You are on page 1of 72

A.

Latar Belakang Masalah Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puja dan puji syukur milik Allah Subhanahu Wataala, Semoga Allah selalu menunjukkan kita pada jalan

kebaikan dan kebenaran. Sholawat serta salam semoga dapat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohualaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabatnya, Allahuma Amin. Kami yakin tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, makalah ini belum dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami dari kelompok empat mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. H.Zulfi Mubaroq M.Ag selaku pembimbing mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami. Setelah sekian lama berada di dalam belenggu penjajahan, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 rakyat Indonesia menyatakan dirinya sebagai bangsa yang merdeka. Proklamasi Kemerdekaan tersebut pada hakekatnya merupakan perwujudan dari niat dan tekad bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Pada umumnya sebagian besar dari rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi arti dan maksud kemerdekaan itu. Kecepatan tanggapan rakyat terhadap kemerdekaan itu dapat dilihat dengan timbulnya gerakan-gerakan rakyat yang bergerak menyongsong Proklamasi Kemerdekaan. Datangnya kemerdekaan itu disambut oleh seluruh rakyat, baik yang berada di kota maupun di pelosokpelosok. Rakyat dengan cepat dan serentak bergerak secara spontan untuk mengambil inisiatif untuk memberi arti dan isi kepada kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan itu. Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.

Bertolak dari asumsi itu, kita perlu memahami kehidupan umat Islam Indonesia pada pasca kemerdekaan yang akan menentukan sebagian wajah lehidupan umat Islam Indonesia pada masa-masa selanjutnya. Kerajaankerajaan islam di Indonesia mempunyai pengaruh terhadapa peradaban, kehidupan agama, sosial dan politik di Indonesia. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui keberadaannya, dan keberadaan kerjaan islam di indonesia telah banyak berjasa dalam usaha merebut tanah air kita dari tangan kolonialis. Para raja dan segenap kekuatan kerajaan melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan. Sebagai contohnya adalah, setelah bangsa Indonesia

memproklamasikan kemerdekaan sudah barang tentu mereka mengalami tantangan-tantangan dan hambatan yang berasal dari luar maupun dalam negeri. Pergolakan terjadi di mana-mana, keadaan Bala Tentara Dai Nippon yang masih utuh dan lengkap sebagai tentara penduduk Jepang di Indonesia dalam Perang Dunia II melawan Sekutu acuh tak acuh atau malahan tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.1 Untuk mengatasi hal tersebut jalan yang ditempuh rakyat Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan negerinya adalah dengan kekerasan memaksa pihak Jepang menyerahkan

pemerintahan atas Republik Indonesia yang dikuasainya. Di seluruh wilayah Indonesia rakyat bangkit untuk mengadakan perlucutan senjata atas tentara Jepang yang telah kalah dalam Perang Dunia II baik lewat kekerasan maupun dengan jalan perundingan. Maka yang ditempuh jalan kekerasan seperti yang terjadi di Kotabaru Yogyakarta pada tanggal 6-7 Oktober 1945.2 Dengan datangnya Sekutu pada akhir September 1945 di Indonesia disambut dengan sikap netral oleh pemerintah Indonesia mengingat tugasnya sebagai penjaga ketentraman bekas daerah jajahan bangsa Jepang,

Tashadi dkk,Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 di DIY, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987, hlm. 79. 2 SESKOAD, Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta., Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993/1994, hlm. 1

jadi tugas Sekutu di Indonesia bersifat kepolisian. Namun pada kenyataannya Sekutu telah melanggar kedaulatan Bangsa Indonesia dengan cara membebaskan dan mempersenjatai kembali tentara-tentara kolonial Belanda bahkan pasukan-pasukan Jepang yang seharusnya dilucuti justru dipakai untuk melawan kekuatan bersenjata rakyat Indonesia. Sikap dari Sekutu yang secara langsung telah membohongi bangsa Indonesia, membuat perasaan tidak suka di kalangan rakyat Indonesia. Di seluruh wilayah Indonesia kedatangan Sekutu mendapat perlawanan sangat keras, karena mereka merasa bahwa kedatangan Sekutu sebenarnya hanya ingin menegakkan kembali kekuasaan kolonial Belanda atas Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan munculnya aksi-aksi untuk menegakkan kemerdekaan dan mempertahankan dari ancaman luar. Dalam perjuangan melawan musuh yang ingin menegakkan kembali penjajahan atas Indonesia, seluruh rakyat bangkit berjuang memanggul senjata. Hal tersebut merupakan perjuangan rakyat semesta, yaitu gerakan ketahanan dan pertahanan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Antara aparat Pemerintah Sipil dan Angkatan Bersenjata beserta laskar-laskar bersenjata bahu-membahu dalam totalitas ketahanan dan pertahanan. Jumlah persenjataan yang sangat terbatas bukan merupakan hambatan untuk melakukan perlawanan. Bangsa Indonesia telah memadukan kekuatan yang ada dengan mengikutsertakan seluruh rakyat baik moral maupun material.3 Kasultanan Yogyakarta dan sekitarnya, yang terkenal dengan sebutan kota perjuangan dan kota revolusi, tidak luput pula dari keadaan di atas. Rakyat bersiap, menyesuaikan diri dengan suasana baru, alam kemerdekaan. Dan ketika kemerdekaan yang baru terwujud mendapat tantangan dari pihak

Badan Musyawarah MUSEA,1985,Yogya Benteng Proklamasi, Daerah Istimewa Yogyakarta, hlm. 1.

Belanda, sehingga timbul konflik dengan pemerintah Belanda.4Berdasarkan Proklamasi itu rakyat Indonesia menolak segala bentuk penjajahan yang berasal dari luar. Sebaliknya Pemerintah Belanda menganggap Indonesia sebagai daerah jajahannya. Pemerintah Belanda menyadari bahwa untuk mendirikan pemerintah seperti zaman Belanda itu tidak mungkin bisa dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena di mana-mana mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia. Menghadapi kenyataan itu Pemerintah Belanda menggunakan strategi memecah belah wilayah Indonesia menjadi negara-negara bagian , sehingga pengaruh itu akan semakin berkurang kalau mungkin negara itu dilenyapkan. Dalam hal ini kerajaan ternate bersama rakyatnya berjuang sekuat tenaga mengusir penjajah dari negeri tercinta ini. Mereka meyakini bahwa penjajahan hanya akan menyengsarakan rakyat, dan tidak akan membawa kemakmuran. Dan hanya melakukan penindasan dan kerusuhan dimana saja. Tentunya kerajaan ternate tidak tinggal diam melihat kenyataan ini. Apalagi dalam islam segala bentuk penindasan dilarang dan diharamkan secara mutlak. Pemerintah Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta sejak 4 Januari 1946 ini, merupakan benteng perjuangan dan pertahanan bagi kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia adalah jantung semangat kesatuan dan nasionalisme Indonesia. Berdasarkan pendapat itu maka Pemerintah Belanda tidak mungkin bisa melaksanakan rencananya untuk menguasai wilayah Indonesia kembali, selama pemerintah Indonesia masih tetap berdiri.5Taktik dan strategi yang dipergunakan Belanda dalam usaha melenyapkan RI dengan cara memecah belah wilayah Indonesia dengan pembentukan negara-negara
4

Letnan Djendaral T. B.Simatupang,Pengantar Ilmu Perang Di Indonesia, Djakarta: PT Kinta, 1968, hlm. 18. 5 Moh. Idris A. Kesuma., Agresi Balanda II: Kegagalan Harian Kedaulatan Rakyat, tanggal 20 Desember 1983.

bagian, melalui perundingan dan tindakan militer. Pembentukan negaranegara bagian dipelopori oleh Letnan Gubernur Van Mook berhasil mendirikan Negara Indonesia imur pada tahun 1946. Aksi ituditeruskan dengan membentuk negara Sumatra yang meliputi daerah pendudukan kaya pada tahun 1947. Perbuatan yang dilakukan Belanda tanpa berembug dengan RI atau KTN, merupakan tindakan sepihak tanpa menghargai perundingan yang di rintis. Pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Belanda menyerbu secara besar-besaran ke wilayah RI. Kota Yogyakarta yang berperan sebagai Ibukota RI, dalam waktu singkat jatuh ke tangan tentara Belanda. Presiden dan Wakil Presiden, Sutan Syahrir beserta sejumlah menteri berhasil ditawan Belanda. Keadaan ini cukup membesarkan harapan pemerintah Belanda untuk melenyapkan RI beserta angkatan perangnya. Tetapi yang diperhitungkan Belanda itu tidak seluruhnya benar, karena secara politis dan strategis tindakan kekerasan Belanda itu justru merugikan bagi dirinya sendiri. Tindakan tentara Belanda itu mengakibatkan meluapnya semangat rakyat dan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Oleh karena yang terjadi bukan perdamaian, melainkan persengketaan antara pemerintah Belanda dengan pemerintah RI serta rakyat Indonesia menjadi semakin memuncak. Uraian di atas menunjukkan bahwa salah satu kerajaan islam melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda, yang tetap berusaha untuk tetap menguasai wilayah RI. Sebaliknya pemerintah RI walapun di dalam menghadapi Belanda selalu mengalami kerugian, namun RI tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan, kedaulatannya melalui perjuangan diplomatik dan militer. Dengan mempelajari eksistentensi kerajaan Islam di Indonesia kita dapat melihat bagaimana kontribusi mereka dalam menegakkan kedaulatan

negara indonesia. Dalam makalah ini penulis hanya memfokuskan pada dua Kesultanan yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Ternate B. Tujuan Penulisan Mendeskripsikan sejarah peradaban Islam dari aspek Ideologi, Politik, ekonomi, Sosial budaya, Militer, dan Pendidikan pada masa Kesultanan Yogyakarta dan Ternate C. Rumusan Masalah Bagaimanakah sejarah peradaban islam, dari aspek Ideologi, Politik, ekonomi, Sosial budaya, Militer, dan Pendidikan pada masa Mendeskripsikan sejarah peradaban Islam dari aspek Ideologi, Politik, ekonomi, Sosial budaya, Militer, dan Pendidikan pada masa Kesultanan Yogyakarta dan Ternate ? D. Pembahasan 1. Kondisi Geografis Kesultanan Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah tingkat I di Indonesia dengan Ibukota Yogyakarta, yang wilayahnya terletak di bagian tengah pulau Jawa. Yogyakarta terletak dijantung pulau Jawa. Di utara terdapat gunung Merapi, di sebelah selatan dibatasi oleh samudra Hindia, sedangkan di
6

sebelah timur dibatasi oleh kota Klaten, dan di sebelah barat dibatasi oleh kota Purworejo, sementaradijantung kota masih tegar berdiri Kraton yang dikelilingi bangunan bersejarah yang mencerminkan kekayaan budaya yang dapat memberikan gambaran perjuangan sejarah Yogyakarta.6 Secara geologis propinsi DIY termasuk zona tengah bagian selatan dari formasi geologi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Letak Yogyakarta yang berada di tengah-tengah pulau Jawa ini merupakan wilayah yang sangat strategis dalam jaringan ekonomi terutama pulau Jawa bagian selatan. Sementara secara astronomi wilayah DIY terletak diantara 7 derajat 33 LS-8 derajat 15 LS dan 110 derajat 5 BT-110 derajat 48 BT. Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi wilayah dari eks Swapraja Kasultanan Yogyakarta dan eks Swapraja Pakualaman serta daerah eks enclave Kapenawon Ngawen di Gunung Kidul, eks Kawedanan Imogiri dan Kapenawon Kotagede di Bantul, yang mana ketiga tersebut semula termasuk wilayah propinsi Jawa Tengah. Jadi secara keseluruhan luas wilayah DIY mencapai 3. 185, 80 km persegi. Dengan demikian bentuk keseluruhan Daerah Istimewa Yogyakarta menyerupai segitiga dengan puncak gunung Merapi setinggi 2991 meter terletak di sebelah utara.7 1.2 Sejarah Kesultanan Yogyakarta Di Daerah Istimewa Yogyakarta dari dulu sudah terdapat suatu pemerintahan yang teratur. Karena di Yogyakarta sudah ada pemegang kekuasaan, yaitu penguasa tradisional yang memerintah secara turun temurun. Pada saat itu di daerah Kasultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan Kadipaten Pakualaman Kanjeng dipimpin oleh Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII.Keduanya pada masa Jepang menyatukan wilayah kembali. Kadipaten Pakualaman oleh Paku Alam VIII
6

Biro Bina Pemerintahan Umum Setwilda Propinsi DIY,1992, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi DIY, Yogyakarta, hlm. 22. 7 Ibid. ,hlm 18

dikembalikan

ke

induknya,yaitu

Kasultanan

Yogyakarta.8Adanya dua

penguasa tradisional di daerah Yogyakarta memungkinkan pemerintahan Belanda semakin jauh mencampuri pemerintahan di daerah Yogyakarta. Hal itu memang telah dipersiapkan oleh Belanda jauh sebelumnya dan penguasa daerah Yogyakarta saat itu tinggal menerima warisan politik dari pendahulupendahulunya, yang pada waktu itu campur tangan Belanda telah ada. 9 Pada saat menjelang keruntuhan pemerintahan, Belanda tetap mengadakan hubungan dengan raja-raja di Jawa Tengah, termasuk Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman. Kekuasaan untuk mengadakan hubungan ini dilakukan oleh Gubernur Jendral Belanda kepada penguasa tradisional Yogyakarta, yang kemudiaan melahirkan adanya kontrak politik yang terakhir diadakan dengan Kasultanan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 yang di sebut Overeenkomst tusschenhet Gouverment van Nederlandsch Indieen sultanat Yogyakarta, dan

diundangkan dalam Staatsblad 1941 No. 47. Sedang dengan Pakulaman disebut Zelfsbestuur Regelan Pakulaman yang diundangkan staatsblad 1941 No. 577.10Walaupun nama dari kontrak politik itu berbeda, tetapi jiwa dan isinya pada hakekatnya sama, yaitu mengatur hubungan antar pemerintahan Hindia Belanda dengan penguasa tradisional atau daerah Swapraja. Kontrak politik itu diadakan setiap ada pergantian raja. Hubungan antara wilayah dari kerajaan-kerajaan itu ada yang secara langsung dengan pemerintah Belanda, tetapi ada juga yang tidak langsung. Wilayah yang langsung berhubungan dengan pemerintah Belanda ialah wilayah kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya. Kontrak politik itu dapat dibedakan menjadi dua yaitu Long Contract, ditetapkan satu persatu kesatuan Belanda
8

G. Moedjanto,1994, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman, Yogyakarta: Kanisius, hlm.40. 9 http//:sejarah-kasultanan yogyakarta.5-12-2013 10 Depdikbud, 1978, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 141.

mengenai hubungannya dengan kerajaan yang bersangkutan, dimana dalam kontrak politik itu ditetapkan semua aspek kehidupan yang ada di daerah dan merupakan kesepakatan bersama. Jenis kontrak politik yang kedua adalah Korte Verklaring, memuat pernyataan bahwa kerajaan mengakui kekuasaan Belanda dan mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan, kontrak politik ini hanya dibuat oleh satu pihak yaitu Belanda.11 Pada masa itu, secara birokrasi Sultan disingkirkan dari pemerintahan sehari-hari, yang dipegang oleh Pepatih Dalem dan berfungsi mengepalai bagian Kanayakan. Gubernur Belanda mengontrol pemerintahan Pepatih Dalem, dan Sultan cenderung hanya sebagai simbol di dalam Kraton dan terpisah dari rakyat.. Jadi pemerintah Belanda telah membatasi kekuasaan Sultan secara legal terhadap Kabupaten-kabupaten, sehingga secara sistematis wilayah Yogyakarta dapat dieksploitasi Belanda dengan birokrasi yang dimiliki oleh Kasultanan sendiri yaitu bagian Kanayakan. Begitu pula dengan nasib dari Kadipaten Pakulaman tidak jauh berbeda dengan Kasultanan Yogyakarta, campur tangan Belanda di Kadipaten Pakulaman juga cukup besar. Dalam hal itu Belanda juga mampu mengeksploitasi Kadipaten Pakualaman dengan birokrasi yang ada.12 Keadaan-keadaan tersebut memang harus diterima oleh Sultan Hamengku Buwono IX maupun Pakualam VIII, karena politik daerah Yogyakarta memang ada di bawah pemerintah Hindia Belanda dan juga adanya kontrak politik yang semakin membatasi kekuasaan Sultan dan Paku Alam. Kekuasaan Politik pemerintah Belanda di daerah Yogyakarta berlangsung sampai pecahnya Perang dunia II, yang kemudiaan Yogyakarta dapat diduduki oleh Jepang.13

