You are on page 1of 21

A.

GEMPA BUMI

a.

Pengertian Gempa Bumi

Gempa Bumi atau seisme banyak diartikan sebagai getaran atau guncangan yang timbul di permukaan bumi yang terjadi karena adanya pergerakan lempeng bumi. Gempa bumi juga diartikan sebagai suatu pergeseran lapisan secara tiba-tiba yang berasa dalam bumi. Karena gempa bumi dikatakan bersumber dari dalam bumi atau lapisan bawah bumi berarti gempa bumi adalah getaran pada kulit bumi yang disebabkan oleh kekuatan dari dalam bumi. Getaran gempa biasa dinyatakan dalam skala richter. Ilmuwan yang mempelajari tentang gempa bumi disebut seismologist dan alat yang digunakan sisemologist untuk mengukur setiap getaran yang terjadi disebut siesmograf.

b. Penyebab Terjadinya Gempa Bumi Gempa bumi banyak disebabkan oleh gerakan-gerakan lempeng bumi. Bumi kita ini

memiliki lempeng-lempeng yang suatu saat akan bergerak karena adanya tekanan atau energi dari dalam bumi. Lempeng-lempeng tersebut bisa bergerak menjauh (divergen), mendekat (konvergen) atau melewati (transform). Gerakan lempeng-lempeng tersebut bisa dalam waktu yang lambat maupun dalam waktu yang cepat. Energi yang tersimpan dan sulit keluar menyebabkan energi tersebut tersimpan sampai akhirnya energi itu tidak dapat tertahan lagi dan terlepas yang menyebabkan pergerakan lempeng secara cepat dalam waktu yang singkat yang menyebabkan terjadinya getaran pada kulit bumi. Gempa bumi bukan hanya disebabkan oleh pergerakan lempeng tetapi juga disebabkan oleh cairan magma yang ada pada lapisan bawah kulit bumi. Magma dalam bumi juga melakukan
ii

pergerakan. Pergerakan tersebut yang menimbulkan penumpukan massa cairan. Cairan tersebut akan terus bergerak hingga akhirnya menimbulkan energi yang kuat yang memaksa cairan tersebut untuk keluar dari dalam kulit bumi. Energi tersebut menimbulkan kulit bumi mengalami pergerakan divergen sebagai 2.3 Proses Terjadinya Gempa Dalam proses gempa bumi ada yang dikenal dengan hiposentrum dan episentrum. Hiposentrum adalah titik pusat gempa yang berada dibawah permukaan bumi sedangkan episentrum adalah titik pusat gempa yang berada di atas permukaan bumi. Pusat gempa atau hiposentrum berada pada pertamuan lempeng benua dan lempeng samudra yang saling bertumbukan dan menimbulkan gelombang getaran. Lempeng samudra Gelombang getaran tersebut merambat sampai pada episentrum dan terus merambat ke segala arah di permukaan bumi dengan cepat. 2.3.1 Macam-macam Gelombang Gempa 1). Gelombang Longitudinal (Gelombang Primer) Gelombang longitudinal adalah gelombang yang pertama kali tercatat pada seismograf. Gelombang ini dirambatkan dari hiposentrum melalui lapisan litosfer dan dirambatkan secara menyebar dan cenderung cepat. Jenis gelombang longitudinal ini sifatnya sama seperti gelombang suara yang bisa merambat melalui zat padat, cair dan padat. 2). Gelombang Transversal (Gelombang Sekunder) Gelombang transversal muncul setelah gelombang longitudinal dan tercatat pada seismograf setelah gelombang longitudinal. Gelombang ini dirambatkan dari hiposentrum ke segala arah dalam lapisan litosfer dan kecepatannya lebih rendah dibandingkan gelombang longitudinal dan bergerak tegak lurus dengan arah rambatannya. Gelombang transversal hanya dapat merambat melalui zat padat. Jika ia merambat melalui medium cair dan gas maka gelombang ini akan hilang dan tidak tercatat lagi pada seismograf. 3). Gelombang Panjang (Gelombang Permukaan) Gelombang panjang adalah gelombang yang merambat melalui episentrum dan menyebar ke segala arah di permukaan bumi. Gelombang ini melanjutkan perjalanannya di permukaan bumi dan merupakan gelombang pengiring setelah gelombang transversal. Gelombang transversal adalah gelombang yang bersifat merusak karena gelombang ini berjalan terus melalui wilayah sekitar pusat gempa bumi.
ii

