Professional Documents
Culture Documents
Wiryanto 1
TOPIK I
Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial
L.H. Wiryanto
FMIPA-ITB
Jalan Ganesha 10 Bandung-Indonesia
e-mail: leo@math.itb.ac.id
1.1. Pengantar
Pada bagian ini diperkenalkan persamaan diferensial parsial linear yang banyak
dijumpai dalam mempelajari masalah-masalah teknik. Adapun persamaan diferen-
sial parsial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial dari
fungsi dua atau lebih variabel. Secara umum persamaan diferensial parsial berben-
tuk
F (x, t, u, ux, ut , uxx , uxt, utt , · · ·) = 0
dengan u = u(x, t) sebagai fungsi yang tidak diketahui, dan menjadi permasala-
han di sini bagaimana menentukan u tersebut. Akan tetapi, mengingat luasnya
cakupan persamaan diferensial yang ada, pada matakuliah ini hanya ditinjau dua
macam persamaan untuk memberikan garis besar penurunan model persamaan sam-
pai mendapatkan penyelesaiannya. Persamaan tersebut terkait dengan persamaan
perambatan gelombang dan persamaan perambatan panas satu dimensi.
Sedangkan metoda penyelesaian yang diperkenalkan adalah metoda pemisah
peubah. Mengingat keterkaitannya metoda ini dengan persamaan diferensial bi-
asa dan deret Fourier, pembahasan akan diberikan dengan meninjau kembali secara
sepintar tentang persamaan diferensial biasa, dan deret Fourier akan diperkenalkan
di dalam membahas persamaan diferensial parsial untuk dapat lebih memahami
sesuai keperluannya.
y ′′ + ay ′ + by = 0 (1)
2 Matematka Teknik II
2. Kasus a2 − 4b < 0
Terdapat dua akar kompleks (konjugate) dari (4) berbentuk λ1 = α + iβ
√
dan λ1 = α − iβ dengan α = −a/2 dan β = 4b − a2 /2 masing-masing
riil. Dua jawab terkait akar di sini adalah y = e(α+iβ)t dan y = e(α−iβ)t yang
masing-masing dapat diuraikan dalam bentuk perkalian eksponen-cosinus dan
eksponen-sinus; karena eiβt = cos βt+i sin βt. Penggabungan keduanya, karena
keduanya bebas linear, menjadi jawab (1)
y(t) = eαt (C1 cos αt + C2 sin αt) (6)
L.H. Wiryanto 3
3. Kasus a2 − 4b = 0
Kedua akar (4) adalah sama, sehingga hanya terdapat satu jawab y = eλt
dari (1). Sedangkan persamaan diferensial yang dihadapi di sini adalah orde
2 yang secara intuitif diselesaikan dengan melakukan dua kali integrasi dan
memberikan dua konstanta integrasi (pada kedua kasus di atas dinyatakan
dengan C1 dan C2 sebagai pengikat dua jawab yang diperoleh). Untuk men-
gatasi hal ini, perlu menentukan jawab kedua yang bebas linear dari yang
sudah ada. Ini dapat dilakukan dengan mengalikan jawab yang ada dengan t,
yaitu y = te−at/2 . Oleh karena itu, jawab untuk kasus ini adalah
Contoh 1.1.
λ2 + λ − 2 = 0
y(t) = c1 et + c2 e−2t
λ2 + 4λ + 13 = 0
λ2 − 4λ + 4 = 0
Figure 1: (a) Sketsa getaran dawai. (b) Sketsa sepenggal dawai dengan gaya tegang
pada kedua ujungnya
tegang T1 di titik P dan gaya T2 di ujung lainnya Q. Dari arah getarannya, setiap
titik pada dawai hanya bergerak naik-turun, tidak ada gerakan secara horizontal.
Oleh karena itu proyeksi kedua gaya tegang berlaku
• Secara vertikal berlaku hukum Newton, jumlah gaya dalam arah ini sama
dengan massa dikali percepatan
∂2u
T2 sin β − T1 sin α = ρ△x (8)
∂t2
Di sini dawai ditinjau sebagi benda berdimensi satu (hanya mempunyai di-
mensi panjang) dan panjangnya △x, sehingga massanya dinyatakan sebagai
rapat massa ρ, dalam hal ini diasumsikan homogen, dikali panjangnya.
