You are on page 1of 21

ABORSI DAN PREFERENSI PRO-LIFE DI TIMOR-LESTE

(Dalam Sorotan Etika, Ajaran Katolik, dan Cdigo Penal)


Makalah (Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Nilai Mata-Kuliah Hukum Pidana)

Oleh:

Joanina da Costa
NIM: 11.02.01.347

FACULDADE DE DIREITO UNIVERSIDADE DA PAZ (UNPAZ) FILIAL MALIANA MALIANA, TIMOR-LESTE TAHUN AKADEMIK: 2013/2014

KATA PENGANTAR
Menjelajahi keseluruhan mutatan konseptual dan seluk-beluk Aborsi dan Preferensi Pro-Life di Timor-Leste dalam Sorotan Etika, Ajaran Katolik, dan Cdigo Penal memang bukan hal yang enteng bak membalikkan telapak-tangan. Karya-ilmiah berbentuk Makalah ini sungguh tidak sekedar karangan-biasa yang hanya disinggahi sambil-lalu saja. Proses pergulatan berbagai literatur ilmiah serta usaha-keras untuk menuangkan berbagai data dan fakta yang ditemukan, sungguh didukung oleh berbagai pihak. Kendati pergumulan teoretis serta kinerja ilmiahnya begitu melelahkan, tapi Penulisan Makalah ini akhirnya bisa dirampungkan dalam suasana lega bercampu r bangga. Rasa bangga itu tidak sekedar dihayati secara pribadi, tapi diekspresikan dalam bentuk ucapan rasa Terima-Kasih untuk siapa saja yang punya kebaikan-hati dan kebeningan-nurani dalam menuntun, membimbing, dan meretas jalan rasional bagi penulis selama proses penggarapan hingga penyelesaian karya-ilmiah ini. Jadinya, apresiasi dan cetusan rasa Terima-Kasih patut dialamatkan secara vertikal. Pertama dan terutama, Kebaikan dan Penyertaan Ilahi adalah sebuah keniscayaan. Karena itu, rasa Terima Kasih kepada Tuhan penulis ekspresikan dalam bentuk Puji dan Syukur atas Terang Ilahi-Nya yang sungguh memberi cahaya bagi rasio penulis yang sebelumnya masih dibalut gulita ketidaktahuan. Dalam lingkup akademik, penulis juga ingin menghaturkan limpah terima-kasih secara vertikal-hirarkis kepada: 1. Koordinator Universidade da Paz (UNPAZ) Filial Maliana yang dengan ikhlas memberi kemudahan bagi penulis dalam menggunakan fasilitas kampus demi menggarap dan menyelesaikan karya-ilmiah ini. 2. Dosen Mata-Kuliah Hukum Pidana yang in bonam partem (dengan baik-hati) telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis hingga Makalah ini dapat dirampungkan tepat pada waktunya. 3. Semua Dosen Fakultas Hukum UNPAZ-Filial Maliana yang turut memotivasi dan memberikan dorongan-moril bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan Makalah ini.

ii

4. Tak lupa pula rasa Terima-Kasih patut dialamatkan buat teman-teman sekelas yang, dengan cara mereka masing-masing, turut menyumbang berbagai gagasansegar demi memperkaya penulisan ini. Alhasil, penulis harus mengakui bahwa bobot-kandungan Makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, berbagai masukan dan kritik-konstruktif dari para pembaca yang budiman-budiwati, akan penulis terima dengan ikhlas-hati. Memang, seperti itulah kata para pendekar: Di Atas Langit, Masih Ada Langit....!. Semoga...!* ***

Maliana, 19 November 2013.

Penulis,

Joanina da Costa

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................... i Kata Pengantar ............................................................................................................... ii Daftar Isi ....................................................................................................................... iv

BAB I: PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............. 2 1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................................ 3

BAB II: LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Abortus dan Aborsi ................ 4 2.2. Jenis-Jenis Aborsi ............................ 4 2.2.1. Abortus Spontaneus (Keguguran) ......................................................................... 4 2.2.2. Abortus Provocatus (Pengguguran) ...... 5 2.3. Kontroversi Aborsi ................................................................................................... 6 2.3.1. Kubu Pro-Choice ................................................................................................... 6 2.3.2. Pihak Pro-Life ........................................................................................................ 6 2.4. Pandangan Etika/Moral Tentang Aborsi ..... 7 2.4.1. Hak Perempuan Hamil .............................. 7 2.4.2. Soal Janin .................................................. 8 2.4.3. Ikhwal Kehidupan ..................................... 9