11 12

Ibid hal, 141 http//:sejarah-kasultanan yogyakarta 13 http//:sejarah-kasultanan yogyakarta

Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, maka ditetapkan UndangUndang No. 1 tentang pemerintahan bala tentara Jepang. Dalam UU ini ditentukan bahwa bala tentara Jepang untuk sementara waktu

melangsungkan pemerintahan militer di daerah-daerah yang di kuasainya. Selanjutnya ditentukan pula bahwa badan pemerintahan, hukum dan UU dari Belanda untuk sementara diakui, asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer Jepang.14 Pada jaman pendudukan Jepang, Yogyakarta mengalami perubahan susunan pemerintahan. Pada bulan April 1945 terjadi suatu perubahan yaitu Kabupaten Yogyakarta yang dulu mempunyai urusan meliputi daerah Kalasan, Sleman, Godean dipecah menjadi dua yakni: Kabupaten Kota dan Kabupaten Sleman. Kota Yogyakarta tidak mempunyai status Gemeente, jadi masih tetap di bawah pemerintahan Zelfbestuur yang berpusat di Kapatihan Danurejan. Pada masa itu Kemantren Panembahan dan Kemantren Kadipaten dijadikan satu Kemantren Kraton. Sedangkan Kalurahan Tegal Rejo dan Kalurahan Karang Waru dijadikan satu menjadi Kemantren Tegal Rejo. Selanjutnya Kalurahan Kuncen ditambah sebagian Kemantren Matri Jeron di gabung dengan Kemantren Wirobrajan. Dengan perubahan-perubahan ini, maka di dalam kota terdapat dua belas Kemantren dan dua orang Bupati, yaitu Bupati Kota Kasultanan dan Bupati Kota Paku Alaman. Sedangkan Wedana dan asisten Wedana dalam kota dihapuskan serta sebutan mantri Kepala Kampung telah lama diubah menjadi pangreh praja, yang berhubungan dengan Bupati Kota. Hal ini dilakukan Sri Sultan HB IX jauh sebelum Jepang menduduki Indonesia.15 Pada masa pendudukan Jepang, daerah Yogyakarta mula-mula merupakan daerah pemerintahan militer yang disebut sebagai Yogyakarta Gunseibu yang meliputi Kasultanan dan Paku Alaman. Bulan Juli 1942 oleh
14

Depdikbud.Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1977,Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta,.hlm. 272. 15 Ibid,.hlm. 279.

10

pihak militer Jepang diubah statusnya menjadi daerah Istimewa yang dikenal sebagai Yogyakarta Kooti, sedangkan Sultan dan Paku Alam disebut sebagai Yogya Ko dan Paku Alam Ko. Setelah Jepang kalah dari sekutu, pada bulan Agustus 1945, dan saat Proklamasi 1945 pemerintahan Yogyakarta tiada lagi diadakan perubahan. Namun menjelang Proklamasi, oleh Sri Sultan diadakan penambahan dan kebijaksanaan pemerintahan yang mengarah pada kemajuan rakyat yaitu: pendidikan, jawatan pemerintahan umum, ekonomi, yayasan umum dan lain-lain .16 Dengan kekalahan Jepang atas Sekutu, tidak lama kemudiaan Indonesia merdeka yang disambut gegap gempita di seluruh tanah air. Tidak ketinggalan pula masyarakat Yogyakarta, terlebih setelah Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam menyatakan berada dibelakang negara Indonesia yang baru saja merdeka.17 Dengan demikian, Yogyakarta berada dijaman kemerdekaan, sehingga tata pemerintahan disesuaikan dengan tata pemerintahan negara Indonesia yang baru lahir. Dengan adanya pernyataan dari kedua Raja daerah Yogyakarta, maka kedua daerah swapraja tetap bertahan sesuai dengan semangat dan jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Bahkan pemerintah RI memberikan kedudukan Yogyakarta ini sebagai daerah Istimewa.18 Sehubungan dengan keadaan wilayah Indonesia yang gawat, khususnya di daerah Ibukota Jakarta, waktu itu menyebabkan pemerintahan RI mengambil keputusan untuk memindahkan Ibukota RI ke Yogyakarta untuk sementara waktu. Dengan dijadikan Yogyakarta sebagai Ibukota, maka segala gerak langkah pemerintahan RI tetap berada di Yogyakarta dalam mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia. Mengingat betapa pentingnya peranan Ibukota bagi suatu pemerintahan, terlebih pada masa memperjuangkan dan menegakkan kemerdekaan, maka Yogyakarta selalu
16

SESKOAD,1993/1994: Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta,Dep P dan K, hlm. 101 http//:sejarah-kasultanan yogyakarta 18 http//:sejarah-kasultanan yogyakarta
17 17

11

mendapat ancaman dari pihak lawan baik dari luar maupun dalam. Oleh karena itu, pihak Belanda senantiasa ingin menghancurkan dan merebut Ibukota Yogyakarta. Untuk menghadapi Belanda ini, pihak pemerintah RI sudah mempersiapkan suatu pemerintahan sipil maupun militer.19 1.3 Aspek Ideologi Berbeda dengan para peneliti Barat yang menyimpukan bahwa persinggungan antara Islam dan kebudayaan lokal lebih dilihat sebagai proses Jawanisasi unsur-unsur Islam, Simuh berpandapat lain. Menurut Simuh, peneliti Barat lebih melihat dari sudut Hinduisme sehingga memperkecil pengaruh Islam yang sesungguhnya. Bagi dia, itu adalah proses Islamisasi warisan budaya kraton ketimbang Jawanisasi unsur-unsur Islam.Masih menurut Simuh, ada empat pertimbangan yang melatarbelakangi proses Islamisasi tradisi lama ini; Pertama, warisan budaya kraton yang sangat halus, adiluhung serta kaya raya itu pada zaman Islam tentu bisa dipertahankan dan dimasyarakatkan apabila dipadukan dengan unsur-unsur Islam. Secara obyektif para priyayi dan sastrawan Jawa sejak abad ke-8, berhasil mengembangkan kebudayaan istana dengan memanfaatkan unsur-unsur Hinduisme. Cerita mitos Ramayana dan Mahabarata telah mengilhami munculnya berbagai macam karya sastra dan seni pewayangan langkap dengan pakemnya. Dalam serat Babad disebutkan, bahwa perkembangan bentuk-bentuk kesenian tersebut, tidak lepas dari sentuhan para Wali, terutama Sunan Kalijaga. Contoh kongkret Islamisasi dalam pewayangan tercermin dengan masuknya jimat layang kalimasada (kalimat syahadah) yang dijadikan senjata pusaka kerajaan Amarta (Pandawa). Kedua, para pujangga dan sastrawan Jawa membutuhkan bahan sebagai subject matters dalam berkarya. Karena Hinduisme telah terputus pada zaman ramai-ramainya Islam mewarnai Nusantara, maka satu-satunya
19

Ibid, hlm. 101

12

sumber acuan yang mendampingi kitab-kitab kuno hanyalah kitab-kitab yang bersumber dari lingkungan kebudayaan pesantren. Maka para pujangga dan sastrawan Jawa yang mengetahui bahwa dalam lingkungan budaya pesantren terdapat sumber konsep-konsep ketuhanan, etika, falsafah kebatinan yang kaya, mereka bergairah memasukkan unsur-unsur baru tersebut dalam khasanah budaya Jawa. Ketiga, pertimbangan stabilitas sosial, budaya, dan politik. Adanya dua lingkungan budaya, yakni tradisi pesantren dan kejawen perlu dijembatani agar tercapai saling pengertian dan dapat mengeliminasi konflikkonflik yang mungkin dapat terjadi. Dan keempat, pihak kraton sendiri sebagai pendukung dan pelindung agama merasa perlu mengulurkan tangan untuk menyemarakkan syiar Islam. Untuk itu, pihak penguasa kraton membangun berbagai sarana, baik yang bersifat struktural maupun kultural demi tercapainya syiar Islam. Sehingga sejak jaman Demak bermunculanlah upacara-upacara keagamaan seperti sekaten, grebeg maulud, grebeg hari raya fitrah, juga grebeg hari raya haji, dan sebaginya.20 Dalam hal ini kraton juga mempunyai makna, Yang disebut karaton ialah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kata-kata : ka + ratu + an = kraton. Juga disebut kadaton, yaitu Indonesianya ialah istana, jadi kraton ialah sebuah istana, tetapi istana bukanlah keraton. Kraton ialah sebuah istana yang mengandung arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kulturil (kebudayaan).21 Dan sesungguhnya kraton Yogyakarta itu penuh dengan arti-arti tersebut diatas. Arsiktur bangunan-bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-ukirannya, hiasanya, sampai pada warna gedung-gedungnya pun mempunyai arti. Pohon-pohon yang ditaman di dalamnya bukan

sembarangan pohon. Semua yang terdapat disini seakan-akan memberi


20

Simuh, Sufisme Jawa : Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa,, (Yogyakarta : Bendang, 1995), hlm. 129 21 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

13

nasehat kepada manusia untuk cinta dan menyerahkan diri kepada Allah, berlaku sederhana dan tekun, berhati-hati dalam tingkah laku kita sehari-hari dan lain-lain.22 Menurut Mark R. Woodward, mengutip apa yang telah diungkap Heine-Geldern, di kawasan Asia Tenggara yang mengalami Indianisasi, negara, kota-kota dan istana-istana adalah mikrokosmos. Konstruksi negara dan istana sebagai mikrokosmos yang sempurna merupakan salah satu diantara sumber legitimasi kerajaan yang penting. Tema ini, masih menurut Woordward, bergema dalam banyak studi mengenai agama dan usaha bina negara di kawasan tersebut belakangan ini. Mengutip Tambiah, yang menyebut Mataram dengan apa yang dia istilahkan sebagai masyarakat galaktis (galactic polity), yakni sebuah negara yang diorganisasikan sebagai suatu mandala.23 Berbeda dengan negara-negara yang mengalami indianisasi, kraton Yogyakarta dalam paham kosmologinya menempatkan kasekten pada posisi subordinat dengan wahyu dan kewalian. Kraton Yogyakarta sendiri adalah model kosmik, tetapi kosmos yang dia wakili adalah Islami.24 Ikonografi, simbolisme dan arsitektur kraton Yogyakarta

menggambarkan struktur kosmos Muslim, hubungan antara sufisme dengan syariah, rumusan instropektif dan kosmologis jalan mistik, asal usul dan anak-turun manusia insan kamil. Sehingga kraton lebih dari segala hal, ia merupakan daerah (precinct) yang suci yang mendefinisikan negara dan masyarakat. Dalam hal ini, ia adalah analog dengan Kabah di Mekah, yang menjadi pusat dunia Muslim sebagai suatu keseluruhan. Kraton adalah pusat mistis dan badan spiritual kesultanan yang berperan sebagai wadah untuk mewujudkan esensi ilahiyah yang diwakili oleh sultan.25
22 23

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Hairus Salim HS (penterj.), (Yogyakarta : LkiS, 1999), hlm. 293 24 Op cit Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, hlm. 293 25 Op cit Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, hlm. 294

14

Karena alasan itu, kraton memainkan peran yang demikian penting dalam kehidupan negara Jawa. Milik kraton, lebih dari penguasaan terhadap kawasan, penduduk dan sumber-sumber, adalah kurnia yang menandai legitimasinya. Lebih dari faktor apapun, keratonlah yang membedakan seorang raja dengan pangeran-pangeran penguasa daerah atau tokoh-tokoh pemberontak.26 Bentuk arsitektual dan geometrisnya bersifat linier, dan terdiri atas sejumlah pintu gerbang dan halaman yang berorientasi pada poros utaraselatan. Dalam pengertian yang paling umum ia adalah model badan manusia sempurna dan jalan menuju penyempurnaan manusia. Ia didasarkan pada teori wahdah al-wujud, dan tujuh tingkatan wujud (martabat wujud). Kraton mempunyai sembilan pintu gerbang, yang mempresentasikan lubang-lubang di dalam badan (yang menurut Serat Wirid, harus tertutup dalam proses meditasi maupun dalam ritual pemakaman Muslim).27 Pertiga selatan kraton menggambarkan turunnya manusia sempurna dari eensi ilahiyah dan lahirnya seorang bayi kerajaan. Hal itu hanya bisa dibaca dari selatan ke utara. Pertiga utara kraton itu merupakan model dari formula intropektif dan kosmologis jalan mistik. Jika dibaca dari selatan ke utara, ia melukiskan jalan menuju kesatuan sesaat dengan Allah, sementara jika dibaca dari utara ke selatan ia memantulkan jalan kosmologis dan eskatologis menuju kesatuan akhir. Dipandang dari selatan, bagian tengah kraton adalah pusat administrasi kerajaan, yang perhatian utamanya adalah konsep-konsep loyalitas dan kewajiban. Ini sama dengan kesalehan normatif dan ibadah kepada Allah. Dipandang dari utara, bagian halaman dan tengah kraton itu sama dengan pendakian dari axis mundi, masuk ke dalam surga,
26

Op cit Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan , hlm. 295

27

Op cit Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, hlm. 295

15

dan pencapaian kesatuan yang kekal dengan Allah. Dengan perspektif ini, Sultan analog dengan ketuhanan yang transenden dan istana-Nya, dan dengan para malaikat yang menggitari singgasana Allah.28 Dari paparan di atas dapat ditarik benang merah bahwa kraton Yogyakarta memiliki makna simbolik yang cukup dalam, khususnya jika dilihat dari perspektif religiusitas Islam-Jawa. Konsep religius lebih kongret dicerminkan dari tata-rakit kraton-masjid Agung yang memuat filosofi : manunggaling kawula-Gusti. Kraton adalah wadah kegiatan fisik material, lambang manusia dengan dunianya sebagai pusat kebudayaan. Sedangkan dalam dimensi vertikal, masjid Agung adalah isi kegiatan spiritual menyembah Tuhan sebagai pusat religi. Semenjak tahun 1755 di wilayah Ngayogyakarta telah hadir masyarakat baru yang hidup dala m tatanan islam. Masyarakat hidup rukun dan saling menghormati karena disatukan oleh ikatan etnik, budaya, kesamaan tujuan, dan filosofi kehidupan. Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat hadir memimpin mereka, melindungi, dan mensejahterakan mereka, mendidik dan membimbing ke arah yang mendekati tujuan idiil bersama, hingga matang da n menjadi sebuah bangsa dan umat yang satu yaitu bangsa jawa. Sultan Khalifatulloh dalam dinasti Hamengku Buwana adalah pelanjut dan pembangun kembali negara Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma dan didirikan oleh Panembahan Senopati, sebagai pewaris Kesultanan Pajang yang berpangkal dari demak. Sepanjang

perjalanan sejarah Dinasti Hamengku Buwana dalam fungsi hamangku, hamengku dan hamengkoni pada masyarakat bangsanya, telah berhasil mengaplikasikan nilai-nilai luhur pada tatanan masyarakat yang berbudaya Islami.
28

Pemahaman tentang nilai-nilai luhur pada tatanan masyarakat

Op cit Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, hlm. 296

16

madinah dalam konteks Ngayogyakarta telah terjadi semenjak HB 1, yaitu kajian integratif dalam Majelis Bukhoren yang dipimpin oleh KH Nur. Deri serangkaian pembicaraan rutin dalam kurun waktu yang cukup panjang pada Majelis Bukhoren yang diselenggarakan oleh keraton, maka pada tahun 2008 berhasil diadakan Halaqoh (semiloka) di Keraton Ngayogyakarta (Ndalem Joyokusuman) dan disepakati untuk melahirkan Ngayogyakarta Serambi Madinah sebagai sebutan untuk masyarakat Ngayogyakarta yang berbudaya adhiluhung.29 Pada bulan Agustus 2008 Ngayogyakarta Serambi Madinah

dideklarasikan di Masjid Gedhe, dihadiri oleh para ulama dan tokoh masyarakat dari seluruh DIY dan para tamu dari Banten. Selanjutnya pada 2009 diadakan kesepahaman (MoU) antara Kraton Ngayogyakata dengan Kanwil depag. Deklarasi Masjid Gedhe tersebut telah mendeskripsikan dasardasar Ngayogyakarta Serambi Madinah, yang dituangkan dalam definisi, identifikasi, visi, dan semangat. Selengkapnya sbb: definisi Serambi Madinah adalah sebutan untuk Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebutan ini telah mereprentasikan karakter sosial, budaya dan keagamaan dalam hidup dan berkembang secara riil, sehingga menggambarkan sosok khittah