Persamaan kesetimbangan gaya vertikal (8) tidak berubah bila tiap sukunya
dibagi dengan bilangan yang sama. Agar bermanfaat, bilangan tersebut adalah be-
sarnya gaya tegang horizontal, dan digunakan notasi yang sesuai untuk tiap sukunya,
yaitu
T2 sin β T1 sin α ρ△x ∂ 2 u
− = (9)
T2 cos β T1 sin α T ∂t2
Setelah dilakukan penyederhanaan dan menyatakan pembangian sinus terhadap cos-
inus sebagai kemiringan dari kurva dawai, yang dapat dinyatakan sebagi turunan u
terhadap x pada titik di mana sudutnya berada. Secara matematis dituliskan
sin β ∂u
=
cos β ∂x x+△x
sin α ∂u
=
cos α ∂x x
dengan C 2 = T /ρ sebagai konstanta yang terkait dengan sifat fisis dari dawai yang
digunakan.
Persamaan (11) merupakan persamaan diferensial parsial yang merepresentasikan
simpangan partikel dawai (naik-turun) diukur dari keadaan setimbang. Akan tetapi
bila kita amati, pada media dawai tersebut tampak adanya gerakan secara hori-
zontal dengan bertambahnya waktu, sebagai perambatan gelombang yang ada pada
dawai tersebut. Dengan pengertian fisis ini, persamaan (11) selanjutnya dikenal
sebagai persamaan perambatan gelombang. Perambatan gelombang ini akan lebih
jelas setelah kita mendapatkan jawab dari persamaan tersebut.
Sedangkan terkait dengan variabel waktu t, dawai awalnya ditarik yang dapat diny-
atakan secara umum sebagai
u(x, 0) = f (x)
(13)
∂u
(x, 0) = g(x)
∂t
Syarat pertama pada (13) secara fisis menyatakan simpangan awal dan syarat kedua
menyatakan kecepatan awal sepanjang dawai.
Sekarang kita selesaikan persamaan (11) dengan menyatakan
sesuai pemisah peubah. Dalam fungsi F dan G persamaan (11) menjadi dua per-
samaan diferensial biasa yang diturunkan sebagai berikut
F ′′ − KF = 0, F (0) = F (L) = 0
(15)
G′′ − KC 2 G = 0
An dan Bn merupakan gabungan semua konstanta yang ada pada Fn (x), Gn (t), dan
cn pada saat melakukan kombinasi linear.
Sebagai catatan, dalam mendapatkan jawab (17) diperkenalkan notasi λn dan
un (x, t), yang dikenal sebagai nilaieigen dan fungsieigen.
Langkah selanjutnya adalah menentukan An dan Bn pada (17). Kita dapat
gunakan syarat awal (13).
L.H. Wiryanto 9
Pada saat t = 0
∞
X nπ
λn Bn sin x = g(x) (19)
n=1 L
Sampai di sini kita mendapatkan dua persamaan (18) dan (19) terkait dengan An dan
Bn , tetapi persamaan tersebut tidak secara langsung dapat diselesaikan. Pengertian
deret Fourier diperlukan untuk menyelesaikannya, yang akan dibahas pada sub bab
selanjutnya.
• y = f (x) dikatakan periodik jika terdefini pada seluruh bilangan riil, dan
terdapat suatu bilangan positip p sehingga berlaku f (x + p) = f (x). Bilangan
p tersebut dinamakan perioda dari f .
• Dari definisi fungsi periodik berlaku bila f periodik dengan perioda p maka
f (x + 2p) = f (x + p + p) = f (x + p) = f (x)
Jadi 2p juga perioda, begitu juga dengan 3p, 4p, · · · , np, · · · untuk n bulat.
• Secara natural fungsi periodik dijumpai pada fungsi trigonometri seperti f (x) =
sin mx dan juga g(x) = cos mx untuk m ∈ R. Kedua fungsi mempunyai peri-
oda p = 2π/m, yang dapat diperoleh dengan
• Tinjau perioda dari fungsi sinus dan cosinus di atas untuk m bulat
Bila dikombinasikan ∞
X
am cos mx + bm sin mx
m=1
mempunyai perioda 2π, karena setiap baris di atas memuat angka 2π dan
kelipatannya, sehingga perioda dasarnya adalah 2π.
Kesamaan ini mengharuskan f bersifat periodik dengan perioda yang sama den-
gan ruas kanan, yaitu 2π. Selanjutnya cukup kita tinjau pada selang satu perioda
[−π, π], dan integralkan kedua ruas pada selang tersebut
Z π Z π ∞ Z
X π
f (x)dx = a0 dx + am cos mx + bm sin mxdx
−π −π m=1 −π
L.H. Wiryanto 11
menghasilkan
1 π
Z
a0 =
f (x)dx (22)
2π −π
Proses pengintegralan seperti di atas dapat dilakukan lagi tetapi sebelumnya
kedua ruas dikali dengan cosinus atau sinus agar diperoleh hanya satu suku saja
pada ruas kanannya, setelah diintegralkan, dengan mengingat
Z π 0, untuk m 6= n
sin mx sin nxdx =
−π π, untuk m = n
Z π 0, untuk m 6= n
cos mx cos nxdx =
−π π, untuk m = n
Z π Z π Z π
sin mx cos nxdx = 0; sin mxdx = 0; cos mxdx = 0.
