Professional Documents
Culture Documents
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
investasi. Semakin baik kinerja suatu perusahaan, maka semakin banyak pula
aliran dana yang akan diterima dari investor. Gambaran kinerja perusahaan dapat
laba yang representatif dalam jangka panjang, meramalkan laba, menaksir risiko
2
dalam berinvestasi. ( Sugiarto, 2003 : 350 ). Dalam Statement of Financial
lain melakukan penaksiran atas earning power di masa yang akan datang
3
(Murtanto, 2004). Dengan melihat informasi laba pada laporan keuangan, maka
pihak pengguna informasi pada laporan keuangan dapat melihat kinerja serta
keuangan. Usaha manajer dalam memanipulasi laba dapat ditempuh dengan cara
laba), hal ini bergantung pada motivasi dalam meratakan laba tersebut.
di mana perataan laba merupakan salah satu aspek dalam manajemen laba.
karena tindakan seperti itu dapat memberi pengaruh yang positif pada nilai pasar
6
perusahaan. Dalam melakukan investasi, investor akan memperkirakan jumlah
tingkat laba yang diharapkan (expected return) investasinya untuk suatu periode
tertentu di masa yang akan datang. Tetapi tingkat laba yang direalisasikan bisa
menjadi lebih tinggi atau bahkan lebih rendah dari yang diharapkan.
perataan laba, investor akan membayar lebih banyak untuk perusahaan dengan
bagi para pemegang saham. Bagi investor hal yang menjadi pertimbangan dalam
jalan melihat keuntungan (return) yang diukur dari perubahan harga saham dan
deviden yang akan diperoleh dengan tingkat risiko (risk) tertentu. Investor akan
tetapi mempunyai tingkat risiko rendah. Apabila return perusahaan naik, tetapi
risiko perusahaan juga naik, maka investor tidak akan tertarik melakukan investasi
pada perusahaan tersebut. Investor akan tetap tertarik melakukan investasi pada
adanya rata – rata pertumbuhan pada laba perusahaan dan adanya laba yang stabil
Hasil penelitian mengenai perata laba yang dilakukan oleh Salno dan
Baridwan ( 2000 ) menyimpulkan bahwa antara perusahaan perata laba dan bukan
7
perata laba tidak terdapat perbedaan return dan risiko, selanjutnya dalam
dan risiko lebih rendah secara signifikan daripada perusahaan yang tidak
melakukan perata laba. Berdasar uraian diatas , maka penulis tertarik untuk
meneliti ada tidaknya perbedaan kinerja saham ( return dan risiko ) antara
perusahaan perata laba dan bukan perata laba pada perusahaan dalam daftar LQ
45 yang listing di BEJ pada periode 1999 – 2003 dalam menyusun skripsi dengan
judul “ Perataan Laba Hubunganya Dengan Return dan Risiko Pasar Saham
B. Perumusan Masalah
berikut :
8
C. Batasan Masalah
risiko pada perusahaan perata laba dan bukan perata laba yang masuk dalam
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
Investasi.
kepada penulis untuk menerapkan analisa return dan risiko yang didapat
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pasar dengan meneliti 500 saham yang ada di Standard and Poor’s 500 Index
(S&P 500) pada tanggal 31 Desember 1991 dan mengklasifikasikan laba yang
diteliti menjadi empat, yaitu laba operasi setelah depresiasi, laba sebelum pajak,
laba sebelum extraordinary items, dan laba bersih yang dikumpulkan dari
Standard and Poor’s COMPUSTAT antara tahun 1980 sampai 1991. Dari 358
tahunan yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak meratakan labanya.
Perusahaan perata laba juga mempunyai beta yang lebih rendah dan nilai pasar
ekuitas yang lebih tinggi. Mereka juga menemukan bahwa perusahaan perata laba
memiliki return dan risiko yang lebih rendah, dan biasanya merupakan
menurunkan risiko yang dapat diterima maupun risiko yang aktual perusahaan,
sehingga pada akhirnya akan menurunkan return bagi investor yang berinvestasi
pada perusahaan yang risikonya lebih rendah. Perusahaan dengan risiko yang
lebih rendah dan perusahaan yang lebih stabil biasanya diidentifikasikan sebagai
perusahaan besar dengan laba yang lebih konsisten. Penelitian ini sampai pada
10
kesimpulan akhir bahwa biasanya perusahaan besar dengan laba bersih yang stabil
menyatakan apakah ukuran perusahan, margin laba bersih (net profit margin),
perusahaan perata laba dan perusahaan yang bukan perata laba. Hasilnya
laba dan perusahaan yang bukan perata laba. Sementara itu, hipotesisnya yang
ketiga menyatakan apakah terdapat perbedaan risiko antara perusahaan perata laba
dan perusahaan yang bukan perata laba, yang hasilnya menunjukkan bahwa tidak
perusahaan perata laba dan perusahaan bukan perata laba, dalam penelitianya,
terdapat perbedaan yang signifikan antara return saham perusahaan perata laba
29
dan bukan perata laba, yang kedua terdapat perbedaan yang signifikan antara
risiko saham antara perusahaan perata laba dan bukan perata laba.
Kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Salno, Baridwan, dan Didi
sampel menjadi perata laba dan bukan perta laba. Perbedaan antara penelitian
Salno dan Baridwan dengan skripsi ini adalah penulis hanya menguji tindakan
perataan laba dalam kaitannya dengan kinerja saham (return dan risk) tanpa
menguji faktor yang diduga mempengaruhi tindakan perataan laba, selain itu
periode yang digunakan sebagai dasar pengujian juga berbeda. Serta pada
laba yang digunakan dalam model Eckel ke dalam tiga variabel yaitu laba
operasi, laba sebelum pajak, dan laba bersih setelah pajak.sedangkan koefisien
variabel laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba bersih setelah
pajak. Sedangkan antara penelitian yang dilakukan antara Didit dan penelitian ini
adalah pada objek penelitian dan periode penelitian. Didit mengambil data laporan
laba rugi perusahaan yang terdaftar di BEJ pada periode 1997 – 2002, sedangkan
penelitian ini mengambil data laporan laba rugi perusahaan yang masuk dalam
Menurut Fiscehr dan Rosenweig (1995) yang dikutip oleh Sutrisno (2002),
30
jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan)
profitabilitas ekonomi tersebut dalam jangka panjang.”
angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setyawati
dan Na’im, 2000). Manajemen laba dimungkinkan dilakukan oleh manajer apapun
meningkatkan keuntungan.
atau saat terjadi peristiwa yang tidak terjadi setiap harinya atau luar biasa.
1. Taking a bath, bentuk manajemen laba ini dilakukan pada periode kinerja
yang buruk atau pada saat terjadi peristiwa yang jarang terjadi, maka
31
2. Income minimization, pola ini dapat dilakukan dengan menangguhkan
aset modal dan aset tidak berwujud secara cepat. Bentuk manajemen laba
ini serupa dengan takin a bath namun dalam bentuk yang kurang ekstrim.
terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil.
usaha yang dilakukan manajemen untuk mengurangi atau menekan variasi dalam
laba sepanjang hal itu diperbolehkan oleh Prinsip prinsip Akuntansi yang berlaku.
perata laba adalah pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa
laba sebagai alat yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi
laba yang dilaporkan agar mencapai suatu tingkat laba yang diinginkan oleh
32
laba tahun berjalan dengan kemungkinan laba di masa mendatang. Assih dan
variabilitas laba sejunlah periode tertentu atau dalam satu periode, yang mengarah
Perataan laba yang didefinisikan oleh Moses (1987) dalam Nasir, dkk
(2002), merupakan suatu hubungan sebab akibat yang langsung antara fluktuasi
earning dan risiko pasar. Sedangkan Fudenberg dan Tirole (1995) dalam Salno
dan Baridwan (2000), menyatakan bahwa perataan laba adalah proses manipulasi
waktu terjadinya laba laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil.
Menurut Albrecth dan Richardson (1990) indeks Eckel memiliki kelebihan antara
lain
Laba dan penjualan yang diuji adalah laba dan penjualan untuk beberapa periode.
33
2.3.1 Motivasi Perata Laba
asumsi bahwa aliran laba yang stabil dapat mendukung tingkat deviden yang lebih
tinggi dibandingkan dengan aliran laba yang lebih berfluktuasi. Dengan anggapan
nilai saham perusahaan karena risiko perusahaan dapat dikurangi. Yang kedua
pada pola laba yang dilaporkan dan kemungkinan mengurangi korelasi antara
keinginan pemilik.
perataan laba oleh manajemen antara lain ( Kompensasi bonus, Kontrak hutang,
mendapatkan bonus jika melaporkan kinerja laba yang stabil, dengan perata laba
manajemen dapat mencapai suatu tingkat laba yang diinginkan. Jika ingin
34
memperpanjang kontrak hutang manajemen dapat merekayasa jumlah laba yang
Perekayasaan laba dilakukan pada periode satu tahun sebelum penggantian tak
rutin excekutif.