Ngayogyakarta hadiningrat yang hakiki. Ngayogyakarta Serambi Madinah ini bukan partai, bukan ormas dan bukan organisasi apapun juga bukan bagian dari struktur pemerintah. Ia merupakan sebutan yang terekspresikan dari luapan cita rasa adiluhung masyarakat.Nilai-nilai Ngayogyakarta Serambi Madinah diyakini telah termuat secara keseluruhan dalam ajaran Walisongo, Piwulang Agung Kraton Ngayogyakarta, kaweruh filosofi dan budaya masyarakat sebagai reinterpretasi terhadap Piagam Madinah pada zaman Nabi. Namun tetap diakui bahwa tidaklah mudah untuk mengambil

mutiara-mutiara ajaran yang tersebar dalam samodera kaweruh tersebut

29

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

17

sebagai penjelasan yang dikehendaki terhadap naskah deklarasi Masjid Gedhe dimaksud.30

Adapun tujuh identifikasi Kesamaan Madinah dengan Ngayogyakarta yaitu: 1. Sejiwa dengan piagam madinah yang berisi penguatan masyarakat plural yang aman dan damai dalam disiplin dan identitas keagamaan yang jelas. 2. Pusat pengembangan peradaban dengan ilmu pengetahuan dan budaya. 3. Bersatunya kaum muhajirin (pendatang ) dan kaum ashar (pribumi) yang hakiki, artinya masyarakat bhineka tunggal ika dalam kehangatan ukhuwah yang tulus dan sejati. 4. Kawah candra dimuka untuk mencetak tokoh-tokoh besar. 5. Tempat perlindungan bagi orang teraniaya.
30

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

18

6. Wilayah pengembangan nilai-nilai tradisional religius. 7. Karakter masyarakat ramah dan sopan.31 Dan ada delapan visi serambi madinah: 1. Agama adalah anugerah Allah swt untuk membimbing para hamba-Nya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Nikmat dan rahmat Allah swt amat banyak telah dilimpahkan pada hamba-Nya, maka haruslah disyukuri dan digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dan diridhoi-Nya. 3. Menyadari bahwa kehidupan ini adalah kelanjutan dari suatu proses yang telah berjalan panjang, maka disamping menghargai jasa-jasa dan prestasi para pendahulu kita jugaharus melanjutkan dan

mengembangkanaya secara kreatif sebagai amanat amal jariyah. 4. Menyadari akan keterbatasan setiap manusia maka mewujudkan generasi pelanjut yang lebih berkualitas adalah suatu keharusan yang tidak boleh diabaikan. 5. Untuk mewujudkan kehidupan yang berkualitas, maka kebodohan dan keterbelakangan harus diperangi ; oleh karena itu pendidikan mempunyai arti penting yang mutlak, baik pendidikan formal , informal, maupun non formal. 6. Sebagai masyarakat yang berbudaya adhiluhung, maka faktor formal dan akhlaqul karimah menjadi bingkai utama yang kokoh dan tegas dalam tatanan kedupan sehari-hari. 7. Agar tidak menjadi beban pihak lain dan demi menjaga muruah (harga diri), maka jiwa adhiluhung mengharuskan setiap pribadi memiliki penuh semangat dalam bekerja, berprestasi dan berjasa, tanpa mengabaikan tugas-tugas ritual keagamaan.

31

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

19

8. Sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dalam menuaikan tugas dan kehidupan, maka dalam pergaulan harus saling menghormati, membantu , rukun dan tenggang rasa.32 Dan Sepuluh Semangat Serambi Madinah : a. Taqwa dalam beragama. b. Rukun dan hormat serta gotong royong dalam bermasyarakat. c. Bersikap ramah dan sopan dalam bergaul.

d. Hidup dengan landasan ilmu dan penuh amal serta pengabdian. e. Mewujudkan keluarga yang harmonis dalam mawadah dan rahmah. f. Mempersiapkan keturunan (anak cucu) sebagai generasi pelanjut yang lebih berkualitas. g. Nguri-uri nilai-nilai lama yang bermanfaat dan mengembangkannya secara selektif, sekaligus kreatif dan innovatif. h. Menghargai jasa para pendahulu / leluhur dan meneladaninya, serta menghargai setiap prestasi yang bermanfaat bagi kehidupan. i. Membangun karakter dan moral masyarakat dengan amar maruf nahi munkar secara bermartabat. j. Etos kerja yang tinggi untuk mencapai prestasi dalam bingkai tawakal dan doa.33

32 33

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

20

Bila dikategorikan, paling tidak penjelasan itu akan menyangkut halhal sebagai berikut: a. Kedaulatan pangan bagi masyarakat sebagai inti dari kesejahteraan sosial ekonomi. Pembicaraan ini ingin difokuskan pada vitalisasi pertanian. b. Filosofi Ngayogyakarta Serambi Madinah, yaitu sejumlah nilai dasar dari ajaran Islam Jawa yang membingkai wujudnya Ngayogyakarta Serambi Madinah. c. Kemajemukan sosial budaya, yaitu pemahaman akan kemajemukan masyarakat sebagai potensi pengembangan Ngayogyakarta Serambi Madinah. d. Ngayogyakarta Serambi Madinah sebagai implementasi fungsi khilafah. Pembicaraan di sini sangat erat kaitannya dengan fungsi hamangku, hamengku dan hamengkoni pada diri Sultan sebagai Khalifatullah. e. Sejarah Muhammad saw, baik sebagai pribadi maupun sebagai Rasulullah. Pembicaraan di sini terutama untuk mengungkap kebesaran Islam sebagai rahmatan lil alamin dan interelasi antara Muhammad sebagai pribadi dan utusan Allah swt, atau format

21

manunggaling kawulo gusti antara beliau dan Dia Yang Maha Mutlak34.

1.4 Aspek politik Salah satu konsep menarik dari tradisi yang berlaku di lingkungan kraton Yogyakarta adalah bahwa sultan atau raja yang memerintah bergelar Senopati ing Alogo Abdurrahman Sayyidin Panotogomo Khalifatullah. Sudah disingung di bagian awal tulisan ini, gelar sultan tersebut memiliki makna sultan sebagai pemimpin yang sah yang berkuasa menentukan perdamaian dan peperangan karena kedudukannya sebagai panglima perang tertinggi sekaligus sebagai pemika dan pelindung agama karena posisinya sebagai khalifatulah, yakni pengganti Nabi Muhammad SAW. 35 Dalam serat Centhini disebutkan bahwa kalifatullah berarti wakil Allah di muka bumi, penerus Nabi Muhammad. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari sudut gelar sultan dalam tradisi kraton Yogyakarta menunjukkan sistem politik dalam pemerintahan kraton Yogyakarta menyatukan dimensi ilahiyah dan duniawiah, atau dalam khasanah politik Islam dikenal istilah penyatuan agama dan negara dien wa daulah.36 Pemerintah Sipil mula-mula berpusat di Kepatihan Yogyakarta dibawah pimpinan Sri Sultan HB IX. Pemerintah Sipil di daerah Yogyakarta dilaksanakan oleh Jawatan Praja, yang ditunjuk sebagai pemerintah darurat didalam kota dengan cara berpindah-pindah. Fungsi dan peranan Jawatan Praja ini sebagai penghubung antara Kepala Daerah atau wakil Kepala Daerah yaitu Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII dengan segenap aparat
34 35

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 36 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

22

pemerintahan dan rakyat yang di lakukan secara sembunyi-sembunyi. Dengan demikian, terjadilah hubungan yang mantap antara Sri Sultan dengan Bupati diseluruh Kabupaten di DIY. Melalui jawatan Praja disampaikan pula petunjuk-petunjuk teknis serta diberikan penugasan-penugasan bagi para Pamong Praja khususnya diluar kota untuk mengadakan kerjasama dengan pihak militer lewat komando Distrik Militer setempat.37 Dengan semakin gentingnya suasana Ibukota Jakarta, yang

disebabkan adanya teror-teror dari Belanda yang membonceng NICA, membuat terancamnya para pemimpin kita. Oleh karena itu, pada tanggal 4 Januari 1946 pemerintah Republik Indonesia mengambil keputusan untuk memindahkan Ibukota untuk sementara waktu, dengan alasan demi keamanan dan menyempurnakan organisasi dalam negeri. Dengan suasana yang demikian itu, maka para pemimpin kita tidak akan melaksanakan tugasnya untuk mengatur negara dengan tenang. Yogyakarta dianggap lebih tepat untuk menjadi Ibukota atau pusat pemerintahan negara pada waktu itu. Dipilih kota Yogyakarta, karena adanya alasan aspek dukungan segenap lapisan masyarakat Yogyakarta dibawah pimpinan Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, kecuali itu disebabkan pula karena desakan dari Badan Pekerja KNI DIY, yang melihat bahwa daerah Yogyakarta cukup aman dan dapat menjamin terlaksananya roda pemerintahan RI pada masa perjuangan.38 Sehubungan dengan kepindahan Presiden dan wakil Presiden dari Jakarta ke Yogyakarta, maka ikut pula beberapa kementrian, dengan demikian maka secara berangsur-angsur kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan RI. Dengan pindahnya pusat RI dari Jakarta ke Yogyakarta, baik eksekutif maupun legislatif, maka secara positif kota Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Oleh karena segala derap langkah perjuangan

37 38

http//:sejarah-kraton-jogja.5-12-2013 SESKOAD,1993/1994:op.cit. hlm. 108.

23

untuk menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan berdampak luas bagi kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya.39 Dengan semakin gentingnya suasana Ibukota Jakarta, yang

disebabkan adanya teror-teror dari Belanda yang membonceng NICA, membuat terancamnya para pemimpin kita. Oleh karena itu, pada tanggal 4 Januari 1946 pemerintah Republik Indonesia mengambil keputusan untuk memindahkan Ibukota untuk sementara waktu, dengan alasan demi keamanan dan menyempurnakan organisasi dalam negeri. Dengan suasana yang demikian itu, maka para pemimpin kita tidak akan melaksanakan tugasnya untuk mengatur negara dengan tenang. Yogyakarta dianggap lebih tepat untuk menjadi Ibukota atau pusat pemerintahan negara pada waktu itu. Dipilih kota Yogyakarta, karena adanya alasan aspek dukungan segenap lapisan masyarakat Yogyakarta dibawah pimpinan Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, kecuali itu disebabkan pula karena desakan dari Badan Pekerja KNI DIY, yang melihat bahwa daerah Yogyakarta cukup aman dan dapat menjamin terlaksananya roda pemerintahan RI pada masa perjuangan.40 Sehubungan dengan kepindahan Presiden dan wakil Presiden dari Jakarta ke Yogyakarta, maka ikut pula beberapa kementrian, dengan demikian maka secara berangsur-angsur kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan RI. Dengan pindahnya pusat RI dari Jakarta ke Yogyakarta, baik eksekutif maupun legislatif, maka secara positif kota Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Oleh karena segala derap langkah perjuangan untuk menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan berdampak luas bagi kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya.41 Berpindahnya Ibukota atau pusat pemerintahan, menimbulkan instansi-instansi dan jawatan-jawatan pemerintahan harus melaksanakan tugasnya di Yogyakarta. Namun organisasi pemerintahan belum dapat
39 40

http//:sejarah-kraton-jogja SESKOAD,1993/1994:op.cit. hlm. 108. 41 http//:sejarah-kraton-jogja

24

berjalan secara sempurna, sebagaimana yang dikehendaki. Bahkan Bung Karno menggambarkan cara kerja pemerintahan waktu itu seperti sebuah Perkumpulan Penggarong. Tentang hal ini Bung Karno melukiskan di dalam kata-kata:Caranya kami bekerja jauh daripada cara suatu pemerintah yang wajar, ia lebih mirip dengan cara suatu perkumpulan penggarong. Kami tidak punya apa-apa. Tidak punya mesin ketik, tidak punya alat tulis, apalagi pesawat terbang, satu-satunya perlengkapan radio yang dapat di selamatkan adalah barang keluaran tahun 1935.42 Pindahnya pusat Ibukota RI ke Yogyakarta ini, memiliki arti yang cukup unik dan menarik. Kota Yogyakarta jadi dua pusat pemerintahan yang masing-masing memiliki nama besar, yaitu:43 Pertama, Sebagai pusat pemerintahan DIY yang saat ini, merupakan bagian dari negara kesatuan RI, didasari atau tidak, tentu sedikit banyak mewarnai kebesaran Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman,yang tempo dulu masing-masing pernah diakui sebagai kerajaan (Negara yang teratur). Kedua, menjadi pusat Ibukota negara RI, satu negara besar yang baru lahir dengan tata pemerintahan sendiri yang sudah tentu lebih modern dan komplek. Dengan demikian, kedua pemerintahan (yang satu menjadi bagiannya dan yang lain menjadi induknya) berjalan bersama dan saling menopang dalam upaya menegakkan pemerintahan di Indonesia. Disatu pihak pemerintahan RI (sebagai pemerintahan pusat dan induknya) akan dapat mengambil manfaat dari potensi baik wilayah, rakyat maupun pimpinan yang ada di Yogyakarta. Disamping itu dengan dekatnya antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah DIY, menyebabkan pemerintah daerah DIY akan

42

Depdikbud, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya.Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.1976/ 1977. op.cit, hlm. 320. 43 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

25

lebih lancar dalam melaksanakan pemerintahan daerah berdasarkan peraturan perundangan yang harus disahkan oleh pusat. Berpindahnya Ibukota ke Yogyakarta telah ikut mempengaruhi kegiatan kepartaian di Yogyakarta. Sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah tentang pembentukan partai politik tertanggal 3 November 1945, di Indonesia mulai bermunculan partai politik. Kegiatan parpol pada tahun 1946, di Yogyakarta menjadi semakin meningkat. Disamping Yogyakarta menjadi pusat kedudukan partai-partai politik, tahun itu direncanakan akan ada pemilihan umum. Akan tetapi pemilu tidak jadi dilaksanakan, sebab baru menghadapi sengketa politik dengan Belanda. Ternyata pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda telah melancarkan agresi Militer I, sehingga Belanda telah melanggar persetujuan Linggarjati. Oleh karena itu, Belanda mendapat protes dari dunia internasional, kemudiaan tercapailah persetujuan renville yang isinya benar-benar merugikan Indonesia. Hasil perjanjian Renville

menimbulkan rasa tidak puas diberbagai pihak, sehingga kabinet Amir Syarifuddin jatuh. Hal ini menyebabkan Amir sakit hati dan kemudiaan bergabung dengan gerakan PKI, tepatnya pada tanggal 18 September 1948 melancarkan pemberontakan di Madiun.44 Sebagai akibatnya Peristiwa Madiun tersebut anggota-anggota Dewan Daerah yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat sebanyak 31 orang di tahan, yaitu dari Partai Sosialis, Partai Buruh, SOBSI, BTI, dan Pesendi. Dua hari kemudiaan Badan Pemerintah mengadakan sidang darurat guna meninjau keadaan dan selanjutnya mengambil keputusan terhadap soal-soal yang urgen dan perlu dilaksanakan. Dalam suasana yang sangat memprihatinkan, Belanda mengadakan agresi Militer yang kedua, dan langsung diarahkan ke Ibukota Yogyakarta, yang akhirnya Yogyakarta dapat diduduki. Presiden dan wakil Presiden serta beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan Belanda. Sebelum para pemimpin RI ditangkap ditawan Belanda, mereka dapat melaksanakan sidang kabinet
44

Biro Bina Pemerintahan Umum Setwilda Propinsi DIY.1992. op.cit,hlm. 186.