BAB III: PEMBAHASAN

10

3.1. Melerai Kontroversi Pro-Life vs Pro-Choice ........... 10 3.2. Preferensi Pro-Life di Timor-Leste ....................................... 10 3.2.1. Ajaran Gereja Katolik ............................. 11 3.2.2. Cdigo Penal Timor-Leste (CPTL) ................... 13

iv

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN

14

4.1. Kesimpulan ................................... 14 4.2. Saran ..................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...... 16

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sudah menjadi keniscayaan, bahwa masalah aborsi adalah masalah perempuan, entah sebagai ibu maupun calon-ibu. Mengandung dan melahirkan adalah kodrat perempuan. Cuma fetus atau janin yang dikandungnya menjadi persoalan semua orang, walau sebagian besar keputusan tentang isi-kandungan bergantung pada sang ibu hamil. Pihak-pihak lain yang terlibat atau dilibatkan dalam aborsi adalah mereka yang turut mempengaruhi kehamilan serta proses kehidupan janin dalam rahim. Memilih untuk mempertahankan kehidupan janin dalam rahim atau menggugurkannya adalah dua opsi-problematis yang senantiasa diperdebatkan. Memang, aborsi atau pengguguran-kandungan adalah masalah serius yang memprihatinkan berbagai kalangan di negeri ini. Kasus aborsi di Timor-Leste hampir selalu menghiasi pemberitaan media entah TVTL, radio, maupun surat-kabar. Cuma yang disayangkan adalah keprihatinan atas aborsi demi mendukung kehidupan janin rupanya menjadi dilema bagi sang perempuan, terutama mereka yang hamil di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy). Dilema unwanted pregnancy ini menyediakan tiga pilihan bagi perempuan: menjadi ibu (orang-tua), adopsi, dan aborsi. Pilihan seperti ini sering diperdebatkan oleh kelompok-kelompok pro-life (yang menghendaki kehidupan manusia sejak berada dalam rahim hingga terlahir dan menjadi dewasa) dan pro-choice atau pro-aborsi (yang menekankan hak perempuan untuk mengambil keputusan atas tubuhnya sendiri). Terlepas dari kontroversi yang berkembang antara kubu anti-aborsi maupun propilihan, maka konteks lokal Timor-Leste menjadi menarik untuk dicermati. Terutama dalam kaitannya dilema apakah janin dapat digugurkan demi keselamatan ibu ataukah kehidupan janin mesti dipertahankan sebagai hak hidup yang sama seperti semua orang. Terkait dengan judul "Aborsi dalam Preferensi Pro-Life di Timor-Leste", Makalah ini bakal mencari-tahu alasan-alasan yang memperkuat sikap anti-aborsi, sambil menyorotinya dari segi etika, agama (Katolik) serta Cdigo Penal Timor-Leste (CPTL) yang diberlakukan di negeri ini.

1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang secara langsung bertautan dengan judul tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Apa definisi dan jenis-jenis aborsi serta bagaimana alasan-alasan yang dikemukakan oleh pihak anti-aborsi (pro-life) dan pro-aborsi atau pro-choice? Bagaimana menghubungkan kasus aborsi (pengguguran kandungan) dengan Hukum-Pidana RDTL (Cdigo Penal Timor-Leste) serta disiplin Etika dan Ajaran Agama Katolik di Timor-Leste?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berkaca pada latar bekakang pembeberan gejala umum sebagaimana dipaparkan di atas, dapat disebutkan beberapa tujuan penulisan yang dianggap bisa dijadikan acuanalternatif, antara lain: 1. Menjabarkan dan menuangkan gagasan dalam bentuk penulisan makalah agar koherensi logis penalaran mahasiswa-mahasiswi dapat dibiasakan. 2. Melatih mahasiswa-mahasiswi untuk menulis dan menjabarkan persoalan secara sistematis menuju pencarian solusi dan penarikan konklusi menurut metodologi dan hukum-hukum ilmiah baku yang telah ditetapkan entah secara universal ataupun dalam level Universidade da Paz (UNPAZ) Filial Maliana. 3. Merangsang kreativitas mahasiswa-mahasiswi untuk mengamati dan menganalisis masalah aborsi dalam perspektif etika, hukum-pidana, serta Ajaran Agama (Katolik), yang berimpak langsung pada kondisi hidup masyarakat lokal TimorLeste. 4. Membiasakan mahasiswa-mahasiswi untuk mengakrabi masalah-masalah sosialkemasyarakatan secara konkret serta berupaya mencari terobosan-alternatif di balik alasan mengapa Timor-Leste berpihak pada prinsip 'pro-life' atau anti-aborsi. 5. Tulisan ini juga bertujuan menyumbang gagasan-gagasan segar sebagai referensi bagi Pemerintah RDTL dan aparatus penegak hukum untuk terus mengontrol perempuan calon-ibu yang berniat melakukan aborsi. 6. Bagi masyarakat secara keseluruhan, penulisan makalah ini bertujuan agar dapat menghargai dan mempertahankan kehidupan manusia mulai dari dalam rahim (janin) hingga terlahir dan dibesarkan menjadi dewasa.

