Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dewasa ini seluler atau yang lebih dikenal dengan nama handphone tidak
lagi menjadi barang asing di Indonesia. Harga yang kompetitif serta tersedianya
menggunakan teknologi berbasis NMT (Nordic Mobile Telephone). Pada masa itu
telepon seluler yang beredar di Indonesia berbobot setidaknya 450 gram, sehingga
sangat tidak fleksibel untuk mobilisasi. Ponsel pada era ini berharga di atas
kisaran 10 juta rupiah per unit. Teknologi yang digunakan adalah NMT 470 yang
(Advance Mobile System) mulai dikenal pada tahun berikutnya dan ditangani oleh
yang memulai proyek percontohan seluler digital GSM (Global System for
Mobile) di pulau Batam dan pulau Bintan, PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo)
1
2
Indonesia. Pada tahun tersebut harga ponsel turun drastis pada kisaran 2 juta
rupiah per unit. Namun penggunaan seluler pada saat itu masih sangat terbatas
dengan lebih dari 3 juta pelanggan. Pada tahun ini penggunaan fasilitas SMS
(Short Messaging Service) mulai digemari oleh pengguna ponsel karena biayanya
yang relatif murah. Seperti yang kita ketahui bahwa telepon dan SMS merupakan
fungsi dasar dari ponsel, dan layanan inilah yang paling banyak digunakan oleh
MMS (Multimedia Messaging Service) di tahun 2003. Pada tahun 2005 muncul
teknologi baru pada layanan ponsel yakni teknologi 3G yang mampu membawa
data lebih banyak dengan waktu pengiriman data yang lebih singkat. Setelah
atau yang juga dikenal dengan teknologi 3,5G pada tahun 2007. Teknologi ini
2009 ini angka penetrasi penggunaan seluler di Indonesia mencapai kisaran 140
juta pengguna atau sekitar 58% dari total jumlah penduduk Indonesia yang
diperkirakan berjumlah 240 juta jiwa. Saat ini di Indonesia telah berdiri 11
Sampoerna Telekom, Mobile 8, dan PT Sinar Mas) dengan lebih dari 100 ribu
BTS (Base Transceiver Station) yang memiliki coverage area sekitar 90%
wilayah tanah air, baik untuk jaringan berbasis GSM (Global System for Mobile
Melalui data sensus penduduk yang dihimpun oleh BPS, jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2000 adalah 203,464 juta jiwa, dan meningkat menjadi
218,868 juta pada tahun 2005. Pada tahun 2010 diestimasikan jumlah penduduk
Indonesia akan mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2006 online). Harus disadari dari
kisaran jumlah 240 juta ini, 42 juta diantaranya berada pada kelompok usia 0-10
tahun, dan sekitar 6 juta lainnya berada pada kelompok usia di atas 70 tahun. Bila
diasumsikan bahwa penduduk pada kelompok usia tersebut tidak lagi atau belum
menggunakan seluler, maka terdapat 140 juta nomor seluler aktif yang beredar
pada 192 juta penduduk Indonesia pada kelompok usia 10-70 tahun. Dengan
asumsi seperti ini bisa diartikan bahwa 3 dari 4 penduduk Indonesia menggunakan
teknologi seluler hanya sebatas pada penggunaan fasilitas komunikasi telepon dan
penulisan pesan singkat SMS. Fasilitas SMS (Short Messaging Service) pada
seluler inilah yang bisa dimanfaatkan oleh provider kesehatan sebagai instrumen
seluler dalam kegiatan promosi kesehatan masyarakat. Hal ini sangat berbeda
SMS pada seluler sebagai media promosi dan lahan bisnis baru. Bahkan pada
masa pemilu ini fasilitas SMS pada seluler juga digunakan untuk kampanye calon
booklet, poster, slide show, film strip, dan beberapa media lainnya.
serta frekwensi dari pesan kesehatan yang relatif rendah. Semua kekurangan
fasilitas SMS pada seluler sebagai media promosi, maka informasi kesehatan akan
dapat diberikan pada sedikitnya 50% dari total penduduk Indonesia pada semua
masalah perilaku menjadikan para ahli kesehatan di negara ini dituntut untuk
preventive promotive ini, termasuk teknologi seluler menjadi pilihan yang rasional
gunung es di Indonesia adalah masalah aborsi yang terjadi baik itu pada kalangan
wanita dewasa maupun remaja puteri. Aborsi menjadi fenomena yang menarik
karena selain kontribusinya sebagai salah satu masalah kesehatan dengan tingkat
kematian yang cukup tinggi, juga memiliki dimensi sosial yang cukup luas.
Kasus aborsi tidak hanya terjadi di negara modern tetapi juga banyak terjadi
di negara berkembang. Hal ini tidak terlepas dari terjadinya pergeseran tatanan
nilai masyarakat baik itu secara moral, kultural, sosial, dan agama. Selain itu
termasuk juga teknologi informasi turut memberi andil dalam pergeseran tatanan
nilai-nilai lokal.
Menurut WHO tahun 1998, tercatat 46 juta kasus aborsi terjadi setiap
tahunnya di seluruh dunia, 20 juta diantaranya dilakukan dengan tidak aman (97%
komplikasi aborsi. Dari jumlah tersebut 750 ribu hingga 1,5 juta dilakukan di
Asia Tenggara dengan 390 per 100.000 kelahiran hidup (Ozzy, 2007 online).