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Gempa Bumi Gempa bumi yang terjadi pada suatu daerah bisa merupakan gempa yang berskala besar maupun gempa yang berskala kecil. Besar kecilnya gempa itu dikarenakan beberapa faktor yaitu: 1) Skala atau magnitude gempa. Yaitu kekuatan gempa yang terjadi yang bukan

berdasarkan lokasi observasi pada suatu daerah . Magnitude gempa biasa dihitung tiap gempa terjadi dan dicatat oleh seismograf yang dinyatakan dalam satuan Skala Ricther. 2) Durasi dan kekuatan gempa. Yaitu lamanya guncangan gempa yang terjadi pada

suatau daerah dan kekuatan gempa yang terjadi dengan melihat kerusakan pada daerah tempat terjadinya gempa bumi. 3) Jarak sumber gempa terhadap perkotaan. Jarak sumber gempa yang jauh dari

perkotaan akan memungkinkan intensitas gempa semakin rendah. 4) Kedalaman sumber gempa. Yaitu kedalaman pusat terjadinya gempa diukur dari

permukaan bumi. Semakin dalam pusat gempa maka semakin rendah kekuatan gempa yang terjadi. 5) Kualitas tanah dan bangunan. Kualitas tanah yang buruk akibat bangunan dapat

mengakibatkan serangan gempa bumi yang kuat. 6) Lokasi perbukitan dan pantai. Pantai atau daerah perbukitan merupakan daerah rawan

gempa karena perbukitan dan pantai merupakan daerah pertemuan lempeng. Sehingga dapat mempengaruhi besar kecil kekuatan gempa berdasarkan hiposentrumnya. 2.4 Klasifikasi Gempa Bumi 1) Berdasarkan Penyebabnya a). Gempa Tektonik: gempa yang terjadi karena perubahan kedudukan lapisan batuan yang mengakibatkan adanya pergerakan lempeng-lempeng pada lapisan kulit bumi. b). Gempa Vulkanik: gempa yang terjadi karena adanya aktivitas magma dalam lapisan bawah permukaan bumi. c). Gempa Runtuhan: gempa yang terjadi karena adanya runtuhan pada terowongan bawah tanah akibat aktivitas pertambangan. Runtuhan terowongan yang besar tersebut dapat mengakibatkan getaran yang kuat. 2) Berdasarkan Kedalaman Hiposentrum a). Gempa Dangkal: gempa yang memiliki kedalaman titik hiposentrumnya rendah. Titik hiposentrum ini dihitung dari permukaan laut sampai pada titik pusat gempa berada.
ii

b). Gempa Menengah: gempa yang memiliki kedalaman titik hiposentrumnya tidak terlalu dalam dan jauh dari permukaan bumi. Berada sekitar 100-300 km di bawah permukaan laut. c). Gempa Dalam: gempa yang memiliki kedalaman titik hiposentrumnya sangat jauh dari permukaan laut. Titik hiposentrum > 300 km di bawah permukaan air lut. 3) Berdasarkan Jarak Episentrum a). Gempa Setempat: gempa yang guncangannya dirasakan pada permukaan bumi namun hanya pada daerah tempat titik pusat gempa berada. Biasanya gempa semacam ini memiliki kekuatan yang sangat rendah sehingga hanya dirasakan oleh wilayah setempat saja. b). Gempa Jauh: gempa yang guncangannya dirasakan pada permukaan bumi dan getarannya dirasakan hingga daerah yang jauh dari titik pusat gempa berada. Gempa ini dapat terjadi apabila memiliki kekuatan yang cukup besar sehingga mengakibatkan guncangan yang kuat. c). Gempa Sangat Jauh: gempa yang guncangannya dirasakan pada permukaan bumi dan getarannya dapat dirasakan hingga daerah yang sangat jauh dari daerah asal gempa terjadi. Gempa ini memiliki kekuatan yang sangat besar sehingga menimbulkan guncangan yang dahsyat dan mencakup wilayah yang sangat luas. 4) Berdasarkan Bentuk Episentrum a). Gempa Sentral: gempa yang episentrumnya berupa suatu titik. Gempa yang dirasakan pada daerah setempat. b). Gempa Linier: gempa yang episentrumnya berupa suatu garis. Gempa ini dirasakan oleh daerah-daerah yang berada disebelah daerah pusat gempa dan terus merambat hingga daerah berikutnya sehingga membentuk suatu garis. 5) Berdasarkan Letak Episentrum a). Gempa Laut: gempa yang episentrumnya berada di bawah dasar laut. Gempa ini terjadi karena hiposentrumnnya berada di bawah dasar laut sehingga guncangan dan getarannya berada di dasar laut. Biasanya gempa ini dapat mengakibatkan tsunami apa bila kekuatannya sangat besar. b). Gempa Darat: gempa yang episentrumnya berada di permukaan bumi atau daratan. Gempa ini terjadi apabila hiposentrumnya berada di bawah permukaan bumi dan berada pada lempeng benua.