26

secara kilat. Dalam sidang itu diputuskan memberikan mandat melalui radiogram kepada menteri Kemakmuran Mr. Syafrudin Prawironegara di Sumatra, agar membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Mandat serupa juga diberikan kepada Dr. Sudarsono dan Mr. A. A Maramis yang berada di New Delhi, dengan maksud apabila Mr. Syafrudin gagal dalam membentuk pemerintahan darurat di Sumatra, untuk di kuasakan kepada keduanya membentuk Encile Gauverment Republik Indonesia di India.45Selain disepakatinya Belanda menyerang Ibukota, baik Presiden wakil Presiden serta Perdana Menteri tetap tinggal di Ibukota dengan konsekuen di tawan, sementara pimpinan angkatan perang dan seluruh pasukan ke luar kota untuk melakukan perang gerilya. Sehubungan dengan kennyataan itu, maka di Jawa Tentara dan Teritorium Jawa, Kolonel A. H. Nasution pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan Militer untuk Jawa. 1.5 Aspek Ekonomi Sebagai daerah agraris, sebagian besar masyarakat Yogyakarta mengandalkan kehidupannya pada sektor pertanian, sehingga sangat wajar jika pada masa penjajahan sektor ini, mendapat perhatian dan menjadi andalan dalam usaha mendapatkan bahan mentah murah. masyarakat yang Banyak

diperkerjakandiperkebunan-perkebunan milik penjajah

yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di pasaran dunia. Selain itu mereka, masih dikenai kewajiban untuk membayar pajak, kerja paksa dan rodi, serta pada jaman penjajah Jepang banyak yang di jadikan romusha, sehingga sebagian besar waktunya hanya untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja penjajah. Oleh karena itu, mereka tidak sempat lagi mengembangkan daya

45

Masyarakat Sejarawan Indonesia, 1990, PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA , hlm. 43.

27

kreatifnya dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang sebenarnya sudah ada landasan yang baik.46 Keadaan sosial ekonomi masa penjajahan sangat memprihatinkan, terlebih pada jaman pendudukan Jepang.Eksploitasi Jepang terhadap sumber daya manusia, yang sering disebut dengan Romusha. Yang dimaksud eksploitasi ialah penguasaan terhadap sumber daya (manusia dan alam) pada negara lain untuk kepentingan sendiri.47 Penghimpunan Romusha ini, dimulai pada bulan Oktober 1942 dan berakhir tahun 1944, oleh pemerintah Jepang di sebut sebagai serdadu-serdadu ekonomi diambil dari petanipetani dan pemuda-pemuda yang ada di desa-desa Jawa.48 Daerah Yogyakarta memiliki sumber daya alam, yang memang diperlukan Jepang. Sumber daya alam Yogyakarta berupa tanah pertanian yang relatif subur untuk tanaman pangan, baik padi maupun palawija. Secara umum Jepang membutuhkan sumber-sumber alam Indonesia untuk keperluan perang, dan inilah yang tetap diutamakan. Hal ini, dikarenakan Jepang miskin akan sumber daya alam , terutama bahan pangan karena tanah di Jepang tidak produktif untuk bidang pertanian.49 Anjuran penyerahan Romusha ini, harus efektif, cepat dan terencana. Penderitaan rakyat inipun masih ditambah lagi dengan menyuruh masyarakat menyediakan bahan pangan untuk keperluan tentara Jepang, sehingga menimbulkan kemlaratan dalam masyarakat. Akibat lain dengan kebijaksanaan Jepang banyak perampokan-perampokan yang dilakukan oleh penduduk itu sendiri. Untuk menghadapi permintaan Jepang yang demikian ini, untunglah Sri Sultan Hamengku Buwono IX cukup pandai mengelabuhi dengan cara menyembunyikan angka-angka statistik yang sebenarnya, baik

46 47

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 J.S. Badudu dan Sutan Zain,1994,.Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 95. 48 M.C. Ricklefs, 1992, Sejarah Indonesia Modern,Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm. 308. 49 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

28

menyangkut jumlah penduduk, hasil panenan padi maupun jumlah populasi ternak. Dengan cara menyusun statistik palsu, bahkan Beliau dapat menyakinkan kepala pemerintah pendudukan Jepang di Yogyakarta bahwa daerahnya sangat minus.50 Dengan alasan dasar agar wilayahnya dapat membantu

menyumbangkan hasil bumi untuk bala tentara Jepang seperti yang diinginkan, maka Sri Sultan HB IX berdiplomasi agar diberikan bantuan untuk membangun sarana irigasi. Tidak disangka ternyata berhasil dan memperoleh dana dari pemerintah Jepang untuk pembangunan sarana tersebut. Manfaat lain dari pembangunan proyek saluran adalah terhindarnya ratusan sampai ribuan warga Yogyakarta dari panggilan romusha.51 Keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Yogyakarta yang memprihatinkan inipun berlanjut sampai pada periode kemerdekaan. Bahkan pada masa perang kemerdekaan situasinya sangat buruk. Pengaturan ekonomi saat itu bersifat ekonomi darurat perang. Dalam keadaan demikian Yogyakarta harus menerima konsekuensi dengan dijadikan sebagai Ibukota RI. Hal ini, karena selain dengan datangnya pengungsi dari berbagai daerah, juga adanya blokade dari Belanda.52 Untuk menghadapi keadaan tidak menentu pemerintah mengambil kebijaksanaan dengan mengeluarkan alat pembayaran resmi yang berlaku di negara Indonesia, yaitu Uang Republik Indonesia atau ORI.53Alat pembayaran ini tidak hanya bermakna politis, namun juga sebagai jalan untuk menyehatkan perekonomian kita. Suasana yang tidak tentram berlanjut sampai berakhir perang kemerdekaan. Dengan adanya pengakuan kedaulatan negara Indonesia dari dunia internasional, baru kemudiaan pemerintah mulai mengadakan perbaikan-perbaikan sarana-prasarana yang

50 51

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 Mohammad Roem, Muchtar Lubis,1982,T ahta Untuk Rakyat,Jakarta: Gramedia.hlm. 81. 52 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 53 Kementrian Penerangan RI, Lukisan Revolusi Indonesia 1945-1945, hlm. 129.

29

ada, kemudiaan diikuti dengan pembangunan sektor-sektor pendukung lainnya.54 Kegiatan ekonomi rakyat dimasa revolusi fisik sungguh sangat buruk. Keadaan ini sudah di mulai sejak jaman Jepang sampai pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pengaturan ekonomi kita, ketika itu bersifat ekonomi darurat perang. Dalam situasi demikian, daerah Yogyakarta harus menerima akibat tindakan blokade ekonomi yang di lakukan oleh Belanda yang berusaha menutup jalur-jalur ekonomi DIY. Selain itu juga, jumlah penduduk Yogyakarta setiap hari bertambah sebagai akibat kedatangan para pengungsi yang berasal dari berbagai daerah.55 Faktor-faktor pendorong kesulitan dalam masalah ekonomi bagi rakyat timbul, selain karena adanya keadaan keamanan yang belum stabil, juga karena banyaknya pengungsi dari kota ke desa. Pada awalnya para pengungsi ini, masih dapat di jamin oleh masyarakat desa, namun kemudiaan menjadi beban yang berat bagi rakyat.Terpaksalah para pengungsi melakukan kegiatan ekonomi, sebagai contoh bertani, berternak, berkebun di pedesaan, yang hasilnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan hidup. Kegiatan sosial, seperti gotong royong, rembug desa, yang semula ada di desa berubah menjadi jual beli. Disamping itu, sulitnya hubungan antar luar kota dengan dalam kota Yogyakarta, akibat gerakan militer Belanda ataupun gerakan gerilya TNI menyebabkan pula sulitnya bahan pangan di dalam kota. Bahkan dalam masa-masa awal Belanda di kota Yogyakarta, roda pemerintahan dapat dikatakan berhenti. Toko-toko, perusahaan-perusahaan dan usaha-usaha perekonomian menjadi tidak berjalan. Keadaan pasar menjadi sepi, karena adanya jam malam yang diumumkan oleh militer Belanda. Kesulitan bahan pangan di dalam kota ini, menyebabkan sebagian penduduk terpaksa makan dedaunan. Keadaan demikian, berangsur-angsur
54 55

http//:sejarah indonesia.5-12-2013 Depdikbud. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.1976/ 1977,,op.cit, hlm.343.

30

dapat berjalan kembali setelah adanya jalur perdagangan antar kota dan desa, walaupun secara sembunyi-sembunyi dan penuh resiko tinggi. Selain itu, adanya kampanye Belanda untuk menarik simpati rakyat, melalui jawatan sosial dengan membagi-bagi bahan pangan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh rakyat untuk sedikit mengatasi kesulitan ekonomi, khususnya masalah pangan, tanpa harus memihak pada Belanda.56 Untuk memperbaiki perekonomian ini, pemerintah pada tanggal 5 Juli 1946 mendirikan BNI, yang merupakan Bank umum pertama milik Pemerintah Republik Indonesia dengan menempati gedung bekas Javasche Bank Yogyakarta. BNI resmi di buka pada bulan Agustus 1946, dan untuk pimpinan pertama di tunjuk Margono Djojohadikusumo.Selanjutnya dalam usaha menghadapi blokade ekonomi Belanda yang semakin ketat, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang nomor 17 tanggal 1 Oktober 1946 tentang Oeang Repoeblik Indonesia atau ORI.Sedangkan sebagai tindak lanjut dikeluarkan Undang-Undang Nomor. 19 tanggal 25 Oktober 1946 yang mengatur penukaran uang rupiah Jepang yang berlaku di Indonesia pada waktu itu, diantaranya sebagai berikut:57 1. Lima puluh rupiah uang Jepang disamakan dengan satu rupiah ORI. 2. Di luar Jawa dan Madura, seratus rupiah uang Jepang sama dengan satu rupiah uang ORI. Uang Republik Indonesia tersebut mulai berlaku pada tanggal 29 pukul 24.00, menjelang tanggal 30 November 1946. Sejak keluarnya mata uang tersebut, harga-harga mulai turun, tetapi tidak lama persediaan barangbarang menipis dan peredaran barang dari luar tidak ada sebagai akibat dari blokade ekonomi dari pihak Belanda. Hal ini, pada gilirannya menimbulkan

56 57

SESKOAD,1993/1994:op.cit, hlm. 115. http//: sejarah-indonesia.6-12-2013

31

penderitaan rakyat, sehingga melahirkan perdagangan gelap menjadi semakin merajalela.58 Ternyata Uang Republik Indonesia ini, tidak hanya bermakna politis tetapidimaksudkan untuk menyehatkan jalannya perekonomian Indonesia, karena uang Jepang ketika itu telah mengalami inflasi yang sangat parah. Makna politik dengan di keluarkan ORI itu adalah untuk menjadi alat perjuangan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda. Dimasa perang kemerdekaan, dengan ekonomi darurat perang, kehidupan sektor ekonomi berada didalam pengendalian pemerintah. Peranan golongan swasta terdesak, namun demikian golongan ini tetap berusaha untuk memainkan perannya dalam usaha perekonomian negara. Namun satu hal yang menganggu masalah ekonomi berkaitan erat dengan soal politik yaitu mengenai alat pembayaran yaitu ORI dan sesudah Belanda memasuki Yogyakarta beredar pula uang merah Belanda atau dikenal dengan uang federal. Pada awalnya rakyat merasa ragu-ragu dan takut untuk menerima uang Belanda ini, sebab mengandung resiko yang sangat besar yaitu barang siapa yang menerima dan menggunakan uang musuh , oleh kalangan para pejuang kita akan dianggap membantu Belanda dan dicap sebagai pengkhianat Bangsa. Akan tetapi berhubung adanya tekanan-tekanan moril dan ekonomi Belanda, maka akhirnya rakyat menerima juga uang Belanda, disamping tetap menggunakan ORI.59 Sektor lain dari segi perekonomian, khususnya sesudah Belanda menyerang Yogyakarta, yakni bidang pertanian. Selama masa perjuangan bersenjata, tidak ada sumber lain yang masih hidup selain pertanian. Para petani memegang peranan penting, sebab selain menjadi tempat berlindung bagi pengungsi dari kota, juga sumber logistik para pejuang. Bahkan tidak jarang mereka menjadi pembantu intelijen bagi para gerilyawan. Keadaan

58 59

http//: sejarah-indonesia.6-12-2013 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

32

yang sulit dalam segi ekonomi yang melanda rakyat ditambah dengan tindakan bersenjata dari pihak militer Belanda, membuat rakyat benar-benar menderita. Tetapi jiwa dan semangat rakyat Yogyakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya tetap jiwa dan semangat Republik , serta tetap setia untuk menegakkan dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.60

1.6 Aspek Sosial Budaya Setelah melihat makna simbolik kraton Yogyakarta, sebagai pusat kebudayaan dan kehidupan masyarakat Jawa, sekarang dicoba untuk melihat berbagai ritual sebagai bagian dari tradisi kraton Yogyakarta yang juga mengandung nilai-nilai religiusitas yang cukup tinggi. Diantara upacara/ritual itu adalah Garebeg. Ada tiga macam upacara Garebeg, yaitu Garebeg Pasa untuk merayakan Idul Fitri, Garebeg Besar pada bulan Besar atau Dzulhijjah untuk merayakan Idul Qurban, dan Garebeg Mulud untuk merayakan Maulud (kelahiran) Nabi Muhammad SAW. Khusus yang terakhir, upacara itu disebut Sekaten, yang konon, berasal dari Syahadatain atau dua kalimah Syahadah.61 Di dalam ritual-ritual ini dikumpulkan sedekah di dalam masjid Kraton (Agung). Sesudah pembacaan doa-doa berbahasa Arab, sedekah-sedekah itu dibagi-bagikan kepada sekitar puluhan ribu orang. Obyek-obyek ini, terutama gunungan yang terbuat dari nasi ketan, sebagian besar berisi berkah dan dianggap bisa menjamin kesejahteraan dan kesehatan penduduk.Sebelum dan selama pembagian gunungan berlangsung, Sultan duduk di atas tahta, dikelilingi oleh anggota-anggota kraton dan pusaka yang sangat sakti. Perhatiannya menagrah ke Tugu, sebuah monumen yang terletak di bagian

60 61

SESKOAD,1993/1994:op.cit, hlm. 119. Sri Sultan Hamengkubowono X, Sambutan, dalam Islam dan Khasanah Budaya Kraton Yogyakarta, (Yogyakarta : Yayasan Kebudayaan Islam Yogyakarta, 1998), hlm. ix-x

33

utara kraton yang mensimbolisasikan kesatuan manusia dengan Allah. Pada saat itulah, Sultan mencapai kesatuan mistik. Inilah sumber berkah yang utama yang dibagi-bagikan kepada sekumpulan orang yang sudah menunggu. Sultan dengan demikian, bisa memanfaatkan pencapaian mistiknya sebagai suatu upaya menegarkan keabsahan kraton. Di salam ritual ini, ia tidak semata-mata sebagai Wakil Allah; ia adalah, dengan semua keinginan dan tujuan, Allah itu sendiri. Karena itu, ia menyampaikan berkah ilahiyah langsung kepada para pengikutnya.62 Ritual ini dan teori kerajawian yang menjadi dasarnya adalah produk dari suatu imperalisasi doktrin sufi mengenai qutb. Qutb adalah poros dunia dan wali paling terkemuka. Ia menjaga alam dan berperan sebagai pengatur spiritual untuk seluruh dunia. Schimmel menggambarkan perannya dalam sufisme : Dunia tidak akan ada tanpa kutub atau poros yang menggerakkan dunia hanya seperti sebuah penggilingan menggerakkan porosnya dan tidak berlaku sebaliknya.63 Sultan, karena itu, merupakan qutb negara. Sebagai konsekuensi pencapaian kesatuan mistik ini, ia membela integritas hukum, mengontrol sumber-sumber kesaktian (pusaka dan tempat-tempat kramat), dan berperan sebagai penyalur yang melaluinya berkah dan inspirasi ilahiyah ditebarkan ke masyarakat. Perannya sebagai pembimbing spiritual ditonjolkan dalam garebeg, saat tiap orang diminta untuk melafalkan pengakuan iman sebelum menerima bagian gunungan. Perbedaan prinsipil antara rumusan kraton Jawa dan Sufi Klasik berkaitan dengan doktrin ini, terletak pada keharusan Sultan berperan sebagai sumber kesejahteraan material dan berkah spiritual ini. Namun, ini lebih merupakan akibat digunakannya doktrin kesatuan mistik sebagai basis orde politik dan sosial daripada sebagai perbedaan ideologis fundamental apa pun.64
62 63

Mark R. Woodward, Islam Jawa op.cit., hlm. 265-266 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, (Bandung : Mizan, 2002), hlm. 200 64 Mark R. Woodward, Islam Jawa op.cit., hlm. 267