−π −π −π
Jadi untuk mendapatkan a20 persamaan (21) harus dikalikan dengan cos 20x dan di-
integralkan pada [−π, π], begitu juga untuk mendapatkan b7 persamaan (21) harus
dikalikan dengan sin 7x dan diintegralkan pada [−π, π]. Secara umum, untuk men-
dapatkan an dilakukan perhitungan integral
Z π Z π
f (x) cos nxdx = a0 cos nxdx
−π −π
∞ Z
X π
+ (am cos mx + bm sin mx) cos nxdx
m=1 −π
= an π
Jadi diperoleh
1 π
Z
am = f (x) cos mxdx. (23)
π −π
Dengan cara serupa bn diperoleh
1Zπ
bm = f (x) sin mxdx. (24)
π −π
Oleh karenanya, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi periodik f (x) dengan pe-
rioda 2π dan kontinu bagian demi bagian dapat dinyatakan sebagai deret Fourier
(21) dengan koefisiennya dihitung menggunakan (22), (23) dan (24).
Contoh 1.1.
Tentukan uraian deret Fourier dari
−1, −π < x < 0
f (x) = , f (x + 2π) = f (x)
1, 0 < x < π
12 Matematka Teknik II
Jawab:
Pada soal diberikan fungsi periodik f dengan perioda 2π dan diberikan rumusan
fungsinya pada selang [−π, π]. Uraian deret Fourier diperoleh dengan menggunakan
persamaan (21)-(24). Deret Fourier dari f adalah
∞
X
f (x) = a0 + am cos mx + bm sin mx
m=1
dengan
1 π
Z
a0 = f (x)dx
2π −π
1 Z0 Z π
= −dx + dx = 0
2π −π 0
1 π
Z
am = f (x) cos mxdx
π −π
1 0 π
Z Z
= − cos mxdx + cos mxdx = 0
π −π 0
1 π
Z
bm = f (x) sin mxdx
π −π
1 0 π
Z Z
= − sin mxdx + sin mxdx
π −π 0
2
= (1 − cos mπ)
πm
Figure 2: Plot dari f (x) dan uraian 3 suku pertama tak nol dari deret Fourier-nya
pada selang [−π, π]
penjumlahan suku-suku didepannya. Bila sudah relative cukup kecil, misalnya di-
batasi dengan perhitungan sampai 3 desimal, suku tersebut dan selanjutnya dapat
diabaikan.
Dari uraian deret di atas kita dapat menggunakan untuk menghitung deret bi-
langan. Misalnya kita hitung untuk x = π/2 pada f (x) diperoleh f (π/2) = 1 dan
pada deret menghasilkan
4 1 1
1− + −··· .
π 3 5
Pada deret tak hingga kedua bilangan haruslah sama, sehingga diperoleh
1 1
π = 4 1− + −···
3 5
sebagai nilai konvergensi dari deret di ruas kanan.
Sering kali fungsi yang dihadapi mempunyai perioda bukan p = 2π, tetapi secara
umum p = 2L. Uraian deret yang sudah dibicarakan sebelumnya menjadi tidak
dapat digunakan, tetapi dapat digunakan sebagi batu loncatan untuk mendapatkan
rumusan deret Fourier perioda p = 2L, yaitu lakukan transformasi linear sebagai
berikut:
1. Diberikan g(x) fungsi dengan perioda p = 2L, dan diketahui rumusan fungsi
pada selang [−L, L].
2. Secara linear fungsi tersebut dapat ditransformasi menjadi f (ξ) yang juga
periodik tetapi mempunyai perioda p = 2π dan dapat diperoleh rumusan
14 Matematka Teknik II
fungsinya pada selang [−π, π]. Hubungan x dan ξ adalah x = Lξ/π, yang
diperoleh dari x = −L dipetakan ke ξ = −π dan x = L dipetakan ke ξ = π.
1 π
Z
a0 = f (ξ)dξ
2π −π
1 L
Z
= f (πx/L)(π/L)dx
2π −L
1 π
Z
am = f (ξ) cos mξdξ
π −π
1ZL
= f (πx/L) cos(mπ/L)x(π/L)dx.
