pada buah
manggis yang diberikan perlakuan A
3
B
1
berakhir pada hari ke-34, perlakuan A
3
B
2
berakhir pada hari ke-30, perlakuan A
3
B
3
berakhir pada hari ke-29.
Pada buah manggis tanpa perlakuan (kontrol) waktu laju respirasi berakhir
lebih cepat disebabkan karena buah manggis sudah terkena serangan cendawan
Botryodiplodia sp. yang diduga terbawa pada saat panen namun belum
menunjukkan gejalanya sehingga menyebabkan laju respirasi tinggi dan umur
simpan yang pendek. Dengan kondisi penyimpanan buah manggis yang cukup
panas akibat adanya laju respirasi dan didukung oleh kondisi stoples lembab
akibat adanya uap air dari hasil respirasi sehingga menyebabkan cendawan
tersebut mudah untuk berkembang sehingga pengamatan pada buah manggis
tersebut dihentikan. Selain itu juga diduga terdapat kerusakan mekanis pada buah
yang meningkatkan laju respirasi. Pantastico et al. (1986) menyatakan bahwa
parahnya kerusakan dapat memacu laju respirasi sehingga umur simpan menjadi
lebih pendek.
Dari data tersebut diketahui adanya pengaruh suhu terhadap laju respirasi.
Dimana suhu merupakan faktor yang dominan dalam usaha menghambat laju
respirasi karena semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi akan
semakin cepat sehingga umur simpan buah manggis juga semakin pendek. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kader (1988) yang menyatakan bahwa suhu sangat
berpengaruh terhadap laju respirasi buah. Penyimpanan suhu rendah dapat
menekan kecepatan laju respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses ini
berjalan dengan lambat, sehingga ketahanan simpan dari buah manggis tersebut
cukup panjang dengan susut bobot minimal (Hasbi et al. 2005).
Gambar 4. Grafik laju respirasi CO
2
buah manggis pada konsentrasi lilin 0% dan
berbagai suhu penyimpanan
Gambar 5. Grafik laju respirasi CO
2
buah manggis pada konsentrasi lilin 5%
dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 6. Grafik laju respirasi CO
2
buah manggis pada konsentrasi lilin 10%
dan berbagai suhu penyimpanan
Dari Gambar 4-6 terlihat bahwa laju respirasi buah manggis yang cenderung
semakin menurun dan tidak teratur yang ditunjukkan pada buah manggis yang
tanpa diberi perlakuan pelapisan lilin dan disimpan pada suhu 8
o
C. Laju respirasi
terendah buah manggis terdapat pada perlakuan pelilinan dengan konsentrasi 5%
dan disimpan pada suhu 8
o
C yaitu sebesar 1.67 ml CO
2
/kg jam. Sedangkan laju
respirasi yang tertinggi terdapat pada perlakuan pelilinan dengan konsentrasi 10%
dan disimpan pada suhu 18
o
C yaitu sebesar 3.61 ml CO
2
/kg jam. Buah manggis
yang diberi perlakuan lapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu 8
o
C memiliki
umur simpan yang lebih lama yaitu selama 40 hari. Sedangkan buah manggis
yang diberi perlakuan lapisan lilin 5% dan 10% serta disimpan pada suhu 18
o
C
memiliki umur simpan yang lebih cepat yaitu selama 29 hari.
Dari data tersebut diperoleh bahwa perlakuan dengan pelapisan lilin yang
dikombinasikan dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah dapat
memperlambat laju respirasi dan menjaga komposisi atmosfer dalam kemasan
berada pada kondisi optimum sehingga masa simpan buah manggis cukup
panjang. Mitchell (1992) menyatakan bahwa lapisan lilin akan menutupi sebagian
dari pori-pori kulit buah sehingga laju respirasi dapat dihambat dan laju
kehilangan air dapat ditekan. Buah yang tanpa diberi perlakuan pelapisan lilin
(kontrol) memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang
diberi perlakuan pelapisan lilin dan disimpan pada suhu rendah (kondisi dingin).
Buah manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin 5% memiliki laju respirasi
terendah dibandingkan dengan buah manggis yang diberi pelapisan lilin 10%.
Hal ini sesuai dengan Soedibyo (1979) yang menyatakan bahwa
penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan laju respirasi dan transpirasi
sehingga proses ini berjalan lambat dan sebagai akibatnya ketahanan simpan buah
cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu buah yang baik, dan harga di
pasaran tetap tinggi. Sedangkan pengemasan dengan stretch film mampu
memperlambat laju respirasi dan menjaga atmosfer buah manggis dalam kemasan
stretch film dimana film kemasan dari plastik stretch film dapat menghambat
pertukaran gas CO
2
dan O
2
. Menurut Pantastico et al. (1986) film kemasan
polietilen memiliki sifat yang kuat, kedap air, tahan terhadap bahan kimia, dan
harganya murah.
Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji Duncan (Lampiran 1 hingga 3)
diketahui bahwa kombinasi konsentrasi lilin, suhu penyimpanan dingin, dan
pengemasan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi CO
2
di setiap hari
pengamatan.
Buah manggis yang disimpan pada suhu kamar maupun pada suhu dingin
mampu bertahan hingga kondisi akhir pengamatan antara lain kulit berwarna ungu
gelap, cupat buah berwarna cokelat, kulit buah agak keras namun masih bisa
dibuka dengan tangan, daging buah berwarna putih, tidak berbau alkohol, daging
buah masih bisa dimakan, namun rasa manisnya berkurang. Ketahanan simpan
buah manggis pada suhu kamar dan suhu dingin dengan berbagai perlakuan dan
pengemasan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh pelapisan dan pengemasan terhadap ketahanan simpan buah
manggis pada suhu kamar dan suhu dingin
Perlakuan Ketahanan Simpan (Hari)
Suhu kamar Suhu dingin
Wrapping
Pelilinan 30 35
Tanpa pelilinan
Tanpa pengemas
Pelilinan
Tanpa pelilinan
25
20
15
30
25
20
Sumber: Angraeni (2008).
Secara umum kondisi buah manggis pada suhu kamar maupun suhu dingin
cukup baik. Namun ada beberapa buah manggis yang terkena cendawan
Botryodiplodia sp. Cendawan tersebut diduga terbawa pada saat panen namun
belum menunjukkan gejalanya. Cendawan yang menyerang terutama pada buah
manggis yang disimpan dalam suhu kamar (Gambar 7). Hal ini terjadi karena
kondisi ruangan yang cukup panas, lembab, dan kurang adanya ventilasi, sehingga
menyebabkan cendawan mudah untuk berkembang. Hal ini menyebabkan adanya
peningkatan laju respirasi pada buah manggis.
Gambar 7. Buah manggis yang terserang cendawan Botryodiplodia sp.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pola respirasi buah manggis termasuk
klimakterik. Puncak klimakterik pada buah tanpa perlakuan (kontrol) terjadi pada
jam ke-3 setelah penyimpanan. Sedangkan pada perlakuan pelilinan dan
pengemasan dengan stretch film puncak klimakterik terjadi pada hari ke-5 setelah
penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pelilinan, pengemasan
dengan strectch film, dan penyimpanan pada suhu dingin dapat menghambat
terjadinya proses klimakterik serta dapat mempertahankan mutu dan masa simpan
dari buah manggis selama penyimpanan.
Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa laju respirasi buah manggis
dipengaruhi oleh konsentrasi lilin, suhu penyimpanan, dan pengemasan dimana
semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin cepat. Puncak
laju respirasi terjadi pada awal penyimpanan yang disebabkan karena buah
manggis masih menyesuaikan dengan suhu penyimpanan sehingga akan berubah
menjadi konstan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso dan Purwoko (1995)
dalam Widiastuti (2006) yang menyatakan bahwa buah klimakterik menunjukkan
peningkatan yang besar dalam laju respirasi CO
2
bersamaan dengan waktu
pemasakan. Sementara buah yang non klimakterik tidak menunjukkan perubahan,
dimana umumnya laju respirasi CO
2
selama pemasakan akan cenderung rendah
dan konstan.
Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan adanya
penurunan mutu buah. Penurunan susut bobot dipengaruhi oleh respirasi dan
transpirasi. Respirasi adalah proses perombakan CO
2
, H
2
O, dan menghasilkan
energi. Sedangkan transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap
air melalui proses penguapan. Susut bobot terjadi karena selama proses
penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan
air. Menurut Kader (1992) kehilangan air tidak saja berpengaruh langsung
terhadap kehilangan kualitatif, tetapi juga menyebabkan kerusakan tekstur,
kandungan gizi, dan kerusakan lainnya seperti pengerutan.
Gambar 8. Grafik persentase susut bobot buah manggis pada konsentrasi lilin 0%
dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 9. Grafik persentase susut bobot buah manggis pada konsentrasi lilin 5%
dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 10. Grafik persentase susut bobot buah manggis pada konsentrasi lilin
10% dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 8-10 memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan peningkatan
persentase susut bobot selama penyimpanan pada setiap perlakuan. Peningkatan
susut bobot berbeda-beda untuk setiap perlakuan. Dari Gambar 8-10 terlihat
bahwa peningkatan susut bobot tertinggi terjadi pada buah manggis yang tanpa
diberi lapisan lilin, disimpan pada suhu 18
o
C dan dikemas dengan plastik stretch
film yaitu sebesar 0.22%. Susut bobot yang tinggi disebabkan karena hilangnya air
yang tinggi pada buah manggis akibat suhu penyimpanan yang relatif tinggi.
Susut bobot terendah terdapat pada buah manggis yang tanpa diberi
pelakuan pelilinan, disimpan pada suhu kamar dan dikemas dengan plastik stretch
film yaitu sebesar 0.05% yang kemudian diikuti dengan buah manggis yang diberi
perlakuan pelapisan lilin dengan konsentrasi 10% dikemas dengan plastik stretch
film dan disimpan pada suhu 18
o
C. Hal ini disebabkan karena adanya lapisan lilin
yang berfungsi untuk menutup stomata buah sehingga dapat menghambat laju
respirasi dan transpirasi.
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7) diketahui bahwa kombinasi
konsentrasi lilin, suhu penyimpanan dingin, dan pengemasan tidak berpengaruh
nyata terhadap persentase susut bobot di setiap hari pengamatan sehingga tidak
perlu lagi dilakukan uji lanjut (uji Duncan).
Mahmuddah (2008) menyatakan bahwa pelilinan dan penyimpanan pada
suhu rendah akan menghambat proses respirasi dan tranpirasi yang mana
merupakan faktor penyebab terjadinya susut bobot. Dari Gambar 8-10 dapat
dilihat bahwa persentase susut bobot buah manggis yang disimpan pada suhu
18
o
C lebih tinggi dibandingkan dengan buah manggis yang disimpan pada suhu
13
o
C. Demikian juga dengan buah manggis yang disimpan pada suhu 13
o
C
persentase susut bobot nya lebih tinggi dibandingkan dengan persentase susut
bobot buah manggis yang disimpan pada suhu 8
o
C.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
penyimpanan maka susut bobot buah juga akan semakin tinggi yang disebabkan
karena laju respirasi yang semakin tinggi sehingga menyebabkan laju transpirasi
buah manggis juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan Kader (1985) yang
menyatakan bahwa laju respirasi menyebabkan kehilangan air pada bahan.
Kehilangan air ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif
buah yaitu susut bobot, kerusakan tekstur buah yang menyebabkan kelunakan
pada buah yang menyebabkan terjadinya pengerutan buah, serta kerusakan
kandungan gizi buah.
Kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan
oleh kehilangan air sebagai akibat adanya proses penguapan dan kehilangan
karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses
transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan
lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan
tidak hanya menurunkan susut bobot, akan tetapi juga menurunkan mutu dan
menimbulkan kerusakan. Kehilangan air dalam jumlah banyak akan menyebabkan
pelayuan dan pengkeriputan. Susut bobot buah akibat respirasi dan respirasi dapat
ditingkatkan dengam cara menaikkan RH, menurunkan suhu, mengurangi gerakan
udara, dan penggunaan kemasan (Muchtadi 1992).
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Soedibyo (1979) penyimpanan pada
suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga kedua
proses ini akan berjalan lambat, sehingga akan mengakibatkan ketahanan simpan
buah manggis akan semakin panjang dengan susut bobot minimal, mutu baik, dan
pasaran tetap tinggi. Komponen kimia terbesar dari buah manggis adalah air
berkisar antara 81 83% (Daftar Komposisi Bahan Makanan 1979).
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan pada buah manggis untuk setiap
perlakuan tidak berpengaruh nyata pada persentase susut bobot. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi lilin yang diberikan pada buah manggis
dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan susut bobot buah manggis.
Dari hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa perlakuan pemberian
lapisan lilin, penyimpanan pada suhu rendah dan dengan menggunakan kemasan
plastik stretch film dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi sehingga susut
bobot dapat dikurangi. Menurut Pantastico et al. (1986) film kemasan PE
mempunyai sifat yang kuat, kedap air, tahan terhadap bahan kimia, dan harganya
yang murah. Story (1991) menyatakan bahwa apabila produk segar kehilangan
airnya lebih dari 10% dari berat basah, maka buah tersebut tidak dapat dipasarkan
lagi. Faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada buah antara lain luas atau
volume dari permukaan buah tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan
kerusakan mekanis pada kulit buah. Menurut Syarief dan Hariyadi (1990), di
udara terbuka proses penuaan berlangsung dengan cepat dan kerusakan dari
komoditi dapat segera terjadi. Pada suhu rendah proses tersebut menjadi
terhambat, sehingga umur simpan komoditi menjadi lebih panjang.
Gambar 12. Grafik kekerasan kulit buah manggis pada konsentrasi lilin 5% dan
berbagai suhu penyimpanan
Gambar 13. Grafik kekerasan kulit buah manggis pada konsentrasi lilin 10% dan
berbagai suhu penyimpanan
Dari Gambar 11-13 terlihat bahwa peningkatan kekerasan kulit buah
manggis tertinggi terdapat pada buah manggis yang tanpa diberi lapisan lilin,
disimpan pada suhu 8
o
C dan dikemas dengan plastik stretch film yaitu sebesar
3.79 kg force yang disimpan selama 33 hari. Sedangkan kekerasan kulit buah
manggis terendah terdapat pada buah manggis yang diberi lapisan lilin dengan
konsentrasi 10%, disimpan pada suhu 8
o
C dan dikemas dengan plastik stretch film
yaitu sebesar 1.55 kg force yang disimpan selama 30 hari. Hasil analisis sidik
ragam faktorial dan uji Duncan pada lampiran 8 sampai lampiran 10 terlihat
bahwa perlakuan pelapisan lilin berpengaruh nyata terhadap suhu penyimpanan
buah manggis. Interaksi pelapisan lilin, suhu penyimpanan, dan pengemasan
dengan plastik stretch film berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah manggis.