BAB II LANDASAN TEORI


2.1. Definisi Abortus dan Aborsi Abortus adalah keluarnya janin dari dalam kandungan sebelum janin itu mampu hidup mandiri.1 Hal itu berarti bahwa janin yang digugurkan itu belum mencapai usia 20 minggu. Sejalan dengan pemikiran ini, maka dapat dikatakan bahwa abortus adalah suatu tindakan mengakhiri kehamilan sebelum masa usia 20 minggu ata sebelum janin mencapai berat 100gr.2 Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa abortus itu dilakukan sebelum janin mencapai usia 20 minggu adalah dengan keluarnya darah pada rahim sang ibu/wanita, yang bila dibandingkan dengan kehamilan normal, darah itu tidak boleh keluar dari rahim sang ibu/wanita itu. Menurut A. Heuken SJ, abortus adalah gugurnya buah kandungan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa abortus itu kalau dilakukan atau terjadi tanpa disengaja atau dengan sendirinya, maka abortus itu dimengerti sebagai keguguran. Tapi kalau abortus itu dilakukan dengan sengaja, dalam arti direncanakan, maka abortus itu disebut pengguguran atau aborsi.3 Nama lain dari aborsi adalah abortus provocatus atau pengguguran kandungan karena kesengajaan. Dalam kamus Latin-Indonesia sendiri, abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran. Pengertian aborsi atau Abortus Provocatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya.4

2.2. Jenis-jenis Aborsi Ada beberapa jenis aborsi yang biasanya dilakukan antara lain:

2.2.1. Abortus Spontaneus (Keguguran) Abortus spontaneus adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya karena faktor-faktor alamiah. Abortus ini sering disebut pula sebagai abortus alami atau abortus natural.

1 2

Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. (Jakarta: Cipta Adi Putera, 1990), hal. 22. Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. (Jakarta: Ichtiar Baru, 1980), hal. 60. 3 Adolf Heuken, SJ. Ensiklopedi Gereja. (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1991), hal. 18. 4 Kusmaryanto, SCJ., Kontroversi Aborsi. (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 203.

Artinya yang terjadi di luar kehendak manusia atau abortus yang tidak direncanakan. Abortus spontan ini terjadi karena adanya reaksi alam yang datang dari rahim wanita yang sedang mengandung terhadap janinnya, yang perkembangannya terjadi sedemikian rupa sehingga janin itu tidak mungkin dapat dipertahankan lagi.5 Adapun abortus spontaneus ini terdiri dari:

Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

Abortus incompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

Abortus completus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

2.2.2. Abortus Provocatus (Pengguguran) Abortus provocatus adalah abortus yang terjadi karena intervensi atau campurtangan manusia.6 Abortus provocatus ini masih dapa dibedakan dalam 2 bentuk, yakni abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis. Abortus provocatus medicinalis adalah abortus provocatus yang dilakukan atas alasan medis. Misalnya, abortus dilakukan dalam rangka pengobatan ibu. Secara tidak langsung tindakan ini melibatkan dokter yang melakukan pengguguran atau menganjurkan abortus dengan alasan medik dalam kasus-kasus tertentu.7 Sedangkan abortus provocatus criminalis adalah pengguguran yang dilakukan tanpa alasan medis atau aborsi dengan alasan tidak memadai secara moral. Abortus ini sering disebut sebagai abortus ilegal, atau pengguguran secara sembunyi-sembunyi atau gelap.8 Sering disebut pula sebagai abortus karena ada unsur kesengajaan, karena merupakan
5 6

bentuk

tindakan

pengrusakan

terhadap

hidup

manusia

dalam

Albertus Sujoko, MSC. "Etika Biomedis, Catatan Kuliah 'Etika Sosial'. (Pineleng: 2000), hal. 38. Ibid., hal. 39. 7 Kartono Momamad, Teknologi Kedokteran dan Tanggung Jawabnya Terhadap Bioetika. (Jakarta: Gramedia, 1992), hal. 42. 8 Albertus Sujoko, MSC. "Etika Biomedis, Catatan Kuliah 'Etika Sosial'. Loc.cit.

perkembangannya. Dengan gagasan ini tentu hal ini diperhadapakan pada abortus intensional, yakni abortus yang disengaja.9