π −L
Sehingga diperoleh
1 L
Z
am = g(x) cos(mπ/L)xdx, (27)
L −L
sama halnya
1 L
Z
bm = g(x) sin(mπ/L)xdx, (28)
L −L
untuk m = 1, 2, · · ·.
L.H. Wiryanto 15
Contoh 1.2.
Tentukan uraian deret Fourier dari
−1, −3 < x < 0
g(x) = , g(x + 6) = g(x)
x, 0 < x < 3
Jawab:
Pada soal diberikan fungsi periodik g dengan perioda 6 dan diberikan rumusan
fungsinya pada selang [−3, 3]. Uraian deret Fourier diperoleh dengan menggunakan
persamaan (25)-(28). Deret Fourier dari g adalah
∞
X
g(x) = a0 + am cos mπx/3 + bm sin mπx/3
m=1
dengan
1Z 3 1
a0 = g(x)dx =
6 −3 4
Untuk melihat beberapa suku dari deret tersebut dapat dihitung koefisien sinus dan
cosinusnya dengan rumusan di atas dengan memasukkan beberapa nilai m. Sehingga
diperoleh
1 6 π 5 π 3 2π
g(x) = − 2 cos( x) + sin( x) − sin( x)
4 π 3 π 3 2π 3
2 5
− 2
cos(πx) + sin(πx) + · · ·
3π 3π
Plot dari g(x) dan deretnya, dihitung sampai m = 20, ditampilkan pada Gambar
3. Di sini plot memberikan ilustrasi uraian deret, yang dihitung menggunakan ru-
mus pada selang [−L, L], dapat digunakan sebagai hampiran dari fungsi g. Dari
hasil perhitungan integral, besarnya koefisien am dan bm sebanding dengan 1/m2 .
16 Matematka Teknik II
Figure 3: Plot dari g(x) dan deretnya yang dihitung sampai m = 20.
Sehingga bila dilakukan perhitungan pada deret sampai m = 20, kesalahan yang
terjadi sekitar 0.0025.
Sering kali dalam perhitungan kita berhadapan dengan fungsi periodik yang
ganjil atau genap. Jika hal ini terjadi kita dapat terbantu dalam perhitungan am
atau bm , karena untuk fungsi ganjil inetegral (27) akan bernilai nol, sedangkan untuk
fungsi genap integral (28) yang bernilai nol, mengingat cosinus merupakan fungsi
genap dan sinus adalah fungsi ganjil. Sehingga kita tidak perlu menghitung am atau
bm , sesuai fungsi yang hendak diuraikan.
Fungsi f pada contoh 1.1 merupakan fungsi ganjil. Menurut uraian di atas kita
cukup menghitung bm saja karena suku konstan dan cosinus tidak akan muncul
(perhitungan a0 dan am akan bernilai nol), dan ini sesuai dengan hasil pada contoh
1.1 di atas. Karena suku-suku deret yang muncul hanya sinus saja, maka deret
tersebut dinamakan deret Fourier sinus, begitu juga sebaliknya untuk fungsi genap
akan memberikan deret Fourier cosinus.
Contoh 1.3.
Tentukan deret Fourier dari
x + 1, −1 < x < 0
g(x) = , g(x + 2) = g(x)
1 − x, 0 < x < 1
Jawab:
g merupakan fungsi genap, karena untuk x ∈ (0, 1) diperoleh hasil g(−x) = g(x)
atau dapat diperiksa dengan menggambarnya, kurva di sebelah kanan sumbu tegak
L.H. Wiryanto 17
simetri dengan kurva di sebelah kirinya. Oleh karena itu dalam menentukan deret
Fouriernya, cukup dihitung
1 1 1 0 1 1
Z Z Z
a0 = g(x)dx = x + 1dx + 1 − xdx =
2 −1 2 −1 0 2
1 1
Z
am = g(x) cos(mπx)dx
1 −1
Z 0 Z 1
= (x + 1) cos(mπx)dx + (1 − x) cos(mπx)dx
−1 0
−2(−1 + cos(mπ))
= .
n2 π 2
1 4 4
g(x) = + 2 cos(πx) + 2 cos(3πx) + · · ·
2 π 9π
Masalah lain yang dapat kita jumpai adalah fungsi periodik dengan rumusan
yang diberikan bukan pada selang simetri [−L, L], tetapi pada selang [0, 2L] atau
lebih umum [c, c+2L] untuk sembarang bilangan c. Untuk menentukan uraian deret
Fouriernya ada dua cara yang dapat dilakukan.
1. Ditentukan rumus fungsi pada selang [−L, L] dan selanjutnya digunakan ru-
mus (25)-(28).