Pada awal penyimpanan, buah manggis tidak terlalu keras, namun seiring
dengan bertambahnya umur simpan terjadi peningkatan nilai kekerasan kulit buah
yang disebabkan oleh hilangnya kemampuan mengikat air, sehingga komoditi
menjadi keras (Yekningtyas 2004). Pada semua perlakuan yang diberi pelapisan
lilin 5% dan 10% dan disimpan pada suhu dingin menunjukkan nilai kekerasan
yang relatif rendah. Pada penyimpanan buah manggis hari ke-21, seluruh buah
manggis yang diberi perlakuan pelilinan dengan konsentrasi lilin yang berbeda-
beda mengalami peningkatan nilai kekerasan yang sangat signifikan. Nilai
kekerasan buah manggis berbeda-beda karena buah yang digunakan untuk setiap
pengamatan berbeda-beda (dekstruktif).
Grafik peningkatan nilai kekerasan buah manggis untuk setiap perlakuan
memperlihatkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena kondisi buah
yang memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda dimana untuk setiap
pengukuran kekerasan, buah manggis menjadi rusak sehingga harus menggunakan
buah yang berbeda pula untuk pengukuran kekerasan di hari berikutnya.
Pada awal penyimpanan terjadi penurunan kekerasan kulit buah manggis.
Hal ini disebabkan karena pecahnya protopektin menjadi pektin dengan berat
molekul yang lebih rendah karena adanya aktivitas enzim poligalakturonase.
Enzim poligalakturonase menguraikan protopektin dengan komponen utama asam
poligalakturonat menjadi asam galakturonat sehingga larut dalam air dan
mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat
satu dengan yang lainnya (Pantastico et al. 1986).
Kulit merupakan bagian terluar dari buah manggis yang langsung
berhubungan dengan lingkungan penyimpanan. Pada kulit inilah terjadi
pertukaran gas, kehilangan air, peresapan bahan kimia, tekanan suhu, kerusakan
mekanik, penguapan senyawa atsiri, perubahan tekstural. Transpirasi merupakan
penguapan air dari tanaman, proses transpirasi air pada buah yang disimpan
melalui bagian mulut dan kutikula. Kehilangan air pada kulit buah manggis
disebabkan oleh pengaruh RH, suhu, gerakan udara, dan tekanan atmosfer
(Soesarsono 1988). Kehilangan air bukan hanya meningkatkan susut bobot, tetapi
juga akan menyebabkan penampakan buah menjadi kurang menarik, tekstur jelek,
dan mutu buah manggis menjadi menurun yang berdampak pada menurunnya
minat konsumen untuk mengkonsumsi buah manggis tersebut.
Selanjutnya pada akhir penyimpanan terjadi peningkatan nilai kekerasan
buah manggis. Pada buah manggis kekerasan merupakan salah satu indikator
kerusakan, artinya semakin keras kulit buah maka dikatakan semakin rusak dan
menjadi semakin tidak disukai. Peningkatan nilai kekerasan buah manggis
disebabkan oleh adanya penguapan air. Air dari sel yang menguap akan
menjadikan sel buah akan menciut sehingga ruang antar sel menyatu dan zat
pectin menjadi saling berikatan. Perlakuan pemberian lapisan lilin pada buah
manggis dan disimpan pada suhu dingin cenderung memiliki kulit yang lebih
keras bila dibandingkan dengan buah manggis yang tidak diberi lapisan lilin dan
disimpan pada suhu kamar (kontrol).
Penanganan pasca panen dengan cara penyimpanan dingin dapat
mengurangi proses penuaan buah itu sendiri karena terjadinya proses pematangan,
pelunakan, dan perubahan tekstur buah.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin, selain terjadi
perubahan fisik juga terjadi perubahan kimia. Perubahan kimia tersebut terutama
pada rasa manis daging buahnya yang dapat diperlihatkan melalui total padatan
terlarut (TPT). Daryono dan Sosrodiharjo (1986), berdasarkan hasil penelitian
Kawamata (1977) menemukan bahwa kandungan gula yang terutama pada buah
manggis terdapat dalam bentuk fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Dikemukakan pula
bahwa hampir seluruh total padatan terlarut yang dikandung cairan buah manggis
terdapat dalam bentuk fruktosa, glukosa, dan sukrosa.
Perubahan kuantitatif yang berkaitan dengan pemasakan umumnya
disebabkan oleh adanya pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan
pati menjadi gula. Hal ini mempengaruhi perubahan rasa dan tekstur buah dan
sayuran (Santoso & Purwoko 1995). Grafik perubahan nilai TPT buah manggis
untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 14-16.
Gambar 14. Grafik total padatan terlarut buah manggis pada konsentrasi lilin 0%
dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 15. Grafik total padatan terlarut buah manggis pada konsentrasi lilin 5%
dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 16. Grafik total padatan terlarut buah manggis pada konsentrasi lilin 10%
dan berbagai suhu penyimpanan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa nilai TPT buah manggis sebelum
disimpan pada suhu dingin berkisar antara 15.50
o
Brix-17.17
o
Brix. Nilai TPT yang
diperoleh berbeda-beda karena buah manggis yang digunakan untuk setiap
pengamatan berbeda-beda (dekstruktif). Nilai TPT buah manggis tertinggi
terdapat pada buah manggis yang tanpa diberi perlakuan pelapisan lilin dan
disimpan pada suhu 13
o
C sebesar 17.40
o
Brix. Sedangkan nilai TPT terendah
terdapat pada buah manggis yang diberi perlakuan lilin 10% dan disimpan pada
suhu 18
o
C sebesar 12.67
o
Brix.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang dapat dilihat pada lampiran 11
menunjukkan bahwa kombinasi antara konsentrasi lapisan lilin, pengemasan, dan
suhu dingin memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai kandungan
TPT buah manggis sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut (uji Duncan).
Secara umum terlihat bahwa selama penyimpanan, total padatan terlarut
buah manggis menunjukkan peningkatan sampai hari ke-3 (Gambar 14-16). Hal
ini disebabkan karena buah manggis mengalami pemasakan sehingga terjadi
perombakan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat,
protein, lemak dimana juga akan terjadi hidrolisis pati yang tidak larut dalam air
menjadi gula yang larut dalam air seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa.
Selanjutnya pada proses penuaan yang semakin berlanjut maka kandungan total
padatan terlarut akan semakin menurun. Hal ini diduga karena hidrolisis pati yang
sudah sedikit, sedangkan sintesa asam yang mendegradasi gula masih berjalan
terus sehingga akan menimbulkan rasa manis pada buah manggis. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Matto et al. (1984) dalam Pantastico et al. (1986) yang
menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan junlah gula sederhana yang
member rasa manis, penurunan asam-asam organik senyawa-senyawa fenolik
yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam.
TPT buah akan meningkat dengan cepat ketika buah mengalami
pematangan dan akan terus menurun seiring dengan lama penyimpanan.
Penurunan TPT selama penyimpanan disebabkan kadar gula-gula sederhana pada
daging buah manggis yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehida, dan
asam amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang terurai akan
semakin banyak sehingga gula yang merupakan komponen utama bahan total
padatan terlarut semakin menurun. Peningkatan total gula disebabkan karena
terjadinya akumulasi gula sebagai hasil dari degradasi pati, sedangkan penurunan
total gula disebabkan karena sebagian gula digunakan untuk berlangsungnya
proses respirasi (Winarno & Aman 1981). Perbedaan nilai TPT awal buah
manggis diduga karena adanya faktor intrinsik buah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Augustin (1986) bahwa berbagai faktor termasuk suhu penyimpanan
dapat mempengaruhi sususnan gula buah manggis, variasi faktor intrinsik buah
karena perbedaan klon dan lokasi penanaman juga dapat mempengaruhi
komposisi kandungan TPT buah manggis.