1. Bonus plans
dengan cara menetapkan tingkat laba yang harus dicapai dalam periode
2. Contracting incentives
4. Political motivations
35
• Untuk memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah,
menurunkan laba.
5. Taxations motivations
Dalam hal ini manajer berusaha menurunkan laba untuk mengurangi beban
akan melaporkan laba yang tinggi, sehingga CEO yang baru akan merasa
terakhir tiap kuarter, sehingga laba kelihata stabil pada periode tertentu.
36
Manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan dan
Eckel (1981 dalam Michelson et. al, 1995) menggolongkan perataan laba
menjadi :
37
menyangkut pemilihan waktu kejadian transaksi untuk mencapai
sasaran perataan.
umur aktiva.
Tipe income smoothing yang diklasifikasikan oleh Eckel (1981) dapat digambar-
Gambar 2.1
Tipe Income Smoothing
38
Dacher dan Malcom (1970) dalam Assih dan Gudono (2000) menyatakan
bahwa perataan laba atas laba yang dilaporkan dapat dicapai dengan 2 jenis
perataan, yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah
mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas kebijakan operasi dan
akuntansi yang diterapkan untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari
satu periode ke periode yang lain. Oleh sebab itu, artificial smoothing sering juga
yaitu :
tertentu.
39
membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada
accounting changes).
yaitu: antara menerapkan lebih awal dari waktu yang diterapkan atau
40
menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut. Para manajer
keuntungan perusahaan.
metode yang dapat dipilih dan tersedia serta diakui oleh badan
periode tertentu, baik untuk pihak intern maupun pihak ekstern. Menurut Syam
41
keputusan ekonomi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut”. Dimana pihak-
of Fund)
2.5 Saham
kepemilikan dalam suatu entitas. Saham yang dapat menjadi alat investasi adalah
yang dikenal sebagai emisi yang diperdagangkan secara umum yaitu saham yang
tersedia bagi masyarakat umum dan dibeli serta dijual di pasar terbuka.
( Sunariyah 2003 )
42
Hak dasar yang diharapkan investor adalah memperoleh dividen, yaitu
perusahaan kepada pemegang saham, tetapi juga dapat menahan laba dengan
membagikan sedikit dividen kas atau bahkan tidak sama sekali, karena dana
perusahaan yang sudah mapan dan menguntungkan akan membagikan laba dalam
Hanafi dan Halim ( 2003 ) mengemukakan ada tiga cara yang digunakan
1 Analisis fundamental
intrinsik dari saham, artinya nilai intrinsik ini tergantung pada keuntungan
potensial dari suatu sekuritas, dalam hal ini juga tergantung pada faktor-
43
2 Analisis teknis
yang akan datang dengan mengevaluasi satu atau beberapa bentuk data masa
lalu yang diperoleh dari pasar itu sendiri. Asumsi dasar teori teknis ini
adalah bahwa kejadian masa lalu yang telah berulang kali terjadi. Perilaku
harga yang mempunyai pola tertentu dalam sekuritas individual dan akan
harga saham di masa yang akan datang hanya berdasarkan pada peristiwa
masa lalu mengingat pasar sekuritas yang begitu sempurna. Dalam pasar,
adalah :
44
2. Risk (risiko) saham. Risiko pada umumnya diukur sebagai perbedaan
a. Return saham
(return) tertentu yang diharapkan untuk masa-masa yang akan datang. Dengan
kata lain, return merupakan hasil yang dinikmati oleh para pemodal (investor)
sifatnya pasti. Obligasi menjanjikan kupon bunga yang akan dibayarkan secara
periodik atau sekaligus dan sifatnya pasti. Lain halnya dengan saham, saham tidak
menjanjikan suatu return yang pasti bagi para investor. Pemengang saham dapat
memperkirakan besarnya return yang akan diterima dimasa yang akan datang,
tetapi belum tentu tepat. Hal ini kemudian dijelaskan oleh Hanafi dan Halim
( 2003 ) bahwa risiko yang berkaitan dengan investasi saham pada dasarnya sama
dengan risiko yang berkaitan dengan perusahaan pada umumnya, yang juga
45
mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan dan mempengaruhi return
perusahaan.
