You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS : Seorang Laki-laki Usia 41 Tahun dengan Ascites et causa Suspek Sirosis Hepatis

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karanganyar

Pembimbing : dr. H. Bambang Wuriatmodjo, Sp.PD

Diajukan Oleh : Kusuma Zidni Arifa Luthfi, S.Ked J500.080.080

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

LAPORAN KASUS : SEORANG LAKI-LAKI USIA 41 TAHUN DENGAN ASCITES et causa SUSPEK SIROSIS HEPATIS Abstrak Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 41 tahun datang dengan keluhan beberapa bulan terakhir ini perut pasien terasa sebah dan 1 bulan ini perut pasien membesar. Riwayat BAB warna hitam beberapa hari ini sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 C. Pada kedua mata pasien terdapat conjunctiva anemis, dan sklera tampak ikterik. Pemeriksaan fisik abdomen pada inspeksi, dinding abdomen distended, warna kulit kuning/ikterik, terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusae (+). Dari auskultasi didapatkan suara peristaltik menurun, dari perkusi hipertympani dengan batas redup. Setelah dilakukan tes pekak beralih dan tes undulasi/shifting dullnes ditemukan (+). Pada Ekstremitas superior terdapat eritema palmar dan pada kuku terilat white nail dan inferior didapatkan oedema pada ekstremitas inferior, edema pitting (+). Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil AL 18.700, RBC 3,23 jt/mm3, Hb 10,6, Hct 32,1, MCV 99,4, MCH 32,8, AT 124.000, SGPT 61,1, SGOT 96,1, HbsAg (+). Dari data-data diatas didapatkan diagnosis Ascites et.causa suspek Sirosis Hepatis. Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang kemudian menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati. Kata kunci: Sirosis, Ascites

Identitas Pasien Pasien Tn. S berusia 41 tahun. Beralamat tinggal di Duku Jatipuro Karangan. Satus perkawinan menikah. Agama Islam, suku bangsa Jawa. Nomor registrasi 26.8x.xx. Masuk rumah sakit pada tanggal 24 Desember 2012.

Presentasi Kasus Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan beberapa bulan terakhir ini perut pasien terasa sebah dan 1 bulan ini perut pasien membesar. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati, seperti ditusuk-tusuk. Pasien mengaku mual tapi tidak dapat dimuntahkan, nafsu makan menurun dan apabila diberi makan seperti mengganjal/ belum sampai masuk ke perut, dan terasa cepat penuh. Pasien juga mengaku sulit buang gas dan sulit BAB, sejak sakit ini setiap kali BAB warna nya hitam seperti petis, konsistensi lunak-padat namun sedikit-sedikit. BAK pasien dbn, warna seperti teh disangkal. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas, dan hal ini sudah berlangsung selama berbulanbulan, badan terasa mudah lelah, sehingga aktivitas dan pekerjaan pasien sebagai petani pun terhambat. Terdapat pula penurunan berat badan yang drastis, pasien merasa saat ini ukuran baju yang dipakai biasanya jadi longgar. Pasien sering mengalami pusing berkunang-kunang hingga penglihatannya kabur sesaat, terutama saat pasien terbangun dari posisi tidur dan duduk. Riwayat muntah darah (-), leher terasa tegang (-), sesak napas (-), nyeri dada (-). Pasien juga mengaku berbulan-bulan ini terdapat benjolan pada buah pelir sebelah kanan, benjolan dapat keluar masuk, muncul terutama saat menjunjung barang, mengejan dan terbatuk. Dan menghilang saat pasien berbaring. Riwayat penyakit dahulu: 6 bulan yang lalu pasien memeriksakan dirinya ke bidan karena nyeri pada bagian uluhati dan mual, apabila diberi makan nyeri berkurang, lalu oleh bidan diberi obat, keluhan berkurang. Tidak lama kemudian pasien kembali berobat ke praktek dokter dengan keluhan yang sama, kemudian didiagnosis oleh dokter suatu penyakit magh. 3 bulan ini pasien kembali memeriksakan dirinya ke dokter dengan keluhan yang sama dan disertai perut sebah, keluhan perut membesar diakui, lalu pasien sempat dilakukan pemeriksaan USG dan oleh dokter diberitahu bahwa hepar pasien telah membesar. Dokter memberikan obat, dan pasien merasa keluhan telah membaik.