Semakin lama penyimpanan buah manggis, maka kandungan gula buah
manggis akan semakin menurun. Hal ini berbeda dengan buah mangga dimana
semakin lama penyimpanan, maka kandungan gulanya akan semakin meningkat.
Hal ini diduga disebabkan karena buah manggis memiliki kandungan pati yang
lebih sedikit karena berasal dari aril (daging buah). Sedangkan buah mangga
memiliki kandungan pati yang lebih banyak karena berasal dari bagian mesokarp
nya. Kandungan pati tersebut akan dirubah menjadi gula yang akan digunakan
dalam proses respirasi.
Menurut Juanasri (2004) penghambatan peningkatan total padatan terlarut
mengindikasikan bahwa proses perombakan pati di dalam buah terhambat. Hal ini
kemudian berubah menjadi hijau tua, hijau sedikit kecokelatan, cokelat kehijauan,
dan akhirnya cupat buah berwarna cokelat keseluruhan (Gambar 18).
Hijau muda (Hijau awal) Hijau tua
Cokelat kehijauan Hijau kecokelatan Cokelat keseluruhan
(Cokelat akhir)
Gambar 18. Perubahan warna cupat buah manggis
Pada awal penyimpanan, buah manggis berwarna hijau dengan semburat
kekuningan. Buah yang masih muda biasanya berwarna hijau karena adanya
pigmen klorofil. Klorofil umumnya menghilang selama pematangan buah di
pohon. Namun klorofil juga akan terdegradasi selama penanganan dan
peyimpanan. Pada tahap pemasakan buah, pigmen klorofil akan terdegradasi
sehingga warna hijau akan pudar. Hilangnya klorofil berhubungan dengan
pembentukan pigmen lain. Pada buah manggis, pigmen yang muncul adalah
pigmen anthosianin yang memberikan warna merah ungu yang disebabkan karena
berbagai faktor diantaranya karena adanya pengaruh suhu.
Derajat Kecerahan (L)
Nilai L (Lightness) menunjukkan tingkat kecerahan dari kulit buah manggis.
Selama penyimpanan nilai kecerahan (nilai L) dari kulit buah manggis untuk
semua perlakuan cenderung menurun hingga hari ke-30 yang dapat dilihat dari
Gambar 19-21. Hal ini disebabkan karena warna permukaan buah menjadi
semakin kusam dan tidak cerah. Pada akhir penyimpanan, nilai L mengalami
kenaikan meskipun tidak terlalu signifikan. Kenaikan nilai L ini diduga karena
kekurangtepatan pada saat pengukuran.
Gambar 19. Derajat kecerahan L pada konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu
penyimpanan
Gambar 20. Derajat kecerahan L pada konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu
penyimpanan
Gambar 21. Derajat kecerahan L pada konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu
penyimpanan
Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 12 sampai lampiran
14) menunjukkan bahwa interaksi antara pelapisan lilin dan suhu penyimpanan
berpengaruh nyata dalam menghambat penurunan nilai kecerahan (L) kulit buah
manggis untuk setiap perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya
perlakuan pre-cooling terlebih dahulu sebelum pelilinan sehingga menyebabkan
panas dalam buah berpindah ketika proses pencucian, sehingga suhu buah akan
menjadi lebih rendah. Peningkatan suhu akan meningkatkan pembentukan
pigmen. Suhu penyimpanan yang semakin tinggi akan menyebabkan perubahan
pada warna kulit buah manggis (Hasbi et al. 2005).
Derajat Warna Hijau Menuju Merah (a)
Nilai derajat warna hijau (a) yang diperoleh dari penelitian cenderung
meningkat. Gambar 22-24 memperlihatkan bahwa semakin lama penyimpanan
maka nilai a pada setiap perlakuan mengalami peningkatan yang menandakan
bahwa warna hijau akan semakin berkurang sehingga buah manggis menjadi
berwarna merah. Buah manggis dengan mutu yang memenuhi kriteria ekspor
adalah manggis yang memiliki kelopak lengkap dan berwarna hijau segar. Hal ini
sesuai dengan Juanasari (2004) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai
derajat warna hijau (a) maka akan semakin merah warnanya. Derajat warna hijau
(a) yang bernilai positif menandakan bahwa buah berwarna merah.
Gambar 22. Derajat warna hijau menuju merah (a) pada konsentrasi lilin 0% dan
berbagai suhu penyimpanan
Gambar 23. Derajat warna hijau menuju merah (a) pada konsentrasi lilin 5% dan
berbagai suhu penyimpanan
Gambar 24. Derajat warna hijau menuju merah (a) pada konsentrasi lilin 10%
dan berbagai suhu penyimpanan
Berdasarkan hasil analsisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 12
sampai lampiran 14) diperoleh bahwa interaksi antara pelapisan lilin dan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata dalam menghambat perubahan nilai derajat
warna hijau (a) kulit buah manggis untuk setiap perlakuan. Perlakuan pelapisan
lilin 10% dan disimpan pada suhu 8
o
C dapat mempertahankan nilai derajat warna
hijau (a) paling tinggi dan dapat mempertahankan warna buah manggis paling
lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu selama 39 hari. Hal ini
disebabkan karena pada suhu rendah sintesa anthosianin berlangsung dengan baik.
Konsentrasi anthosianin yang cukup akan menyebabkan warna buah manggis
menjadi merah.
Perubahan yang umum terjadi pada proses penyimpanan adalah hilangnya
warna hijau. Hal ini disebabkan oleh adanya degradasi klorofil. Selama
penyimpanan klorofilase yang ada di dalam buah akan melakukan kegiatan yang
menyebabkan hilangnya klorofil. Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan
bahwa faktor yang berpengaruh terhadap degradasi klorofil adalah perubahan pH,
system oksidatif, dan enzim chlorophyllase.
Gambar 26. Derajat warna biru menuju kuning (b) pada konsentrasi lilin 5% dan
berbagai suhu penyimpanan
Gambar 27. Derajat warna kuning (b) pada konsentrasi lilin 10% dan berbagai
suhu penyimpanan
Berdasarkan hasil analsisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 12
sampai lampiran 14) diperoleh bahwa interaksi antara pelapisan lilin dan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata dalam menghambat perubahan nilai derajat
warna kuning (b) kulit buah manggis untuk setiap perlakuan. Perlakuan pelapisan
lilin 10% dan disimpan pada suhu 8
o
C dapat mempertahankan nilai derajat warna
kuning (b) paling tinggi dan dapat mempertahankan warna buah manggis paling
lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu selama 39 hari.
Warna-warna merah, biru, dan ungu pada buah disebabkan oleh adanya
pigmen anthosianin. Konsentrasi pigmen anthosianin yang rendah menyebabkan
warna buah tidak merah melainkan ungu. Perubahan warna pigmen anthosianin
dipengaruhi oelh beberapa faktor yaitu konsentrasi, pH dari media, adanya
pigmen lain, dan suhu. Pada buah-buahan, umumnya tidak terjadi kehilangan
kandungan pigmen anthosianin.