34

Menanggapi berbagai ritual dalam tradisi kraton Yogyakarta itu, Prof Simuh memberikan ulasannya, bahwa semuanya mencerminkan perkawinan budaya antara budaya Islam (dalam hal ini aliran sufisme) dengan budaya Hindu-Budha, bahkan dengan budaya animisme-dinamisme. Dan tampak karakter kraton sentrisnya dan sifat mistiknya.65 Apakah model perkawinan budaya seperti yang digambarkan dalam upacara/ritual kraton masih dianggap sebagai bagian Islam otentik, artinya tidak keluar dari ajaran-ajaran Islam? Para pembaharu Islam tentu memandang bahwa itu bukan bagian dari ajaran Islam, kalau toh ada nuansa Islamnya, maka dianggap sebagai Islam sinkretik yang tidak lagi otentik sebagaimana apa yang telah diajarkan Nabi Muhammad (sunnah rasul). Akan tetapi penulis di sini mencoba untuk melihat dari sisi lain, bahwa dalam Islam pun terdapat berbagai sudut pandang (perspective) dalam melihat berbagai persoalan keagamaan.66 Sebagai sebuah kenyatan sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat bekembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.67

65 66

Simuh, Sufisme Jawa op.cit., hlm. 130 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 67 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Essai-Essai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme transendental, Bandung : Mizan, 2001, hal. 196

35

Interaksi antara agama dan kebudayaan itu dapat terjadi dengan, pertama agama memperngaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan. Contohnya adalah bagaimana shalat mempengaruhi bangunan. Kedua, agama dapat mempengaruhi simbol agama. Dalam hal ini kebudayaan Indonesia mempengaruhi Islam dengan pesantren dan kiai yang berasal dari padepokan dan hajar. Dan ketiga, kebudayaan dapat menggantikan sitemnilai dan simbol agama.68 Seiring dengan perkembangan sejarah DIY, penduduk di daerah Yogyakarta inipun mengalami perubahan yang sangat dinamis. Sejak berdirinya kerajaan Mataram sampai kini penduduk Yogyakarta dari masa ke masa semakin pesat perkembangan sejalan dengan pertumbuhan penduduk di Tanah Air. Apalagi saat ini, Yogyakarta merupakan tempat bertemunya masyarakat dari latar belakang yang berbeda-beda, sehingga membentuk suatu masyarakat yang heterogen. Apalagi Yogyakarta sebagai kota pelajar, yang sarat akan sarana dan prasarana pendidikan yang tumbuh subur di wilayah ini. Dengan demikian, mendorong datangnya para pelajar untuk menuntut ilmu guna menyongsong masa depan.69 Migrasi secara besar-besaran telah lama terjadi pada waktu Sultan Agung berkuasa. Saat itu Sultan Agung berusaha mendatangkan penduduk dari daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan. Cara Sultan Agung merangkul daerah-daerah yang telah ditaklukkan adalah dengan memboyong sebagian besar penduduk ke pusat kerajaan. Oleh karena itu, setelah terjadi penaklukkan lalu diikuti migrasi ke pusat. Dalam konteks ini, migrasi tersebut bukan karena adanya faktor pendorong namun karena adanya faktor penarik yang didasarkan atas kepentingan politik.70

68 69

Ibid., hal. 195 http//:sejarah-kraton-jogja.6-12-2013 70 Ibid, hlm. 37.

36

Adanya penduduk yang berasal dari berbagai daerah ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tata kehidupan dalam masyarakat. Sejarah Indonesia mencatat banyak kaum intelek yang lahir dan dibesarkan di kota Yogyakarta, mereka ini mempunyai andil yang sangat besar pada saat-saat penting dan menentukan nasib bangsa Indonesia.71 Menjadikan kota Yogyakarta sebagai Ibukota negara Republik Indonesia, ketika itu merupakan suatu pilihan yang tepat. Semangat kemerdekaan yang tinggi dari penduduk dan didukung oleh sikap tegas dari Sri Sultan merupakan modal besar . Kota Yogyakarta saat itu berada dalam suasana demam kemerdekaan. Nampaklah rakyat menyambut peristiwa itu dengan semangat yang tinggi. Seperti yang diceritakan oleh Ali

Sastroamidjojo, sebagai berikut: Suasana Yogyakarta waktu itu adalah suasana kebebasan dan keamanan. Tetapi terasa sekali sebagai suatu kota yang hidup di tengahtengah pergolakan revolusi. Banyak pemuda-pemuda berambut gondrong dan bersenjata masih berkeliaran. Pada umumnya pakaiannya compangcamping. Sikap dan tingkah laku mereka masih seperti pejuang-pejuang yang baru saja menang perang dan dengan tingkah laku yang serba serampangan inilah yang merupakan kekuatan revolusi kita, tanpa mereka ini mungkin sejarah kemedekaan negara kita akan lain, sekali keseduhannya.72 Berpindahnya Ibukota RI dari Jakarta ke Yogyakarta, membawa perubahan yang sangat besar, karena dengan cara mendadak kota Yogyakarta telah di banjiri penduduk yang berasal dari Jakarta dan penduduk dari daerah lain. Oleh karena itu, Yogyakarta mengalami bermacam-macam kesulitan terutama dalam soal perumahan, baik untuk keperluan kantorkantor kementrian atau jawatan-jawatan, dan juga sebagai tempat tinggal. Namun hal itu, akhirnya dapat diterima dengan tangan terbuka oleh
71 72

http//:sejarah-kraton-jogja.6-12-2013 Depdikbud.Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.1976/ 1977, op.cit, hlm. 321.

37

penduduk Ibukota, sehingga hampir semua kepala rumah tangga dengan senang hati menerima kedatangan mereka.73 Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, telah menyerahkan semua gedung-gedung untuk keperluan para pemimpin negara dan keperluan kantor-kantor kementrian dan jawatan-jawatan. Bagaimanapun juga, Ibukota kita menerima kewajiban yang sangat berat sampai batas kekuatan yang terakhir. Mereka melakukan hal ini semua, karena berkeyakinan bahwa ini merupakan panggilan suci untuk kepentingan Nusa dan Bangsa.74 Partisipasi lain dari masyarakat Yogyakarta dimasa revolusi adalah munculnya dapur umum serta peranan PMI , ini merupakan bentuk partisipasi dari kaum ibu,anak-anak. Karena kaum muda sudah mengungsi keluar kota atau aktivitas bergerilya. Para wanita yang tinggal dalam kota juga tidak tinggal diam. Mereka mengorganisasi dapur umum untuk memenuhi kebutuhan gerilyawan yang masuk kota. Di antara mereka terdapat antara lain Sulianti Sulaiman, Ny. Budiharjo, Kurianingrat dan Ibu Ruswo. 75 Selain itu, merupakan realisasi dari tindak kebiasaan gotong royong, sifat ringan tangan dan saling tolong menolong pada hakekatnya ciri kepribadian bangsa Indonesia. Pada masa pendudukan pemerintahan Belanda, Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan tokoh sentral bagi para pejuang. Keadaan kota Yogyakarta sangatlah memprihatinkan, semua pejabat dari tingkat tinggi sampai rendah dapat dikatakan semua menderita. Uang gaji tidak ada, sedangkan keluarga harus makan. Dalam keadaan demikian, tidak jarang pilihan bagi seseorang adalah tetap setia kepada RI, karena lebih baik menderita daripada pindah kerja pada Belanda dan hidup berkecukupan. Sultan Hamengku Buwono IX melihat penderitaan banyak orang

73 74

http//:sejarah-kraton-jogja.6-12-2013 Panitia Peringatan Kota Yogyakarta 200 tahun.1956,Kota Yogyakarta 200 Tahun 7 Oktober 1756, hlm. 33. 75 G. Moedjanto,1988, Indonesia Abad Ke 20 Jilid I, Yogyakarta: Kanisius.hlm. 45.

38

disekelilingnya tidak tinggal diam, Beliau membuktikan sikap konsekuen terhadap anjurannya sendiri dalam pidato radio, agar setiap orang bersedia mengorbankan apa saja bagi keselamatan Republik. Beliau tanpa ragu-ragu membuka peti harta kraton dan membagi-bagikan pada rakyat yang memerlukan. Uang perak Gulden Belanda disumbangkan bagi orang yang berpangkat tinggi sampai mereka yang berpangkat rendah. Tidak hanya terbatas pada bantuan perorangan yang di berikan , tetapi juga keperluan pasukan bergerilya untuk melawan Belanda dan bagi PMI sebagian dibiayai dari uang perak persediaan Kraton Yogyakarta.76 Masa revolusi ini , ternyata tahta Sri Sultan Hamengku Buwono IX benar-benar di serahkan pada rakyat. Perhatian sebagian besar dicurahkan bagi rakyat, maka bukan hal yang aneh, bila Kraton Yogyakarta dipergunakan untuk kepentingan rakyat banyak. Sebagai bukti, atas kehendak Sri Sultan HB IX mulai dari Pagelaran sampai Bangsal Witana dan kanan kiri dipakai untuk kepentingan Perguruan Tinggi Negeri Universitas Gajah Mada. Demikian pula dengan rumah sakit Sardjito awalnya juga dari dalam Kraton Kasultanan Yogyakarta.77 Keadaan yang serba tidak menentu, ternyata sangat mempengaruhi prilaku dan kehidupan masyarakat. Hal ini pada hakekatnya dapat dipahami, karena masa itu bangsa Indonesia dihadapkan suasana perjuangan. Oleh karena itu, kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat, menyebabkan karya-karya dihasilkan para budayawan sangat didominasi oleh jiwa serta ekspresi perjuangan. Jiwa nasionalisme dan patriotisme inilah, nantinya menjadi pilar yang sangat kokoh dalam usaha mempertahankan

kemerdekaan RI. Sebagai contoh: Dengan berdirinya Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922, di bawah pimpinan Ki Hajar Dewantara, kebudayaan di Indonesia bisa menyaring kebudayaan dari luar,

76 77

Mohammad Roem, Muchtar Lubis, 1982.op.cit., hlm. 77. Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

39

sebab Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional dengan menggunakan kebudayaan sendiri sebagai dasar perjuangan, sehingga masyarakat Indonesia dapat menghargai kebudayaan yang berkembang di Indonesia terutama pada masa perang kemerdekaan. Salah satu budayawan Indonesia adalah Nugroho Notosusanto. Ia merupakan salah satu saksi sejarah pada masa revolusi, dengan melihat peristiwa revolusi kemerdekaan. Hasil karya yang pernah diciptakannya adalah Bertajuk Hujan Kepagian.78

1.7 Aspek Militer Pada mulanya sistem birokrasi pemerintahan menganut sistem militer sebagaimana kerajaan Mataram. Seorang pegawai pemerintah juga merupaken seorang serdadu militer. Begitu pula para pimpinan kabinet kerajaan karena jabatannya merupaken komandan militer, bahkan kalau perlu mereka harus ikut bertempur membela kerajaan. Walaupun begitu untuk urusan pertahanan terdapat tentara kerajaan yg dikenal dengan abdi Dalem Prajurit.79 Tentara Kesultanan Yogyakarta hanya terdiri dari angkatan darat saja yg dikelompokkan menjadi sekitar 26 kesatuan. Selain itu terdapat pula paramiliter yg berasal dari rakyat biasa maupun dari pengawal para penguasa di Manca Nagara. Pada paruh kedua abad 18 sampai awal abad 19 tentara kerajaan di Yogyakarta merupaken kekuatan yg patut diperhitungkan. Walaupun Sultan merupaken panglima tertinggi namun dlm keseharian hanya sebagian saja yg berada di dlm pengawasan langsung oleh Sultan.

78 79

http//:sejarah-nasional.5-12-2013 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

40

Sebagian yg lain berada di dlm pengawasan Putra mahkota & para pangeran serta pejabat senior yg memimpin kementerian/kantor pemerintahan.80 Kekuatan pertahanan menyurut sejak dimakzulkannya HB II oleh Daendels pada 1810 & ditanda tanganinya perjanjian antara HB III dengan Raffles pada 1812. Perjanjian itu mencantumkan Sultan harus melakukan demiliterisasi birokrasi kesultanan. Sultan, pangeran, & penguasa daerah tak boleh memiliki tentara kecuali dengan izin pemerintah Inggris & itupun hanya untuk menjaga keselamatan pribadi sang pejabat. Kekuatan pertahanan benar-benar lumpuh sesudah selesainya perang Diponegoro pada tahun 1830. Tentara Kesultanan Yogyakarta hanya menjadi pengawal pribadi Sultan, Putra Mahkota, & Pepatih Dalem. Jumlahnya sangat dibatasi & persenjataannya tak lebih dari senjata tajam & beberapa pucuk senapan tua. Pertahanan menjadi tanggung jawab pemerintah Hindia Belanda.81 Sebagai pengganti kekuatan militer yg dikebiri Kesultanan Yogyakarta dapat membentuk polisi untuk menjaga keamanan warganya. Pada 1942, untuk mengindari keterlibatan kesultanan dlm perang pasifik Sultan membubarkan tentara kesultanan. Keputusan ini kemudian dikukuhkan dlm perintah Pemerintah Militer Angkatan Darat XVI Jepang pada bulan Agustus 1942. Dengan demikian kesultanan tak memiliki lagi kekuatan militer.82 Dalam rangka melaksanakan pemerintah Militer sebagai usaha mewujudkan suatu pertahanan rakyat semesta, baik yang bersumber pada unsur kekuatan bersenjata maupun kekuatan serta dukungan rakyat, telah dirumuskan oleh TNI sejak 5 Mei 1947, jauh sebelum agresi militer Belanda II. Langkah untuk merealisasikan strategi dan taktik pemerintah militer ini ditempuh melalui peraturan pemerintah maupun keputusan Menteri Pertahanan. Sedangkan pelaksanaan pemerintah militer di DIY, berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1948 tentang Pemerintah Militer di
80 81

Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 82 Lihat situs kraton Yogyakarta : www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013

41

daerah Jawa yang menyatakan bahwa Badan dan Jawatan yang penting dimiliterisasikan dan berlaku hukum militer baginya. Semua kegiatan yang dilakukan baik pemerintahan sipil maupun militer dapat berjalan dengan baik. Hal ini, dikarenakan selain sikap tegas dari Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII yang tidak mau bekerjasama dengan Belandadan di sebabkan karena dukungan dari rakyat yang tetap konskuen tidak mau membantu Belanda. Setiap pemimpin menengah dan bawah didaerah yang diajak bekerjasama dengan Belanda selalu saja ditolak dengan alasan menunggu Ngrasa Dalem.83 Pada waktu Ibukota RI pindah ke Yogyakarta, diikuti oleh para pemimpin beserta keluarga dan Republiken (pejuang) untuk melanjutkan perlawanan terhadap agresi Belanda. Perpindahan penduduk itu,

menyebabkan bertambahnya penduduk kota Yogyakarta dari 17.000 jiwa menjadi 600.000 jiwa.84Sedangkan dari sumber lain disebutkan bahwa sebelum agresi militer Belanda II, kota Yogyakarta berpenduduk 500.000 jiwa. Keadaannya lebih padat dibandingkan dengan luar kota, karena banyak penduduk atau pengungsi dari Jakarta, Semarang, Jawa Barat, Jawa Timur dan lain-lain yang tinggal di Yogyakarta. Setelah Belanda menduduki Yogyakarta jumlah penduduk menjadi sekitar 300.000 jiwa, karena banyak yang mengungsi ke luar kota. Penduduk Yogyakarta tersusun dalam komponen perjuangan, yang masing-masing mempunyai tugas masingmasing sesuai dengan komponen dan fungsinya. Militansi rakyat

ditumbuhkan melalui motivasi kemerdekaan dan kedaulatan. Dimana-mana rakyat melakukan perlawanan baik fisik maupun secara non fisik.85 Sebagian dari mereka ini, tergabung dalam kesatuan-kesatuan juang seperti: TNI, Tentara Pelajar, laskar-laskar rakyat dan bersama-sama rakyat
83 84

Mohammad Roem, Muchtar Lubis, 1982.op.cit., hlm. 121 Depdikbud. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1977, op.cit. hlm. 319.
85

SESKOAD,1993/1994:op.cit. hlm. 159.