2. Menentukan lebih dahulu rumusan deret untuk selang [0, 2L] atau [c, c + 2L].
Pembahasan di sini diberikan untuk cara kedua, sedangkan cara pertama akan
diberikan melalui contoh. Untuk itu kita perhatikan fungsi periodik f (x) dengan
perioda p = 2L dan diberikan rumusan fungsinya pada selang [0, 2L]. Deret Fourier
dari f adalah sama seperti pada rumusan fungsi pada selang [−L, L] (25)-(28),
tetapi integral pada a0 , am dan bm harus disesuaikan dengan rumusan fungsi yang
18 Matematka Teknik II
ada, yaitu
1 L
Z
a0 = f (x)dx
2L −L
!
1 0 L
Z Z
= f (x)dx + f (x)dx integral dipecah menjadi
2L −L 0
dua subselang
!
1 2L L
Z Z
= f (ξ − 2L)dξ + f (x)dx integral pertama
2L L 0
disubstitusi dengan ξ = x + 2L
!
1 2L L
Z Z
= f (ξ)dξ + f (x)dξ digunakan sifat periodik
2L L 0
f (ξ − 2L) = f (ξ).
!
1 Z0 Z L
= f (x) cos(mπx/L)dx + f (x) cos(mπx/L)dx
L −L 0
integral dipecah menjadi dua subselang
!
1 2L L
Z Z
= f (ξ − 2L) cos(mπ(ξ − 2L)/L)dξ + f (x) cos(mπ(ξ − 2L)/L)dx
L L 0
integral pertama disubstitusi dengan ξ = x + 2L
!
1 2L L
Z Z
= f (ξ) cos(mπξ/L)dξ + f (x) cos(mπξ/L)dξ
2L L 0
digunakan sifat periodik dari cosinus dan f (ξ − 2L) = f (ξ)
L.H. Wiryanto 19
1 2L
Z
am = f (x) cos(mπx/L)dx. (30)
2L 0
Sama halnya untuk bm , untuk fungsi f yang diberikan rumusannya pada selang
[0, 2L] perhitungan dapat dilakukan dengan
1 2L
Z
bm = f (x) sin(mπx/L)dx. (31)
2L 0
Untuk rumusan fungsi pada selang [c, c + 2L], penurunan di atas dapat diikuti den-
gan memecah integral [−L, L] menjadi [−L, c] [c, L] lebih dahulu, baru kemudian
S
1 Z c+2L
a0 = f (x)dx
2L c
1 c+2L
Z
am = f (x) cos(mπx/L)dx (32)
L c
1 c+2L
Z
bm = f (x) sin(mπx/L)dx
L c
Contoh 1.4.
Tentukan deret Fourier dari
Jawab:
f merupakan fungsi periodik dengan perioda p = π atau L = π/2, dan diketahui
rumusan fungsi pada selang (0, π). Kita akan memberikan jawab soal di atas dengan
dua cara seperti disebutkan di atas.
Rumusan fungsi ini dapat diperoleh secara geometri, dengan membuat gambar
fungsi pada selang (0, π) dan pergeserannya sebesar π ke kiri, lihat Gambar 4.
20 Matematka Teknik II
Pada selang (0, π/2) rumusan fungsinya sama seperti yang diketahui, sedan-
gkan pada selang (−π/2, 0) fungsi berupa garis yang melalui titik (−π/2, π/2)
dan (0, π). Dengan menggunakan persamaan garis diperoleh f (x) = x + π.
Selanjutnya kita tentukan deret Fourier dari f (bukan fungsi ganjil maupun
bukan genap) yang berbentuk (gunakan L = π/2 pada (25))
∞
X
f (x) = a0 + am cos 2mx + bm sin 2mx
m=1
2 π/2
Z
am = f (x) cos(2mx)dx
π −π/2
!
2 0 π/2
Z Z
= (x + π) cos(2mx)dx + x cos(2mx)dx
π −π/2 0
sin(nπ)
=
n
2 π/2
Z
bm = f (x) sin(2mx)dx
π −π/2
!
2 0 π/2
Z Z
= (x + π) sin(2mx)dx + x sin(2mx)dx
π −π/2 0
nπ − sin(nπ)
= .
n2 π
Figure 4: (a) Gambar fungsi periodik f pada selang dua perioda. (b) Plot f dan
deret Fourier-nya.
1 π π
Z
= xdx =
π 0 2
2Zπ
am = f (x) cos(2mx)dx
π 0
2 π/2
Z
= x cos(2mx)dx
π −π/2
2Zπ
bm = f (x) sin(2mx)dx
π 0
2 π
Z
= x sin(2mx)dx
π 0
Contoh 1.5.