R.Sakit

kuning

(hepatitis)

disangkal,

R.

Sakit

magh

diakui,

R.pengobatan jangka lama disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga: Keluhan serupa disangkal, r.sakit kuning disangkal, r. Hipertensi dan DM disangkal. Riwayat kehidupan pribadi: 2 tahun yang lalu, pasien pernah bekerja di jakarta, pasien tinggal bersama beberapa rekan kerja nya yang salah satunya ada yang menderita sakit kuning. Pasien menyangkal sempat mengkonsumsi alkohol. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis . tinggi badan 158cm, berat badan saat ini 55 kg, status gizi kurang, dari vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 C. Pada pemeriksaan kepala, pada kedua mata pasien terdapat conjunctiva anemis, dan sklera tampak ikterik. Pada leher terdapat peningkatan JVP +5, pembesaran KGB (-). Kemudian pada pemeriksaan thoraks pulmo, inspeksi pergerakan kedua hemisfer paru simetris, tidak terdapat ketinggalan gerak, pada palpasi kedua hemisfer simetris, fremitus pulmo pada lobus inferior menurun, pada auskultasi ditemukan suara dasar vesikuler, dan menurun pada lobus inferior pulmo dextra. Terdapat ronkhi basah bawah pada kedua hemisfer pulmo. Pada perkusi ditemukan redup pada lobus inferior pulmo dextra. Kenudian pada pemeriksaan thoraks jantung. Pada inspeksi ictus cordis tidak terlihat, pada palpasi ictus cordis sulit dievaluasi, pada auskultasi bunyi jantung I dan II murni reguler, heart rate 88 xpm, pada perkusi batas jantung Pemeriksaan fisik abdomen pada inspeksi, diiding abdomen distended, warna kulit kuning/ikterik, terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusa (+), darm contour (-), darm steifung (-). Dari auskultasi didapatkan suara peristaltik menurun, dari perkusi hipertympani dengan batas redup. Setelah dilakukan tes pekak beralih dan tes undulasi/shifting dullnes ditemukan (+). Pada palpasi, nyeri tekan (-), dinding abdomen keras, pembesaran organ sulit dievaluasi. Pada Ekstremitas superior ditemukan eritema palmaris, white nail dan inferior didapatkan oedema pada ekstremitas inferior, edema pitting (+), akral hangat. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah rutin. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil AL 18.700, RBC

3,23 jt/mm3, Hb 10,6, Hct 32,1, MCV 99,4, MCH 32,8, MCHC 33,09, AT 124.000, GDS 115 mg/dL, SGPT 61,1, SGOT 96,1, HbsAg (+).

Diagnosis

Ascites et causa suspek Sirosis Hepatis Anemia Makrositik Hiperkromik Suspek Hernia Scrotalis Dextra Reponible

Penatalaksanaan

Pada pasien ini di IGD diberikan terapi : 1. Non medika mentosa a. 2. Tirah baring

Medika mentosa a. O2 3-4 liter/menit b. Infus RL 20 tpm c. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam d. Injeksi Cefotaxime 1gr/12 jam + Skin test e. Injeksi Antrain ekstra 1 amp/24 jam f. Injeksi Furosemide extra 1 amp/24 jam g. Curcuma tab 3x1 h. Maghtral syr 3xCI i. Ambroxol tab 3 x 1 j. Dexametason tab 3 x 1