2.3. Kontroversi Aborsi 2.3.1. Kubu Pro-Choice Kubu Pro-Choice menyetujui legalisasi aborsi atas permintaan, mereka menamakan dirinya sebagai pro-pilihan. Kelompok ini setuju pada pilihan dan cenderung percaya bahwa fetus bukan makhluk manusiawi, atau dia (jika makhluk manusia) tidak mempunyai hak dan kepentingan dan tidak logis dilukiskan sebagai tak bersalah atau pun bersalah. Bahkan mereka mengatakan bahwa reproduksi manusia merupakan masalah yang sangat serius, pada umumnya berpandangan bahwa hak wanita akan kebebasan prokreatif bersifat mutlak dan harus tidak dihalangi. Bagi yang pro-aborsi (pro-choice) berpandangan bahwa perempuan mempunyai hak penuh atas tubuhnya. Ia berhak untuk menentukan sendiri mau hamil atau tidak, mau meneruskan kehamilannya atau menghentikannya.

2.3.2. Pihak Pro-Life Sementara kelompok pro-life anti dan menentang aborsi. Kelompok ini memandang bahwa fetus manusia merupakan makhluk yang tidak bersalah dan tidak boleh dibunuh dalam situasi apa pun. Bagi mereka, fetus memiliki hak atas kehidupan yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, sama seperti membunuh orang yang tidak bersalah tidak bisa dibenarkan, karena ia berhak atas kehidupan. Kelompok pro-life berpandangan bahwa hak wanita akan kebebasan prokreatif tidak mutlak. Maka aborsi dalam lingkup tertentu boleh jadi kurang jahat dibanding kejahatan lainnya. Akan tetapi tidak ada kejahatan, betapa pun kurang, yang secara moral netral. Bagi yang kontra aborsi (PRO-LIFE), wacana hak ini dikaitkan dengan janin. Bagi mereka aborsi adalah pembunuhan kejam terhadap janin. Padahal ia juga manusia yang punya hak hidup. Namun akhir-akhir ini, wacana mengenai hak ibu semakin menguat bersamaan dengan isu-isu kesehatan reproduksi. Dikatakan pula bahwa pelayanan aborsi yang aman adalah hak atas kesehatan reproduksi.
9

Eduaart Bone, Bioteknologi dan Bioetika. (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 53.

2.4. Pandangan Etika/Moral tentang Aborsi Berikut ini hendak dipaparkan pola argumentasi etika/moral yang secara kritis digunakan dalam memperjuangkan pelaksanaan atau penolakan praktek aborsi.

2.4.1. Hak Perempuan Hamil Bagi pihak yang menyetujui aborsi, pendekatan hak adalah jalur pemikiran yang paling banyak ditempuh. Mereka menekankan bahwa perempuan hamil mempunyai hak untuk menguasai tubuhnya sendiri. Perempuan berhak untuk mengambil keputusan mau melanjutkan kehamilannya, atau sebaliknya mau menghentikannya, artinya

menggugurkan kandungannya. Orang lain tidak boleh ikut campur dalam keputusan ini. Jika argumentasi ini dikemukakan dengan cara ekstrim, hak atas aborsi ini sering dimengerti sebagai suatu hak mutlak. Tetapi, jika argumentasi dikemukakan dengan lebih moderat, hak atas aborsi bisa dipertimbangkan lagi terhadap faktor-faktor lain.10 Banyak hal dapat dikatakan tentang argumentasi ini. Pertama, tentu tidak benar bahwa perempuan hamil boleh melakukan apa saja dengan tubuhnya. Dalam arti, ia tidak menguasai tubuhnya sendiri secara penuh.11 Kedua, karena kondisi kehamilan diakibatkan oleh hubungan seksual, perempuan hamil tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab atas kondisinya tersebut. Tetapi segera perlu ditambahkan, tanggung jawab tersebut menyangkut kedua insan yang melibatkan diri dalam hubungan seksual, laki-laki maupun perempuan. Mereka tidak bertanggung jawab bila melibatkan diri dalam hubungan ini, tetapi serentak juga tidak acuh terhadap akibatnya. Tanggung jawab ini tidak berlaku dalam kasus di mana kehamilan terjadi di luar kehendak perempuan bersangkutan, seperti akibat perkosaan. Ketiga, dan yang paling penting, janin dalam kandungan bukan merupakan sebagian tubuh perempuan hamil (pars viscerum matris). Janin tersebut adalah manusia baru dan karena itu harus dihormati juga sebagai manusia. Memang benar, janin belum dapat hidup tanpa ibunya.