Adanya ikatan antara pigmen anthosianin dengan pigmen lainnya dapat
merubah warna. Proses ini dipengaruhi oleh ada tidaknya kilasi terhadap ion-ion
logam seperti ion Fe, Al, Mg, dan Mon. ada tidaknya gugusan acyl dalam molekul
anthosianin juga dapat menentukan warna dari pigmen antosianin., misalnya ada
grup acyl dapat menyebabkan warna pigmen antosianin menjadi biru, sedangkan
bila tanpa grup acyl maka pigmen antosianin menjadi merah (Winarno 2002).
Selama penyimpanan, terjadi peningkatan warna kuning pada buah manggis
yang ditunjukkan dengan mulai munculnya pigmen warna kuning hingga merah
pada kulit buah manggis. Hal ini didukung oleh Santoso dan Purwoko (1995)
yang menyatakan bahwa degradasi chlorophyll berkaitan dengan pembentukan
atau munculnya pigmen kuning hingga merah pada buah manggis.
Grafik perubahan warna yang diperoleh pada penelitian ini fluktuatif. Hal
ini disebabkan karena buah yang dipakai untuk pengukuran berbeda (dekstruktif)
karena dalam penelitian ini manggis dikemas dengan menggunakan plasik stretch
film yang merupakan plastik sekali pakai. Asumsi buah manggis yang digunakan
dalam penelitian dari awal adalah buah yang memiliki keseragaman indeks warna,
namun ternyata setelah diukur tidak seragam sehingga menghasilkan grafik
perubahan warna kulit yang fluktuatif.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Uji Organoleptik
Pada umumnya konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu
komoditi yang dalam hal ini adalah buah manggis berdasarkan penilaian secara
visual yang meliputi warna kulit, kesegaran cupat, dan kekerasan kulit. Oleh
karena itu untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap buah
manggis yang telah diberi perlakuan pelapisan lilin dan disimpan dalam suhu
dingin, maka dilakukan pengujian secara organoleptik dengan menggunakan
panelis dimana panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa
yang termasuk ke dalam panelis tidak terlatih namun sudah tidak asing lagi
dengan buah manggis dan sudah pernah mencicipi buah manggis.
Pengujian organoleptik dilakukan terhadap parameter buah manggis yang
diberi perlakuan pelapisan lilin dan disimpan dalam suhu rendah yaitu warna
kulit, kesegaran cupat, kekerasan kulit, rasa, warna daging buah, dan uji mutu
buah manggis secara keseluruhan. Respon panelis ditabulasikan ke dalam skor
tingkat pengamatan dan pengujian 1 sampai dengan 7 (1 = sangat tidak suka, 2 =
tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = agak suka, 5 = suka, 6 = sangat suka, 7 = amat
sangat suka) pada formulir yang telah ditentukan. Batas terendah penerimaan
panelis ditetapkan pada nilai hedonik 4 (netral) karena belum mencapai titik
penolakan panelis (konsumen).
Warna Kulit
Data pengamatan nilai warna secara organoleptik pada buah manggis yang
diberi perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan
dalam suhu dingin memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna kulit
buah manggis selama penyimpanan. Gambar 28-30 menunjukkan perubahan
kesukaan terhadap warna kulit buah manggis selama penyimpanan.
Dari hasil penelitian terhadap warna kulit buah manggis selama
penyimpanan suhu dingin diperoleh bahwa buah manggis yang dilapisi lilin 5%
dan disimpan pada suhu 8
o
C masih disukai oleh konsumen hingga hari ke-39
dengan nilai sebesar 1.2. Kemudian diikuti dengan buah manggis yang dilapisi
lilin 5% disimpan pada suhu 13
o
C dan buah manggis yang tanpa dilapisi lilin
disimpan pada suhu 8
o
C disukai konsumen hingga hari ke-33 dengan nilai
masing-masing sebesar 1.2 dan 1.4.
Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa suhu 8
o
C dan 13
o
C masih
dapat mempertahankan warna kulit buah manggis dalam waktu yang cukup lama
dengan warna kulit buah manggis ungu kemerahan. Buah manggis yang disimpan
pada suhu 18
o
C tidak disukai konsumen dengan nilai yang berkisar antara 1.3-1.7
dimana kulit buah manggis sudah berwarna ungu kehitaman.
Gambar 28. Grafik perubahan kesukaan warna kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 29. Grafik perubahan kesukaan warna kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 30. Grafik perubahan kesukaan warna kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 15 sampai
dengan lampiran 17) memperlihatkan bahwa kombinasi buah manggis yang diberi
perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan dalam
suhu dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap warna kulit buah manggis selama penyimpanan.
Kesegaran Cupat
Data pengamatan nilai kesegaran cupat buah secara organoleptik pada buah
manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch
film, dan disimpan dalam suhu dingin memperlihatkan tingkat kesukaan panelis
terhadap kesegaran cupat buah manggis selama penyimpanan
Dari hasil penelitian terhadap kesegaran cupat buah manggis selama
penyimpanan suhu dingin diperoleh bahwa buah manggis yang dilapisi lilin 5%
dan disimpan pada suhu 8
o
C masih disukai oleh konsumen hingga hari ke-39
dengan nilai sebesar 1.9. Kemudian diikuti dengan buah manggis yang dilapisi
lilin 5% disimpan pada suhu 13
o
C dan buah manggis yang tanpa dilapisi lilin
disimpan pada suhu 8
o
C disukai konsumen hingga hari ke-33 dengan nilai
masing-masing sebesar 2.1 dan 2.2. Gambar 31-33 menunjukkan perubahan
kesukaan terhadap kesegaran cupat buah manggis selama penyimpanan dingin.
Gambar 31. Grafik perubahan kesukaan kesegaran cupat buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan suhu penyimpanan
Gambar 32. Grafik perubahan kesukaan kesegaran cupat buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan suhu penyimpanan
Gambar 33. Grafik perubahan kesukaan kesegaran cupat buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan suhu penyimpanan
Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa suhu 8
o
C dan 13
o
C masih
dapat mempertahankan kesegaran cupat buah manggis dalam waktu yang cukup
lama dengan warna cupat buah manggis hijau tua (segar). Buah manggis yang
disimpan pada suhu 18
o
C tidak disukai konsumen dengan nilai yang berkisar
antara 1.9-2.2 dimana cupat buah manggis sudah berwarna hijau kecokelatan yang
menandakan cupat buah manggis sudah tidak segar.
Degradasi klorofil pada buah dan sayuran merupakan proses yang umum
menyertai terjadinya senescence. Menurut Kader (1992) suhu penyimpanan
adalah faktor utama yang mempengaruhi terjadinya degradasi klorofil. Dalam
penelitian ini. Terlihat bahwa faktor suhu sangat berpengaruh terhadap warna
hijau cupat buah manggis. Suhu rendah menyebabkan proses degradasi klorofil
akan semakin berjalan lambat. Warna dan kesegaran cupat buah cepat menurun
karena terjadinya transpirasi yang menyebabkan kelopak akan mongering dan
berwarna kecokelatan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 18 sampai
dengan lampiran 20) memperlihatkan bahwa kombinasi buah manggis yang diberi
perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan dalam
suhu dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap kesegaran cupat buah manggis selama penyimpanan.