Prognosis Quo ad sanam Quo ad vitam Quo ad fungsionam : Bonam : Bonam : Bonam

Follow Up 24 Desember 2012 Satu hari menjalani rawat inap di bangsal mawar 1, pasien masih mengeluh perut terasa sebah, nyeri pada ulu hati seperti ditusuk-tusuk, mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun apabila diberi makan seperti mengganjal dan terasa cepat penuh, sulit buang gas, badan terasa lemas (+), mudah lelah (+), pusing berkunang-kunang (+). Pasien juga mengaku tidurnya tidak teratur, saat malam sulit tidur ketika pagi tidur panjang menjelang siang, saat ditanya mengapa pasien tidak mengetahui sebab nya. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis. Dari vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 C. Pada pemeriksaan kepala, pada kedua mata pasien terdapat conjunctiva anemis, dan sklera tampak ikterik. Pada leher terdapat peningkatan JVP (+5). Kemudian pada pemeriksaan thoraks pulmo, inspeksi pergerakan kedua hemisfer paru simetris, tidak terdapat ketinggalan gerak, pada palpasi kedua hemisfer simetris, fremitus pulmo pada lobus inferior menurun, pada auskultasi ditemukan suara dasar vesikuler, dan menurun pada lobus inferior pulmo dextra. Terdapat ronkhi basah bawah pada kedua hemisfer pulmo. Pada perkusi ditemukan redup pada lobus inferior pulmo dextra. Kenudian pada pemeriksaan thoraks jantung. Pada inspeksi ictus cordis tidak terlihat, pada palpasi ictus cordis sulit dievaluasi, pada auskultasi bunyi jantung I dan II murni reguler, heart rate 88 xpm, pada perkusi batas jantung. Pemeriksaan fisik abdomen pada inspeksi, dinding abdomen distended, warna kulit kuning/ikterik, terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusae (+). Dari auskultasi didapatkan suara peristaltik menurun, dari perkusi hipertympani dengan batas redup. Setelah dilakukan tes pekak beralih dan tes undulasi/shifting dullnes ditemukan (+). Pada palpasi, dinding abdomen keras, pembesaran organ sulit dievaluasi. Pada Ekstremitas superior terdapat eritema palmaris, white nail (+) dan inferior didapatkan oedema pada ekstremitas inferior, edema pitting (+), akral hangat.

Terapi yang ditambahkan HP pro tab 3xI, Lesifit tab 3xI, Spironolakton tab 100 mg 3xI, injeksi Lasix 1amp/24 jam, Aspar K tab 1xI, dan planning nya adalah cek total protein, albumin, globulin.

25 Desember 2012 Pada hari kedua menjalani rawat inap, pasien mengeluh masih mengeluh perut terasa sebah, nyeri pada ulu hati seperti ditusuk-tusuk (), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun apabila diberi makan seperti mengganjal dan terasa cepat penuh, sulit buang gas, badan terasa lemas (+), mudah lelah (+), pusing berkunang-kunang (+). Pasien masih mengeluh tidur yang tidak teratur. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis . Dari vital sign didapatkan tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 80 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 C. Hasil laboratorium Albumin 1,03 g/100ml, globulin 3,45 g/dl, protein total 5,4 g/dl. Terapi tambahan untuk pasien ini Injeksi Lasix 2amp/24 jam, Albumin 20cc/150C. Planning cek albumin post pemberian albumin. 26 Desember 2012 Pada hari ketiga menjalani rawat inap, pasien masih mengeluhkan hal yang sama, dari keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis, dari vital sign didapatkan tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 88 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 C.pemeriksaan fisik masih seperti sebelumnya. Hasil pemeriksaan albumin 3,41 g/100ml. Kemudian pasien ini di terapi lanjut dan planning untuk dilakukan puncti ascites yang pertama kali. Produk puncti ascites serous, darah (-), berbau (+), produk puncti sebanyak 1 liter. 27 Desember 2012 Keesokan harinya yaitu hari ke empat pasien menjalani rawat inap, pasien merasa keluhan perut sebah berkurang, terasa lebih longgar. Pasien hanya mengeluh kesulitan dalam BAK dan BAB juga buang gas, pada lokasi pengambilan puncti dirasa oleh pasien sedikit nyeri dan merembes cairan dalam