10 11

K. Bertens, Aborsi Sebagai Masalah Etika. (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hal. 26-34. Thomson secara berbeda menggarisbawahi bahwa aborsi adalah hak asasi wanita yang mengalir dari otonominya untuk mengatur tubuhnya, yakni menentukan apa yang boleh dan tidak boleh terjadi di dalam tubuhnya. Sekalipun janin itu adalah persona, akan tetapi karena janin itu melanggar hak otonomi dan penentuan diri si wanita, maka janin kehilangan hak untuk hidup (CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 159).

Dalam semua sistem oraganis yang vital (peredaran darah, pernapasan, nutrisi, dan lain-lain) ia tergantung dari ibunya. Baru setelah kira-kira dua pertiga periode kehamilan lewat, pada prinsipnya ia dapat hidup di luar rahim ibunya (berarti, kira-kira setelah minggu ke-24), tetapi hanya kalau didukung oleh kondisi perawatan yang optimal (seperti inkubator) dan dalam keadaan itu pun keberhasilan untuk bertahan hidup tidak selalu terjamin. Setelah ia lahir secara normal dan semua organ tubuhnya berfungsi sendiri, ia masih membutuhkan asuhan orang tua atau orang lain, supaya dapat hidup. Tetapi kendati seluruh ketergantungan yang mendasar ini, sejak permulaaannya janin adalah manusia baru, dan harus diperlakukan serta dihormati sebagai manusia, sekalipun amat banyak potensinya belum terealisasi.

2.4.2. Soal Janin Di sisi lain, wacana hak bisa dipakai juga untuk menolak aborsi sebagai hal yang tidak etis. Sebab, bukan saja ibu hamil mempunyai hak, janin dalam kandungan pun mempunyai hak, yaitu hak untuk hidup. Argumentasi ini memang banyak dipakai untuk menolak aborsi. Tetapi argumentasi ini juga tidak luput dari kesulitan. Pertama, tidak dapat dikatakan bahwa janin mempunyai hak legal. Tidak ada sistem hukum yang mengakui hak-hak janin dalam arti hukum, walaupun hukum di banyak negara melindungi kehidupan insani yang belum dilahirkan (dengan banyak variasi), dan sulit dibayangkan bahwa hukum dapat memberikan hak seperti itu. Kedua, kalau kita berbicara tentang hak janin untuk hidup, yang dimaksud hanyalah hak moral (bukan hak legal). Hak moral merupakan hak dalam arti yang sesungguhnya juga, biarpun tidak dapat dituntut melalui jalur hukum, seperti halnya hak legal. Jawaban atas pertanyaan, Apakah janin mempunyai hak (moral) untuk hidup, tentu tergantung pada status moral yang diakui bagi janin. Masalah ini berkaitan erat dengan pandangan tentang permulaan hidup manusia. Mereka yang berpendapat bahwa embrio merupakan manusia dalam arti sepenuhnya sejak saat konsepsi, secara logis harus juga mengakui hak janin sejak saat itu.12

12

Secara negatif Jenny Teichman mengungkapkan, Jika ... berpandangan menghancurkan individu manusia sebelum kelahiran tidak salah, maka tidak salah juga menghancurkan bayi-bayi muda sesudah lahir. Jenny Teichman, Etika Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.117.

2.4.3. Ikhwal Kehidupan Hormat untuk kehidupan merupakan suatu tuntutan etis yang secara khusus disadari di zaman sekarang, saat lingkungan hidup mendapat perhatian istimewa dan memang pantas diberi perhatian demikian. Mengapa kehidupan kita harus dihormati? Karena kehidupan merupakan suatu nilai yang paling mendasar untuk kita semua. Dengan menghormati kehidupan, kita menghormati kondisi kehidupan kita sendiri. Jika kehidupan dalam salah satu bentuknya terancam, berarti eksistensi kita sendiri ikut terancam. Hormat untuk kehidupan merupakan suatu norma moral yang sangat aktual bagi zaman kita dan bagi masa depan planet kita. Norma ini berlaku untuk semua manusia, tetapi secara khusus untuk orang beragama yang mengakui Tuhan sebagai Pencipta. Bagi orang beragama, memelihara kehidupan berarti mengemban tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Dalam rangka agama, manusia dianggap sebagai wakil Tuhan atau steward karena kepadanya dipercayakan pemeliharaan alam. Hormat untuk kehidupan manusia merupakan suatu norma moral yang paling fundamental. Tentang hormat untuk kehidupan manusia ada alasan tambahan, yakni kita semua termasuk masyarakat manusia. Kita harus menghormati kehidupan manusia, karena kita sendiri boleh mengharapkan dan bahkan menuntut agar orang lain menghormati kehidupan kita juga. Dalam konteks masalah aborsi, pikiran ini tidak dapat diterapkan secara langsung, karena janin belum merupakan anggota masyarakat seperti manusia lain yang kita jumpai setiap hari. Tetapi dalam arti lebih luas janin termasuk masyarakat juga, karena kita semua masuk ke dunia dengan cara yang sama seperti janin ini. Karena itu ibu hamil yang merencanakan pengguguran kandungannya selalu bisa bertanya apakah dia menyetujui, bila ibunya sendiri melakukan hal itu terhadap dia dulu.13 Secara negatif, wacana ini dapat dirumuskan sebagai larangan, Jangan membunuh. Pembunuhan manusia merupakan suatu kejahatan paling besar. Tapi, bagaimanapun, hormat untuk kehidupan bukan merupakan suatu norma absolut. Tetap ada pengecualiannya. Berarti, tidak setiap killing merupakan murder juga.