42

yang lain untuk menghadapi agresi Belanda. Kehidupan mereka inipun berbaur, saling membantu, saling bekerjasama, saling melindungi dengan rakyat yang ada di pedesaan. Akan tetapi dengan jatuhnya kota Yogyakarta ke tangan Belanda tanpa ada perlawanan yang berarti, menyebabkan kepercayaan rakyat kepada TNI menjadi menurun. Hal ini dapat dipahami karena sebagian rakyat tidak mengetahui taktik dan strategi yang dijalankan TNI. Namun dengan keberhasilan TNI, dalam menyakinkan masyarakat, lama kelamaan rakyat sadar dan menjadi mengerti, sehingga tetap terjalin persatuan dalam melaksanakan perjuangan, terlebih pada saat perang gerilya. Ternyata usaha ini dapat berhasil dengan gemilang, terbukti adanya pengakuan dari dunia internasional terhadap kedaulatan negara Indonesia.86 Sidang PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945, menghasilkan keputusan untuk tidak segera membentuk tentara reguler, melainkan membentuk Badan Penolong Keluarga Kurban Perang, yang secara terorganisasi merupakan sebuah Badan Keamanan Rakyat (BKR). Di dalam Undang-undang pembentukannya, fungsi BKR secara samar-samar disebutkan untuk memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan.87 BKR akan ditempatkan dibawah pengarahan KNIP, dan cabangcabangnya akan dibentuk disemua tingkat pemerintahan yang lebih rendah, di bawah pengawasan cabang-cabang Komite Nasional Indonesia (KNI) didaerah. Pemuda-pemuda dengan berbagai latar-belakang diperbolehkan masuk BKR. Namun yang diutamakan terutama bekas anggota-anggota PETA, sedangkan pimpinan BKR terutama jatuh ke tangan opsir-opsir PETA.Korps perwira BKR dengan cepat merasa terikat kepada pemerintah, dan disiplin umumnya jauh lebih baik bila dibandingkan dengan organisasi-organisasi kelaskaran yang menolak untukdilebur ke dalam BKR dan pada umumnya

86 87

http//:sejarah-indonesia.5-12-2013 A. H. Nasution, 1963, Tentara Nasional Indonesia, Bandung-Jakarta: Pustaka Militer, hlm. 109.

43

tetap bersikap biasa menerima perintah dari pemerintah. Hambatan yang paling besar bagi BKR untuk mencapai tingkat efisiensi militer yang lebih tinggi adalah tidak adanya sebuah komando yang terpusat yang dapat mengangkat anggota-anggota korps perwira.88 Pendaratan sekutu pada akhir Setember 1945 memaksa pemerintah untuk mempertimbangkan persoalan menentang invasi Belanda atau memperjuangkan kemerdekaan nasional, melalui perundingan dengan Belanda. Untuk itulah , maka pemerintah Indonesia harus memperkuat Angkatan Bersenjata agar dapat tetap menguasai suatu situasi politik yang mengancam kehidupan bangsa Indonesia.Maka tanggal 5 Oktober 1945 BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berfungsi memelihara keamanan dalam negeri dan bukan menghadapi musuh luar negeri. Wakil Pesiden Moh. Hatta memanggil mantan mayor KNIL Oerip Soemohardjo ke Jakarta dan diberikan tugas untuk membentuk susunan organisasi TKR (Tentara Keamanan Rakyat).89Akhirnya Oerip Soemohardjo berhasil menyusun organisasi Markas Tertinggi TKR beserta komandankomandannya.90Sehubungan Oerip Soemohardjo pada waktu itu bertempat tinggal di Yogyakarta, maka panggilan dari Jakarta bagi Bapak Oerip Soemohardjo melalui KNI DIY. Setelah kembali dari Jakarta, beliau lapor lagi pada KNI DIY dan minta bantuan KNI DIY, supaya di usahakan gedung untuk Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat.Dengan demikian, Pemerintah Pusat RI masih tetap berada di Jakarta, dan Markas Tertinggi TKR telah berkedudukan di Yogyakarta. Markas tertinggi TKR , dipimpin oleh beliau sebagai Kepala staf.91 Berkaitan dengan itu untuk menghimpun dan mengkoordinasikan timbulnya pasukan-pasukan bersenjata, Republik mengambil sikap yang

88 89

http//:sejarah nasional-indonesia.6-12-2013 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta : LP3ES, hlm. 13. 90 Ibid, hlm. 62. 91 Ibid,, hlm. 51.

44

secara simbolis lebih militan. Pada tanggal 1 Januari 1946 Kementrian Keamanan diubah nama menjadi Kementrian Pertahanan, suatu isyarat bahwa kementrian sekarang mendapat tanggung jawab yang lebih luas. Dalam waktu yang bersamaan, Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, namun nama ini pun masih belum memuaskan dan pada tanggal 24 Januari, TKR diberi nama baru sebagai Tentara Republik Indonesia(TRI). Selain itu, dibentuk pula sebuah panitia besar untuk Reorganisasi Tentara dengan Letjen Oerip Soemohardjo sebagai ketuanya, dengan tugas mencari jalan untuk meningkatkan efisiensi tentara, sebagai suatu kekuatan mengenai pembentukan laskar rakyat sebagai pembantu TKR. Demikianlah dua macam tindakan pemerintah yakni pertama membentuk TKR dan kedua memberikan kesempatan untuk membentuk kelaskaran dengan maksud untuk memperkuat perjuangan, tetapi ternyata justru menimbulkan konflik dan bentrokan senjata yang dapat memperlemah perjuangan.92 Namun dengan di bentuknya TKR, hal ini tidak berarti bahwa seluruh rakyat yang terhimpun dalam TKR tidak tertampung tidak berarti lantas berhenti berjuang dalam persenjataan, melainkan melanjutkan perjuangan bersenjata dalam bentuk barisan atau laskar. Keberadaan barisan atau laskar ini, ditetapkan melalui penetapan pemerintah No. 6 tahun 1945, kemudiaan setelah dikeluarkan Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang pendirian partai-partai politik, maka barisan atau laskar yang telah terbentuk ini bergabung dalam salah satu partai politik . Hal ini di sebabkan antara lain kecocokan ideologi dan upaya untuk mendapatkan dukungan logistik dan lain-lain, demi kelanjutan hidup barisan atau laskar , maka berdasarkan peraturan Dewan pertahanan Negara No. 9 tahun 1946 pasal 9, pejuang bersenjata ini dikelompokkan menjadi:93

92 93

http//:sejarah nasional-indonesia.6-12-2013 http//:sejarah nasional-indonesia.6-12-2013

45

1. Organisasi Laskar dipimpin oleh: a. Dewan Kelaskaran Pusat untuk yang berada di Jawa. b. Dewan Kelaskaran Seberang untuk luar Jawa. 2. Organisasi Barisan Perjuangan dipimpin oleh Biro Perjuangan, yang terbagi menjadi dua, yaitu: a. Inspektorat Pusat. b. Inspektorat Barisan untuk tiap karesidenan. Untuk dapat memperoleh efisiensi dan efektivitas kekuatan bersenjata dalammenghadapi Belanda, diusahakan penyatuan laskar, barisan dan TRI dalam suatu wadah tentara Nasional. Pada tanggal 5 Mei 1947 Presiden RI mengeluarkan penetapan pembentukan panitia penyatuan TRI dan laskar menjadi suatu organisasi tenatara. Panitia itu diketuai oleh Presiden, sedangkan tugas panitia ini adalah menyatukan TRI dan laskarlaskar yang berjalan kurang lancar. Kesulitan utama ialah karena laskar-laskar itu di bawah kekuasaan partai-partai atau golongan yang tidak rela menyerahkan pasukan pada pemerintah. Namun, berkat usaha Presiden dan Wakil Presiden serta Panglima Besar , maka pada tanggal 7 Juni 1947 dibentuklah Tentara Nasional Indonesia.94 Ibukota Yogyakarta pernah diduduki oleh Belanda pada aksi militer Belanda II, maka keberadaan Belanda di Yogyakarta tidak dapat segera menata pemerinatahan seperti yang di inginkan. Sejak mereka tidak lagi berhadapan dengan alat negara yang resmi ternyata seluruh kota berubah menjadi kota siluman. Hantu-hantu di siang hari tidak kelihatan, pada malam hari gentayangan di bagian-bagian kota, menyerang patroli Belanda yang sedang keliling dan menyerbu dengan ganas ke pos-pos penjagaan. Setelah itu, dalam waktu sekejap mereka telah menghilang dikegelapan
94

G. Moedjanto,1988., Indonesia Abad Ke 20 Jilid I, Yogyakarta: Kanisius.hlm.183.

46

malam, dikeremangan komplek Kraton daerah Pakulaman, Taman Siswa dan rumah-rumah pangeran.95 Mereka mengadakan sabotase dan menghadang setiap gerakan Belanda dengan pengrusakan dan pembumi hangusan sarana dan prasarana yang ada. Dalam sejarah pendudukan, kota Yogyakarta tercatat serangan serangan gerilya paling dahsyat pada Januari 1949, suatu keadaan yang sungguh mengerikan bagi tentara pendudukan. Selama beberapa periode para opsir Belanda tidak ada yang berani di dalam kota, terutama pada malam hari, mereka bermalam dikomplek Maguwo yang dijaga ketat. Hanya serdadu-serdadu NICA yang bukan Belanda saja yang di wajibkan bertugas malam didalam kota.96 Dengan di mulainya perang gerilya, maka seluruh daerah Yogyakarta merupakan tempat-tempat persembunyian dari TNI. Mereka dibantu oleh sekian banyak laskar rakyat milik organisasi-organisasi politik dalam menghadapi propaganda-propaganda Belanda, baik pada rakyat Indonesia maupun dunia internasional. TNI menyadari tentang hal ini, maka pada tanggal 29 Desember 1948 diadakan suatu persiapan untuk mengadakan serangan-serangan tempat-tempat kedudukan Belanda. Pada waktu itu oleh pimpinan TNI dikeluarkan perintah penyerangan untuk: 1. Melaksanakan penyerangan pada malam hari 2. Menghancurkan kekuatan musuh sebanyak-banyaknya 3. Merampas senjata-senjata musuh sebanyak-banyaknya 4. Membumi hanguskan tempat-tempat yang dianggap penting.97 Walaupun Belanda telah mendapatkan reaksi dari dalam maupun dari dunia internasional untuk mengakhiri pendudukan di Indonesia, tetapi Belanda bersikap tidak mau melepaskan Indonesia. Untuk mengakhiri pikiran
95 96

http//:sejarah-nasional.6-12-2013 Mohammad Roem, Muchtar Lubis,1982, op. cit, hlm. 73 97 SESKOAD,1993/1994:Serangan Umum 1 Maret 1949 dii Yogyakarta, Dep P dan K,. hlm. 138.

47

Belanda yang demikian, maka antara Sri Sultan dan Letkol Soeharto melakukan perundingan tentang suatu serangan secara besar-besaran atas kota Yogyakarta. Perundingan ini menghasilkan persetujuan, yaitu akan diadakan serangan ke kota pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini berhasil dengan dapat diduduki kota Yogyakarta selama enam jam oleh TNI dan para pejuang yang dibantu oleh segenap rakyat Yogyakarta.Ternyata Serangan Umum 1 Maret 1949 ini, mempunyai pengaruh terhadap keberadaan Indonesia, serta mampu mempengaruhi dunia internasional, sehingga Badan dunia PBB mendesak Belanda untuk mengakui kedaulatan negara RI, yang diawali penarikan Belanda dari Yogyakarta.98 Setelah Serangan Umum 1 Maret 1949, terjadi usaha-usaha pendekatan secara politis antara Belanda dan pemerintah Indonesia dan Bijeenkomts Voor Vederal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan federal. Hal ini tidak terlepas dari DK PBB yang ingin segera menyelesaikan konflik antara Belanda dengan RI. Dari hasil pendekatan ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan segala sesuatu melalui perundingan. Pada tanggal 26 Februari 1949 mereka mengumumkan niatnya untuk meyelenggarakan Konferensi Meja Bundar. Penjajakan kearah ini dimulai pada tanggal 23 Maret 1949 dengan diterimanya resolusi Kanada di DK PBB , yang disebut Pedoman Kanada atau Canadian Directive, dalam rangka membantu Belanda dan Indonesia untuk mencapai persetujuan dalam hal: 1. Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta 2. Penghentian gerakan militer Belanda dan perang gerilya RI 3. Waktu dan syarat mengadakan konferensi di Den Haag untuk merundingkan penyelesaian akhir masalah Indonesia.99

98

http//:sejarah nasional-indonesia.6-12-2013 SESKOAD,1993/1994:op.cit. hlm. 283

99

48

Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut Sri Sultan HB IX, pada tanggal 11 April 1949 berangkat ke Jakarta untuk mengutarakan, bahwa beliau menjamin keamanan jika Yogyakarta dikendalikan pada Republik dan tentara Belanda ditarik mundur dari Yogyakarta. Setelah beberapa kali diadakan perundingan dan atas usaha Merle Cochran wakil AS dalam UNCI berhasil membawa Belanda dan Indonesia ke dalam meja perundingan. Pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Moh. Roem atas nama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan Belanda dipimpin oleh dr. Van Royen. Setelah melalui perundingan yang berlarut-larut, akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapailah persetujuan dikenal Roem Royen.100 Untuk melaksanakan penerimaan kembali kekuasaan sepenuhnya, baik sipil maupun militer, atas DIY dari tangan Belanda dan mengatur pengembalian pemerintah RI di Yogyakarta, Presiden Soekarno menetapkan Sri Sultan HB IX sebagai pemegang kekuasaan penuh atas tugas-tugas tersebut. Ternyata persetujuan Roem Royen tidak begitu saja dapat diterima oleh TNI dan PDRI. Panglima Besar Jendral Soedirman pada prinspnya tidak dapat menerima adanya Cease fire secara lokal, selain itu beliau tidak begitu yakin dengan niat baik Belanda dan menganggap belum syah, sebelum disetujui PDRI secara yuridis formal telah memegang kekuasaan pemerintah RI semenjak tanggal 19 Desember 1948. Pada tanggal 1 Mei 1949 Jendral Soedirman mengeluarkan amanat yang ditujukan pada komandan

kesatuan, memperingatkan agar tidak turut memikirkan perundingan, karena pada hakekatnya hanya akan merugikan perjuangan dan pertahanan. Amanat ini kemudiaan disusul dengan Maklumat Markas Besar Komando Jawa tanggal 5 Mei 1949, yang menyerukan agar tetap waspada meskipun ada perundingan dan persetujuan-persetujuan.101

100 101

Ibid, hlm. 284. http//:sejarah-indonesia.5-12-2013

49

Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta, perundingan yang telah dirintis di Bangka dimulai kembali. Yang dibahas dalam perundingan itu ialah pembentukan pemeintahan peralihan sebelum terbentuk negara Indonesia Serikat. Kemudiaan pada tanggal 19-22 Juli 1949 diadakan perundingan antara kedua belah pihak, yang disebut Konferensi Inter Indonesia, yang berlangsung di Yogyakarta setelah pemerintah RI kembali memerintah di Yogyakarta.102 Dengan berakhirnya serangan 1 Maret 1949 atas kota Yogyakarta, maka semakin kuatlah pengakuan dari dunia internasional, baik yang dilakukan oleh negara-negara sahabat maupun badan dunia PBB. Reaksi dunia dengan agresi Belanda II cukup membuat Belanda sangat terpojok. Kecaman datang dari berbagai penjuru. Simpati dan dukungan dari dunia internasional semakin besar kepada RI, sehingga menumbuhkan optimisme bangsa Indonesia untuk merebut kedaulatannya. Hal ini terbukti dengan keikut sertaan PBB melalui Dewan Keamanan dalam meyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda. Badan dunia PBB, berusaha mendesak Belanda agar segera menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia dengan melalui berbagai macam perundingan. Akibat tekanan-tekanan tersebut, Belanda mulai bersikap lunak kepada RI. Belanda menjanjikan niatnya untuk membuka kembali perundingan untuk menyelesaikan masalah politik di Indonesia.103 Penarikan pasukan Belanda dari DIY dan kemudiaan diikuti oleh wilayah lain Pada tanggal 23 Juni 1949 ada berita dari pihak Belanda yang memberitahukan pada pihak RI ke Yogyakarta, bahwa tentara Belanda akan ditarik dari Karesidenan pada tanggal 24 Juni 1949 mulai pukul 12.30, dari pos Wonosari. Penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta akan

dilangsungkan pada tangggal 29 Juni 1949, yang diatur dalam empat tahap,
102

K. M. L. Tobing, 1987, Perjuangan Politik Bangsa Indonesia KMB, Jakarta: CV. Haji Masagung, hlm. 151. 103 http//:sejarah-indonesia.5-12-2013