Return yang diterima oleh investor dalam investasinya pada saham, dapat
berupa return realisasi (realized return) yang sudah terjadi atau return realisasi
(expected return) yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi dimasa
mendatang (Harianto et. al, 1998 dalam Prasetio dan Astuti, 2003). Return
realisasi ini penting karena digunakan sebaga salah satu pengukur kinerja
perusahaan dan juga berguna sebagai dasar penentuan return ekpektasi dan risiko
di masa datang.
Pada penelitian ini return yang akan dihitung adalah return yang diterima oleh
terjadi.
b. Return pasar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG dipakai sebagai ukuran statistikal
untuk mengetahui perubahan harga saham dari waktu ke waktu terhadap tahun
dasar. Indeks ini dapat dihitung untuk semua saham atau hanya sebagian dari
saham yang beredar di bursa. IHSG di bursa efek diperoleh melalui perhitungan
46
c. Risiko (β)
Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah dalam
positif, semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin besar pula return
Hanafi dan Halim ( 2003 ) membedakan risiko menjadi dua macam, yaitu :
pasar, risiko tingkat bunga, risiko daya beli. Risiko ini juga disebut
undiversiable risk.
pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari perusahaan. Risiko
risiko ini adalah risiko keuangan dan risiko bisnis. Risiko ini juga
dengan pasar, risiko diukur dengan beta (β). Beta merupakan suatu pengukur
volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta
mengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio
relatif terhadap risiko pasar. Jika fluktuasi return-return sekuritas atau portofolio
47
secara statistik mengikuti fluktuasi return-return pasar, maka beta dari sekuritas
risiko sistematik suatu sekuritas atau portofolio sama dengan risiko pasar. Beta
sama dengan satu juga menunjukkan jika return pasar begerak naik (turun), return
sekuritas atau portofolio juga bergerak naik (turun) sama besarnya mengikuti
return pasar .
Perusahaan yang telah go publik akan mengeluarkan laporan keuangan pada akhir
media komunikasi antara pihak manajemen dengan pihak – pihak yang lain.
Informasi yang biasanya menjadi pusat perhatian adalah laba, karena kinerja suatu
perusahaan, khususnya kinerja manajemen dapat dilihat dari laba, yang nantinya
akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh berbagai pihak yang
melekukan perataan laba. Hal ini disebabkan karena laba yang stabil atau rata
48
Perusahaan yang termasuk dalam LQ-45 (1998-2003), Diambil sampel
menggunakan metodePurposive Sampling
Menguji Apakah
1. Ada Perbedaan return antara perusahaan perata dengan bukan perata
2. Ada Perbedaan resiko antara perusahaan perata dengan bukan perata
Kesimpulan
49
2.7 Hipotesis
menyatakan bahwa terdapat praktek perataan laba yang terjadi di pasar saham
yang ada di Standard and Poor’s 500 index. Dan menemukan bahwa perusahaan
yang melakukan perata laba memiliki return dan risiko saham yang lebih rendah
daripada perusahaan yang tidak melakukan perata laba. Dari penelitian ini maka
terdaftar di BEJ
50
BAB III
METODE PENELITIAN
yang masuk secara berturut – turut dalam daftar LQ 45 dari tahun 1998 sampai
tidaknya, perbedaan kinerja saham ( return dan risk ) perusahaan perata laba
1. Data laporan laba rugi per 31 Desember periode th 1998 sampai dengan th
2. Data saham yang meliputi Data Indeks harga saham dan Data IHSG Th 1998
51
Sumber data tersebut diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory
(ICMD), Prospektus Perusahaan, Fact Book BEJ, JSX Statistic, serta database
Pojok BEJ Universitas Brawijaya. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
metode kuantitatif
Teknik pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode
a. Status perusahaan sebagai perata laba dan bukan perata laba akan
dilakukan adalah :
Σ(∆x - ∆x ) 2
CV∆S atau CV∆I = : ∆x
n −1