13

The golden rule (hukum emas) yang berlaku di masyarakat pada umumnya menyatakan, Perbuatlah apa yang ingin orang lain perbuat bagi diri anda, dan janganlah berbuat apa yang tidak anda kehendaki orang lain perbuat bagi diri anda (CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, hlm. 162).

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Melerai Kontroversi Pro-Life vs Pro-Choice Terdapat dua argumentasi kontradiktif perihal aborsi, yakni pihak pro-life dan kubu prochoice. Pihak pro-life berpendirian bahwa melakukan aborsi adalah tindakan terlarang, haram dan tidak bermoral. Argumentasi mereka adalah janin yang dikandung dalam rahim seorang wanita merupakan makhluk yang mempunyai hak untuk hidup dan wajib dijaga kehidupannya. Melakukan aborsi berarti membunuh manusia, yang berarti tidak hanya melanggar hak azasi, tetapi lebih dari itu melanggar hak hidup manusia. Sebaliknya, kubu pro-choice berpendirian bahwa melakukan aborsi adalah halal, dan melarang aborsi berarti melanggar hak-hak asasi manusia,terutama hak asasi wanita hamil. Gerakan justru pro-choice beranggapan bahwa wanita yang hamil bertanggung jawab terhadap dirinya dan mempunyai hak untuk memilih, menentukan sekaligus menguasai apapun yang terjadi pada tubuhnya. Karena mempunyai hak terhadap dirinya, seorang wanita hamil berhak menentukan apakah akan terus melanjutkan kehamilannya atau ingin menghentikan kehamilannya (melakukan aborsi). Alasan pihak pro-choice sebenarnya mudah dipatahkan dengan tiga alasan. Pertama, janin bukan bagian dari tubuh wanita. Kedua, kehamilan bukan hasil karya sendiri. Ketiga, hak atas diri bukan hak yang mutlak. Tidak dari sisi moral yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat manusia, karena sesungguhnya umat manusia itu adalah umat yang mulia dan membunuh satu nyawa berarti membunuh semua orang. Sebaliknya, menyelamatkan satu nyawa berarti

menyelamatkan nyawa semua orang. jadi aborsi adalah perlakuan yang membunuh nyawa, berarti melakukan suatu amoral.

3.2. Preferensi Pro-Life di Timor-Leste Bagaimanapun juga, debat-kusir tentang konsep etika antara dua kubu 'Pro-Life' dan 'Pro-Choice', Timor-Leste tetap berpihak pada prinsip 'Pro-Life/Anti-Aborsi'

(mendukung kehidupan) janin yang ada dalam rahim. Hal ini dengan jelas tercantum dalam Ajaran Gereja Katolik maupun Cdigo Penal Timor-Leste (CPTL).

10

3.2.1. Ajaran Gereja Katolik Ajaran Gereja Katolik Timor-Leste tentang kehidupan sejalur dengan Kebijakan Vatikan (Roma). Mengenai aborsi, Gereja Katolik bersikap pro- life karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik.14 Gereja Katolik juga mendasarkan diri pada analisis science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu proses tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sekedar sel manusia.15 Masalahnya, orang-orang yang pro-choice tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan menghembuskan jiwa kepada manusia baru ciptaanNya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal dari fetus yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia. Sejak abad pertama Gereja telah menyatakan abortus sebagai kejahatan moral. Ajaran itu belum berubah dan tidak akan berubah. Abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana, merupakan pelanggaran berat melawan hukum moral: "Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan" (Didache 2,2) Bdk. Surat Barnabas 19,5; Diognet 5,5; Tertulianus, apol. 9.. "Allah, Tuhan kehidupan, telah mempercayakan pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan
14

Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, Human Life Begins at Conception, in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986), p. 16. 15 "Life Begins at Fertilization", dalam: http://www.princeton.edu/~prolife/articles/embryoquotes2.html.