Kekerasan Kulit
Data pengamatan nilai warna secara organoleptik pada buah manggis yang
diberi perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan
dalam suhu dingin memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan
kulit buah manggis selama penyimpanan. Gambar 34-36 menunjukkan perubahan
kesukaan terhadap kekerasan kulit buah manggis selama penyimpanan dingin
dimana grafik organoleptik berdasarkan kekerasan kulit hanya sampai batas
penerimaan panelis tertinggi yang nantinya akan dipergunakan untuk menentukan
simulasi pendugaan umur simpan buah manggis .
Gambar 35. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 36. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan
Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa suhu 8
o
C dan 13
o
C masih
dapat mempertahankan kekerasan kulit buah manggis dalam waktu yang cukup
lama dimana pada saat buah manggis akan dibuka, kulit buah masih lunak
sehingga mudah dibuka. Sedangkan buah manggis yang disimpan pada suhu 18
o
C
tidak disukai konsumen dengan nilai yang berkisar antara 3.2-3.5 dimana kulit
buah manggis sudah keras sehingga sulit untuk dibuka.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 21 sampai
dengan lampiran 23) memperlihatkan bahwa kombinasi buah manggis yang diberi
perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan dalam
suhu dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap kekerasan kulit buah manggis selama penyimpanan.
Rasa
Data pengamatan nilai rasa secara organoleptik pada buah manggis yang
diberi perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan
dalam suhu dingin memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah
Gambar 39. Grafik perubahan kesukaan rasa buah manggis pada konsentrasi lilin
10% dan berbagai suhu penyimpanan
Dari hasil penelitian terhadap organoleptik rasa dari buah manggis selama
penyimpanan suhu dingin diperoleh bahwa buah manggis yang dilapisi lilin 5%
dan disimpan pada suhu 8
o
C masih disukai oleh konsumen hingga hari ke-39
dengan nilai sebesar 4.1. Kemudian diikuti dengan buah manggis yang dilapisi
lilin 5% disimpan pada suhu 13
o
C dan buah manggis yang tanpa dilapisi lilin
disimpan pada suhu 8
o
C disukai konsumen hingga hari ke-33 dengan nilai
masing-masing sebesar 3.1 dan 2.6.
Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa suhu 8
o
C dan 13
o
C masih
dapat mempertahankan rasa dari buah manggis dalam waktu yang cukup lama
dimana pada saat buah manggis akan dimakan, rasa buah manggis adalah manis.
Sedangkan buah manggis yang disimpan pada suhu 18
o
C tidak disukai konsumen
dengan nilai yang berkisar antara 2.7-3.4 dimana rasa dari buah manggis terasa
hambar (tidak manis lagi) sehingga tidak lagi disukai oleh konsumen.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 24 sampai
dengan lampiran 26) memperlihatkan bahwa kombinasi buah manggis yang diberi
perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan dalam
suhu dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap rasa dari buah manggis selama penyimpanan
Gambar 42. Grafik perubahan kesukaan warna daging buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan
Dari hasil penelitian terhadap organoleptik warna daging buah manggis
selama penyimpanan suhu dingin diperoleh bahwa buah manggis yang dilapisi
lilin 5% dan disimpan pada suhu 8
o
C masih disukai oleh konsumen hingga hari
ke-39 dengan nilai sebesar 6.2. Kemudian diikuti dengan buah manggis yang
dilapisi lilin 5% disimpan pada suhu 13
o
C dan buah manggis yang tanpa dilapisi
lilin disimpan pada suhu 8
o
C disukai konsumen hingga hari ke-33 dengan nilai
masing-masing sebesar 5.6 dan 5.4.
Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa suhu 8
o
C dan 13
o
C masih
dapat mempertahankan warna daging buah manggis dalam waktu yang cukup
lama dimana pada saat buah manggis akan dimakan, warna daging buah manggis
adalah putih. Sedangkan buah manggis yang disimpan pada suhu 18
o
C tidak
disukai konsumen dengan nilai yang berkisar antara 4.8-5.3 dimana warna daging
buah manggis adalah putih kemerahan sehingga tidak lagi disukai oleh konsumen.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan (Lampiran 27 sampai
dengan lampiran 29) memperlihatkan bahwa kombinasi buah manggis yang diberi
perlakuan pelapisan lilin, dikemas dengan plastik stretch film, dan disimpan dalam
suhu dingin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap warna daging buah manggis selama penyimpanan.
Simulasi Pendugaan Umur Simpan Buah
Masa simpan adalah batas waktu suatu produk untuk dapat mempertahankan
kualitas penerimaannya di bawah kondisi penyimpanan tertentu. Dalam
melakukan pendugaan umur simpan, dilakukan penentuan parameter kritis yaitu
yang menentukan umur simpan buah manggis yang meliputi warna kulit, rasa, dan
kekerasan buah manggis pada kondisi menuju tidak disukai konsumen namun
masih dapat diterima.dari hasil pengukuran secara objektif (dengan menggunakan
alat) dan pengukuran secara subjektif (berdasarkan uji organoleptik) terhadap
perubahan mutu buah manggis.
Pada penelitian yang dilakukan Mahmudah (2008) diketahui bahwa buah
manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin 6% dilanjutkan penyimpanan dingin
pada suhu 5
0
C memiliki umur simpan 30 hari. Rukmana (1995) menyatakan
bahwa buah manggis dapat tetap segar sampai 49 hari, sedangkan pada suhu 9-
12
0
C hanya tahan sampai 33 hari. Pada penelitian yang dilakukan Dwiarsih (2009)
diketahui bahwa buah manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin 5% dan
disimpan pada suhu 8
0
C merupakan perlakuan terbaik yang dapat
mempertahankan mutu buah manggis karena dapat memperlambat laju penurunan
mutu yang meliputi laju respirasi, susut bobot, kekerasan, TPT, dan warna kulit
buah manggis hingga 38 hari.
Parameter yang digunakan dalam simulasi pendugaan umur simpan buah
manggis adalah parameter kekerasan secara organoleptik. Parameter kekerasan
secara organoleptik ini digunakan karena merupakan parameter mutu yang
pertama kali menunjukkan penurunan nilai kekerasan baik secara objektif
(Gambar 11-13) maupun secara subjektif (Gambar 34-36). Selain itu kekerasan
merupakan parameter mutu yang paling berpengaruh untuk menentukan umur
simpan buah manggis dimana semakin keras buah, maka semakin rendah kualitas
buah manggis. Kulit manggis yang sudah mengeras sulit untuk dibuka sehingga
menyebabkan konsumen tidak menyukai kondisi buah manggis tersebut walaupun
rasa daging buah di dalamnya masih disukai oleh konsumen. Berdasarkan skor
hedonik, nilai 3 (Gambar 34) dijadikan sebagai batas kritis umur simpan buah
manggis yang masih diterima oleh konsumen. Artinya buah manggis pada kondisi
menuju tidak disukai konsumen namun masih dapat diterima.