50

mulai dari selatan ke utara dan keluar dari kota ke jurusan Magelang. Pada tanggal ini pula, mulai dilaksanakan penarikan tentara Belanda dibawah pengawasan UNCI , dari udara dilaksanakan oleh dua pesawat terbang MoHawks dan sebuah pesawat capung Belanda104. Sesuai rencana yang diusulkan Belanda, penarikan tentara Belanda diatur dalam empat tahap, sebagai berikut:105 Tahap 1 : Tentara Belanda mulai pukul 07.00 waktu setempat, ditarik dari kota Yogyakarta bagian selatan (jalan Sentul, Secodiningratan, Ngabean, Wirobrajan). Selanjutnya TNI masuk bagian kota tersebut sampai kurang lebih 500 meter dari garis jalan tersebut. Tahap II : Tentara Belanda mulai pukul 09.30 waktu setempat, ditarik dari bagian kota antara jalan-jalan tersebut pada tahap I dan jalan kereta api. Selanjutnya TNI masuk dalam kota, sampai garis kurang lebih 500 meter di sebelah selatan jalan kereta api. Tahap III : Tentara Belanda mulai pukul 14.30 ditarik dari kota Yogyakarta menuju Magelang. Selanjutnya TNI menduduki seluruh kota

Yogyakarta.Dengan selesainya seluruh penarikan tentara Belanda, disusul oleh musuh kesatuan yang terdiri dari Mobil Polisi (CPM) di bawah pimpinan Letnan Norman Sasono dan Letnan Erman Harirusman dari sebelah barat langsung menuju asrama Gayam. Anggota Kepolisian RI di bawah pimpinan Inspektur Polisi Mohammad, memasuki Yogyakarta

104 105

http//:sejarah nasional-indonesia.6-12-2013 http//:sejarah-indonesia.5-12-2013

51

langsung menuju asrama Polisi patuk dan segera mengadakan upacara bendera di halaman asrama.106 Dengan kembalinya para pemimpin bangsa Indonesia , maka lenyaplah sudah pemimpin RI di Yogyakarta. Dengan demikian, roda pemerintahanpun berjalan kembali, untuk menghadapi momentummomentum penting dalam memulihkan segala aspek kehidupan bangsa yang harus ditangani bersama. Pada waktu Indonesia menjadi negara RIS, maka Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan negara kesatuan RI yang menjadi bagian dari negara RIS. Pada saat itu, di Yogyakarta telah mengangkat Mr. Asaat sebagai akting Presiden pada tanggal 27 Desember 1949. Pada hari itu ,dilakukan pula penyerahan kedaulatan RI pada Presiden RIS. Pada tanggal 28 Desember 1949 Ir. Soekarno meninggalkan kota Yogyakarta menuju ke Jakarta untuk memangku jabatan sebagai Presiden RIS. Setelah hampir 4 tahun ditinggalkan, Jakarta kembali menjadi Ibukota RI. Dengan demikian berakhirlah secara resmi perang kemerdekaan Indonesia, dalam perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan yang penuh penderitaan dan pengorbanan, dengan banyak menelan jiwa serta harta benda rakyat Yogyakarta.107

1.8 Aspek Pendidikan Perkembangan budaya sebagaimana dijelaskan di awal tidak lepas pula dari sistem pendidikan. Pada mulanya sistem pendidikan yang digunakan meneruskan sistem yang digunakan zaman Mataram. Pendidikan formal hanya dapat dinikmati oleh keluarga kerajaan. Pendidikan itu meliputi pendidikan agama dan sastra. Pendidikan agama diselenggarakan oleh Kawedanan Pengulon. Pendidikan ini berlokasi di kompleks masjid raya
106 107

http//:sejarah-indonesia.5-12-2013 http//:sejarah-indonesia.5-12-2013

52

kerajaan. Pendidikan sastra diselenggarakan oleh Tepas Kapunjanggan. Kedua pendidikan ini satu sistem dan tidak terpisah. Para siswa diberi pelajaran agama, bahasa Jawa, budaya, dan literatur (serat dan babad).108 Pendidikan barat baru diperkenalkan oleh pemerintah penjajahan pada awal abad 20. Pada pemerintahan Sultan HB VIII sistem pedidikan dibuka. Mula-mula sekolah dasar dibuka di Tamanan dan kemudian dipindahkan di Keputran. Sekolah ini masih ada hingga sekarang dalam bentuk SD N Keputran. Pendidikan lanjut memanfaatkan pendidikan yang dibuka oleh pemerintah penjajahan seperti HIS, Mulo, dan AMS B. Pada 1946, kesultanan ikut serta dalam mendirikan Balai Perguruan Kebangsaan Gajah Mada yang pada 1949 dijadikan UGM.109 Sebagai sebuah Kesultanan, Islam merupakan kepercayaan resmi kerajaan. Sultan memegang kekuasaan tertinggi dalam bidang kepercayaan dengan gelar Sayidin Panatagama Khalifatullah. Walaupun demikian kepercayaan-kepercayaan lokal (baca kejawen) masih tetap dianut rakyat disamping mereka menyatakan diri sebagai orang Islam. Berbagai ritus kepercayaan lokal masih dijalankan namun doa-doa yang dipanjatkan diganti dengan menggunakan bahasa Arab. Hal ini menujukkan sebuah kepercayaan baru yang merupakan sinkretis antara kepercayaan Islam dan kepercayaan lokal. Gerakan puritan untuk membersihkan Islam dari pengaruh kepercayaan lokal dan westernisasi baru muncul pada 1912 dari kalangan Imam Kerajaan. Pada perkembangan selanjutnya kawasan Kauman Yogyakarta yang menjadi tempat tinggal para Imam Kerajaan menjadi pusat gerakan puritan itu.110

Jauh sebelum Indonesia merdeka keberadaan sektor pendidikan di Indonesia baru terbatas pada penyelenggaraan pendidikan tingkat dasar dan

108 109

http//Sejarah Kota Yogyakarta Situs Resmi Pemerintah DI Yogyakarta.6-12-2013 http//Sejarah Kota Yogyakarta Situs Resmi Pemerintah DI Yogyakarta.6-12-2013 110 http//Sejarah Kota Yogyakarta Situs Resmi Pemerintah DI Yogyakarta.6-12-2013

53

menengah lanjutan, baik yang di selenggarakan oleh kaum kolonial maupun pribumi. Akan tetapi, semenjak Proklamasi keberadaan sektor ini berubah setingkat lebih tinggi dari masa sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya beberapa Perguruan Tinggi di Yogyakarta seperti UGM, IKIP Negeri, IAIN, IKIP Sanata Dharma, Universitas Janabadra.Yogyakarta sebagai salah satu pusat pendidikan dan kebudayaan memiliki peranan dan potensi yang besar dalam memberikan sumbangan dan pembangunan. Dengan banyaknya para pelajar dari berbagai daerah yang datang ke Yogyakarta, menjadikan daerah ini sebagai media dan tempat interaksi yang dapat melahirkan akumulasi kebudayaan dengan memberikan sumbangan terhadap terbentuknya jiwa persatuan dan kesatuan.111 Selain itu, potensi lain yang cukup penting adalah adanya karakteristik umum masyarakat di DIY yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tabah, sederhana, gotong royong dan mau mawas diri, tenggang rasa, dan jiwa patriotisme merupakan sikap mental dan tenaga penggerak bagi pembangunan manusia seutuhnya.112
2. Kesultanan Ternate ( 1257 - Sekarang ) Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama Ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku, dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257113. Sultan Ternate yang memimpin hingga saat ini adalah Drs. H. Mudaffa Syah, Beliau adalah Sultan Ternate yang ke-47 yang diangkat pada tahun 1975 hingga sekarang. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan Timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai dikunjungi oleh para saudagar pada awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera, awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole

111 112

http//:sejarah-indonesia.5-12-2013 http//:sejarah-indonesia.5-12-2013 113 A. Kardiyat Wiharyanto, 2006, Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX, (Yogyakarta: Universitas Sanatha Darma), hlm. 24

54

(kepala marga), merekalah yang pertama-tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang akan datang dari segala penjuru untuk mencari rempah-rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak, maka atas prakarsa momole guna memimpin Tobona diadakan musyawarah membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Di sinilah awal mula terbentuknya kerajaan Ternate114.

2.1 Aspek Ideologi Dari segi ideologi, kesultanan Ternate yang masih bertahan hingga sekarang memiliki falsafah hidup yang disebut dengan Moloku Kie Raha. Yang bermakna Keseimbangan lantaran keberadaan empat penguasa yang bersatu. Masyarakat ternate memiliki keyakinan bahwa dahulu, ada empat kerajaan yang berdiri di Maluku Utara yang dipimpin oleh empat orang raja yang berasal dari keturunan yang sama. Empat kerajaan tersebut adalah Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Konon, keempat raja tersebut merupakan empat orang anak dari seorang Arab keturunan nabi Muhammad SAW bernama Djafar Sidek yang menikah dengan Nur Safa115. Keyakinan ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Ternate hingga saat ini, meskipun kerajaan yang ada di Maluku Utara tidak lagi lengkap empat kerajaan dan tersisa hanya kerajaan Ternate saja. Falsafah Maloku Kie Raha, lebih bersifat pada keseimbangan yang tercipta lantaran persatuan antara empat penguasa yang berbeda-beda. Dalam makna umum yaitu persatuan yang menciptakan keharmonisan dalam kebersamaan karena merasa satu persaudaraan.

114 115

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, diunduh: 05/12/2013 pukul 15.00 WIB Irza Arnyta Djafar, 2005, Dari Maloku Kie Raha Hingga Negara Federal: Biografi Politik Sultan Ternate Iskandar Muhammad Djabir Sjah, (Yogyakarta: Bio Pustaka), hlm. 24-26

55

2.2 Aspek Politik Di masa-masa awal suku Ternate dipimpin oleh momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan di[pegang oleh seorang raja yang disebut kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para Ulama menjadi figur sangat penting dalam kerajaan. Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (Perdana Menteri) dan Fala Raha sebagai penasihat. Fala Raha atau empat rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu116 Dalam bidang pemerintahan kesultanan Ternate menganut sistem Monarki, artinya kekuasaan dalam kerajaan diwariskan melalui keturunan. Hal ini berlangsung hingga kesultanan Ternate pada Abad ke-19. Pasca kemerdekaan, daerah kesultanan Ternate (kota Ternate) menjadi wilayah administratif di bawah provinsi Maluku Utara117. Sedangkan kesultanan Ternate hanya sebagai simbolik hasil kebudayaan masyarakat Ternate di masa lampau. Kendati demikian, silsilah dari para raja Ternate masih berlanjut hingga sekarang. Adapun silsilah raja-raja Ternate yaitu118: Baab Mashur Malamo 1257 1277 Jamin Qadrat Komala Abu Said Bakuku (Kalabata) Ngara Malamo Patsaranga Malamo Cili Aiya Panji Malamo Syah Alam Tulu Malamo 1277 - 1284 1284 - 1298 1298 - 1304 1304 - 1317 1317 - 1322 1322 - 1331 1331 - 1332 1332 - 1343 1343 - 1347

116 117

Ibid, hlm 27 Nugroho Yuananto, 2008, Selayang Pandang Maluku Utara. (Klaten: Intan Pariwara), hlm. 6 118 http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, diunduh: 05/12/2013 pukul 15.00 WIB

56

Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 - 1350 Ngolo Macahaya Momole Komala Pulu 1350 - 1357 1357 - 1359 1377 - 1432

Gapi Malamo I Gapi Baguna I

1359 - 1372 1372 - 1377

Muhammad Ilha H. Muh. Usman syah

1900 - 1902 1902 - 1915

Marhum (Gapi Baguna II)1432 - 1486 Zainal Abidin Bayanullah Hidayatullah Abu Hayat II Tabariji Khairun Jamil Babullah Datu syah Said Barakat syah Mudaffar Syah I Hamzah Mandarsyah Manila Mandarsyah Sibori Said Fatahullah Amir Iskandar Z. S. Ayan Syah Syah Mardan Jalaluddin Harunsyah Achra Muhammad Yasin Muhammad Ali Muhammad Sarmoli Muhammad Zain Muhammad Arsyad Ayanhar 1486 - 1500 1500 - 1522 1522 - 1529 1529 - 1533 1533 - 1534 1535 - 1570 1570 - 1583 1583 - 1606 1607 - 1627 1627 - 1648 1648 - 1650 1650 - 1655 1655 - 1675 1675 - 1689 1689 - 1714 1714 - 1751 1751 - 1754 1755 - 1763 1763 - 1774 1774 - 1781 1781 - 1796 1796 - 1801 1807 - 1821 1821 - 1823 1823 - 1859 1859 - 1876 1879 - 1900

Iskandar Muh. Jabir syah 1929 - 1975 Drs. H. Mudaffar Syah 1975 sekarang

57

2.3 Aspek Ekonomi Mata pencaharian utama masyarakat Ternate adalah bertani dan nelayan. Mereka menanam padi, sayuran, kacang polong, ketela pohon dan ubi jalar serta membudidayakan cengkeh, kelapa dan pala. Khususnya pada penghasilan rempah-rempah, masyarakat Ternate dikenal sebagai pemasok rempah-rempah ke seluruh Indonesia119. Kesultanan ternate menikmati masa kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa kejayaan, kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, serta bagian selatan kepulauan Filipina hingga Kepulauan Marshal di samudera pasifik. Ada satu hal yang unik dalam aspek perekonomian masyarakat Ternate khususnya pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Sultan Ternate yang ke-46 Iskandar Muhammad Djabir Sjah mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dengan mengadakan pembelian dan distribusi barang-barang keperluan sehari-hari kepada rakyat sebagai konsumen, Keperluan rakyat sehari-hari didapat melalui kantor yang dipimpin oleh Sultan dengan Arnold Mononutu sebagai supply officer. Sultan juga memberikan bantuan modal yang diambil dari kas Pemerintah Daerah kepada para pedagang dari segala etnis di Ternate untuk memulai usahanya. Hal ini dilakukan oleh Sultan karena pada awal masa kemerdekaan Indonesia, kondisi perekonomian khususnya di Ternate masih sangat lemah.

2.4 Aspek Sosial Budaya Setiap keluarga di Kesultanan Ternate dilatih untuk terbiasa membaur dengan rakyatnya. Hal ini didasari oleh falsafah hidup yang dianut para Sultan yang diwariskan secara turun temurun. Falsafah hidup tersebut dilambangkan dengan dadah manopo (nasi kuning) yang selalu disediakan ketika diadakan upacara adat ataupun selamatan. Dadah manopo berupa nasi kuning yang berbentuk gunung (tumpeng) dan di atasnya dihiasi dengan sebutir telur. Warna kuning dari nasi tersebut melambangkan rakyat Ternate, sedangkan telur di atasnya melambangkan Sang Sultan. Sang Sultan tidak mungkin ada
119

Nugroho Yuananto, 2008, Selayang Pandang Maluku Utara. (Klaten: Intan Pariwara), hlm. 28

58

tanpa keberadaan rakyat Ternate120. Falsafah hidup ini tetap dipertahankan hingga sekarang. Untuk pengangkatan seorang Sultan Ternate berdasarkan musyawarah dari para bobato (pembesar kerajaan), bukan oleh penunjukan Sultan atau secara otomatis apabila Sultan mangkat atau berhalangan langsung bisa digantikan oleh putra mahkotanya, akan tetapi berdasarkan hasil musyawarah. Menurut kebiasaan adat setempat, putra raja tidak otomatis mewarisi tahta kerajaan apabila Sultan meninggal. Saudara raja, pamannya, ataupun kemenakannya juga merupakan calon-calon yang dapat dipertimbangkan sebagai penggantinya, tergantung dari syarat-syarat lain yang harus dipenuhi yang semua dibicarakan dan disepakati bersama oleh para pembesar kerajaan (bobato)121.