6
oleh dua badan utama, yaitu CDC (Federal Centres for Disease Control) dan AGI
nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika setiap tahunnya mencapai 2
juta jiwa, ini lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang terbunuh dalam
perang manapun dalam sejarah negara itu. James K. Glassman dari The
Washington Post mengatakan pada tahun 1996 jumlah kematian akibat aborsi di
Amerika 10 kali lebih banyak daripada semua kecelakaan yang terjadi ditambah
kasus bunuh diri dan pembunuhan. Pada tahun yang sama Daniel S. Green
kanker dan 700.000 meninggal karena penyakit jantung. Jumlah ini tidak seberapa
dibandingkan jumlah kematian karena aborsi yang mencapai 2 juta jiwa setiap
Di Indonesia sendiri jumlah kasus aborsi sulit dihitung secara pasti, karena
aborsi sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi sehingga
aborsi yang dilakukan secara tidak aman setiap tahun (Zaenal, 2006 online). Tidak
perempuan karena alasan hamil di luar nikah atau alasan lain yang berhubungan
dengan nilai normatif khususnya agama. Namun sebuah studi di Bali tahun 1997
menikah, juga studi yang dilakukan oleh Population Council tahun 1998, bahwa
98,8% perempuan yang melakukan aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta telah
dan 6 kabupaten di Pulau Jawa, memperlihatkan 53% aborsi terjadi di kota dan
47% lainnya terjadi di pelosok kabupaten. Pelayanan aborsi dilakukan oleh tenaga
tidak terlatih terdapat pada 16% titik pelayanan aborsi di kota dan 57% di
kabupaten. Juga diketahui bahwa 2 dari 3 wanita pelaku aborsi lebih memilih
melakukan aborsi dengan bantuan dukun bayi atau ahli pijat. Sebagian besar
wanita melakukan aborsi di klinik atau RS memiliki profil khusus, yaitu telah
dilakukan tahun 2000 menunjukkan bahwa 2 dari 3 klien yang melakukan aborsi
sudah menikah. Sementara juga didapatkan data bahwa, 54% klien aborsi adalah
lulusan Sekolah Menengah dan 21% dari mereka adalah lulusan Akademi atau
aborsi berusia lebih dari 20 tahun, 58% diantaranya berusia lebih dari 30 tahun
dan hampir setengahnya telah memiliki anak (Sedgh et al, 2008 online).
Paranormal
25%
Aborsi sendiri masih tetap merupakan wacana yang selalu mengundang pro
dan kontra baik ditinjau melalui kacamata hukum, kesehatan, maupun nilai
agama. Peraturan perundangan dan penegakan hukum yang kurang ideal, serta
kesehatan tentang bahaya aborsi, baik kepada remaja khususnya remaja putri usia
sikap yang positif terhadap aborsi. Selama ini telah banyak program pendidikan
“...we find that most women feel they could remove their own
pregnancies, the invasion of their privacy is the most uncomfortable
issue..., we want to provide the tools and knowledge with which a
woman can make the best decision for herself...” (Jackson, 2000
online).
Dipahami bahwa campur tangan pihak luar terhadap keputusan aborsi bagi
seorang wanita merupakan sesuatu hal yang sulit ditoleransi. Tetapi atas dasar
9
pengetahuan dalam pengambilan keputusan aborsi bagi mereka yang telah hamil
cara mengontrol sistem reproduksi pada mereka yang telah matang secara seksual
sebagai upaya pencegahan kehamilan dan aborsi, adalah lebih baik dibandingkan
dengan sekedar bantuan dalam pengambilan keputusan aborsi bagi mereka yang
telah hamil. Pada point ini terdapat peran pendidikan dan promosi kesehatan.
Dalam berbagai kasus aborsi yang terjadi di luar nikah, sering kali pelaku
berada dalam kelompok usia remaja. Banyak alasan mengapa kasus aborsi sering
kali dijumpai pada kelompok usia ini. Konsekwensi normatif berupa stigma
masyarakat, tidak siap untuk menikah, serta alasan ekonomi sering kali menjadi
Menurut Gunarsa (2003) masa pra pubertas pada remaja usia dini (12-15
tahun) merupakan titik kritis peralihan dari usia kanak-kanak menuju masa
pubertas. Pada masa ini terjadi kematangan fungsi seksual yang sesungguhnya
serta diikuti perkembangan fungsi psikologis. Usia 12-15 tahun merupakan usia
dan aborsi sangat ideal mulai diberikan pada remaja yang telah menginjak usia
Begitu juga dengan SMP Negeri 26 dan SMP Negeri 20 Surabaya yang
pada kelompok usia 12-15 tahun. Kegiatan promosi kesehatan terkait masalah
aborsi secara ideal juga harus diberikan pada siswa di institusi pendidikan ini.
SMP Negeri 26 Surabaya berdiri tahun 1983 dan menjadi salah satu SMPN
favorit di kota Surabaya. Pada tahun ajaran 2008/2009 institusi pendidikan yang
berlokasi di Raya Banjarsugihan 21 Surabaya ini memiliki total 1.057 siswa (342
siswa kelas VII, 358 siswa kelas VIII, dan 357 siswa kelas IX) dengan proporsi
451 laki-laki dan 606 perempuan. Sedangkan SMP Negeri 20 Surabaya yang
memiliki total 809 siswa (263 siswa kelas VII, 278 siswa kelas VIII, dan 268
siswa kelas IX) dengan 405 laki-laki dan 404 perempuan. Menurut keterangan
pihak sekolah, semenjak berdiri hingga hari ini belum pernah terdapat kasus
aborsi terjadi pada siswa di dua SMP ini, namun bukan berarti kasus tersebut tidak
ini berlokasi di wilayah Surabaya bagian barat yang dikenal sebagai wilayah
hitam untuk kegiatan prostitusi. Hal ini bisa diketahui dengan keberadaan
Kembang Kuning, Kremil, Jarak, dan Dolly yang dikenal sebagai pusat lokalisasi
11
mayoritas berasal dari satu lingkungan yang sama juga menjadi pertimbangan
Perubahan trend dan pola pacaran, pengaruh lifestyle dan pergaulan bebas,
memicu terjadinya aborsi pada remaja usia dini, termasuk didalamnya adalah
siswa SMP. Sebagai langkah preventive untuk menekan tingginya kejadian aborsi
pendidikan dan promosi kesehatan terkait masalah aborsi secara dini sebagai
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja secara lebih positif terhadap aborsi.