perutnya. Dari keadaan umum pasien tampak lemas, kesadaran compos mentis, dari vital sign didapatkan tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 84 xpm, respiratory rate 24 xpm, suhu 37,2 C. Pemeriksaan fisik abdomen dari inspeksi dinding abdomen distended, terdapat pelebaran vena kolateral, caput medusa (+), kemudian dari auskultasi peristaltik meningkat, bising usus (-), pada palpasi dinding abdomen mengeras (), nyeri tekan (-), organomegali sulit dievaluasi. Selanjutnya pada perkusi terdapat batas tympani ke redup, tes undulasi/shifting dullnes (+), tes pekak beralih (+). Pada kedua ekstremitas inferior masih ditemukan oedema. Pada pemeriksaan laboratorium untuk hasil albumin 3,4. Pasien diberikan terapi lanjut, dan terapi albumin distop. Pasien diberikan planning dilakukan puncti ascites untuk yang ke dua kali. Produk ascites serous, darah (-), berbau (+), produk puncti ascites sebanyak 2,5 liter. 28 Desember 2012 Hari selanjutnya yaitu hari ke lima menjalani rawat inap, pasien merasa keadaan nya membaik, keluhan perut sebah semakin berkurang dan terasa lebih longgar, nyeri pada kedua pinggang (), namun pasien masih mengeluhkan kesulitan pada BAK/BAB dan buang gas. Dari keadaan umum pasien masih terlihat lemas, kesadaran compos mentis, dari vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 xpm, respiratory rate 28 xpm, suhu 37,2 C. Pemeriksaan fisik abdomen dari inspeksi dinding abdomen distended, pelebaran vena kolateral (+), terlihat suatu massa pada kuadran kiri atas. dari auskultasi peristaltik meningkat, bising usus (-), kemudian dari palpasi nyeri tekan (-), teraba spleen membesar pada titik schuffner 2, perabaan hepar sulit dievaluasi. Perkusi abdomen terdapat batas tympani dan redup, tes undulasi/shifting dullnes (+), tes pekak beralih (+). Pada kedua ekstermitas inferior oedema (). Hasil laboratorium albumin pasien 2,9 g/100ml. Pasien diperbolehkan pulang dan menjalani rawat jalan dengan terapi

Teori SIROSIS HEPATIS I. DEFINISI Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang kemudian menjadi jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati (Widjaja, 2011).

II.

INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam (Nurdjanah, 2006). Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun (Sutadi, 2003). South East Asia Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang di Asia Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000 orang pembawa hepatitis C. Di Indonesia, prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat yang mendonorkan darah masing-masing adalah 2,1% dan 8,8% pada tahun 1995 (Widjaja, 2011).

III.

ETIOLOGI Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat komplikasi infeksi (hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di Indonesia (Con HO dan Atterburry, 2007). Tabel 1. Penyakit yang dapat menjadi penyebab sirosis

(Sumber: Con HO dan Atterburry, 2007) 1. Virus hepatitis (B,C,dan D) 2. Alkohol 3. Kelainan metabolik : a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) c. Defisiensi Alphal-antitripsin d. Glikonosis type-IV e. Galaktosemia f. Tirosinemia 4. Kolestasis

5. Sumbatan saluran vena hepatica a. Sindroma Budd-Chiari b. Payah jantung 6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid) 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan lain-lain) 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis (Garcia-Tsao D, 2003) Pada pasien ini etiologi masih belum jelas. Namun, karena secara epidemiologi Indonesia merupakan negara tropis, sehingga angka kejadian infeksi virus hepatitis sangat tinggi dan menjadi faktor risiko utama penyebab sirosis hepatis, maka perlu dilakukan analisis HbsAg penderita untuk memastikan penyebab dari sirosis pada pasien ini (Wolf DC, 2009). . IV. KLASIFIKASI Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas morfologi, makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya (Con HO dan Atterburry, 2007). Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai: 1. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), atau 2. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau 3. Campuran mikro dan makronodular. Sebagian besar jenis sirosi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologis dan morfologis menjadi: 1. Alkoholik 2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis) 3. Biliaris 4. Kardiak, dan

10

5. Metabolik, keturuna, dam terkait obat (Nurdjanah, 2007). Untuk penentuan derajat keparahan, dan prognosis pembedahan maka klasifikasi derajat keparahan yang sering digunakan adalah klasifikasi (Child- atau Child Pugh Modification). Tabel 2. Klasifikasi derajat keparahan Klasifikasi Parameter (Plugh) Bilirubin (mg/dl) Albumin (g/dl) Ascites Ensefalopati Nutrisi <2 >3,5 Baik A 1 2-3,0 3-3,5 Terkontrol Std I/II Sedang B 2 >3,0 <3,0 Sulit dikontrol Std III/IV Jelek Total Skor 5-7 8-10 11-15 C 3

(Sumber: Setiawan, 2007) Klasifikasi Child A = Sirosis hati ringan Klasifikasi Child B = Sirosis hati sedang Klasifikasi Child C = Sirosis hati berat

V.