2.5 Aspek Militer Dalam bidang militer kesultanan Ternate memiliki tiga bentuk pertahanan, (1) pertahanan untuk menstabilkan kondisi keamanan dalam wilayah kerajaan, (2) adalah pertahanan untuk menahan serangan yang bisa datang dari luar kerajaan, dan (3) pertahanan untuk menjaga perbatasan kerajaan. Untuk keamanan di dalam wilayah kerajaan merupakan tanggung jawab dari kerajaan Tidore (1), sedangkan untuk pertahanan dari serangan luar adalah tanggung jawab dari kerajaan Jailolo (2), dan yang bertugas untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan kerajaan adalah tanggung jawab dari kerajaan Bacan (3). Sedangkan tugas dari kerajaan Ternate sendiri adalah sebagai mandataris yang memimpin di antara keempat kerajaan yang bersatu (Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan). Persatuan keempat kerajaan ini sering disebut juga dengan Moloku Kie Raha122

120

Irza Arnyta Djafar, 2005, Dari Maloku Kie Raha Hingga Negara Federal: Biografi Politik Sultan Ternate Iskandar Muhammad Djabir Sjah, (Yogyakarta: Bio Pustaka), hlm. 30 121 Ibid, hlm. 37 122 Ibid, hlm. 20-21

59

Sistem persenjataan kerajaan Ternate mulai berkembang pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521). Kerajaan ini mempelajari teknik pembuatan senjata dan perahu dari orang Arab dan Turki untuk memperkuat pasukannya123. Kerajaan Ternate juga berperan besar terhadap pengusiran penjajah Portugal di bawah kepemimpinan Sultan Khairun (1534-1570). Hal ini disebabkan oleh perlakuan Portugis terhadap para Saudara Sultan Khairun yang membuatnya geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak

tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara. Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk

menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan

123

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, diunduh: 05/12/2013 pukul 15.00 WIB

60

wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575124.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, terjadi kemelut di lingkungan kesultanan Ternate. Sultan Ternate yang ke-46 Iskandar Muhammad Djabir Sjah diisukan sangat mendukung RMS dan pro Belanda serta akan membuat makar terhadap Republik Indonesia karena ideologi federalisme yang dianutnya. Akibatnya Negara Republik Indonesia mengirimkan TNI dari Yogyakarta atas perintah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kejaksaan Agung RIS untuk menangkap Sultan. Hingga akhirnya Sultan Iskandar Muhammad Djabir Sjah dibawa ke Jakarta dan mengalami masa tahanan rumah selama bertahun-tahun. Di Jakarta, Sultan Iskandar tinggal di rumah Gubernur Maluku Latuharhary125.

2.6 Aspek Pendidikan Dalam bidang pendidikan, khususnya di lingkungan keluarga Kesultanan Ternate. Seluruh anak keturunan sultan diasuh dan dididik oleh masyarakat kampung. Hal ini dilakukan untuk melatih para keluarga kesultanan agar senantiasa dekat dengan rakyat, dan hal ini dilakukan hingga sekarang. Seorang anak Sultan dididik dan dirawat oleh seorang warga kampung yang telah dipilih. Di sana ia diajarkan tentang adat-istiadat, membaca huruf Arab dan mengaji. Serta disekolahkan di pendidikan umum khususnya untuk belajar baca tulis huruf melayu. Dan itupun para pengajarnya juga dari rakyat biasa126.

124 125

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, diunduh: 05/12/2013 pukul 15.00 WIB Ibid, hlm. 154-155 126 Ibid, hlm. 30

61

E. Analisis Kesultanan Yogyakarta merupakan salah satu contoh bagaimana pribumisasi islam melalui pendekatan budaya, yang berjalan sangat dinamis menjadi satu kekuatan peradaban yang mampu mendobrak segala bentuk kolonialisme. Karena Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan, yaitu, keduanya adalah sitem nilai dan sistem simbol dan keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan. Agama, dalam perspektif ilmu-ilmu sosial adalah sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Sementara seni tradisi merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan lokal (local wisdom). Baik agama maupun kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Misalnya, dalam menyambut anak yang baru lahir, bila agama memberikan wawasan untuk melaksanakan aqiqah untuk penebusan (rahinah) anak tersebut, sementara kebudayaan yang dikemas dalam marhabaan dan bacaan barjanji memberikan wawasan dan cara pandang lain, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu mendoakan kesalehan anak yang baru lahir agar sesuai dengan harapan ketuhanan dan kemanusiaan. Demikian juga dalam upacara tahlilan, baik agama maupun budaya lokal dalam tahlilan samasama saling memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi orang yang meninggal. Oleh karena itu, biasanya terjadi dialektika antara agama dan kebudayaan tersebut. Agama memberikan warna (spirit) pada kebudayaan,

62

sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap agama. Namum terkadang dialektika antara agama dan seni tradisi atau budaya lokal ini berubah menjadi ketegangan. Karena seni tradisi, budaya lokal, atau adat istiadat sering dianggap tidak sejalan dengan agama sebagai ajaran Ilahiyat yang bersifat absolut. Gagasan pribumisasi Islam, secara geneologis dilontarkan pertama kali oleh Abdurrahman Wahid pada tahun 1980-an. Dalam Pribumisasi Islam tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Sehingga, tidak ada lagi pemurnian Islam atau proses menyamakan dengan praktik keagamaan masyarakat muslim di Timur Tengah. Bukankah Arabisasi atau proses mengidentifikasi diri dengan budaya Timur Tengah berarti tercabutnya kita dari akar budaya kita sendiri? Dalam hal ini, pribumisasi bukan upaya menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan budaya-budaya setempat, akan tetapi justru agar budaya itu tidak hilang. Inti Pribumisasi Islam adalah kebutuhan bukan untuk menghindari polarisasi antara agama dan budaya, sebab polarisasi demikian memang tidak terhindarkan. Pribumisasi Islam telah menjadikan agama dan budaya tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak lagi mengambil bentuknya yang otentik dari agama, serta berusaha mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan antara agama dan budaya. Pada konteks selanjutnya, akan tercipta pola-pola keberagamaan (Islam) yang sesuai dengan konteks lokalnya, dalam wujud Islam Pribumi sebagai jawaban dari Islam Otentik atau Islam Murni yang ingin melakukan proyek Arabisasi di dalam setiap komunitas Islam di seluruh penjuru dunia. Islam Pribumi justru memberi keanekaragaman interpretasi dalam praktik kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Dengan demikian, Islam

63

tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan beraneka ragam. Tidak ada lagi anggapan Islam yang di Timur Tengah sebagai Islam yang murni dan paling benar, karena Islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut. Sebagai contoh dapat dilihat dari praktek ritual dalam budaya populer di Indonesia, menunjukkan perkawinan antara Islam dan budaya lokal yang cukup erat. Upacara Pangiwahan di Jawa Barat, sebagai salah satunya, dimaksudkan agar manusia dapat menjadi wiwoho, yang mulia. Sehingga berangkan dari pemahaman ini, masyarakat harus memuliakan kelahiran, perkawinan, kematian, dan sebagainya. Semua ritual itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kehidupan manusia itu bersifat mulia. Konsep mengenai kemuliaan hidup manusia ini jelas-jelas diwarnai oleh kultur Islam yang memandang manusia sebagai makhluq yang mulia. Islam Pribumi sebagai jawaban dari Islam otentik mengandaikan tiga hal. Pertama, Islam Pribumi memiliki sifat kontekstual, yakni Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan konteks zaman dan tempat. Perubahan waktu dan perbedaan wilayah menjadi kunci untuk menginterpretasikan ajaran. Dengan demikian, Islam akan mengalami perubahan dan dinamika dalam merespons perubahan zaman. Kedua, Islam Pribumi bersifat progresif, yakni kemajuan zaman bukan dipahami sebagai ancaman terhadap penyimpangan terhadap ajaran dasar agama (Islam), tetapi dilihat sebagai pemicu untuk melakukan respons kreatif secara intens. Ketiga, Islam Pribumi memiliki karakter membebaskan. Dalam pengertian, Islam menjadi ajaran yang dapat menjawab problem-problem kemanusiaan secara universal tanpa melihat perbedaan agama dan etnik. Dengan demikian, Islam tidak kaku dan rigid dalam menghadapi realitas sosial masyarakat yang selalu berubah. Dalam konteks inilah, Islam Pribumi ingin membebaskan puritanisme, otentifikasi, dan segala bentuk pemurnian Islam sekaligus juga menjaga kearifan

64

lokal tanpa menghilangkan identitas normatif Islam. Karena itulah, Islam Pribumi lebih berideologi kultural yang tersebar (spread cultural ideology), yang mempertimbangkan perbedaan lokalitas ketimbang ideologi kultural yang memusat, yang hanya mengakui ajaran agama tanpa interpretasi. Sehingga dapat tersebar di berbagai wilayah tanpa merusak kultur lokal masyarakat setempat. Dengan demikian, tidak akan ada lagi praktik-praktik radikalisme yang ditopang oleh paham-paham keagamaan ekstrem, yang selama ini menjadi ancaman bagi terciptanya perdamaian. Cuma permasalahanya apakah Islam pribumi dapat dipandang absah dalam perspektif doktrin Islam. Mengabsahan ini penting menyangkut sosialisasi dan internalisasi Islam pribumi sebagai wacana pembebasan umat di kalangan umat Islam sendiri. Kelompok puritan Islam telah menuduh Islam pribumi sebagai sebagai pengejawantahan dari praktek bidah yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Lebih lanjut kelompok ini berkeyakinan ahli bidah adalah sesat (dlalalah). Dalam sejarah Islam Jawa telah direkam bagaimana upaya-upaya penguasa Islam waktu itu dalam memberangus praktek sufime yang mereka tuduh telah menyimpang dari ortodoksi Islam.

F. Kesimpulan Dari pandangan filosofi, Yogyakarta terletak di jantung pulau Jawa. Masyarakat awam sejak dulu menganggap mereka hidup di negara Mataram atau Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh kanjeng Sultan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dari dulu sudah terdapat suatu pemerintahan yang teratur. Karena di Yogyakarta sudah ada pemegang kekuasaan, yaitu penguasa tradisional yang memerintah secara turun temurun. Kasultanan Yogyakarta mempunyai peran yang sangat besar dalam rangka perjuangan kemerdekaan
65

Indonesia. Contohnya

pada tanggal 4 Januari 1946 pemerintah Republik

Indonesia mengambil keputusan untuk memindahkan Ibukota untuk sementara waktu, dengan alasan demi keamanan dan menyempurnakan organisasi dalam negeri. Dengan suasana yang demikian itu, maka para pemimpin kita tidak akan melaksanakan tugasnya untuk mengatur negara dengan tenang. Yogyakarta dianggap lebih tepat untuk menjadi Ibukota atau pusat pemerintahan negara pada waktu itu. Dipilih kota Yogyakarta, karena adanya alasan aspek dukungan segenap lapisan masyrakat Yogyakarta di bawah pimpinan Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, kecuali itu karena desakan dari Badan Pekerja KNI DIY, yang melihat bahwa daerah Yogyakarta cukup aman dan dapat menjamin terlaksananya roda pemerintahan RI pada masa perjuangan. Apabila militer RI (TNI) telah dikuasai maka Indonesia akan lumpuh. Sasaran utama Belanda adalah TNI dan Yogyakarta. Ambisi-ambisi Belanda itudilaksanakan pada tanggal 19 Desember 1948 dengan menyerang Yogyakarta sebagai Ibukota dan Markas Besar Angkatan Perang. Yogya memang dikuasai, tetapi tidak demikian dengan orang-orang yang ada didalamnya. Meski Yogyakarta telah dikuasai, serangan balasan dari gerilyawan selaludilakukan, sehingga Belanda merasa tidak aman berada di dalam kota Yogya. Hal itu memang sengaja dibuat gerilyawan. Bagi mereka memang tidak mungkin menghadapi Belanda dengan cara frontal, Karena kalah dalam persenjataan. Pertahanan yang ditempuh gerilyawan seperti membuat pos-pos. Belanda kalang kabut karena gerilyawan menyerang dengan mendadak dan cepat.

Yogyakarta sebagai Ibukota negara RI untuk sementara waktu, ternyata mempunyai dampak yang sangat berarti dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara, diantaranya melahirkan semangat dan nilai-nilai

66

perjuangan dan Pelopor dalam bidang politik, ekomnomi,militer Pendidikan dan Sosial Budaya. Kerajaan ternate juga sangat besar jasanya dalam rangka menegakkan kedaulatan negara indonesia. Para kerajaan akhirnya bersatu padu. Sehingga mempunyai kekuatan yang luar biasa, dapat mengusir penjajah dari negeri ini. Tentunya semua ini tidak lepas dari nilai-nilai nasionalisme dan religius semangat kebersamaan. Disinilah peran kerajaan islam dalam membentuk peradaban yang mutamadin dalam NKRI.

67

DAFTAR PUSTAKA Buku:


A. Kardiyat Wiharyanto, 2006, Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX, (Yogyakarta: Universitas Sanatha Darma),

Agung, Ide Anak Agung Gde.1983. Renville. Jakarta: Sinar Harapan Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, (Bandung : Mizan, 2002) Badan Musyawarah MUSEA.1985. Yogya Benteng Proklamasi. Daerah Istimewa Yogyakarta. Biro Bina Pemerintahan Umum Setwilda Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.1992. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta.. Depdikbud Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1977. Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud.1978.Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Balai Pustaka. G. Moedjanto,1994, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman, Yogyakarta: Kanisius Hatta, Mohammad. 1979. Memoir. Jakarta: Tintamas

68

Imran Amrin.1985. Selamat PagiYogyakarta. Jakarta : Mutiara Sumber Widya Irza Arnyta Djafar, 2005, Dari Maloku Kie Raha Hingga Negara Federal: Biografi Politik Sultan Ternate Iskandar Muhammad Djabir Sjah, (Yogyakarta: Bio Pustaka) Kementrian Penerangan RI. Lukisan Revolusi Indonesia 1945. Kesuma, A Moh Idris. 1983. Agresi Belanda II: Kegagalan : Harian Kedaulatan Rakyat. Tanggal 20 Desember 1983. Mark R. Woodward, Islam Jawa : Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Hairus Salim HS (penterj.), (Yogyakarta : LkiS, 1999) Letnan Djendaral T. B.Simatupang,Pengantar Ilmu Perang Di Indonesia, Djakarta: PT Kinta, 1968 Moedjanto,G. 1988. Indonesia Abad Ke 20 Jilid I dan Jilid II . Yogyakarta: Kanisius. Moedjanto,G. 1994. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman.Yogyakarta: Kanisius. Morgenthau, Hans J. 1991. Politik Antar Bangsa. Edisi Revisi. Buku Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Moh. Idris A. Kesuma., Agresi Balanda II: Kegagalan Harian Kedaulatan Rakyat, tanggal 20 Desember 1983 Masyarakat Sejarawan Indonesia. 1990. Pemerintah Darurat Republik Indonesi Nasution, A.H. 1963. Tentara Nasional Indonesia. Bandung-Jakarta: Pustaka Militer

69

Notosusanto Noegroho (Ed). 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Nugroho Yuananto, 2008, Selayang Pandang Maluku Utara. Klaten: Intan Pariwara

Nn. 1964. Sejarah Singkat Perjuangan Angkatan Bersenjata Bangsa Indonesia Jakarta: Staf Angkatan Bersenjata. Panitia Peringatan Kota Yogyakarta 200 Tahun. 1956.Kota Yogyakarta 200 Tahun Oktober 1956. Ramadan K.H.1988. A.E Kawilarang Untuk Sang Merah Putih. Jakarta: Staf Angkatan Bersenjata. Ricklefs, M.C. 1992. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Roem Mohammad dan Muchtar Lubis. 1982. Tahta Untuk Rakyat. Jakarta: Gramedia SESKOAD. 1993/1994. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Simatupang,T.B. 1968. Pengantar Ilmu Perang Di Indonesia. Djakarta: PT Kinta. Smit,C 1986. Dekolonisasi Indonesia. Jakarta: Daya Sarana Simuh, Sufisme Jawa : Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa,, (Yogyakarta : Bendang, 1995)

70

Sundhaussen,ULF. Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES. Tashadi dkk. 1987. Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tobing, K. M. L. 1986. Perjanjian Politik Bangsa Indonesia RENVILLE. Jakarta: Gunung Agung. Tobing,K.M.L 1987. Perjanjian Politik Bangsa Indonesia KONFERENSI MEJA BUNDAR. Jakarta: CV Haji Agung. Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta : LP3ES Kamus : Badudu, J.S dan Sutan Zain. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Jurnal : Juningsih, Lucia. 1990. Penulis dan Penulisan Sejarah Tentang Revolusi. Seri Pembinaan Pengantar Ilmu Sosial. Seri XVI no. 4 dan 5. Agustus dan Oktober 1990. FPIPS IKIP SANATA DHARMA.Yogyakarta. Internet :

71

http//:sejarah-kasultanan yogyakarta.5-12-2013 www. Kraton_yogyakarta. co.id akses 5-12-2013 http//:sejarah nasional-indonesia.6-12-2013 http//Sejarah Kota Yogyakarta Situs Resmi Pemerintah DI Yogyakarta.6-12-2013 http//:sejarah-indonesia.5-12-2013 http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, diunduh: 05/12/2013 pukul 15.00 WIB

72

You might also like