11

sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat. Pengguguran dan pembunuhan anak merupakan tindakan kejahatan yang durhaka" (GS 51,3). Keterlibatan aktif dalam suatu abortus adalah suatu pelanggaran berat. Gereja menghukum pelanggaran melawan kehidupan manusia ini dengan hukuman Gereja ialah ekskomunikasi. "Barang siapa yang melakukan pengguguran kandungan dan berhasil terkena ekskomunikasi" (CIC, can. 1398), "(ekskomunikasi itu) terjadi dengan sendirinya, kalau pelanggaran dilaksanakan" (CIC, can. 1314) menurut syarat-syarat yang ditentukan di dalam hukum (Bdk. CIC, cane. 1323-1324.). Dengan itu, Gereja

tidak bermaksud membatasi belas kasihan; tetapi ia menunjukkan dengan tegas bobot kejahatan yang dilakukan, dan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi, yang terjadi bagi anak yang dibunuh tanpa kesalahan, bagi orang-tuanya dan seluruh masyarakat. Kitab Suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia sejak dalam kandungan ibu: Yes 44:2: Beginilah firman TUHAN yang menjadikan engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya, sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya. Ayb 31: 15: Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim? Ayub menyadari bahwa ia dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk oleh Allah sejak dalam kandungan. Perintah Allah "Jangan Membunuh" secara jelas tercantum dalam Kitab Suci (Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18). Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 1 Yoh 3:15 Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya. Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun tak ingin ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau, kalau kita mengatakan bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di dalam mahluk ciptaan-Nya yang terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita malah harus sedapat mungkin memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.

12

3.2.2. Cdigo Penal Timor-Leste (CPTL)


Dalam Pasal 141 Ayat 1-3 Cdigo Penal Timor-Leste (CPTL)16 dengan jelas dinyatakan bahwa: Pasal 1: Quem, por qualquer meio e sem consentimento da mulher grvida, a fizer abortar punido com pena de priso de 2 a 8 anos. (=Barangsiapa, dengan berbagai cara dan tanpa sepengetahuan wanita hamil, melakukan abosi diancam dengan pidana penjara dua tahun sampai delapan tahun). Pasal 2: Quem, por qualquer meio e com consentimento da mulher grvida, a fizer abortar punido com pena de priso at 3 anos. (=Barangsiapa, dengan berbagai cara dan dengan sepengetahuan wanita hamil, melakukan abosi diancam dengan pidana penjara sampai tiga tahun). Pasal 3: A mulher grvida que der consentimento ao aborto praticado por terceiro, ou que, por facto prprio ou alheio, se fizer abortar, punida com pena de priso at 3 anos. (=Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya

atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara sampai tiga tahun). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelarangan aborsi di Timor-Leste berdasarkan pertimbangan bahwa janin adalah orang, jadi aborsi adalah pembunuhan dan melanggar hukum. Nyawa seseorang boleh dicabut demi melindungi nyawa orang lain; tapi kita tidak berhak membawa maut ke dalam suatu situasi di mana tidak ada maut dan ancaman maut. Hal tersebut bisa diartikan bahwa aborsi tidak boleh dilakukan mengingat embrio atau janin itu hidup, walaupun janin tersebut nantinya akan dilahirkan dengan cacat parah. Jika sang ibu dan janin masih bisa diselamatkan, aborsi tidak layak dilakukan. Separah apapun apa yang disebut cacat oleh manusia, Tuhan punya rencana bagi setiap orang karena Tuhanlah yang merancang kita. Tidak ada seorang pun yang dapat menentukan kualitas hidup seseorang. Namun dalam kasus kehamilan ektopik terganggu, dimana kematian embrio dilakukan untuk menyelamatkan sang ibu, hal tersebut nampaknya merupakan pengecualian karena jika tidak, maka maut akan menimpa keduanya.

16

Cludio Ximenes, Cdigo Penal - 2a Edio. (Dili: Tribunal de Recurso, 2010), pp. 91-92.

