You are on page 1of 20

Tugas kelompok

SEJARAH PERADABAN ISLAM


Sejarah Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar As-Shiddiq

Oleh: KELOMPOK IX
Fitriani 023 Fakhira Dwi Awlyawati Fatmawati Kartika Sari

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala inayah dan kenikmatan yang senantiasa dicurahkan-Nya pada penulis berupa kesehatan, kekuatan, serta kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan semestinya. Tidak lupa penulis kirimkan shalawat dan salam beriringan dengan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada Baginda Rasulullah SAW karena atas segala pengorbanan yang telah dilakukannya beserta para sahabat, sehingga kini kita mampu mengkaji alam ini lebih tinggi dari gunung tertinggi, lebih dalam dari lautan terdalam, serta lebih jauh dari batas pandangan mata. Adapun tulisan ilmiah ini berisikan materi tentang Sejarah Pengumpulan Al-quran pada Masa Abu Bakar As-Shiddiq yang bertujuan sebagai bahan bacaan, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Dalam makalah ini,

penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembimbing dan pembaca guna untuk kesempurnaan pada pembuatan makalah penulis selanjutnya.

Makassar, November 2013

Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan BAB II PEMBAHASAN A. Sebab Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq B. Proses Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

i ii iii 1 1 2 3 4 4 5

C. Karakteristik Penulisan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA 15 15 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang diberi pahala bagi orang yang membacanya. Sejak pewahyuannya hingga kini, alQuran telah mengarungi sejarah panjang selama empat belas abad lebih. Diawali dengan penerimaan pesan ketuhanan al-Quran oleh Nabi Muhammad, kemudian penyampaiannya kepada generasi pertama Islam yang telah menghafal dan merekamnya secara tertulis, hingga stabilitasi teks dan bacaannya yang mencapai kemajuan berarti pada abad ke-3 H/ 9 dan abad ke-4 H/ 10 serta berkulminasi dengan penerbitan edisi standar al-Quran di Mesir pada 1342 H/ 1923, kitab suci kaum muslimin ini masih menyimpan sejumlah misteri dalam berbagai tahapan perjalanan kesejarahannya. Salah satu yang sangat dibanggakan umat Islam dari dahulu hingga saat ini adalah keotentikan al-Quran yang merupakan warisan Islam terpenting dan paling berharga. Meskipun mushaf yang kita kenal sekarang ini berdasarkan rasm Utsman bin Affan, akan tetapi sebenarnya ia tidak begitu saja muncul sebagai sebuah karya besar yang hampa dari proses panjang yang telah dilalui pada masa-masa sebelumnya. Proses itu dimulai pada masa Rasullullah Saw. Setiap kali menerima wahyu alQuran, Rasulullah Saw langsung mengingat, menghafalnya, dan memberitahukan serta membacakannya kepada para sahabat, agar mereka mengingat dan menghafalnya. Selain dihafal, wahyu al-Quran yang baru turun ditulis oleh juru tulis wahyu, seperti Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,

Muawiyah, Khalid bin Walid, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tsabit bin Qays, Amir bin Fuhairah, Amr bin al-Ash, dan Zubair bin al-Awwam. Setelah Rasulullah Saw wafat, tonggak estafet pemeliharaan al-Quran dilanjutkan Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin al-Khattab, dan Utsman bin Affan. Upaya-upaya tersebut muncul bersifat reaktif atas kondisi yang dihadapi umat Islam yang dipandang dapat mengancam keutuhan dan keaslian al-Quran. Al-Quran semenjak diturunkan kepada Rasulullah saw. hingga saat ini masih utuh dan masih terjaga, karena Allah telah menjamin kemurnian dan kesucian AlQur'an, akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau penguranganpengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9 sebagai berikut :

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (QS. Al-Hijr:9). Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tergerak untuk membahas Sejarah Pengumpulan Al-quran pada Masa Abu Bakar Ash-siddiq sekaligus untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Peradaban Islam. B. Rumusan Masalah Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu: 1. Apa sebab pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ? 2. Bagaimana proses pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ? 3. Apa saja karakteristik penulisan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sebab pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq. 2. Untuk mengetahui proses pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq. 3. Untuk mengetahui karakteristik penulisan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.

