You are on page 1of 3

Penegakan diagnosis dan pathogen

PENEGAKKAN DIAGNOSIS 1. Anamnesis Beberapa komponen penting yang dapat ditanyakan pada saat anamnesis yang berhubungan dengan anemia makrositik adalah (Waterbury, 2001) : a. Penyakit hati obstruktif dan hepatoseluler sering disertai dengan peningkatan MCV dan pada umumnya kurang dari 110 fl. Pada penyakit hati, membrane sel darah merah menimbun lipid sehingga sel-sel darah tampak besar dan bundar tanpa variasi ukuran dan bentuk menyolok. Abnormalitas morfologi ini tidak berhubungan dengan anemia meskipun anemia juga dapat terjadi dari mekanisme lain. b. Pecandu alkohol seringkali mengalami peningkatan ringan MCV (100-110 fl). Penyebab peningkatan ini masih belum jelas, tetapi telah diketahui kelainan ini dapat terjadi tanpa penyakit hati atau defisiensi folat. c. Anemia megaloblastik merupakan keadaan yang disebabkan karena defisiensi asam folat dan B12. Pasien dapat mengalami nyeri mulut, gangguan pencernaan seperti konstipasi atau diare. 2. Pemeriksaan fisik Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah menemukan tanda-tanda keterlibatan organ dan untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah (Oehadian, 2012) : a. Kelemahan berat, malabsorbsi b. Adanya takikardi, dispnea, hipotensi postural c. Pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai predictor anemia d. Lidah sakit dan lidah licin (pada anemia megaloblastik) e. Pada defisiensi B12 dapat ditemukan neuropati perifer 3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang Pada kasus anemia megaloblastik, nilai MCV seringkali lebih dari 115 fl. Bila anemianya berat, sel-sel darah merah menunjukkan anisositosis dan poikilositosis yang dominan dengan makro-ovalositosis. Neutrofil seringkali hipersegmentasi (berlobus enam atau lebih) dan jumlahnya menurun yang menetap selama 10 hari sampai 2 minggu setelah pengobatan, trombosit

menurun jumlahnya, sumsum tulang khas hiperseluler dengan perubahanperubahan megaloblastik prekusor eritroid dan granulositik. Pewarnaan besi sumsum tulang seringkali memperlihatkan sideroblas abnormal dan kadangkadang dapat terlihat sideroblas bercincin (Waterbury, 2001). b. Kadar vitamin B12 dan folat serum Kadar B12 serum biasanya sangat rendah dan pada anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, folat serum khas sangat rendah, namun folat serum sangat peka terhadap asupan diit yang baru sehingga folat serum hanya sedikit membantu dalam menegakkan diagnosis anemia megaloblastik (Waterbury, 2001). c. Uji Schilling Terutama digunakan untuk kasus-kasus anemia megaloblastik dengan etiologi yang membingungkan. Nilai dari uji Schilling dapat abnormal pada awal anemia megaloblastik, sehingga lebih dapat dipercaya setelah anemia megaloblastik diobati selama 1-2 minggu (Waterbury, 2001). d. Dapat terjadi hiperbilirubinemia indirek, peningkatan laktat dehidrogenase serum dan peningkatan besi serum.

Waterbury, L. 2001. Buku Saku Hematologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 25-33 Oehadin, A. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Continuing Medical Education CDK-194 Vol 39, No. 6 Subbagian Hematologi Onkologi Medik, Bagian Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin, Bandung. 6 hal

PATOGENESIS Terdapat dua jenis utama anemia megaloblastik, satu disebabkan oleh defisiensi folat dan yang lain disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Anemia ini dapat disebabkan karena defisiensi gizi (misalnya asam folat) atau akibat gangguan penyerapan seperti pada kasus vitamin B12. Kedua komponen tersebut diperlukan untuk sintesis DNA sehingga efek defisiensi keduanya pada eritropoiesis serupa (Kumar et al., 2007). Tanda morfologi utama anemia megaloblastik adalah pembesaran precursor eritroid sehingga terbentuk sel darah merah yang sangat besar. Hal ini terlihat jelas pada precursor granulosit yang juga membesar menghasilkan pembentukan neutrofil hipersegmentasi yang sangat khas. Hal yang mendasari gigantisme sel darah merah pada anemia ini adalah gangguan sintesis DNA yang menyebabkan keterlambatan pematangan inti sel dan pembelahan sel, sedangkan sintesis RNA dan elemen sitoplasma berlangsung dengan kecepatan normal. Hal tersebut menyebabkan sintesis RNA dan elemen sitoplasma mengalahkan kecepatan pembentukan inti sel yang dapat disebut dengan asinkronisitas nukleus-sitoplasma (Kumar et al., 2007). Cacat sintesis DNA yang berat akan mengalami apoptosis di sumsum tulang tanpa menghasilkan sel darah merah, yang lainnya berhasil membentuk sel darah merah dewasa tetapi hanya dalam beberapa kali pembelahan sehingga hasil total dari prekursor ini menurun. Precursor granulosit dan trombosit juga mengalami hal yang sama, sehingga sebagian besar pasien anemia megaloblastik memperlihatkan tanda pansitopenia (anemia, trombositopenia, granulositopenia) (Kumar et al., 2007). Kumar, V., R.S. Cotran and S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Vol.2. Alih Bahasa : Brahm, U. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 461462

You might also like