PATOGENESIS Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati dapat menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan, yaitu reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas perkembangan sel hati yang tersisa. Perlukaan terhadap sel hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti terjadinya jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut selanjutnya akanmenyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta (Con HO dan Atterburry, 2007). Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan racun (toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia. Proses ini awalnya menyerang dinding sel yang menyebabkan keluarnya berbagai

11

enzim dan elektrolit dari dalam sel serta dapat menyebabkan kematian sel. Di bawah pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin, hepatosit sebenarnya mengeluarkan suatu bahan Matrik Ekstra Seluler (ECM) yang ternyata sangat penting untuk proses penyelamatan dan pemeliharaan fungsi sel hepar karena dapat memelihara keseimbangan lingkungan sel. Makro molekul dari ECM terdiri dari kolagen, proteoglikan dan glikoprotein (Con HO dan Atterburry, 2007). Pada sirosis ternyata terdapat perubahan kualitas dan kuantitas ECM sehingga terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan sel dan jaringan hati. Pada berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik prokolagen III peptide yang dapat merangsang proses fibrosis. Pada kondisi yang stimultif karena infeksi virus, iskemia ataupun karena keadaan lain yang dapat menyebabkan nekrosis hepatosit maka hepatosit mengadakan proses proliferasi yang lebih cepat dari biasanya (Con HO dan Atterburry, 2007).

VI.

TANDA DAN MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat dibagi 2 bentuk (Con HO dan Atterburry, 2007). a. Stadium kompensata. Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan kebetulan (Con HO dan Atterburry, 2007). b. Stadium dekompensata. Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi.Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-

12

absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gallstones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hematokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta (Con HO dan Atterburry, 2007). Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang

menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik. Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut (Sherlock, 1997) Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaran dan emosi. Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemukan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.(1,8,9) Sepertiga dari kasus

13

sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38oC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.(8,9) Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-absorbsi, hipoalbuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.(8,9) Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider angiomata. (Con HO dan Atterburry, 2007) Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta

terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat menyebabkan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis (Con HO dan Atterburry, 2007).

VII.

PATOFISIOLOGI Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utamalainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik : 1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang menggantikan lobulus.

14

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul). 3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan. Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. (Kumar, 2004) (Taylor, 2009)

VIII. DIAGNOSIS Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 : Perasaan mudah lelah dan lemah Selera makan berkurang Perasaaan perut kembung Mual Berat badan menurun 15

Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi4 : Ilangnya rambut badan Gangguan tidur Demam tidak begitu tinggi Adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. (Nurdjanah, 2006)

IX.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis pasti SH dibuat atas dasar pemeriksaan biopsi hati. Pada kondisi dekompensata, maka biopsi hati tidak mutlaak perlu dilakukan. Diagnosis klinis SH dibuat dengan melakukan berbagai pemeriksaan klinis dengan tujuan mendapatkan gejala dan tanda kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal sebanyak mungkin. Tabel 3. Pemeriksaan klinis dalam penentuan diagnosis SH Pemeriksaan Keterangan/Hasil yang mungkin didapat 1. Riwayat penyakit/anamnesis Lesu dan berat badan turun Anoreksia- dispepsia Nyeri perut, sebah Ikterus (BAK coklat dan mata kekuningan) Perdarahan gusi

16

Perut membuncit Libido menurun Konsumsi alkohol Riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning, dll)

Riwayat muntah darah dan feses kehitaman

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan nutrisi Tanda gagal fungsi hati Tanda hipertensi portal