BAB II PEMBAHASAN

A. Sebab Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq Alquran adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT

menurunkannya kepada Rasulullah Muhammad SAW demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah SAW menyampaikannya kepada para sahabatnya. Para sahabat berlomba-lomba untuk menghafal, memahami dan

mengamalkannya dalam aktivitas hidup sehari-hari (Wahid, 2010). Abu abdirrahman As Sulami meriwayatkan, bahwa orang-orang yang biasa membacakan alquran kepada kami, seperti Utsman bin Affan dan Abdullah ibnu Masud serta yang lainnya; apabila mereka belajar sepuluh ayat dari Nabi, mereka enggan melewatinya sebelum memahami dan mengamalkannya. Mereka mengatakan kami mempelajari alquran, ilmu, dan amal sekaligus. Oleh karenanya alquran dengan sendirinya terjaga di dada para sahabat. Ketika Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Ash-Shiddik ra (Wahid, 2010).

Ketika masa kekhalifahan Abu Bakar, beliau banyak dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa pemurtadan. Karena itu beliau menyusun kekuatan dan mengirimkan pasukan untuk menumpas gerakan tersebut. Dari sekian banyak pasukan yang dihimpun termasuk di dalamnya adalah sahabat-sahabat senior yang menyimpan alquran di dalam dadanya (Wahid, 2010). Dalam peperangan yamamah jumlah yang terbunuh dari pihak musuh adalah 10.000 orang dan ada juga yang meriwayatkan 21.000 orang. Sedangkan dari pihak ummat islam yang terbunuh adalah 600 orang, ada yang mengatakan 500 orang. Di antara yang terbunuh banyak terdapat sahabat Nabi yang senior. Tujuh puluh diantaranya adalah para qori. Hal tersebut membuat Umar ibnu Khattab merasa khawatir akan keberlangsungan alquran. Lalu ia menghadap khalifah Abu Bakar dan mengajukan usul untuk mengumpulkan dan membukukan Alquran. Abu Bakar al-Siddiq mengemban tugas pemeliharaan alQuran dengan melakukan penghimpunan naskah-naskah al-Quran yang berserakan menjadi satu mushaf. Faktor pendorong usaha penghimpunan tersebut, adanya kekhawatiran hilangnya sesuatu dari al-Quran disebabkan banyak para sahabat penghafal al-Quran yang gugur di medan perang Yamamah. Perang ini terjadi tahun 12 H antara kelompok muslim melawan kelompok yang menyatakan diri keluar dari Islam (murtad) di bawah pimpinan Musailamah al-Kazzab (Wahid, 2010). B. Proses Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-shiddiq

Pengumpulan Quran yang dilakukan Abu Bakar Ash-shiddiq ialah memindahkan satu tulisan atau catatan Quran yang semula bertebaran di kulitkulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf (Hayyi, 2012). Proses pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar dimulai ketika

Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat, kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah dan pada saat itulah kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Ash-siddik ra. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikutpengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak kalangan sahabat yang hafal Al-Quran dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffazh ternama. Oleh karenanya, kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir. Umar sendiri merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul (bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Quran karena khawatir lenyap dengan banyaknya Khuffazh yang gugur. Awalnya, Abu Bakar merasa ragu. Setelah dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positifnya, ia pun menerima usul dari

Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut (Ash-Shiddieqy dan Hasbi, 2000). Kemudian, Abu Bakar mengutus utusan kepada Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu dikarenakan kedudukannya qira'at, tulisan, pemahaman, kecerdasan dan kehadirannya pada penyimakan (memperlihatkan bacaan alQur'an kepada Nabi) yang terakhir kali. Dan dia menceritakan kepadanya perkataan 'Umar radhiyallahu 'anhu, akan tetapi Zaid menolak hal itu sebagaimana Abu Bakar menolak hal itu pada awalnya karena merasa ragu. Maka keduanya pun (Abu Bakar dan 'Umar radhiyallahu 'anhuma) bertukar pendapat dengan Zaid bin Tsabit dan kemudian ia pun dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar (Wahid, 2012). Zaid bin tsabit berkata, Abu Bakar Ash-shidiq mengirim surat kepadaku tentang orang-orang yang terbunuh pada perang Yamamah. Ketika aku mendatanginya, kudapati Umar bin Khatthab berada disampingnya, maka Abu Bakar berkata, Umar mendatangiku dan berkata, Sesungguhnya banyak para Qurra penghafal alquran yang telah gugur dalam peperangan Yamamah. Aku takut jika para qorri yang masih hidup kelak terbunuh dalam peperangan, dan itu akan mengakibatkan hilangnya sebagian besar dari ayat alquran, menurut pendapatku, engkau harus menginstruksikan untuk segera mengumpulkan dan membukukan alquran. (Wahid, 2012).