13

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan Darai penjabaran konseptual dalam keseluruhan Makalah ini dapat dperoleh beberapa titik-simpul berikut: Pertama, aborsi adalah penghentian kehamilan dimana janin berusia kurang dari 20 minggu. engguguran kandungan alias aborsi (abortus, bahasa Latin) secara umum dapat dipilah dalam dua kategori, yakni aborsi alami (abortus natural) dan aborsi buatan (abortus provocatus), yang termasuk di dalamnya abortus provocatus criminalis, yang merupakan tindak kejahatan dan dilarang di Timor-Leste. Kedua, masalah aborsi menimbulkan kontroversi antara dua kubu: pro-life dan pro-choice. Kelompok pro-life berargumen bahwa setiap manusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup , dan hak seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia universal. Janin mempunyai hak hidup yang tidak boleh dirampas oleh siapapun termasuk ibu yang mengandungnya. Sementara kubu pro-choice beranggapan bahwa seorang perempuan berhak menentukan pilihan atas tubuhnya, dan hak menentukan pilihan tersebut adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi. Keputusan menggugurkan atau mempertahankan kandungan adalah hak mutlak ibu yang mengandung. Pandangan ini berawal dari keinginan untuk mengurangi angka kematian ibu akibat aborsi. Karena dengan melarang aborsi, ternyata ibu akan melakukan aborsi menggunakan jasa-jasa aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) sehingga banyak ibu meninggal karena aborsi. Ketiga, dalam kasus aborsi, Timor-Leste menganut prinsip pro-life atau antiaborsi. Hal ini secara jelas diatur dalam Pasal 141 Cdigo Penal maupun dalam Ajaran Gereja Katolik di Timor-Leste. Fokus utama adalah kehidupan manusia sebagai totalitas, mulai dari dalam rahim hingga terlahir dan menjadi dewasa. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan murni (kode genetik DNA), juga terbukti bahwa saat pembuahan terjadi, seorang manusia yang baru dan unik tercipta sehingga hak untuk hidup bukan saja dimiliki seseorang saat dia berada di luar rahim. Jadi, janin adalah manusia yang otonom dan memiliki hak hidup. Menggugurkan janin adalah membunuh seorang manusia yang akan dilahirkan dan menjadi dewasa seperti kita semua.

14

4.2. Saran Kandungan Paper ini akhirnya menyisakan segelintir sumbang-saran berikut: Menjelaskan masalah aborsi kepada semua lapisan masyarakat. Kalangan kampus UNPAZ Filial Maliana, khususnya mahasiswa-mahasiswi dan para dosen Fakultas Hukum serta Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), hendaknya lebih rutin memperdalam serta menganalisis masalah aborsi untuk dikaitkan dengan konteks lokal negeri ini. Pihak medis Timor-Leste, perlu membuka diri terhadap dialog yang lebih terbuka menghadapi kasus ini bila ingin merancang Kode Etik Kedokteran RDTL yang bakal mengatur juga tentang aborsi. Pihak yuridis serta aparatus hukum negeri ini perlu mendiskusikan serta mensosialisasikan masalah aborsi bila ingin merancang dekrit-hukum atau peraturan perundang-undangan tertentu yang mengatur tentang aborsi. Perlu adanya sosialisasi akan bahaya aborsi. Perlu adanya sosialisasi untuk membela hidup manusia. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat akan betapa pentingnya hidup manusia yang bermula dari dalam rahim (janin) hingga terlahir dan menjadi dewasa. Etika medis bakal dirancang dan ditetapkan di negeri harus menjunjung tinggi kehidupan manusia sebagai sebuah totalitas pribadi yang utuh.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. B. Shettles, Landrum M.D. and David Rorvik, Human Life Begins at Conception, in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints. St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986. 2. Bertens, K. Aborsi Sebagai Masalah Etika. Jakarta: PT Grasindo, 2002. 3. Bone, Eduaart. Bioteknologi dan Bioetika. Yogyakarta: Kanisius, 1998. 4. Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. Jakarta: Ichtiar Baru, 1980. 5. Ensiklopedi Indonesia Jilid-1. Jakarta: Cipta Adi Putera, 1990. 6. Heuken, Adolf, SJ. Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1991. 7. Kusmaryanto, CB. Kontroversi Aborsi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002. 8. "Life Begins at Fertilization". Dikutip secara bebas dalam situs Internet: http://www.princeton.edu/~prolife/articles/embryoquotes2.html. 9. Momamad, Kartono. Teknologi Kedokteran dan Tanggung Jawabnya Terhadap Bioetika. Jakarta: Gramedia, 1992. 10. Sujoko, Albertus, MSC. "Etika Biomedis", Catatan Kuliah 'Etika Sosial'. Pineleng: 2000. 11. Teichman, Jenny. Etika Sosial. (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.117. 12. Ximenes, Cludio. Cdigo Penal - 2a Edio. Dili: Tribunal de Recurso, 2010. ***************************************

Maliana, 19 November 2013. Oleh:

Joanina da Costa
NIM: 11.02.01.347
Mahasiswi Semester V, UNPAZ Maliana

16

You might also like