3. Pemeriksaan laboratorium Darah tepi/hematologi Anemia, leukopenia,

trombositopenia, PPT (INR) Kimia darah Bilirubin Transaminase (hasil variasi) Alkaline fosfatase Albumin-ghlobulin, elektroforesis protein serum, Elektrolit (K, Na, dll), bila ada ascites Serologi Untuk indonesia: HbsAg dan Anti HCV FP 4. Endoskopi bagian atas 5. USG/CT scan Ukuran hati, kondisi V.porta, Splenomegali, Ascites, dll. 6. Laparaskopi Gambaran makroskopi sakuran cerna Varises, gastropati

visualisasi langsung hati 7. Biopsi hati Bila koagulasi Memungkinkan

17

dan diagnosis masih belum pasti. (Gambar: Setiawan, 2007)

X.

PENATALAKSANAAN Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan multi disipliner. 1. Pembatasan aktifitas fisik Tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat (Sherlock, 1997). 2. Pengobatan berdasarkan etiologi (Thaler, 1991). 3. Dietetik Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate (Nasar, et.al 1999). Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA) (Hidayat, 1999). Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak memerlukan asam empedu. Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan RDA (Hidayat, 1999). Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites. Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering (Nasar, et.al 1999). 18

4. Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hati seperti sulfonamide, eritromisin, asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion,

difenilhidantoin dan lain-lain (Con HO dan Atterburry, 1993). 5. Medika-mentosa Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut (Nasar, et.al 1999). a. Asam ursodeoksilat Merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik. Sebagai hepato- proktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya. b. Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. c. Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop out pada percobaan tersebut. d. Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai

19

terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian prednisolon. e. D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology. Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier primer ternyata tak memberikan keuntungan klinis. Juga

peningkatan dosis hanya memberatkan efek samping obat, sedangkan penyakitnya tetap progresif. f. Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memper-panjang lama dibutuhkannya trans-platasi hati sampai 50% disampingkan kelompok placebo. g. Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol dan nitrogliserin. h. Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan

replikasivirus dalam sel hati (Nasar, et.al 1999). 6. Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi. a. Pengobatan Hipertensi Portal b. Asites Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5 mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb/hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb/hari (Thaler, 1991). Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari.

20

Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari (Sherlock, 1997). Parasentesis dapat dipertimbangkan pada asites yang menyebabkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren juga dapat dilakukan tindakan tranjugular intra hepatik portosistemic shunt (Dudley, 1994). 7. Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis (Thaler, 1991).

XI.

KOMPLIKASI Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut berbagai macam komplikasi sirosis hati :

1. Hipertensi Portal 2. Asites 3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri abdomen serta demam. 4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20-40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan

perdarahan. 5. Ensefalopati Hepatik. Ensefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma4.

Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan

21

protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan alkalosis13. Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum : Tabel 4. Pembagian stadium ensefalopati hepatikum

(Sumber: Nurdjanah, 2006) 6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus (Nurdjanah, 2006) (March,2004) (David, 2007).

XII.

PROGNOSIS Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh

sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.

Diskusi Penegakkan diagnosis pasti dari Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada diagnosis. Pada penderita gejala dan tanda sirosis hati didapatkan secara nyata dan jelas. Dari anamnesis terhadap pasien didapatkan, lesu dan berat badan pasien akhir-akhir ini menurun, anoreksia, 22

nyeri pada ulu hati dan terasa sebah. Terdapat mata kekuningan dan BAK coklat, perut mmebuncit, feses kehitaman, dan berdasarkan riwayat penyakit dahulu pasien pernah menderita sakit kuning. Untuk tanda adanya ensepalopati hepatik, berdasarkan pembagian stadium ensefalopati hepatikum pasien ini berada pada stadium 1 yaitu terdapat gangguan pola tidur. Sedangkan manifestasi dan tanda klinis dari pendertita sirosis hepatis ditentukan oleh 2 kelainan fundamental yaitu: kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal. Tabel 5. Gejala kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal. Gejala/tanda kegagalan fungsi hati Ikterus Spider naevi Ginekomastia Hipoalbumin dan malnultrisi kalori Bulu ketiak rontok Ascites Eritema palmaris white nail (Sumber: Setiawan, 2007) Pada pasien ini didapatkan gejala/tanda kegagalan fungsi hati berupa: ikterus, hipoalbumin, ascites, eritema palmaris dan white nail. Sedangkan dari gejala/tanda hipertensi portal: splenomegali, pelebaran v.kolateral, ascites, melena, caput medusae. Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Urine : Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Tinja : Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah. Namun pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan urine maupun feses rutin rutin. Darah : Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadangkadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan 23 Gejala/tanda hipertensi portal Varises esofagus/cardia Splenomegali Pelebaran v.kolateral Ascites Haemoroid Caput medusae

vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal, maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni. Waktu protombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan denganvitamin K. Pada pasien ini ditemukan anemia makrositer hiperkromik atau dengan MCH dan MCV yang meningkat. Tes faal hati : Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serumalbumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. Pada pasien ini yang diperiksa hanya serum SGPT 61,1 /lt (nilai normal sampai 42 /lt) dan serum SGOT 96,1 /lt (nilai normal sampai 31 /lt). Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkihati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosivena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. Namun untuk pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh namun terbatas pada nilai serum bilirubin yang belum ada. Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta. Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua pertiga tahan

24

vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskuler portal adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothelial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dan nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Dari hasil anamnesis didapatkan Lesu dan berat badan turun, adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat seseorang tetap mempunyai cadangan energi dan energi apabila seseorang tidak makan, namun pada pasien sirosis hepatis, kedua proses ini tidak berlangsung sempurna sehingga pasien mudah lelah dan pada keadaan yang lebih berat pasien bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan. Anoreksia dan nyeri pada ulu hati, Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan. Ikterus (BAK coklat dan mata kekuningan), Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urine terlihat gelap seperti air teh. Perut membuncit disebabkan oleh adanya Ascites. Ascites adalah adanya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Pada sirosis hati aschites terbentuk akibat adanya beberapa hal yaitu: hipertensi portal, retensi natrium, vasodilatasi arteri splanknika, perubahan aliran vaskuler sistemik,

peningkatan pembentukan cairan limfe hepatik dan splanknika, dan albuminemia. Diagnosis ascites berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan dari pemeriksaan fisik hanya mungkin bila cairan ascites lebih dari 1,5-2 liter,

25

terdapat tanda shifting dulness, undulasi, dan caput medusae. Pada ascites minimal dapat diperiksa dengan cara pudle sign. Pada ultrasonografi dapat mendeteksi adanya cairan ascites dalam jumlah diatas 50 ml. Pada pemeriksaan CT scan/MRI hanya atas indikasi tertentu. Terapi parasintesis Abdominal Ascites, seleksi pasien: Ascites tenseatau permagna, didapatkan edema tungkai, Child B, protombine >40%, bilirubin serum <10 mg/dl, trombosit>40.000/mm3, kreatinin serum <3mg/dl. Bila rutin: jumlah cairan 510 l, infus albumin 6-8 g/l cairan diambil. Dari temuan klinis ditemukan eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik dapat membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba keras dan noduler. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis hepatis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Riwayat feses kehitaman. Pada pasien sirosis juga ditemukan perdarahan spontan akibat adanya kekurangan faktor faktor pembekuan yang diproduksi di hati. Darah inidapat saja keluar melalui tinja yang berwarna ter
(melena)

Riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning, dll) Prognosis pada pasien ini adalah sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.

26

Kesimpulan Seorang laki-laki berumur 41 tahun dengan diagnosis Ascites et causa Suspek Sirosis Hepatis.

27

DAFTAR PUSTAKA

Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER, penyunting. Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, 1993; 875-934. David C. Dale, Daniel D.Fedeman, AMP Medicine 2007 Edition, Washington D.C., 2007,p.IX : 1-26 Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version 1 (October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th Edition. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 671-2. Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts General Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-1014. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53. Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of the liver and billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication, 1997; 371-84. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. Available from : URL : http:// repository.usu.ac.id/ srimaryani5.pdf Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. Available from: URL : bitstream/ 123456789 /3386/1/ penydalam-

http://emedicine.medscape.com/article/366426- Overview 13.

28

Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available from URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm

29

You might also like