You are on page 1of 2

Tajuk Anda

positif benar-benar bebas nilai. Itu adalah suatu kesalahan intelektual terbesar dalam sejarah ungkap Kenneth E. Boulding, dalam Toward the Development of a Cultural Economics.llmu ekonomi dewasa ini, katanya, telah kehilangan makna dan esensi kulturalnya sehingga berubah menjadi disiplin yang hampa nilai. Adam Smith, bapak ekonomi liberal, sebenarnya menampilkan dimensi moral dalam pembahasan fenomena ekonomi dalam karya perdananya, The Theory of Moral Sentiments (1759) . Menurut Boulding, adalah David Ricardo yang awalnya bertanggungjawab atas proses pereduksian ilmu ekonomi menjadi disiplin yang bebas budaya. Sementara itu, Amitai Etzioni, pemikir sosial Amerika terkemuka, dalam The Moral Dimension: Toward a New Economics (1988), menggugat paradigma neo-klasik yang terlalu keakuan (individualistik) dan paradigma sosial-konservatif yang terlalu kekitaan (sentralistik). Sebagai jalan tengah, Etzioni menawarkan paradigma baru berbasis moral, Aku dan Kita. Thorstein Veblen dalam The Theory of Leisure Class, juga mencela kapitalisme dan keanehan prilaku uang yang tidak hanya digunakan sebagai alat tukar tetapi justru menundukkan manusia. Dalam sistem kapitalis, uang telah menciptakan uang melalui praktek riba (usury). Riba secara harfiah berarti tambahan dan secara umum ditafsirkan sebagai bunga (interest). Riba sangat bertentangan dengan moralitas dan secara tegas dilarang oleh semua agama mulai dari Hindu, Buddha, Judaisme, Kristen dan Islam (Visser & McIntosh, 1988). Filosof dan Sang Guru Pertama, Aristoteles pun mengecam secara tegas praktek riba. Depresi dan krisis ekonomi pada dasarnya disebabkan oleh praktek

Etika Ekonomika
Selama tiga abad terakhir, umat manusia di berbagai belahan dunia telah mengamalkan empat ideologi utama yakni kapitalisme, sosialisme, nasionalis-fasisme dan negara sejahtera (welfare state). Semuanya dibangun di atas aksioma bahwa agama dan moralitas terpisah dari aktivitas ekonomi.
engan nada provokatif namun logis Kurshid Ahmad, seorang ekonom Muslim, menyatakan bahwa prestasi keempat sistem ekonomi tersebut di bidang tertentu patut dicatat. Namun semuanya telah gagal memecahkan problem utama ekonomi umat manusia. Fasisme adalah ideologi yang pertama masuk ke dalam keranjang sampah sejarah. Dan sosialisme adalah tuhan yang terakhir tumbang. Adalah naif menganggap bahwa dengan tersisihnya sosialisme tersebut, maka kapitalisme dan negara sejahtera akan dapat bertahan, kata Ahmad. Ekonom Barat umumnya, termasuk Max Weber, memandang bahwa ilmu ekonomi adalah disiplin yang bebas nilai. Senada dengan itu, Lionel Robbins menyatakan bahwa nilai hanya berperan dalam ilmu ekonomi normative (seperti ekonomi politik), sedangkan ilmu ekonomi

Wacana

02/Agustus 2001

riba . Karenanya para kritikus berpendapat bahwa riba merupakan penyakit yang paling berbahaya dan terburuk dari kapitalisme. Sistem ekonomi berdimensi moral dan kultur merupakan solusi alternatif atas berbagai ketimpangan ekonomi. Dalam hal ini, sistem ekonomi Islam memberikan jawaban yang paling menjanjikan. Mengapa? Karena sistem ekonomi Islam didasarkan pada prinsip-prinsip yang universal, adil, seimbang, manusiawi dan fitrah (suci) sesuai tuntunan Allah dalam AlQuran dan Al-Hadist. Sebagai dasar hukum syariah, AlQuran dan Al-Hadist mengatur mengenai seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat manusia mulai dari aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya yang sesuai dengan petunjuk Allah. Sistem etika Islam didasarkan pada inti ajaran Islam yakni keesaan Tuhan (Tawhid) dan fitrah kesucian manusia sebagai hamba (abdi) Allah yang diberi amanah sebagai pemimpin (khalifah) untuk memakmurkan alam beserta isinya (rahmatan lil alamiin). Sebenarnya, sejak awal para ilmuwan Islam seperti Abu Yusuf (731-798), Al Ghazali (1058-1111) Ibnu Taimiyah (1262-1328), dan Ibnu Khaldun (1332-1406), telah mengembangkan pemikiran ekonomi Islam. Sayangnya, karya-karya mereka luput (atau sengaja diluputkan?) dalam catatan sejarah pemikiran ekonomi dunia. Navqi, seorang ekonom Muslim, memformulasikan etika ekonomi Islam dalam empat serangkai aksioma yakni kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will) dan pertanggungjawaban (responsibility). Dalam prakteknya, sistem ekonomi dan keuangan Islam didasarkan pada lima prinsip utama. Pertama adalah larangan riba. Ini merupakan karakteristik utamanya.

Kedua, pembagian risiko (risk sharing) antara kreditur dan debitur . Dalam Islam, uang adalah modal potensial yang akan menghasilkan apabila diinvestasikan dalam kegiatan produktif. Ketiga, larangan spekulasi. Keempat, kejelasan kontrak. Islam menganjurkan kewajiban kontraktual dan keterbukaan (information disclosure) untuk mengurangi risiko akibat asymmetric information dan moral hazard. Kelima, hanya membolehkan aktivitas yang sesuai syariah. Sistem ekonomi Islam memang memiliki keunggulan yang tak diragukan lagi. Baik secara teoritis maupun praktis terbukti telah diterapkan secara berhasil pada masa kejayaan Islam. Apalagi sistem ini mendapat jaminan penuh dari Allah seperti tertulis dalam KitabNYA. Bercermin pada situasi saat ini, dibutuhkan kesadaran, komitmen, dan serta kebersamaan khususnya umat Islam seluruh dunia untuk menerapkan sistem ini secara lebih luas dan konsisten. Agar sistem ini mampu meraih kemenangan dalam menjawab berbagai tantangan dan permasalahan ekonomi dunia yang semakin kompleks mutlak diperlukan perjuangan. Dan ini adalah suatu pilihan. (nanggar).

Sebagai dasar hukum syariah, Al-Quran dan Al-Hadist mengatur mengenai seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat manusia mulai dari aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya yang sesuai dengan petunjuk Allah.

Wacana

02/Agustus 2001

You might also like