Tentukan deret Fourier dari
Jawab:
Pada contoh di sini diberikan fungsi periodik dengan perioda p = 4 dan diberikan
rumusan fungsi pada selang [−1, 3] (tidak simetri terhadap sumbu tegak). Kita
dapat menentukan koefisien deret Fourier (25) menggunakan (32) dengan c = −1,
L=2
1Z 3
a0 = xdx = 2
4 −1
1 3
Z
am = x cos(mπx/2)dx
2 −1
1Z 3
bm = x sin(mπx/2)dx
2 −1
dengan f secara fisis menyatakan simpangan yang hanya terdefinisi pada selang
[0, L]. Ini berbeda dengan apa yang telah kita bahas selama ini pada deret Fourier
dengan f merupakan fungsi periodik. Untuk dapat menggunakan deret Fourier,
fungsi f pada (18) harus diperluas menjadi fungsi periodik (pada selang (−∞, ∞)).
L.H. Wiryanto 23
Kasus (18) jenis perluasannya berupa fungsi ganjil, karena deret di ruas kiri berupa
deret sinus (ganjil).
Pada bagian berikut ini akan dibahas cara memperluas fungsi untuk dapat
menentukan deret Fourier-nya. Kita mulai dengan diberikannya fungsi f (x) yang
terdefinisi pada selang [0, L].
1. Untuk menentukan deret Fourier dari f , lebih dahulu kita bentuk fungsi peri-
odik G(x) sebagai perluasan dari f . Ada tiga macam fungsi perluasan
1ZL
am = G(x) cos(mπx/L)dx = 0
L −L
alasan sama seperti a0 , G(x) cos(mπx/L) fungsi ganjil
1 L
Z
bm = G(x) sin(mπx/L)dx
L −L
2 L
Z
= G(x) sin(mπx/L)dx
L 0
G(x) sin(mπx/L) fungsi genap
2 L
Z
= f (x) sin(mπx/L)dx
L 0
pada selang [0, L], G(x) = f (x)
1 L 2 L
Z Z
am = G(x) cos(mπx/L)dx = G(x) cos(mπx/L)dx
L −L L 0
G(x) cos(mπx/L) fungsi genap
2 L
Z
= f (x) cos(mπx/L)dx
L 0
pada selang [0, L], G(x) = f (x)
1ZL
bm = G(x) sin(mπx/L)dx = 0
L −L
G(x) sin(mπx/L) fungsi ganjil
1ZL 1ZL
a0 = G(x)dx = f (x)dx
L 0 L 0
pada selang [0, L], G(x) = f (x)
2 L
Z
am = G(x) cos(2mπx/L)dx
L 0
2 L
Z
= f (x) cos(2mπx/L)dx
L 0
G(x) = f (x) pada selang [0, L]
2 L
Z
bm = G(x) sin(mπx/L)dx
L 0
2 L
Z
= f (x) sin(mπx/L)dx
L 0
G(x) = f (x) pada selang [0, L]
Contoh 1.6.
Diberikan
1, untuk 0 < x < 2
f (x) =
3 − x, untuk 2 < x < 4
1. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik dan genap,
kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].
2. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik dan ganjil,
kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].
3. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik (dengan peri-
odam p = 4), kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].
26 Matematka Teknik II
Jawab:
1. Misal fungsi perluasan yang dimaksud adalah G(x). Fungsi tersebut mempun-
yai perioda p = 8, dan rumusannya
f (x) , untuk 0 < x < 4
G(x) = G(x + 8) = G(x)
f (−x) , untuk −4 < x < 0
1 , 0<x<2
3−x , 2<x<4
=
1 , −2 < x < 0
3+x , −4 < x < −2
Gambar dari G sebagai perluasan genap dari f pada selang [−4, 8] diberikan
pada Gambar 5 a.
Figure 5: (a) Gambar fungsi G sebagai perluasan genap dari f (b) perluasan ganjil
(c) perluasan dari f dengan perioda p = 4.
L.H. Wiryanto 27
1 , 0<x<2
3−x , 2<x<4
=
−1 , −2 < x < 0
−(3 + x) , −4 < x < −2
Gambar dari G sebagai perluasan ganjil dari f pada selang [−4, 8] diberikan
pada Gambar 5 b.
Gambar dari fungsi periodik sebagai perluasan dari f diberikan pada Gambar
5 c.
Contoh 1.7.