52
keterangan :
∆x = perubahan penjualan (S) atau laba (I) antara tahun n dengan n-1
tanda. Untuk perusahaan dengan CV∆S > CV∆I diberi nama perata laba,
CV∆S < CV∆I akan diberi nama bukan perata laba, yang berarti tidak
b. Return saham merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh dari investasi saham
yang diperoleh dari Capital Gain atau Capital Losses. Capital Gain atau Capital
Losses merupakan tingkat harga saham di Bursa Efek Jakarta setiap akhir bulan
berikutnya sebagai awal bulan (t-1) dan harga saham akhir bulan yang
Pi , t − Pi , t −1 Pi , t
R i, t = = −1
Pi , t −1 Pi , t −1
53
Dimana,
Pi, t-1 = harga jual terakhir untuk saham perusahaan i selama bulan t-1
c. Return pasar merupakan perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setiap
bulan sebelumnya sebagai nilai awal (t-1) dan IHSG akhir bulan yang
IHSG t − IHSG t −1
Rm =
IHSG t −1
Keterangan:
penelitian ini risiko diukur dengan parameter statistik yakni beta (β). Dengan
Ri = Rf + ( Rm – Rf ) βi
54
Keterangan:
Rf = Return Investasi bebas risiko, dalam hal ini dilihat dari tingkat
Rm = Return pasar
Return pasar bisa dihitung melalui return IHSG. Return investasi bebas risiko bisa
dilihat dari tingkat bunga deposito bank pemerintah, karena diasumsikan bank
melakukan uji normalitas data, yaitu menguji populasi berdistribusi normal atau
D = maksimum Fo (x) - S N ( x )
Keterangan:
55
Fo (x) = distribusi frekuensi kumulatif baku
probabilitas yang dihasilkan adalah lebih dari 0,05 yang menyatakan data
berdistribusi normal dan kemudian akan dilakukan pengujian dengan uji t. Namun
apabila hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal,
Mann-Whitney.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians 2 populasi sama atau
berbeda. Hasil pengujian ini berguna untuk menentukan rumus t hitung yang
digunakan. Apabila varians sama maka akan digunakan rumus t hitung dengan
asumsi varians sama (pooled varians). Apabila varians populasi tidak sama maka
akan digunakan rumus t hitung dengan asumsi varians tidak sama (separated
hipotesis, yakni:
56
Adapun rumus uji F adalah:
Varian terbesar
F=
Varian terkecil
Uji t dalam hal ini dilakukan untuk menguji signifikasi antara dua sampel
independen yang berasal dari suatu populasi dan hanya dapat digunakan apabila
x1 − x 2
t= 1 1
Sp 2 +
n1 n 2
57
2 2
(n − 1) S1 + (n 2 − 1) S 2
Sp = 1
2
n1 + n 2 − 2
x1 − x 2
2 2
S1 S
+ 2
n1 n2
Harga t sebagai pengganti t tabel adalah selisih t tabel dengan df (n 1 - 1) dan df (n2
(Sugiyono, 1999:197).
Keterangan:
Santoso (2003) menyebutkan bahwa apabila nilai yang didapatkan lebih besar
dari tingkat signifikan 0,05 maka kesimpulan yang harus diberikan adalah Ho
diterima.
58
BAB IV
A. Penyajian data
Pasar modal Indonesia telah ada sejak masa penjajahan Belanda yaitu pada
Pasar modal Indonesia dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dengan
keluarnya keputusan presiden No. 52 tahun 1976 yang menetapkan pendirian pasar
59
BEJ mempunyai target dan fungsi menyelenggarakan sistem dan sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, sehingga dikatakan pasar modal Indonesia dalam
keadaan tidur panjang. Kemudian setelah tahun 1988 pasar modal Indonesia
60
perusahaan yang terdaftar di BEJ, pada tahun 1990 telah mencapai 122 perusahaan
yang tercatat dan terus meningkat menjadi 316 perusahaan tercatat pada tahun 2002.
ini hanya terdiri dari 45 saham yang telah terpilih setelah beberapa kriteria pemilihan
sehingga akan terdiri dari saham – saham dengan likuiditas ( LiQuid ) dan kapasitas
Indiks LQ 45 dihitung mundur hingga tanggal 13 juli 1994 sebagai hari dasar,
dengan nilai dasar 100. Sehingga memiliki data histories yang cukup panjang. Untuk
seleksi awal digunakan data pasar dari juli 1993 – juni 1994, hasilnya terpilih 45
emiten yang mengcover 73 % dari total kapitalisasi pasar dan 72,5 % nilai transaksi
di pasar regular.