ii

Pengertian Tsunami

Tsunami

Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Tsunami tidak kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang. Ini karena saat mencapai daratan, gelombang ini memang lebih menyerupai air pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Karena itu untuk menghindari pemahaman yang salah, para ahli oseanografi sering menggunakan istilah gelombang laut seismik (seismic sea wave) untuk menyebut tsunami, yang secara ilmiah lebih akurat. Sebab-sebab terjadinya gelombang tsunami Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan (disturbance) berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Tsunami dapat terjadi apabila dasar laut bergerak secara tiba-tiba dan mengalami perpindahan vertikal. Langkah yang harus dilakukan Sinoman Sadar Bencana ini antara lain : 1. Petakan daerah rawan genangan tertinggi tsunami, jalur evakuasi, dan tempat penampungan sementara yang cukup aman. 2. Berkoordinasi dengan Badan Meterologi dan Geofisika (BMG), kepolisian, pemerintah daerah, dan rumah sakit. Jika data dari BMG mengenai peringatan dini bencana tak bisa diharapkan kecepatannya, komunitas ini harus menghimpun gejalagejala alam yang tidak biasa terjadi. 3. Melakukan pertemuan rutin untuk menambah pengetahuan mengenai gempa dan tsunami. Jika perlu, mendatangkan ahli. 4. Melakukan latihan secara reguler, baik terjadwal maupun tidak terjadwal. 5. Buat deadline waktu respon evakuasi untuk diterapkan saat latihan agar dalam bencana sesungguhnya telah terbiasa merespon secara cepat. 6. Buat kode tertentu yang dikenali masyarakat sekitar untuk menandakan evakuasi. Semisal di Pulau Simeuleu yang paling dekat dengan episentrum gempa Aceh, memiliki istilah Semong yang diteriakkan berulang kali untuk menunjukkan adanya tsunami. Dengan kode ini, otomatis harus dilakukan evakuasi secepatnya ke tempat yang lebih tinggi.Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat anggota komunitas tinggal. 7. Menyebarkan gambar peta evakuasi di pelosok daerah tempat anggota komunitas tinggal.

ii

Sedangkan langkah yang harus dilakukan tiap individu adalah : 1. Siapkan satu tas darurat yang sudah diisi keperluan-keperluan mengungsi untuk 3 hari. Di dalamnya termasuk, pakaian, makanan, surat-surat berharga, dan minuman secukupnya. Jangan membawa tas terlalu berat karena akan mengurangi kelincahan mobilitas. 2. Selalu merespon tiap latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya bencana. 3. Selalu peka dengan fenomena alam yang tidak biasa. Untuk membaca tanda-tanda alam sebelum terjadinya tsunami, Amien Widodo memberikan sejumlah petunjuk berdasarkan pengalaman tsunami-tsunami sebelumnya. 1. Terdengar suara gemuruh yang terjadi akibat pergeseran lapisan tanah. Suara ini bisa didengar dalam radius ratusan kilometer seperti yang terjadi saat gempa dan tsunami di Pangandaran lalu. 2. Jika pusat gempa berada di bawah permukaan laut dikedalaman dangkal dan kekuatan lebih dari 6 skala richter, perlu diwaspadai adanya tsunami. 3. Jangka waktu sapuan gelombang tsunami di pesisir bisa dihitung berdasarkan jarak episentrumnya dengan pesisir. 4. Garis pantai dengan cepat surut karena gaya yang ditimbulkan pergeseran lapisan tanah. Surutnya garis pantai ini bisa jadi cukup jauh. 5. Karena surutnya garis pantai, tercium bau-bau yang khas seperti bau amis dan kadang bau belerang. 6. Untuk wilayah yang memiliki jaringan pipa bawah tanah, terjadi kerusakan jaringanjaringan pipa akibat gerakan permukaan tanah. 7. Dalam sejumlah kasus, perilaku binatang juga bisa dijadikan peringatan dini terjadinya tsunami. Sesaat sebelum tsunami di Aceh, ribuan burung panik dan menjauhi pantai, sedangkan gajah-gajah di Thailand gelisah dan juga menjauhi pantai.

ii

Angin topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerahdaerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya
ii

berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem dengan kecepatan sekitar 20 Km/jam. Angin topan tropis dapat terjadi secara mendadak, tetapi sebagian besar badai tersebut terbentuk melalui suatu proses selama beberapa jam atau hari yang dapat dipantau melalui satelit cuaca. Monitoring dengan satelit dapat untuk mengetahui arah angin topan sehingga cukup waktu untuk memberikan peringatan dini. Meskipun demikian perubahan sistem cuaca sangat kompleks sehingga sulit dibuat prediksi secara ..

Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana 1. Membuat struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin. 2. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan 3. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan. 4. 5. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin. Pembuatan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin topan. 6. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.

ii

7.

Kesiapsiagaan

dalam

menghadapi

angin

topan,

mengetahui

bagaimana

cara

penyelamatan diri. 8. Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat sehingga tidak diterbangkan angin 9. Untuk para nelayan, supaya menambatkan atau mengikat kuat kapal-kapalnya.

Proses terjadinya Angin Puting Beliung Terjadinya puting beliung sangat terkait erat dengan fase tumbuh awan Cumulonimbus (Cb) sbb :

Fase Tumbuh. Dalam awan terjadi arus udara naik ke atas yang kuat. Hujan belum turun, titik-titik air maupun Kristal es masih tertahan oleh arus udara yang naik ke atas puncak awan.

Fase Dewasa/Masak. Titik - titik air tidak tertahan lagi oleh udara naik ke puncak awan. Hujan turun menimbulkan gaya gesek antara arus udara naik dan turun. Temperatur massa udara yang turun ini lebih dingin dari udara sekelilingnya. Antara arus udara yang naik dan turun dapat timbul arus geser memuntir, membentuk pusaran. Arus udara ini berputar semakin cepat, mirip sebuah siklon yag "menjilat" bumi sebagai angin puting beliung. Terkadang disertai hujan deras yang membentuk pancaran air (water spout).

Fase Punah. Tidak ada massa udara naik. Massa udara yang turun meluas di seluruh awan. Kondensasi berhenti. Udara yang turun melemah hingga berakhirlah pertumbuhan awan Cb.

Karakteristik Puting Beliung

Puting berliung merupakan dampak ikutan awan Cumulonimbus (Cb) yang biasa tumbuh selama periode musim hujan, tetapi tidak semua pertumbuhan awan CB akan menimbulkan angin puting beliung.

Kehadirannya belum dapat diprediksi. Terjadi secara tiba-tiba (5 -10 menit) pada area skala sangat lokal. Pusaran puting beliung mirip belalai gajah/selang vacuum cleaner. Jika kejadiannya berlangsung lama, lintasannya membentuk jalur kerusakan. Lebih sering terjadi pada siang hari dan lebih banyak di daerah dataran rendah.

Dampak dan antisipasi terhadap angin puting beliung Apa dampak angin putting beliung?
ii

Dampak yang ditimbulkan akibat angin puting beliung dapat menghancurkan area seluas 5 km dan tidak ada lagi angin puting beliung susulan. Rumah akan hancur dan tanaman akan tumbang diterjang angin puting beliung, mahluk hidup bisa sampai mati karena terlempar atau terbentur benda keras lainnya yang ikut masuk pusaran angin.

Bagaimana cara mengantisipasi Angin Puting Beliung ? Antisipasi terhadap kemungkinan munculnya Angin Puting Beliung dapat dilakukan dengan cara sbb :

1. Kenali bulan - bulan pancaroba di tempat kita. 2. Mengadakan penghijauan dilingkungan kita agar udara tidak terlalu panas sehingga tidak terjadi perbedaan panas yang dapat menimbulkan adanya angin puting beliung. 3. Apabila terjadi angin puting beliung menghindar dari pepohonan tinggi yang sudah rapuh karena bisa tertimpa pohon, cari tempat yang aman dan kuat atau menghindar jauh. 4. Membuat rumah yang permanen dan kuat. 5. Membuat tempat perlindungan di bawah tanah apabila tempat tinggal sering terjadi angin puting beliung. Amerika serikat adalah negara yang paling banyak mengalami bencana puting beliung tetapi ini tidak bermakna negara-negara lain tidak akan mengalami bencana ini. Puting beliung boleh terjadi di mana-mana tempat di dunia termasuklah Malaysia. Kawasan yang paling kerap dilanda ribut petir di Amerika Syarikat ialah di kawasan lembangan yang dilindungi Banjaran Rocky dan Banjaran Appalachian. Kawasan tersebut dikenali sebagai Lembah Puting Beliung (Tornado Alley). Puting beliung amat sukar diramal dan ia hanya dapat diramalkan apabila titik tekanan rendah di dalam awan kumulonimbus dikesan oleh radar Doppler. Akibatnya, penduduk di kawasan yang diramalkan akan dilanda puting beliung hanya mempunyai masa yang sangat terhad untuk pergi ke tempat perlindungan.