Gambar 44. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan
Gambar 45. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 18% dan berbagai suhu penyimpanan
Dari data yang terdapat pada grafik tersebut kemudian dibuat grafik untuk
menentukan umur simpan buah manggis dengan cara menghubungkan nilai
kekerasan berdasarkan skala hedonik dengan nilai kekerasan buah manggis
menggunakan alat rheometer (Lampiran 30-39) sehingga dapat diketahui umur
simpan buah manggis seperti yang terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Model persamaan pendugaan masa simpan buah manggis
Perlakuan
Model
Persamaan
Regresi Linear
Nilai
R
2
Nilai
kekerasan
(Kgf)
Perkiraan
Umur
simpan
Kontrol 0.019x + 1.214 0.576 1.413 10
A1B1 (Lilin 0% suhu 8) 0.134x + 0.916 0.903 3.092 16
A1B2 (Lilin 0% suhu 13) 0.011x + 1.194 0.128 1.346 14
A1B3 (Lilin 0% suhu 18) 0.061x + 1.167 0.851 1.944 13
A2B1 (Lilin 5% suhu 8) 0.016x + 0.950 0.398 1.127 11
A2B2 (Lilin 5% suhu 13) 0.015x + 1.084 0.742 1.265 12
A2B3 (Lilin 5% suhu 18) 0.016x + 1.287 0.033 1.335 10
A3B1 (Lilin 10% suhu 8) 0.015x + 1.110 0.485 1.337 15
A3B2 (Lilin 10%suhu 13) 0.03x + 0.946 0.752 1.351 14
A3B3 (Lilin 10% suhu 18) 0.091x + 0.897 0.095 1.17 12
Berdasarkan persamaan tersebut diatas, maka dapat dibuat grafik pendugaan
umur simpan dengan menghubungkan nilai kekerasan buah manggis yang diukur
dengan menggunakan alat rheometer dengan waktu pengamatan (hari) seperti
yang terlihat pada Lampiran 30-39. Berdasarkan Lampiran 30-39 tersebut, dapat
diketahui bahwa umur simpan buah manggis terkecil terdapat pada buah manggis
yang diberi perlakuan lapisan lilin 0% dan disimpan pada suhu kamar (kontrol)
dan pada lapisan lilin 5% disimpan pada suhu 18 (A
2
B
3
) yaitu selama 10 hari. Hal
ini disebabkan buah manggis yang digunakan untuk perlakuan tersebut sudah
rusak karena terserang cendawan Botryodiplodia sp. Dari perhitungan tersebut
dapat diketahui bahwa suhu penyimpanan dan kondisi awal buah manggis
sebelum disimpan dalam suhu dingin mempengaruhi umur simpan buah manggis.
Dari pendugaan umur simpan yang dilakukan oleh Dwiarsih (2008)
diperoleh umur simpan buah manggis terlama terdapat pada buah manggis yang
diberi perlakuan pelapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu 8
o
C. Mahmudah
(2008) memperoleh bahwa umur simpan maksimum buah manggis terdapat pada
buah manggis yang diberi perlakuan pre-cooling selama 30 menit, pelilinan 6%
dan dikemas dengan menggunakan plastik stretch film.
DAFTAR PUSTAKA
Akamine EK, Kitagawa H, Subarmanyam H, Long PG. 1986. Kegiatan-Kegiatan
dalam Gedung Pengemasan. Hal: 433-435. Dalam ER. B Pantastico (Ed).
1986. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan
dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. UGM Press.Yogyakarta.
Anjarsari B. 1995. Pendugaan Masa Simpan Segar Buah Manggis (Garcinia
Mangostana L.) dalam Sistem Penyimpanan Atmosfir Termodifikasi
[tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Ashari,. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.
Baldwin EA, Nisperos MO, Hagenmaeier RD, Baker RA. 1997. Use of Lipids in
Coating for Food Product. Food Technology. 51 (6):56-62.
Biro Pusat Statistik (BPS). 2007. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta.
Broto. 2000. Pengaruh Penggunaan Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap
Mutu Buah Salak Pondoh Bali. Dalam Trisnawati, Rubiyo W. J.
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol.7: No.1.
Januari:76-82.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GA, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah
Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta.
Budiastra IW, Purwadaria HK. 1993. Penanganan Pascapanen Sayuran dan Buah-
buahan dalam Rumah Pengemasan. Makalah Pelatihan Pascapanen
Sayuran dan Buah-buahan. Bogor, 10-15 Mei 1993.
Dalal VB, Eipson WE, Singh NS. 1971. Wax Emultion for Fresh Fruits and
Vegetables in to Extend Their Storage Life. Ind. Fd. Packer page 25 (5). In
Pantastico, ErB. 1986. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub
Tropika.UGM Press. Yogyakarta.
Direktorat Gizi Depkes. 1990. Daftar Kompisisi Bahan Makanan. Bharata karya
Aksara. Jakarta.
Direktorat Tanaman Buah. 2002. Indeks Kematangan dan Standar Mutu Buah
Manggis Segar. Direktorat Tanaman Buah, Ditjen Bina Produksi
Hortikultura Departemen Pertanian. Jakarta.
Dwiarsih B. 2008. Kajian Pemberian Sitokinin dan Lapisan Lilin dalam
Penyimpanan Buah Manggis (Garcinia mangostana L). [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mahmudah I. 2008. Memperpanjang Umur Simpan Buah Manggis Segar
(Garcinia Mangostana L.) dengan Kombinasi Proses Pre-Cooling,
Pelilinan, Stretch Film Single Wrapping Pada Penyimpanan Dingin 5
0
C.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Martin FW. 1980. Durian and Mangosteen. Di dalam: Nagy S, Shaw DE, editor.
Tropical and Subtropical Fruits Composition Properties and Uses. The
AVI Publ. Co.Inc, Westport.
Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. http://tumoutou.net/702-
17134/marganof.pdf. 06 September 2006.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. IPB Press. Bogor.
Mitchell FG. 1992. Preparation for fresh market of fruits. p. 31-43. In: Kader AA.
(Ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of
California. Davies.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat
Antar Universitas. IPB. Bogor.
Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB 185 hal.
Pantastico ErB, Chattopadhyay TK, Subramanyam H. 1986. Penyimpanan dan
Operasi Penyimpanan Secara Komersial. Dalam Pantastico ErB. (Ed).
Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. UGM Press.Yogyakarta.
Pantastico ErB. 1993. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.UGM Press.
Yogyakarta.
Peleg K. 1985. Produce Handling, Packaging and Distribution. The AVI Pub Co.
Westport. Conneticut. USA.
Poerwanto R. 2002. Peningkatan Produksi dan Mutu untuk Mendukung Ekspor
Manggis. Makalah dalam Seminar Agribisnis Manggis. Bogor, 24 Juni
2002.
Qanytah. 2004. Kajian Perubahan Mutu Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.)
dengan Perlakuan Precooling dan Penggunaan Giberelin Selama
Penyimpanan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
L A M P I R A N
Lampiran 10. Uji Beda Rataan Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Kekerasan Buah Manggis
Number of means Duncan (0.05) Interaksi Rataan Notasi
- - A1B1 27.373 a
2 0.2825 A1B3 17.857 b
3 0.2964 A2B3 14.250 c
4 0.3052 A3B2 14.177 c
5 0.3113 A3B1 13.983 c
6 0.3157 A1B2 13.947 c
7 0.3191 A2B2 13.850 c
8 0.3217 A2B1 13.750 c
9 0.3237 A3B3 13.320 c
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
taraf 5% Menurut DMRT.
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam TPT Buah Manggis Selama Penyimpanan
Sumber
Keragaman
DB
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F Hitung Nilai P
F tabel
0.05
F tabel
0.01
Lilin 2 48.71465274 24.3573264 114.12** <.0001 3.55 6.01
Suhu 2 4.20077541 2.10038770 9.84** 0.0013 3.55 6.01
Interaksi 4 2.23432326 0.55858081 2.62 0.0696 2.93 4.58
Galat 18 3.84190200 0.21343900
Total 26 58.99165341
Keterangan : ** pengaruh perlakuan A dan B berbeda sangat nyata terhadap TPT
Pengaruh interaksi tidak berpengaruh nyata, maka tidak perlu melakukan
uji lanjut.