Tentukan 3 macam deret Fourier dari
0, untuk 0 < x < 1
f (x) =
x − 1, untuk 1 < x < 2
Jawab:
dengan
1 2 1 2 1
Z Z
a0 = f (x)dx = x − 1dx =
2 0 2 1 4
2 2
Z
am = f (x) cos(mπx/2)dx
2 0
Z 2
= (x − 1) cos(mπx/2)dx
1
1 4 2 4
f (x) = − 2 cos(πx/2) + 2 cos(πx) − 2 cos(3πx/2) + · · ·
4 π π 9π
dengan
2 2
Z
bm = f (x) sin(mπx/2)dx
2 0
Z 2
= (x − 1) sin(mπx/2)dx
1
dengan
1 2 1 2 1
Z Z
a0 = f (x)dx = x − 1dx =
2 0 2 1 4
Z 2
am = f (x) cos(mπx)dx
0
Z 2
= (x − 1) cos(mπx)dx
1
Z 2
= (x − 1) sin(mπx)dx
1
Bentuk terakhir ini mengatakan bahwa f dinyatakan sebagai deret Fourier sinus.
Hubungan antara f dan koefisien An diberikan oleh, lihat pembahasan tentang
perluasan ganjil,
2 L
Z
An = f (x) sin(nπx/L)dx
L 0
2 1 5
Z Z
= 0.1x sin(nπx/5)dx+ = (−0.025x + 0.125) sin(nπx/5)dx
5 0 1
sin(nπ) − 5 sin(nπ/5)
=−
4n2 π 2
L.H. Wiryanto 31
∂u
(x, 0) = 0, untuk 0 ≤ x ≤ 4.
∂t
1π π 3π
⇔ A1 sin x + (A2 − 1) sin x + A3 sin x + · · · = 0
4 2 4
1 π π
= sin (x + t) + sin (x − t)
2 2 2
Penulisan dalam penjumlahan dua sinusoida akan lebih memudahkan melihat per-
ambatan gelombang yang terjadi, yaitu adanya dua arah penjalaran gelombang, ke
kiri dan ke kanan, dengan bertambahnya waktu t.
dengan c menyatakan kapasitas panas dan ρ merupakan rapat massa benda. Pe-
rubahan panas
dH Z Z Z
= cρut dxdydz
dt D
Sedangkan menurut hukum Fourier: panas mengalir dari panas daerah ke dingin
sebanding dengan gradien temperatur. Tetapi panas tidak dapat hilang dari daerah
D kecuali keluar lewat batas, sesuai hukum kekekalan energi. Oleh karena itu pe-
rubahan energi panas di D sama dengan fluk panas yang melintasi batas,
dH
Z Z
= κ(n̄ · ∇u)dS
dt ∂D
∂u
⇔ cρ = ∇ · (κ∇u)
∂t
∂u ∂2u
= C2 2 (33)
∂t ∂x
u menyatakan temperatur batang pada posisi x, sebagai jarak yang diukur dari
ujung kiri, dan waktu t.
Di sini diberikan 2 syarat batas terkait dengan x, dan 1 syarat awal terkait dengan
t; yang berbeda pada persamaan getaran dawai. Hal ini dapat dijelaskan secara
sederhana dengan melihat persamaan yang hendak diselesaikan, yaitu memuat tu-
runan kedua terhadap x dan turunan pertama terhadap t. Oleh karena itu untuk
menyelesaikannya diperlukan 3 kali integral, yang menghasilkan 3 konstanta inte-
grasi. Konstanta ini dapat ditentukan dengan menggunakan syarat yang sesuai
dengan variabel pengintegralannya.
Jawab persamaan (33) diperoleh dengan menggunakan metoda pemisah peubah,
dengan memisalkan u sebagai perkalian antara fungsi dari peubah x dan fungsi dari
peubah t, yaitu u(x, t) = F (x)G(t). Selanjutnya kita ikuti langkah-langkah berikut,
serupa dengan menyelesaikan persamaan gelombang.
∂u
= F (x)G′ (t)
∂t
∂2u
= F ′′ (x)G(t)
∂x2
G′ (t) F ′′ (x)
⇔ = = K(onstant)
C 2 G(t) F (x)
F ′′ (x) − KF (x) = 0
⇔
G′ (t) − C 2 KG(t) = 0
L.H. Wiryanto 35
u(0, t) = F (0)G(t) = 0
F (0) = 0
⇒
F (L) = 0
u(L, t) = F (L)G(t) = 0
• Jawab tak trivial (tak nol) dari F terjadi pada K = −p2 negative
• Pada persamaan G
n2 π 2
G′ (t) + C 2 G(t) = 0
L2
menghasilkan
2
Gn (t) = e−λn t
• Fungsieigen
2 nπ
un (x, t) := Gn (t)Fn (x) = e−λn t sin x
L
2ZL nπ
An = f (x) sin xdx (37)
L 0 L
36 Matematka Teknik II
Contoh 1.8.