C. KEBAKARAN HUTAN a. Kebakaran Hutan dan Faktor Penyebabnya

Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir zaman Paleolitik,
ii

1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997). Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan l ebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999). Menurut Danny (2001), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur adalah karena aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam. Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa terjadi karena sambaran petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara, dan tumpukan srasahan. Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran karena proses alam tersebut sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari 1 %.

Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut juga

memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan.
ii

Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut: 1. 2. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit. 3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.

III. Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan 3.1. Areal hutan yang terbakar Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997). Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003). Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam, 2003). 3.2. Kerugian yang ditimbulkannya Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98 mengakibatkan
ii

degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003). Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.

3.3. Dampak Kebakaran Hutan Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98 menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca. Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda. Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand. Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah
ii

tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan. Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.

IV. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun

penanggulangannya. 4.1. Upaya Pencegahan

Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain (Soemarsono, 1997): (a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI; (b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan; (c) (d) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan; Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan; (e) (f) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan; Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup; (g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
ii

4.2. a)

Upaya Penanggulangan Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):

(a)

Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.

(b)

Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaanperusahaan.

(c)

Meningkatkan

koordinasi

dengan

instansi

terkait

di

tingkat

pusat

melalui

PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan. (d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.

D. TANAH LONGSOR 1. PENGERTIAN TANAH LONGSOR Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinyatanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akanmenambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperansebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerakmengikuti lereng dan keluar lereng.

ii

2. JENIS TANAH LONGSOR Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasipaling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. 2.1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata ataumenggelombang landai. 2.2. Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. a. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. b. Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. c. Pergerakan Blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. d. Rutuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
ii

e. Rayapan Tanah Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hamper tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring kebawah. f. Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak di dorong oleh air. Kecepatan aliran terantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai pada ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

A.

Penyebab Tanah Longsor Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat di bedakan menjadi penyebab yang berupa:

Factor pengontrol gangguan kestabilan Proses pemicu longsoran Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi

(terutamakemiringan lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk longsor, karena kondisi kemiringan lereng batuan atau tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor atau terganggu kestabilannya tanpa dipicu oleh proses pemicu. Factor pengontrol gangguan kestabilan lereng: - Penggundulan hutan, tanah longsor umumnya banyak terjadi daerah yang relative gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang. - Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. - Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng cukup tinggi memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor

ii

terutama terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakantanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. - Ancaman tanah longsor biasanya di mulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah yang besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. - Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. - Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam umumnya terjadi di daerah longsoran lama. Proses pemicu longsoran dapat berupa: - Peningkatan kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk longsor. Peningkatan kandungan air ini sering disebabkan oleh meresapnya air hujan, air kolam atau air selokan yang bocor atau aiar sawah ke dalam lereng. - Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat atau kendaraan. Gempa bumi pada tanah pasir dengan kandungan air sering mengakibatkan liquefaction (tanah kehilangan kekuatan geser dan daya dukung, yang diiringi dengan penggenangan tanah oleh air dari bawah tanah). - Peningkatan beban yang melampau daya dukung tanah atau kuat geser tanah. Beban yang berlebihan ini dapat berupa beban bangunan ataupun pohon-pohon yang terlalu rimbun dan rapat yang ditanam pada lereng lebih curam dari 40 derajat. - Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga. a. Akibat susutnya muka air yang cepat di danau atau waduk dapat menurunkan gaya

penahan lereng, sehingga mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. Namun secara garis besar penyebab tanah longsor dapat dibedakan sebagai faktor alam dan manusia:

ii

1. Faktor alam Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain: a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung api. b. Iklim: curah hujan yang tinggi. c. Keadaan topografi: lereng yang curam. d. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika. e. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis. 2. Factor manusia Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain: a. Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal. b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng. c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah. d. Penggundulan hutan. e. Budidaya kolam ikan diatas lereng. f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman. g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri. h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul 4 kejadian alam. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Geografi. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Makalah yang kami buat ini, tentunya masih banyak kekurangan, demi kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan masukan / kritikan yang bersifat membangun.

Kuningan, Oktober 2013

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii A. GEMPA BUMI ................................................................................................................ 1 B. ANGIN TOPAN ................................................................................................................ 5 C. KEBAKARAN HUTAN ..................................................................................................8 D. TANAH LONGSOR ........................................................................................................12

ii

You might also like