cukup tinggi dan juga adanya realitas bahwa dunia kesehatan Indonesia masih
media promosi kesehatan, maka studi penelitian eksperimental semu dengan judul
Aborsi” ini dilakukan dengan sasaran penelitian siswa kelas VIII SMP Negeri 26
Surabaya sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VIII SMP Negeri 20
menerima kesan
transmitted received
message message
signal signal
Information
Transmitter Receiver Destination
Source
mereproduksi kesan
promotor operator seluler remaja pengguna
kesehatan seluler (SMS) seluler
Noise Brain
Source
menyimpan kesan
Domain Perilaku
Bagan 1.2. Proses Perubahan Perilaku melalui Tiga Konsepsi
(Komunikasi Matematikal, Proses Fungsi Ingatan, dan Domain Perilaku)
diharapkan terkait masalah aborsi. Dalam hal ini adalah perilaku remaja (SMPN
26 Surabaya) yang dijelaskan melalui tiga konsepsi dasar, yaitu model komunikasi
13
bahwa model ini memiliki perspektif matematis yang berfokus pada frekwensi
sinyal yang diterima dalam proses transmisi informasi, serta efisiensi dari saluran
komunikasi yang digunakan, dan bukan sekedar berfokus pada isi pesan yang
14
disampaikan (Arni, 1995). Hal ini sesuai dengan sifat media SMS pada seluler
(aborsi) melalui media SMS ini merupakan bentuk komunikasi massa satu arah
ditujukan pada bagaimana informasi kesehatan melalui media SMS akan mampu
Proses komunikasi melalui media SMS ini memiliki efek terbatas (limited
effect) pada sasaran yang tidak sepenuhnya pasif (half active), dengan asumsi :
sebelumnya
4. Sasaran mampu secara aktif untuk mencari informasi aborsi melalui sumber
yang akan diterimanya. Artinya setiap individu berhak untuk menerima informasi
dengan dirinya. Dalam hal ini diharapkan individu tersebut mampu menyimpan
Dari studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Mei 2009 terhadap
sepuluh orang siswa kelas VIII SMP (5 siswa SMPN 26 dan 5 siswa SMPN 20
tentang aborsi, namun kebanyakan dari mereka hanya memaknai aborsi sebagai
suatu tindakan menggugurkan bayi saat kehamilan. Selain itu mereka juga
“...ya gitu itu pak, kan mbak-mbak yang nggugurkan bayi pas lagi
hamil itu kan...” (Siswa 4, SMPN 26 Surabaya).
menganggap aborsi sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan terutama dengan
orang dewasa. Hal ini didukung dengan sikap mereka yang terkesan malu-malu
Selain itu mereka juga mengatakan sampai saat ini belum pernah menerima
informasi mengenai aborsi melalui media promosi kesehatan, dan beberapa siswa
swasta juga pemberitaan di koran. Namun tentu saja bentuk informasi pada media
televisi (pemberitaan kasus aborsi) yang diterima oleh mereka ini hanya
secara pribadi. Memang terdapat himbauan dari pihak institusi agar siswa tidak
membawa handphone di sekolah, namun karena adanya tuntutan dari orang tua
pada saat di luar jam pelajaran, selain itu pihak sekolah juga tidak bertanggung
Predisposing Factors
Karakteristik Personal Siswa
karakteristik fisik
nilai dan keyakinan
tingkat pengetahuan
dimensi kejiwaan
Enabling Factors
Kondisi Lingkungan Fisik
Siswa
kondisi lingkungan tempat Behavior
tinggal Perilaku Aborsi
ketersediaan fasilitas kesehatan
kondisi sosial ekonomi
Reinforcing Factors
Keadaan Lingkungan Sosial
Siswa
pengaruh pergaulan
nilai dan norma masyarakat
dukungan sosial
paparan media
peran promosi kesehatan
kebijakan dan peraturan
tertentu terkait aborsi. Meliputi karakteristik fisik, nilai dan keyakinan yang
sosial, nilai dan norma yang berlaku (orang tua, guru, dan tokoh religius),
pengaruh media, peranan kebijakan dan peraturan terkait masalah aborsi, dan
Service) yang terdapat pada teknologi seluler sebagai media dalam kegiatan
1. Research Problem
2. Research Question
masalah aborsi?
19
masalah aborsi?
aborsi.
masalah aborsi.
masalah aborsi.
20
pandang kesehatan.
2. Bagi Peneliti
4. Bagi Akademisi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Seluler
merupakan sistem dengan teknologi canggih yang mampu membagi suatu area
dalam beberapa sel kecil. Dengan kemampuan membagi area dalam beberapa sel
kecil ini maka frekwensi sinyal dapat meluas hingga mencapai semua bagian pada
suatu area tertentu, sehingga dapat digunakan secara bersamaan secara simultan
tanpa jeda dan tanpa terputus-putus. Jaringan seluler beroperasi dengan membagi
akses layanan berdasarkan jangkauan area pada zona tertentu dengan sumber daya
dan jalur tersendiri. Layanan tersebut hanya dapat diakses oleh pengguna yang
daerah lain maka akan berada pada pusat layanan yang berbeda walaupun
karena pada dasarnya jaringan ini beroperasi dengan penggunaan ulang dari
frekwensi yang ada. Secara teknis frekwensi tersebut dihasilkan oleh BTS (Base
beberapa daerah yang berbeda, dengan aturan tidak terjadi interferensi frekwensi
mencapai 155 Mbps pada suatu lingkungan khusus. Selain itu kini juga
seluler, diantaranya adalah AMPS (Advance Mobile Phone System), GSM (Global
System for Mobile Communication), CDMA (Code Division Multiple Access), dan
PHS (Personal Handy Phone System). Dua jenis teknologi komunikasi nirkabel
yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah teknologi GSM dan
digital yang merupakan generasi ke dua setelah AMPS. GSM pertama kali
muncul tahun 1991 dan mulai berkembang tahun 1993. Perkembangan pesat
dari GSM disebabkan karena penggunaan sistem dengan teknologi digital yang
biaya operasional terminalnya, saat ini teknologi GSM telah menggunakan fitur
jaringan cerdas (Intelligent Network). Sejak pertama kali dibuat GSM memang
frekwensi 900 Mhz dan 1800 Mhz dengan layanan pengiriman data
dengan teknologi GSM yang berbasis TDMA (Time Division Multiple Access),
CDMA tidak memberikan penanda frekwensi khusus pada setiap user. Setiap
yang dilakukan dua ilmuwan yang bernama James Clerk Maxwell (1831-1879)
gelombang magnet listrik ini sama dengan kecepatan perambatan cahaya, yakni
sekitar 186.000 mil (300.000 km) per detik. Sementara itu dalam kesempatan
kemudian menggunakan nama Hertz sebagai satuan frekwensi atau getaran per
detik. Gelombang inilah yang kemudian dipecah hingga ribuan kanal dan
terbatas dalam dunia kemiliteran. Bentuk radio genggam pertama pada mulanya
masih relatif besar dan berat. Dengan dimensi seperti ini pemanfaatan radio
memang masih jauh dari praktis. Dalam ajang Perang Dunia II, bentuk dan
bisa diperkecil dengan ditemukannya transistor yang bisa mewakili sekian puluh
Integrated Circuit yang mampu memuat sekian puluh bahkan ratusan instrumen
elektronik ke dalam komponen yang hanya sebesar kancing baju. Temuan ini
biaya produksinya yang menjadi semakin murah dan manfaatnya yang semakin
banyak. Teknologi digital yang mulai dikombinasikan pada dekade 90an juga ikut
dan perusahaanya juga tidak terlalu besar pada waktu itu. Pada tahun 1960 di
Finlandia sebuah perusahaan bernama Fennis Cable Works yang semula berbisnis
Nokia sebagai produsen handset telepon seluler. Pada dekade 70an perkembangan
Eropa yaitu perusahaan Ericcsson, Nokia, dan Motorola. Pada tahun 1969 sistem
radio dimulai pada dekade 70an. Indonesia dikenal sebagai negara ke 4 di dunia
yang menggunakan satelit komunikasi setelah USA, USS, dan Canada. Satelit
Perumtel (PT Telkom). Selain untuk keperluan telekomunikasi jarak jauh, satelit
ini juga dimanfaatkan sebagai sarana penerima dan pengirim sinyal televisi.