Dua batang baja masing-masing mempunyai panjang L1 = 2 dan L2 = 4. Pada
awalnya batang 1 mempunyai temperatur nol (sepanjang batang) dan batang ke-
dua mempunyai temperatur linear terhadap posisi, dari 2000 ke 0. Jika batang
1 disambungkan dengan batang ke 2 pada temperatur tingginya dan ujung lainnya
dipertahankan nol, tentukan temperatur batang gabungan setiap saat. Difusi termal
kedua batang C 2 = 0.01.
Jawab:
Temperatur batang dimisalkan sebagai u(x, t) dengan x menyatakan jarak dari ujung
kiri dari batang 1 dan t mentakan waktu. Model perambatan panas berupa per-
samaan diferensial parsial (33)
∂u ∂2u
= 0.01 2
∂t ∂x
dengan syarat batas
u(0, t) = u(5, t) = 0
dan syarat awal
0, 0<x<2
u(x, 0) = f (x) =
300 − 50x, 2 < x < 6.
1 6 nπ
Z
= (300 − 50x) sin xdx
3 2 6
2 π 2 2π 2 3π
u(x, t) = 116.2860e−λ1t sin x + −18.7114e−λ2 t sin x + −42.4201e−λ3t sin x + · · ·
6 6 6
Secara fisis, temperatur batang kedua akan menurun, sedangkan batang pertama
bertambah; dan kemudian bersama-sama akan berkurang, karena kedua ujungnya
tetap dipertahankan nol. Formulasi matematik dari persamaan diferensial di sini
juga memberikan karakter perubahan yang sama dan u → 0 untuk t → ∞.
Contoh 1.9.
Jawab:
Temperatur batang dimisalkan sebagai u(x, t) dengan x menyatakan jarak dari ujung
kiri dari batang 1 dan t menyatakan waktu. Model perambatan panas berupa per-
samaan diferensial parsial (33)
∂u ∂2u
= 0.01 2
∂t ∂x
Berbeda dengan contoh sebelumnya, syarat batas yang dimiliki bukan nol dan tidak
sama, perlu ditinjau temperatur steady (tidak bergantung waktu) us (x) sebagai
limit dari u(x, t) bila t → ∞, sebagai jawab dari persamaan
∂ 2 us
= 0.
∂x2
Oleh karenanya temperatur batang u(x, t) = ut (x, t) + us (x), dengan ut (x, t) sebagai
jawab transien yang memenuhi
∂ut ∂ 2 ut
= 0.01 2
∂t ∂x
38 Matematka Teknik II
Dari syarat batas yang ada, kita dapat nyatakan sebagai syarat batas steady
us (0) = 100, us (6) = 1000. Sehingga syarat batas transien diperoleh
Jawab dari persamaan steady diperoleh dengan mengintegralkan dua kali dan meng-
gunakan syarat batas (steady) yang ada, diperoleh
dengan
100, 0<x<2
u(x, 0) =
1000, 2 < x < 6
diperoleh
−150x, 0<x<2
ut (x, 0) =
900 − 150x, 2 < x < 6
Dengan mengikuti contoh 1.8, diperoleh
∞
2 nπ
An e−λn t sin
X
ut (x, t) = x
n=1 6
dengan λn = 0.1nπ/6. Kemudian An diperoleh dengan menggunakan perhitungan
deret Fourier sinus dari ut (x, 0)
2 6 nπ
Z
An = ut (x, 0) sin xdx
6 0 6
1 2 nπ 6 nπ
Z Z
= −150x sin xdx + (900 − 150x) sin xdx
3 0 6 2 6
− sin(nπ) + nπ cos(nπ/3)
= 1800
n2 π 2
L.H. Wiryanto 39
G′ (t) − KC 2 G(t) = 0.
Jawab tak trivial diperoleh untuk K ≤ 0. Misalkan K = −p2 . Persamaan dari F
memberikan F (x) = a cos px + b sin px, dan syarat batas yang ada mengharuskan
p = nπ/L untuk n = 0, 1, 2, · · · dan b = 0. Jadi diperoleh
1, untuk n = 0
Fn (x) =
nπx
cos , untuk n = 1, 2, · · ·
L
Selanjutnya persamaan dari G menghasilkan
n2 π 2 C 2
t
Gn (t) = e− L2
yang bentuk deret Fourier cosinus. Koefisien dari deret diperoleh dengan
1ZL
A0 = f (x)dx
L 0
2ZL
An = f (x) cos(mπx/L)dx
L 0