Aku bertanya kepada Umar, Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW?, Umar menjawab, Demi Allah ini adalah kebaikan! Dan Umar terus menuntutku hingga Allah melapangkan dadaku untuk segera melaksanakannya, akupun setuju dengan pendapat Umar. Setelah mengambil keputusan untuk membukukan alquran. Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan alquran dari berbagai tempat penulisan. Baik yang ditulis pada kulit-kulit, dedaunan, maupun yang dihafal oleh kaum muslimin. Awal penulisan ini terjadi pada tahun 12 H. Zaid bin Tsabit berkata, Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku,Engkau adalah seorang pemuda yang jenius, berakal dan penuh Amanah, dan Engkau telah terbiasa menulis wahyu untuk Rasulullah, maka carilah ayat alquran yang berserakan dan kumpulkanlah. Zaid berkata, Demi Allah, jika mereka memerintahkan aku untuk memikul gunung, tentu hal itu lebih ringan bagiku daripada melakukan instruksi Abu Bakar agar aku mengumpulkan alquran. Aku bertanya, Bagaimana kalian melakukan sesuatu perbuatan yang tidak diperbuat oleh Rasulullah? Dia berkata. Demi Allah, ini adalah suatu kebaikan! Dan Abu Bakar terus berusaha meyakinkan aku hingga Allah melapangkan dadaku untuk menerimanya sebagaimana Allah melapangkan dada mereka berdua. Kemudian Zaid mulai mengumpulkan ayat-ayat alquran yang berserakan dan mengumpulkannya menjadi satu buku. Banyak kendala dihadapi, karena menjaga keaslian ayat al quran sehingga tidak tercampur dengan perkataan-perkataan yang lain membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi (Wahid, 2010).

Berbekal hafalan yang telah disampaikan kepada Rasulullah ketika masih hidup, Zaid dengan teliti mencari potongan-potongan ayat alquran. Termasuk ayat-ayat dari surat At Taubah hingga surat Al Baroah yang hanya dimiliki oleh Abu Khuzaiman Al Anshory. Di samping itu, untuk lebih hati-hati, catatancatatan dan tulisan al-Quran tersebut baru benar-benar diakui berasal dari Nabi Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi yang adil (Wahid, 2012). Imam Bukhori telah berkata, Ibnu Syihab berkata, Telah berkata kepadaku Kharijah bin Zaid bin Tsabit, bahwasannya dia mendengar Zaid berkata, Aku tidak mendapatkan satu ayat dari surat At-Taubah ketika kami menulis alquran dalam satu mushaf. Sementara aku pernah mendengar Rasulullah membacanya, akhirnya ayat tersebut kami cari dan ternyata ayat tersebut ada pada Khuzaimah bin Tsabit Al Anshory, maka segera kami sisipkan ke tempatnya di`dalam mushaf (Wahid, 2010) . Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat baginya apa yang kamu rasakan, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arsy yang agung (At-Taubah: 128129).

Zaid bin Tsabit telah melakukan tugasnya dengan sangat teliti, dia tidak mencukupkan dengan hafalan tanpa disertai dengan tulisan. Dan ucapan beliau dalam hadits di atas:"Dan aku dapati bahwa akhir dari surat at-Taubah ada pada Abu Khuzaimah al-Anshari, aku tidak mendapatkannya pada selain dia" tidak menafikan hal ini, dan juga bukan berarti bahwa ayat ini tidak mutawatir. Akan tetapi maksudnya adalah dia (Zaid) tidak mendapatkannya secara tertulis di tangan selain dia (Abu Khuzaimah). Zaid sebenarnya menghafal ayat itu, dan banyak juga Shahabat yang menghafalnya. Ucapan Zaid itu muncul karena dia bersandarkan pada hafalan sekaligus tulisan, dan ayat ini dihafal oleh banyak Shahabat, dan mereka bersaksi bahwa ayat ini tertulis, akan tetapi catatannya hanya ada pada Abu Khuzaimah al-Anshari (Al- Munawar, 2002). Ibnu Abi Dawud (Abdullah bin Abi Dawud bin Sulaiman al-Asy'ats, anak Abu Dawud) meriwayatkan dari jalur Yahya bin Abdirrahman bin Hathib berkata:" 'Umar radhiyallahu 'anhu datang dan berkata:' Barang siapa yang menerima sebagian al-Qur'an dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, hendaklah dia mendatangiku.' Mereka menuliskannya pada lembaran kertas, papan kayu dan pelepah korma, dan dia Zaid tidak menerima al-Qur'an dari seorang pun hingga ada dua saksi yang membenarkannya." (Sujono, 2011). Dan ini menunjukkan bahwa Zaid radhiyallahu 'anhu tidak merasa cukup dengan keberadaan al-Qur'an itu secara tertulis saja sebelum bersaksi dengannya orang yang menerimanya lewat pendengaran. Padahal Zaid hafal ayat tersebut.