berfungsi untuk mengirim dan menerima pesan dalam bentuk teks. Penggunaan
SMS pada teknologi seluler (GSM dan CDMA) memiliki prosedur operasional
yang relatif sama. Terdapat dua metode untuk pengiriman dan penerimaan pesan
teks SMS.
Network Management
Seluler Base Station System Seluler
Mobile Station
BSC
Mobile Station
BTS MSC BTS
SMSC
adalah cara standar yang paling sering digunakan. Pesan yang dikirim melalui
ponsel sebelumnya dikirimkan terlebih dahulu ke server yang mengatur lalu lintas
SMS yang disebut SMSC (Short Messaging Service Center), yaitu sebuah sistem
jalur pengiriman pesan teks sehingga pesan dapat diterima oleh perangkat mobile.
SMSC menquery database HLR (Home Location Register) yang berisi data
pengguna, informasi subscriber (info call waiting dan pesan teks), data tagihan,
elemen jaringan yang lain, HLR menentukan informasi rute yang dibutuhkan
untuk sampai ke tujuan. Jika SMSC menerima balasan bahwa pengguna sedang
tidak bisa menerima pesan, maka pesan teks disimpan di server dan akan dikirim
SMSC merupakan pusat aliran pesan SMS, tetapi secara teknis SMSC
melakukan antrian pesan dalam jumlah yang terbatas untuk setiap pengguna
layanan. Pesan akan terus disimpan sampai perangkat mobile yang dituju
menerima pesan, atau terhapus karena batasan waktu yang ditentukan. Secara
teknis dibutuhkan waktu sebesar 0,71 detik untuk pengiriman pesan dan waktu
sebesar 7-8 detik untuk menerima pesan. SMS memiliki besar data maksimum
sebesar 160 byte ditambah dengan ukuran data untuk header pada protokol yang
digunakan. Jika SMS dikirim melalui internet maka dibutuhkan besar data sekitar
yang berbeda. Saat ini dikenal dua metode pentarifan layanan jasa seluler, yaitu
tarif variabel yang didasarkan pada jarak (zona), letak geografis, dan waktu
penggunaan (peak dan off peak), serta tarif flat yang memberlakukan penetapan
tarif secara setara bagi sesama operator. Penetapan tarif merupakan sesuatu yang
Penetapan tarif oleh pemerintah dengan berdasar pada jenis layanan yang
hanya menetapkan batas maksimum dan minimum tarif layanan sebagai bentuk
Komponen ini tidak diatur oleh pemerintah, tetapi diserahkan langsung pada
2.2. Aborsi
Aborsi berasal dari bahasa latin “aboriri” yang menunjuk pada suatu obyek
yang dikeluarkan dari tempat yang seharusnya. Kata ini menjadi lazim dalam
dunia kesehatan dengan beranalogi bahwa janin merupakan suatu obyek yang
dikeluarkan dari tempat (rahim) di mana seharusnya dia tetap berada sebelum
definisi aborsi yang ada cukup beragam, tetapi secara substansial pada dasarnya
sama. Menurut WHO abortion is the termination of a pregnancy before the fetus
fertilization of the ovum until the time of fetal viability. Selanjutnya dalam
karena kondisi tertentu sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu, atau buah
Selain itu secara medis pengertian aborsi adalah keluarnya hasil pembuahan
sebelum berusia 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram. Janin yang
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah aborsi yang berlangsung tanpa disengaja atau tanpa
adanya tindakan tertentu. Kebanyakan kasus aborsi jenis ini disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sperma atau karena faktor kelainan
genetika. Wanita yang memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol lebih
merokok dan tidak minum alkohol. Begitu pula halnya dengan kondisi gizi
buruk pada wanita hamil, hal ini juga dapat mengakibatkan terjadinya abortus
spontan. Aborsi jenis ini seringkali terjadi pada usia kahamilan memasuki 20
minggu. Karena aborsi jenis ini terjadi tanpa adanya faktor kesengajaan oleh
sang ibu maka abortus spontan juga dikenal dengan istilah keguguran atau
miscarriage. Dalam dunia medis aborsi jenis ini disebut sebagai threatened
yang dideritanya seperti sipilis, malaria, dan infeksi yang disertai dengan
kecelakaan yang dialami sang ibu, misalnya jatuh terpeleset, dan tabrakan yang
mengakibatkan terjadinya benturan pada perut sang ibu. Benturan keras pada
ketuban pecah yang pada gilirannya akan mendorong janin keluar dari
2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah aborsi yang terjadi secara sadar dan sengaja dengan
melalui campur tangan atau pengaruh pihak lain, abortus jenis ini dibagi
menjadi 2 kategori.