Untuk dapat masuk dalam pemilihan, suatu saham harus memenuhi kriteria
1. Masuk dalam ranking 60 terbesar dari total transaksi saham di pasar regular
bulan terakhir )
61
Bursa Efek Jakarta akan terus memantau perkembangan komponen usaha
yang masuk dalam perhitungan Indeks LQ 45. Setiap tiga bulan sekali akan dilakukan
review pergerakan ranking saham – saham yang akan digunakan dalam perhitungan
Indeks LQ 45. pergantian saham akan dilakukan setiap 6 bulan sekali, yaitu setiap
Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria lagi, maka saham
tersebut harus dikeluarkan dari perhitungan indeks dan digantikan dengan saham lain
Objek penelitian yang dijadikan sampel pada penelitian ini terdiri dari 16
perusahaan yang merupakan hasil pemilihan sampel dari 45 sampel dengan kriteria
tertentu, 16 perusahaan hasil seleksi sampel digambarkan dalam tabel 4.1 berikut ini.
62
Tabel 2.1
Nama-Nama Sampel Hasil Seleksi
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terdapat 16 sampel perusahaan yang merupakan
perusahaan yang selama 5 tahun berturut – turut masuk kedalam kategori Indeks
63
B. Hasil Analisis
perusahaan bukan perata laba dengan menggunakan indeks Eckel. Hasil dari
Tabel 2.2
Ringkasan Hasil Penghitungan Indeks Eckel
sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Diperoleh status perusahaan
sebagai perata laba sebanyak 7 perusahaan atau 44% dari keseluruhan jumlah
64
sampel, sedangkan jumlah perusahaan yang berstatus bukan perata laba lebih banyak
jumlahnya daripada perusahaan perata laba, yaitu sebanyak 9 perusahaan atau 56%
dari keseluruhan jumlah sampel. Hasil ini mengindikasikan bahwa secara umum
Uji statistik deskriptif dilakukan terhadap rata-rata return saham dan rata-rata
beta saham perusahaan sampel. Untuk mengetahui secara pasti distribusi data yang
Tabel berikut menyajikan hasil uji statistik deskriptif untuk variabel return,
Tabel 3.1
Hasil Uji Statistik Deskriptif
De scriptiv e Statistics
Dari tabel 4.2 di atas, baik untuk return ataupun beta dapat diketahui bahwa
masing-masing terdapat 7 data observasi yang berstatus perata dan 9 data observasi
65
yang berstatus bukan perata, sehingga jumlah keseluruhan observasi adalah sebanyak
16 data observasi.
minimum sebesar 0,003%, nilai maksimum sebesar 0,958%, dengan nilai rata-rata
sebesar 0,306% untuk perusahaan yang berstatus perata dan sebesar 0,283% untuk
perusahaan yang berstatus bukan perata. Hasil ini menunjukkan bahwa saham-saham
LQ-45 selama periode 1998-2003 mampu menunjukkan kinerja yang cukup stabil
dan bagus, hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya return saham bernilai
negatif selama periode ini, baik yang berstatus perata atau bukan perata. Dari nilai
rata-rata tampak bahwa perusahaan dengan status perata ternyata mampu memberikan
Untuk beta saham, selama periode penelitian diperoleh nilai minimum sebesar
0,57, nilai maksimum sebesar 1,26, dengan nilai rata-rata sebesar 0,874 untuk
perusahaan berstatus perata dan sebesar 0,887 untuk perusahaan berstatus bukan
perata. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan perataan laba
ternyata memang mampu mengurangi tingkat risiko perusahaan, hal ini bisa dilihat
dari nilai rata-rata beta yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan perusahaan
66
Uji normalitas data dilakukan terhadap variabel return dan beta saham,
pengujian dilakukan dengan tujuan agar dapat digunakan alat uji statistik yang tepat
67
Tabel 3.2
Asymptotic Significance >0,05 untuk semua variabel penelitian (return dan beta
saham), baik untuk perusahaan perata atau bukan perata, dengan hasil ini maka dapat
C. Pengujian Hipotesis
1. Uji Hipotesis I
BEJ. Pengujian dengan menggunakan Indeks Eckel dengan dasar apabila nilai Indeks
Eckel yang diperoleh <1 maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan melakukan
usaha perataan laba. Hasil perhitungan Indeks Eckel disajikan pada tabel berikut:
68
Tabel 3.3
yang memiliki nilai Indeks Eckel <1, dengan hasil ini maka Hipotesis I dapat
69
2. Uji Hipotesis II dan III
terdapat perbedaan signifikan antara return dan beta saham pada perusahaan perata
laba dan perusahaan bukan perata laba. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.4
Hasil Uji-t Sampel Independen
Dari hasil pengujian pada tabel 4.6 diatas, untuk variabel return diperoleh nilai p
sebesar 0,857 (lebih besar dari 0,05), dengan hasil ini maka Hipotesis II tidak ditolak,
jadi tidak terdapat perbedaan signifikan antara return saham pada perusahaan perata
Dari hasil pengujian terhadap beta saham diperoleh nilai p sebesar 0,899
(lebih besar dari 0,05), dengan hasil ini maka Hipotesis III juga tidak ditolak, jadi
tidak terdapat perbedaan signifikan antara risiko saham pada perusahaan perata laba
C. Pembahasan
teori bahwa memang terdapat praktek perataan laba pada perusahaan LQ 45 di BEJ,
70
yang berturut – turut masuk dalam indeks 45 pada periode 1998 – 2003, dari 16
sebagai perata laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Michelson et. al
(1995), walaupun dilakukan pada pasar modal Amerika Serikat. Hasil penelitian ini
juga konsisten dengan hasil penelitian Salno dan Baridwan (2000) dan Didit (2004).
Persamaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian pendahuluan adalah bahwa
masih lebih banyak perusahaan yang memilih untuk tidak melakukan perataan laba
pada pasar modal Indonesia, hasil ini ditunjukkan dengan jumlah perusahaan dengan
status perata yang masih kurang dari 50% dari keseluruhan sampel penelitian. Hasil
Pada pengujian Hipotesis II dan III, diperoleh fakta yang mendukung tidak
ditolaknya hipotesis nol, yaitu tidak terdapat perbedaan return dan risiko antara
perusahaan perata dan buka perata. Hasil ini konsisten dengan penelitian Salno dan
Baridwan (2000) akan tetapi tidak konsisten dengan hasil penelitian Didit (2004)
yang menemukan fakta bahwa terdapat perbedaan risiko antara perusahaan dengan
status perata dengan bukan perata. Hasil penelitian Didit (2004) ini juga didukung
oleh hasil penelitian Michelson et al. (1995) yang menghasilkan fakta bahwa
memang terdapat perbedaan yang signifikan antara return dan risiko perusahaan
Hasil yang beragam ini mengindikasikan bahwa faktor return secara umum
masih dijadikan pertimbangan utama oleh investor didalam berinvestasi sebagai biaya
71
atas modal yang ditanamkan, baik dengan memperhatikan status atau kinerja
perusahaan dengan analisis lanjutan, atau tanpa menggunakan analisis yang rumit
cukup dengan analisis fundamental saja. Hal ini yang menyebabkan pembedaan status
Hal yang sama juga berlaku terhadap beta saham, sebagai variabel yang
menunjukkan tingkat risiko dari investasi pada saham, investor ternyata lebih
memperhatikan besarnya nilai beta ini, daripada status laba perusahaan. Hasil
perusahaan perata memang memiliki beta saham yang lebih kecil. Hasil ini sesuai
dengan tujuan perataan laba itu sendiri yaitu untuk memperkecil risiko yang dihadapi
perusahaan karena aliran dividen yang stabil, sehingga cukup menguntungkan bagi
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
memiliki nilai Indeks Eckel <1, dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa
2. Dari hasil pengujian terhadap return saham dapat disimpulkan bahwa ternyata
terdapat perbedaan tingkat return saham, yaitu perusahaan perata memiliki nilai
return yang lebih tinggi dari pada perusahaan bukan perata, tetapi tingkat
3. Dari hasil pengujian terhadap beta saham dapat disimpulkan bahwa nilai beta
saham perusahaan perata lebih kecil dari perusahaan bukan perata, tetapi
73
74
75
B. Keterbatasan Penelitian
sebagai berikut:
keuangan yang ada pada Indeks Eckel (laba bersih setelah pajak, laba sebelum
pajak, dan laba operasional), agar mampu dibedakan status perusahaan apabila
2. Pemilihan sampel bisa diperluas dari sektor-sektor yang lain agar diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
Yogyakarta.
Bartov, E., 1993. The Timing of Asset Sales and Earning Manipulation. The
Yogyakarta.
February, h. 75-93
Husna, Suad, (1998), Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP
Prasetio, J. Eko dan Sri Astuti, (2003), Dampak Pengumuman Bond Rating
h. 350-358
78
Sunariyah, ( 2003 ), Pengetahuan Pasar Modal, Edisi ketiga, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.