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Warna (L, a, b) Buah Manggis Selama
Penyimpanan
Sumber
Keragaman
DB
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F Hitung Nilai P
F tabel
0.05
F tabel
0.01
A 2 0.42297 0.21149 26.04** <.0001 3.183 5.057
B 2 1.56744 0.78372 96.51** <.0001 3.183 5.057
A*B 4 6.84583 1.71146 210.76** <.0001 2.557 3.720
C 2 24802.22304 12401.11152 1527138** <.0001 3.183 5.057
A*C 4 9.56919 2.39230 294.60** <.0001 2.557 3.720
B*C 4 1.24744 0.31186 38.40** <.0001 2.557 3.720
A*B*C 8 4.22331 0.52791 65.01** <.0001 2.130 2.890
Galat 54 0.43851 0.00812
Total 80 24826.53772
Keterangan : ** pengaruh perlakuan A, B, C dan semua interaksinya berbeda sangat
nyata terhadap uji warna
Lampiran 13. Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Warna (L, a, b) Buah Manggis
B1 B2 B3
Rata-rata pengaruh perlakuan
A1 L* 35,585 cd 35,886 ab 35,969 a
a* -1,577 l -0,308 f -1,26375 ji
b* -2,688 n -1,992 m -1,88833 m
A2 L* 35,87595 ab 35,10417 e 35,73433 bc
a* -0,92381 g -1,55944 l -1,91067 m
b* -0,32929 f -0,99833 gh -2,002 m
A3 L* 35,73727 bc 35,97033 a 35,49367 d
a* -1,38485 jk -1,99833 m -1,659 l
b* -0,32424 f -1,12967 hi -1,512 kl
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
Lampiran 14. Uji Beda Rataan Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Warna (L, a, b) Buah Manggis
Number of means Duncan (0.05) Interaksi Rataan Notasi
- - A3B2L* 3.597033 a
2 0.1475 A1B3L* 3.596900 a
3 0.1552 A1B2L* 3.588633 ab
4 0.1602 A2B1L* 3.587595 ab
5 0.1639 A3B1L* 3.573727 bc
6 0.1667 A2B3L* 3.573433 bc
7 0.1689 A1B1L* 3.558533 cd
8 0.1708 A3B3L* 3.549367 d
9 0.1723 A2B2L* 3.510416 e
10 0.1736 A1B2a* -0.30767 f
11 0.1747 A3B1b* -0.32424 f
12 0.1757 A2B1b* -0.32928 f
13 0.1766 A2B1a* -0.92381 g
14 0.1773 A2B2b* -0.99833 gh
15 0.1780 A3B2b* -1.12967 hi
16 0.1786 A1B3a* -1.26375 ji
17 0.1791 A3B1a* -1.38485 jk
18 0.1796 A3B3b* -1.51200 kl
19 0.1800 A2B2a* -1.55945 l
20 0.1804 A1B1a* -1.57733 l
21 0.1808 A3B3a* -1.65900 l
22 0.1811 A1B3b* -1.88833 m
23 0.1814 A2B3a* -1.91067 m
24 0.1816 A1B2b* -1.99200 m
25 0.1819 A3B2a* -1.99833 m
26 0.1821 A2B3b* -2.00200 m
27 0.1823 A1B1b* -2.68800 n
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
taraf 5% Menurut DMRT.
Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Organoleptik Warna Kulit Buah Manggis
Selama Penyimpanan
Sumber
Keragaman
DB
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F Hitung Nilai P
F tabel
0.05
F tabel
0.01
Lilin 2 0.18714874 0.09357437 15.53** 0.0001 3.55 6.01
Suhu 2 0.16778763 0.08389381 13.92** 0.0002 3.55 6.01
Interaksi 4 0.09969437 0.02492359 4.14* 0.0150 2.93 4.58
Galat 18 0.10844733 0.00602485
Total 26 0.56307807
Keterangan : ** pengaruh perlakuan A dan B berbeda sangat nyata terhadap organo
warna kulit.
* pengaruh interaksi berbeda nyata terhadap organoleptik warna kulit.
Lampiran 16. Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Organoleptik Warna Kulit Buah Manggis
B1 B2 B3
Rata-rata pengaruh perlakuan
A1 1.839 b 1.805 b 1.863 b
A2 1.798 b 1.775 b 2.050 a
A3 2.112 a 1.863 b 2.110 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
Lampiran 17. Uji Beda Rataan Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Organoleptik Warna Kulit Buah
Manggis
Number of means Duncan (0.05) Interaksi Rataan Notasi
- - A3B1 2.11200 a
2 0.1331 A3B3 2.11000 a
3 0.1397 A2B3 2.05000 a
4 0.1438 A3B2 1.86333 b
5 0.1467 A1B3 1.86267 b
6 0.1488 A1B1 1.83933 b
7 0.1504 A1B2 1.80533 b
8 0.1516 A2B1 1.79767 b
9 0.1526 A2B2 1.77500 b
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
taraf 5% Menurut DMRT.
Lampiran 24. Hasil Analisis Ragam Organoleptik Rasa Buah Manggis Selama
Penyimpanan
Sumber
Keragaman
DB
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F Hitung Nilai P
F tabel
0.05
F tabel
0.01
Lilin 2 1.07053207 0.53526604 58.94** <.0001 3.55 6.01
Suhu 2 0.73698541 0.36849270 40.58** <.0001 3.55 6.01
Interaksi 4 0.36813104 0.09203276 10.13** 0.0002 2.93 4.58
Galat 18 0.16347133 0.00908174
Total 26 2.33911985
Keterangan : ** pengaruh perlakuan A, B dan interaksinya berbeda sangat nyata
terhadap rasa.
Lampiran 25. Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Organoleptik Rasa Buah Manggis
B1 B2 B3
Rata-rata pengaruh perlakuan
A1 2.375 c 2.637 b 2.613 d
A2 2.912 a 2.478 b 2.720 b
A3 2.548 b 2.520 b 2.753 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
Lampiran 26. Uji Beda Rataan Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Organoleptik Rasa Buah Manggis
Number of means Duncan (0.05) interaksi Rataan Notasi
- - A2B1 3.94033 a
2 0.1635 A2B2 3.50567 b
3 0.1715 A3B2 3.48667 b
4 0.1766 A3B1 3.42400 b
5 0.1801 A1B2 3.34333 b
6 0.1827 A2B3 3.33667 b
7 0.1846 A3B3 3.16333 c
8 0.1861 A1B1 3.11367 c
9 0.1873 A1B3 2.86267 d
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
taraf 5% Menurut DMRT.
Lampiran 29. Uji Beda Rataan Pengaruh Interaksi Lilin dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Organoleptik Warna Daging Buah
Manggis
Number of means Duncan (0.05) Interaksi Rataan Notasi
- - A2B1 6.15933 a
2 0.1864 A2B2 5.82800 b
3 0.1956 A1B1 5.81667 b
4 0.2014 A3B1 5.74233 b
5 0.2054 A1B2 5.66333 bc
6 0.2083 A2B3 5.55000 bc
7 0.2105 A3B3 5.36333 d
8 0.2122 A3B2 5.21000 de
9 0.2136 A1B3 5.08767 e
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
taraf 5% Menurut DMRT.
Lampiran 31. Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis
konsentrasi lilin 0% suhu 8
0
C (A1B1)
x = 3 maka y = 3.092
y = 3.092 maka x = 16
Lampiran 39. Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis
konsentrasi lilin 10% suhu 18
0
C (A3B3)
x = 3 maka y = 1.17
y = 1.17 maka x = 12