ibu karena menderita penyakit serius (jantung, darah tinggi, kanker, ginjal,
dll) dan dapat mengancam keselamatan sang ibu pada saat persalinan.
adalah sunction curretage dan surgical abortion yang biasa dilakukan pada
Pada kasus ibu hamil yang mengalami kecelakaan, bila janin berusia lebih
dari tujuh bulan, dokter masih dapat melakukan tindakan medis dengan
bila umur kandungan kurang dari enam bulan, biasanya janin direlakan
akan dilahirkan menderita cacat fisik yang berat, misalnya ectopia kordia
(janin lahir tanpa dinding dada), anensefalus (bayi lahir tanpa otak besar),
secara sadar dilakukan oleh sang ibu, baik dilakukan sendiri atau bersama
dengan pihak lain yang membantu melakukan aborsi (dokter, bidan, dukun,
pacar, teman selingkuh, dll). Pada banyak negara aborsi jenis ini dianggap
Pada umumnya aborsi yang dilakukan oleh wanita baik remaja maupun
i. Korban perkosaan
aborsi yang tidak aman menyebabkan kurang lebih 40% kematian ibu di dunia.
Artinya 200.000 dari 500.000 kematian wanita setiap tahun merupakan akibat dari
Terdapat banyak resiko yang harus dihadapi oleh seorang perempuan yang
melakukan aborsi, baik itu resiko fisik hingga kematian, resiko psikologis, dan
e. Mandul (infertility)
b. Berteriak histeris
isu yang hangat diperdepatkan. Dalam hukum formal suatu negara, banyak negara
yang melegalkan aborsi dan banyak pula negara yang melarang aborsi, khususnya
aborsi. Tetapi pada masa kampanye, George W. Bush (republik) menggunakan isu
aborsi untuk mendapat dukungan dari kalangan pro live dengan menjanjikan
dilegalkannya aborsi di negara itu pada tahun 1973. Pada tahun 1996 terjadi
peristiwa yang mengejutkan publik Amerika, Paul Hill seorang mantan Pendeta
menembak mati dua orang dokter, seorang perawat serta melukai beberapa orang
lainnya. Peristiwa tersebut menandai titik ekstrim dari peseteruan kelompok pro
Kubu pro live berargumen bahwa setiap manusia termasuk yang belum lahir
memiliki hak untuk hidup, dan hak seseorang untuk hidup merupakan bagian dari
bahwa seorang perempuan berhak menentukan pilihan atas tubuhnya, dan hak
menentukan pilihan adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi. Kubu pro
choice semakin menguat bukan saja di Amerika melainkan juga di dunia pada
masa Bill Clinton berkuasa. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat pada waktu
kepada klinik-klinik aborsi yang kemudian dihentikan pada masa George W Bush
berkuasa. Selain itu pemerintah Amerika Serikat juga berhasil mensponsori dan
Bagi kelompok pro live, kehidupan dimulai pada saat konsepsi terjadi. Sehingga
klinik dan pusat medis yang menyediakan pelayanan aborsi dianggap sama
equivalent of a Nazi death camp). Di sisi lain para pro choice menganggap bahwa
kehidupan manusia dimulai pada saat kelahiran (human personhood begin later in
dengan saat ini masih belum disepakati kapan sebenarnya kehidupan manusia itu
awal kehidupan itu dimulai sejak sel telur yang dibuahi menempel pada dinding
pembentukan primitive strech yaitu lipatan ke dalam yang membentuk zygote saat
kehamilan berusia empat minggu, pada saat inilah embrio dapat dianggap sebagai
makhluk insani. Sementara Dr. Jerome Lejeune dari Universitas Rene Descartes
Paris mengatakan bahwa beberapa saat setelah 23 kromosom pria bertemu dengan
manusia yang belum dilahirkan telah diperoleh, pada saat itulah kehidupan
dalam setiap konvensi yang digelar badan dunia PBB, satu kubu dengan beberapa
negara Muslim, Amerika Latin, dan Vatikan. Di Indonesia aborsi dianggap ilegal
kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa ibu. Oleh karena itulah
37
praktek aborsi dapat dikenai pidana oleh negara. Fatwa lembaga keagamaan pun
dengan alasan medik diperbolehkan dan aborsi dengan alasan non medik
mengatur masalah aborsi ini adalah UU No. 23 Tahun 1992 Pasal 15 Ayat 1
tentang Kesehatan.
Melalui kacamata hukum hanya aborsi terapeutik saja yang dapat dianggap
legal, dan hanya boleh dilakukan oleh dokter ahli kandungan profesional
berdasarkan alasan medis yang tepat bahwa kehamilan tersebut berisiko terhadap
keselamatan sang ibu. Aborsi ini hanya dapat dilakukan atas persetujuan keluarga
pasien. Produk hukum lain mengenai aborsi adalah KUHP (Kitab Undang Undang
Hukum Pidana) Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 tentang dakwaan terhadap
pelaku serta orang yang membantu melakukan aborsi secara ilegal. Namun pasal
dalam KUHP tersebut belum dapat memberikan batasan yang jelas mengenai jenis
abortus provokatus seperti apa yang dilarang. Hal ini tentunya akan menciptakan
2.3. Remaja
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescentia, dari kepustakaan Belanda
perkembangan psikologis, yakni antara usia 12-21 tahun. Masa remaja sendiri
seorang anak telah tumbuh (puber : anak besar) dan ingin berlaku seperti orang
Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif tetapi juga mulai
aktif melakukan kegiatan dalam rangka menemukan jati diri dan pedoman
hidupannya.
Pada masa ini seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya, ia sudah
mulai membuat rencana kehidupan serta mulai memilih dan menentukan jalan
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih
remaja antara 10-20 tahun, bila pada usia tersebut telah menikah maka masuk
dalam kategori dewasa, sebaliknya bila pada usia 20 tahun masih bergantung pada
orang tua, maka masih dikategorikan sebagai remaja. WHO juga membagi kurun
usia remaja dalam dua bagian, yaitu remaja awal usia 10-15 tahun dan remaja
Menurut BKKBN (1998) terdapat tiga perubahan dasar yang terjadi pada
tingkah laku.