Maka Zaid melakukan hal itu adalah karena sikap kehati-hatian beliau yang sangat besar (Sujono, 2011). Diriwayatkan juga dari Ibnu Abi Dawud dari jalur Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya, bahwa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata kepada 'Umar dan zaid radhiyallahu 'anhuma:"Duduklah kalian berdua di pintu masjid, maka siapa yang mendatangi kalian dengan membawa dua orang saksi yang bersaksi untuk sesuatu (ayat atau surat) dari Kitabullah (al-Qur'an) maka catatlah." Para perawinya tsiqah sekalipun sanadnya terputus. Ibnu Hajar rahimahullah berkata:"Sepertinya yang dimaksud dengan dua saksi adalah hafalan dan catatan." (Sujono, 2011). As-Sakhawi rahimahullah berkata:"Maksudnya keduanya bersaksi bahwa yang catatan itu (ayat al-Qur'an) ditulis di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, atau maksudnya keduanya bersaksi bahwa catatan itu adalah termasuk salah bentuik yang dengannya al-Qur'an diturunkan." Abu Syamah rahimahullah berkata:" Dan tujuan mereka adalah agar tidak ditulis kecuali dari sumber asli yang ditulis di hadapan (di zaman) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukan sekedar dari hafalan, dan karena itulah dia berkata tentang akhir surat at-Taubah:' Aku tidak mendapatkannya pada selain dia.'" Maksudnya aku tidak mendapatkannya tertulis pada selain dia, karena dia tidak mencukupkan diri dengan hafalan tanpa tulisan (Sujono, 2011). Kemudian alquran yang telah terkumpul dan menjadi satu buku tersebut diberikan kepada Abu Bakar dan disimpan hingga Abu bakar wafat. Setelah itu

berpindah kepada khalifah Umar bin Khattab dan akhirnya berpindah kepada Hafshah binti Umar ketika Umar syahid (Sujono, 2011). Dari rekaman sejarah di atas, diketahui bahwa Abu Bakar adalah orang pertama yang memerintahkan penghimpunan al-Quran Dan sekalipun ada mushaf-mushaf pribadi milik sebagian Shahabat seperti mushaf 'Ali, mushaf Ubay, dan mushaf Ibnu Mas'ud, maka ia tidak seperti mushaf ini (yang ada pada Abu Bakar). Tulisan mushaf-mushaf itu tidak ditulis dengan ketelitian dan kecermatan, pengumpulan dan penyusunan, pembatasan pada ayat-ayat yang tidak dinaskh tilawahnya (dihapus bacaanya) dan kesepakatan atasnya sebagaimana apa yang ada pada mushaf Abu Bakar. Maka kekhususankekhususan inilah yang mejadikan pengumpulan al-Qur'an pada zaman Abu Bakar menjadi istimewa dan lain dari yang lain. Umar bin al-Khattab adalah pelontar idenya serta Zaid bin Tsabit adalah pelaksana pertama yang melakukan kerja besar penulisan al-Quran secara utuh dan sekaligus menghimpunnya ke dalam satu mushaf (Wahid, 2012). Sebagian ulama berpendapat bahwa penamaan al-Qur'an dengan "Mushaf" muncul sejak saat itu pada zaman Abu Bakar radhiyallahu 'anhu dikarenakan pemgumpulan ini. Dari 'Ali radhiyallahu 'anhu dia berkata:"Orang yang paling besar pahalanya dalam masalah mushaf adalah Abu Bakar, semoga Allah merahmati Abu Bakar dialah yang pertama kali mengumpulkan al-qur'an." (Sujono, 2011).