1. Perubahan Jasmani
d. Tumbuh rambut disekitar alat kelamin, kaki, tangan, dada, ketiak dan wajah
e. Buah zakar menjadi lebih besar dan kalau terangsang dapat ejakulasi
2. Perubahan Kejiwaan
Timbul rasa tertarik pada lawan jenis, bagi remaja wanita ingin mempercantik
kejiwaan lain yang remaja rasakan biasanya adalah tidak percaya diri (rendah
diri, malu, cemas, dan bimbang) remaja menjadi salah tingkah saat menyukai
lawan jenis.
Pada usia remaja mereka akan lebih senang berkumpul di luar rumah, lebih
sering membantu orang tua, ingin menonjolkan diri, kurang pertimbangan. Hal
ini menyebabkan remaja mudah terpengaruh teman. Untuk remaja yang wanita,
saat menjelang haid biasanya menjadi perasa, mudah sedih, marah, dan cemas
tanpa alasan.
adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang
3. Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women)
Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada pengakuan
hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara
bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, pengaturan jarak kelahiran,
fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat ini tidak
semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan, namun juga sehat
secara mental dan sosio kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi
agar memiliki informasi yang benar tentang proses reproduksi dan berbagai faktor
yang ada didalamnya. Dengan informasi yang benar diharapkan remaja memiliki
berusaha memahami dimensi psikis dari manusia dalam proses pembelajaran dan
Salah satu area yang menjadi bahasan dalam psikologi pendidikan adalah
fungsi ingatan manusia. Secara teoritis dapat dibedakan tiga aspek yang bekerja
mereproduksi
Human
kesan
Brain
menyimpan
Gambar 2.2. Proses Fungsi Ingatan Manusia
kesan
1. Menerima Kesan
Menerima semua bentuk kesan atau informasi melalui panca indera baik itu
2. Menyimpan Kesan
3. Mereproduksi Kesan
Mengeluarkan kesan atau informasi yang telah disimpan dalam ingatan baik
Banyak sekali definisi yang diberikan oleh ahli dari berbagai disiplin ilmu
practice. Definisi lain diberikan oleh Hilgard (1948) yang menyebutkan learning
Dari beberapa definisi yang dipaparkan oleh ahli-ahli dengan latar belakang
1. Belajar dapat membawa perubahan pada individu baik secara aktual maupun
potensial.
3. Perubahan yang didapatkan dari proses belajar terjadi karena usaha, baik itu
ataupun tidak. Keberdaan dari kesan-kesan tersebut tidak selalu kita sadari, ada
kalanya kesan-kesan tersebut hanya sedikit dan tersimpan di bawah alam sadar
manusia. Tetapi kesan-kesan yang berada di bawah alam sadar ini tidaklah hilang,
melainkan bersifat laten dan memiliki potensi untuk muncul kembali di alam
sadar kita. Tiap kesan yang berada dalam alam sadar kita memiliki kekuatan yang
berbeda, semakin kuat kesan maka semakin besar perannya dalam menentukan
1. Jelas atau tidaknya kesan yang pertama kali diterima oleh kesadaran. Semakin
jelas suatu kesan yang diterima maka semakin kuat berada dalam alam sadar
2. Frekwensi dari kesan yang diterima dalam kesadaran manusia. Semakin sering
suatu kesan masuk dalam kesadaran maka semakin kuat kesan tersebut berada
pengetahuan (kognitif) kemudian diikuti oleh perubahan sikap (afektif) dan yang
KAP. Juga dikenal sebagai fungsi domain perilaku KAP - B (Knowledge Attitude
Practice - Behavior).
elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah
atau stimulus yang memunculkan pendapat atau keyakinan yang berbeda dan
2.5.1. Pengetahuan
konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dengan segala isinya
46
1. Tahu (to know), yaitu kemampuan untuk mengingat kembali materi pelajaran
dalam komponen yang lebih kecil namun tetap sebagai kesatuan yang utuh.
2.5.2. Sikap
Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert
Spencer tahun 1862, yang diartikan sebagai status mental seseorang. Sejumlah
ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, Charles Osgood menyatakan
bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang mana dapat
situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial
sikap sebagai konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami dan merasakan suatu obyek. Secord dan Backman
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sesuatu yang
telah diyakini akan menjadi suatu stereotipe pada individu tersebut, sehingga
pikirannya selalu terpola. Misalnya, bila individu percaya bahwa prostitusi adalah
sesuatu yang buruk maka kepercayaan tersebut akan selalu terpola pada
berperilaku yang ada dalam diri seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang
perasaan yang relatif tetap terhadap suatu kategori obyek, orang, atau situasi
yang selalu memasukan aspek penilaian, artinya sikap selalu dapat ditafsirkan
sebagai baik dan buruk atau positif dan negatif (Green, 1980).
48
2.5.3. Perilaku
keinginan yang dalam pelaksanaannya dibatasi oleh norma dan nilai yang ada di
suatu hal yang dinyatakan dalam bentuk perbuatan. Bentuk perilaku bisa dinilai
secara positif atau negatif tergantung pada standar nilai yang berlaku pada saat itu
(Notoatmodjo, 2003).
1. Respon Pasif
Merupakan respon internal yang terjadi di dalam diri individu yang tidak dapat
terlihat secara langsung, misalnya berfikir, persepsi, dan sikap yang masih
2. Respon Aktif
Bentuk respon yang dapat dilihat atau diobservasi secara langsung, berupa
essentially health people. Definisi ini sejalan dengan konsep promosi kesehatan
49
yang berfokus pada upaya untuk mendapatkan keadaan yang lebih sehat. Jhonson
sebagai kelompok yang perlu diberikan program promosi kesehatan. Hal ini
identik dengan definisi promosi kesehatan yang diberikan oleh Krueter dan Dwore
masyarakat), sektor swasta (para profesional dan dunia usaha), serta publik
(negara dan daerah) dalam mendukung praktek kesehatan yang positif sehingga
menjadi tata nilai dan budaya baru (Simon Morton et al, 1995).
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini
kebiasaan yang sehat sebagai akibat dari pengalaman yang diperolehnya. Definisi
pendidikan kesehatan lain juga dikemukakan oleh Griffits (1972), yaitu upaya
kenyataan kesehatan yang ada pada masyarakat menjadi dasar bagi President
sebagai penggunaan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan rencana,
2.7. Komunikasi
satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas
komunikator, pesan, dan komunikan, dan elemen lain yang sering menjadi bagian
dalam proses komunikasi adalah media dan umpan balik (Soehoet, 2003).
1. Komunikator
2. Pesan
Materi atau gagasan yang dikomunikasikan antar pihak yang terlibat dalam
3. Media
4. Komunikan
5. Umpan Balik
Tanggapan (feedback) atas pesan oleh komunikan kepada komunikator baik itu
1. Komunikasi Informatif
informasi atau penjelasan. Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan agar
2. Komunikasi Intruksional
pesan sama dengan yang terjadi pada komunikasi informatif, tetapi di sini
dengan komunikan.
3. Komunikasi Persuasif
komunikasi jenis ini lebih jauh lagi, yaitu mengajak komunikan untuk
bertindak sesuai dengan isi pesan. Komunikan diberikan pandangan baru lalu
diajak meneliti kembali kerangka acuan tindakan dan pola perilakunya selama
ini, pada akhirnya dipengaruhi untuk merubah kerangka acuan tindakan dan
4. Komunikasi Hiburan
yang termediasi oleh berbagai bentuk media baru. Media baru ini adalah bentuk
digital. Tumbuhnya media komunikasi baru ini juga diikuti oleh meningkatnya
Communication. Yang menjadi fokus perhatian pada teori ini adalah prinsip
transmisi informasi.
mesin, di mana komunikasi manusia dianggap bekerja dengan cara yang sama.
ide yang ada di dalam benak komunikator (source) pada mulanya diubah menjadi
separangkat kode tertentu (decode). Ide ini diubah menjadi seperangkat sinyal
(signal) yang dikirim melalui pengirim sinyal (transmiter). Sinyal tersebut bisa
berupa suara melalui mulut kita, tulisan melalui surat, pesan singkat melalui SMS,
“...in oral speech the information source is the brain, the transmitter
is the voice mechanism producing the varying air pressure (signal)
which is ttransmitted through the air (channel)...” (Yearry, 2008
online).
54
oleh receiver yang dimiliki oleh komunikan. Bila suara atau kata-kata yang
adalah receiver bagi komunikan. Receiver inilah yang bertugas untuk mengolah
kembali (encode) sinyal suara menjadi seperangkat ide yang akan dipersepsikan
transmitted received
message message
signal signal
Information
Transmitter Receiver Destination
Source
penyandian penginterpretasian
pesan pesan
Noise
Source
komunikasi Shannon Weaver yang muncul pada tahun 1949 sebagai perpaduan
gagasan Claude E. Shannon dan Warren Weaver. Pada tahun 1948 Shannon
digunakan secara lebih efisien. Latar belakang keahlian teknik matematis tampak
dalam penekanan teori ini. Faktor utama dalam keberhasilan komunikasi adalah
bukan pada pesan atau makna yang disampaikan (mazhab semiotika), tetapi lebih
pada jumlah sinyal yang diterima dalam proses transmisi pesan (Arni, 1995).
55
Dalam komunikasi manusia yang menjadi sumber informasi adalah otak. Pada
otak terdapat kemungkinan pesan yang tidak terbatas jumlahnya. Tugas utama
dari otak adalah menghasilkan suatu pesan atau suatu set kecil pesan dari
suara dan dihubungkan dengan otot serta organ tubuh lain yang terlibat dalam
suatu sandi yang cocok dengan transmitter. Dalam komunikasi tatap muka
sinyal yang cocok dengan organ suara adalah kata-kata. Sinyal yang cocok
dengan otot tubuh dan indera adalah anggukan kepala, sentuhan, gerak tubuh,
serta kontak mata. Pada komunikasi yang menggunakan mesin terdapat alat
yang digunakan sebagai perluasan dari indera, penyandian pesan yang berasal
perluasan dari suara atau televisi yang merupakan perluasan dari mata.
menggunakan organ suara dan otot tubuh. Penerima (receiver) dalam hal ini
56
6. Tujuan (Destination)
manusia yang menerima pesan berupa, ingatan, ide, gagasan, atau pemikiran
“sudah makan belum...?” menurut teori ini dapat diprediksi respon apa atau
informasi apa yang bisa kita dapatkan dari komunikan atas pesan tersebut. Kita
persen kemungkinan muncul jawaban “belum” dari komunikan. Maka teori ini
Jika Claude Shannon hanya memfokuskan diri pada perihal seberapa akurat
pesan mampu terkirimkan, maka Weaver menjadikan cakupan teori ini menjadi
lebih luas. Hingga kemudian teori ini manpu membahas dimensi semantik dan
efektifitas dalam praktek komunikasi. Perspektif teori ini menjadi landasan yang
kuat bagi perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri dan semakin mempertegas
proses komunikasi.
diinginkan
diinginkan
bahwa efektifitas komunikasi dapat dihitung dan diukur secara matematis maka
komunikasi dapat dipakai sebagai alat kontrol. Karena pesan komunikasi dapat
58
pemikiran dan membentuk nilai orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan,
dan dijadikan alat penyampai pesan yang efektif guna mencapai tujuan tertentu
secara positif perilaku sasaran dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode
isi pernyataan (message) dari komunikator sampai kepada komunikan atau proses
1. Media Audio
Media audio adalah instrumen yang dapat menghasilkan bunyi atau suara. Jadi
2. Media Visual
Media visual yaitu intrumen yang dapat memperlihatkan bentuk visualisasi dari
obyek, yang kita kenal sebagai alat peraga. Instrumen visual atau alat-alat
a. Alat visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan, seperti gambar
balik, grafik, diagram, bagan, poster, gambar hasil cetak saring, dan foto.
b. Alat visual dua dimensi pada bidang yang transparan, seperti slide, film
c. Alat visual tiga dimensi. Disebut tiga dimensi karena mempunyai ukuran
panjang, lebar dan tinggi, seperti model, contoh barang atau specimen, dan
Media audio visual adalah instrumen yang dapt didengar (audible) dan dapat
dilihat (visible). Jadi media audio visual adalah suatu media yang digunakan
kecil, mampu menarik dan merangsang perhatian sasaran, desain pesan informatif
dan tidak bermakna ganda, efektif dan berdayaguna bagi sasaran, mampu
mendorong sasaran untuk belajar secara lebih positif, tepat waktu dan aktual
BAB 3
Practice
Intervention
Behavior
diteliti
Perilaku Aborsi
tidak diteliti
ini didesain dengan mengadopsi model teori perilaku dari Lawrence W. Green
1. Lawrence W. Green
a. Predisposing Factors
Faktor pendorong yang melekat pada diri siswa dan berpotensi untuk
b. Enabling Factors
c. Reinforcing Factors
masalah aborsi.