Menurut Muchotob Hamzah (2003), dalam masalah pengumpulan alQuran ini, sedikitnya ada tiga pertanyaan yang perlu mendapat perhatian, yaitu: 1. Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan al-Quran padahal masalahnya sudah jelas baik dan diwajibkan oleh Islam? Jawaban: Hal ini karena Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang

mempermudah terhadap usaha menghayati dan menghafal al-Quran, dan mencukupkan diri dengan hafalan yang tidak mantap. Dan dikhawatirkan mereka hanya berpegang dengan apa yang ditulis pada mushaf, sehingga akhirnya mereka lemah untuk menghafal al-Quran. 2. Mengapa Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit sebagai ketua? Jawaban: Karena Zaid adalah orang yang betul-betul mempunyai pembawaan dan kemampuan yang tidak dimiliki sahabat yang lain, dalam hal mengumpulkan al-Quran. Ia adalah sahabat yang hafidz, ber-IQ tinggi, sekretaris wahyu yang menyaksikan sajian akhir wahyu, wara serta besar tanggung jawabnya, lagi sangat teliti. 3. Apakah maksud kata-kata Zaid bin Tsabit: Sampai aku menemukan akhir surat at-Taubah dari Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak ada pada orang lain. Jawaban: Hal tersebut tidak berarti bahwa ayat ini tidak ada pada hafalan Zaid dan sahabat-sahabat yang lain, karena mereka menghafalnya. Akan tetapi, beliau bermaksud hendak mengkompromikan antara hafalan dan tulisan serta

dalam rangka kehati-hatian. Dan karena langkah lurus itulah, sempurna pulalah al-Quran. C. Karakteristik Penulisan Al-Quran pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq Menurut Said Agil Husin Al-Munawar (2002), terdapat beberapa karakteristik dalam penulisan al-quran pada masa Abu Bakar Ash-shiddiq, yaitu sebagai berikut: 1. Seluruh ayat al-Quran dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama. 2. Meniadakan ayat-ayat al-Quran yang telah mansukh. 3. Seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya. 4. Dialek Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qiraat) sebagaimana yang ditulis pada kulit unta pada masa Rasulullah SAW.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Penulisan al-Quran pada masa khalifah Abu Bakar dilakukan untuk menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan serta tulisan-tulisan yang ada menjadi satu mushaf dengan tertib surat-suratnya menurut urutan turun wahyu. Faktor pendorongnya adalah kekhawatiran akan adanya kemungkinan hilangnya sesuatu dari al-Quran disebabkan banyaknya para sahabat penghafal al-Quran yang gugur di medan perang. Adapun karakteristik penulisan al-Quran pada masa ini adalah: pertama, seluruh ayat al-Quran dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama. Kedua, meniadakan ayat-ayat al-Quran yang telah mansukh. Ketiga, seluruh ayat yang ada telah diakui kemutawatirannya. Keempat, dialek Arab yang dipakai dalam pembukuan ini berjumlah 7 (qiraat) sebagaimana yang ditulis pada kulit unta pada masa Rasulullah. B. Saran Adapun saran penulis terhadap pembaca, yaitu agar senantiasa mempelajari sejara-sejarah umat terdahulu yang telah menorehkan berbagai kebaikan bagi kemaslahatan umat masa kini, salah satunya adalah mempelajari sejarah pengumpulan al-quran pada masa khalifah Abu Bakar As-shiddiq.

Dengan demikian, maka kita akan lebih memahami dan menghargai Al-quran serta selalu mengamalakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan sebagai seorang mahasiswa keperawatan, amalan-amalan dalam al-quran pun dapat pula diaplikasikan ketika merawat pasien nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Al- Munawar, Said Agil Husin. 2002. Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press. Ash-Shiddieqy dan Hasbi, Teungku Muhammad. 2000. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Hamzah, Muchotob. 2003. Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media Katsir. Hayyi, Abdul. 2012. Perbedaan Antara Pengumpula Al-quran di Masa Abu Bakar Ash-shiddiq dan Utsman bin Affan. Online. Diunduh pada tanggal 07 November 2013 pukul 15.46 WITA pada http://mahadulilmi.wordpress.com/2012/09/04/perbedaan-antarapengumpulan-al-quran-di-masa-abu-bakar-ash-shiddiq-dan-utsman-binaffan/. Suyono, Abu Sofyan. 2011. Pengumpulan Al-quran pada Masa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu online. Diunduh pada tanggal 07 November 2013 pukul 16.50 WITA pada .http://alsofwah.or.id/cetakquran.php?id=180. Wahid, Saad Abdul. 2010. Penghimpunan Al-quran pada Masa Abu Bakar.

You might also like