ikut diteliti, namun dibatasi pada pengukuran perubahan tingkat pengetahuan dan
tentang aborsi yang didesain dan disampaikan melalui penggunaan fasilitas SMS
ini sendiri merupakan pilot research di mana untuk penelitian sejenis khususnya
pada bidang ilmu kesehatan masyarakat belum pernah dilakukan, karena itu
4. Kontrol penerimaan pesan SMS aborsi pada sasaran dilakukan hanya melalui
5. Desain pesan kesehatan melalui media SMS merupakan sebuah desain yang
tertentu sebelumnya, dan sasaran mampu secara aktif untuk mencari informasi
7. Bentuk intervensi melalui media SMS ini bersifat satu arah dan tidak
BAB 4
METODE PENELITIAN
Interventio
Pretest Posttest
n
Experiment Group X Xi X
Control Group X X
penelitian juga dilakukan FGD (Focus Group Discussion) dan indepth interview,
kesehatan konvensional mengenai aborsi yang telah sampai pada siswa selaku
SMS pada seluler sebagai media promosi kesehatan khususnya aborsi (FGD).
Control Group
Pretest Pretest
Posttest Posttest
5. Dilakukan analisis data hasil pretest posttest untuk ke dua kelompok, siswa
1. Lokasi Penelitian :
2. Waktu Penelitian :
Populasi pada studi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP
Negeri 26 Surabaya yang berjumlah 358 siswa dan siswa kelas VIII SMP Negeri
20 Surabaya yang berjumlah 278 siswa baik laki-laki maupun perempuan, tahun
ajaran 2008/2009.
67
Menurut Gay, jumlah sampel minimum yang dapat diterima untuk studi
dengan 30 subyek per kelompok, yang disesuaikan dengan tujuan dan maksud
maka penentuan besar sampel dan pemilihan unit sampel untuk setiap kelompok
dari 284 siswa (79,3%) yang menggunakan handphone, pada total 358 siswa
dari 215 siswa (77,4%) yang menggunakan handphone, pada total 278 siswa
Informan indepth interview dan FGD dipilih berdasarkan nilai hasil pretest
posttest, dengan kriteria siswa yang memperoleh nilai terendah, nilai tertinggi,
dan siswa dengan selisih nilai pretest posttest terbesar untuk variabel
pengetahuan.
Dalam penelitian quasi experimental ini terdapat dua variabel yang terbagi
- Baik
nilai ≥ 76
- Cukup
nilai 51 s/d 75
- Buruk
nilai ≤ 50
2. Sikap Kecenderungan Multiple Ratio 20 pertanyaan
atau pandangan Choices menggunakan
responden Questioner Likert Scale :
terhadap aborsi
8 favorable
4 = SS
3 = S
2 = TS
1 = STS
12 unfavorable
1 = SS
2 = S
3 = TS
4 = STS
- Anti aborsi
69
nilai ≥ 61
- Ambivalent
nilai 31 s/d 60
- Pro aborsi
nilai ≤ 30
No. Variabel Definisi Pengukuran Skala Kriteria
3. Perubahan Perubahan Multiple Ordinal Selisih hasil
tingkat tingkat Choices pretest dan
pengetahuan pengetahuan Questioner posttest :
responden
mengenai aborsi - Naik
yang diukur bila pre < post
melalui - Tetap
perbedaan hasil bila pre = post
pretest dan - Turun
posttest bila pre > post
4. Perubahan sikap Perubahan sikap Multiple Ordinal Selisih hasil
responden Choices pretest dan
terhadap aborsi Questioner posttest :
yang diukur
melalui - Berubah (+)
perbedaan hasil bila pre < post
pretest dan - Tetap
posttest bila pre = post
- Berubah (-)
bila pre > post
5. Efektifitas Kemampuan Multiple Dikatakan
pemanfaatan SMS pada Choices efektif bila
SMS pada seluler sebagai Questioner setelah pretest
seluler dalam : media promosi dan posttest
kesehatan, dilakukan :
dalam :
diberikan oleh
responden
terhadap
penggunaan
seluler sebagai
media promosi
kesehatan
No. Variabel Definisi Pengukuran Skala Kriteria
7. Pendapat dan Segala bentuk Indepth
pandangan pendapat dan Interview
tentang aborsi pandangan yang
dimiliki oleh
responden
terhadap aborsi,
baik positif atau
negatif :
- Pandangan - Pandangan
positif responden
terhadap yang anti
- -
aborsi atau
menolak
tindakan
aborsi
- Pandangan
negatif - Pandangan
terhadap responden
aborsi yang pro
atau
menerima
tindakan
aborsi
8. Program dan Segala bentuk Indepth
media promosi program Interview
kesehatan kesehatan terkait
konvensional aborsi dengan
penggunaan - -
media non
seluler yang
telah sampai
pada responden
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah menjalani uji validitas
dan reliabilitas dengan menggunakan 10 orang responden (siswa SMP). Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa kuesioner ini telah valid dan reliabel untuk
validitas dan reliabilitas eksternal untuk setiap item pertanyaan kuesioner baik
untuk variabel pengetahuan maupun variabel sikap dapat dilihat pada lembar
lampiran 12.
besar dari nilai koefisien korelasi r table 0,632 (α = 0,05 dan n = 10).
Nilai Cronbach’s Alpha untuk sikap adalah 0,969 (96,9%), lebih besar dari
telah sampai pada siswa serta eksplorasi lebih dalam pendapat dan pandangan
eksperimen.
bentuk tabulasi frekuensi untuk nilai mean dan persentase perubahan hasil pretest
posttest. Sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
pretest dan posttest responden, komparasi nilai mean beda hasil pretest posttest
(control group).
Test)
H0 : tidak ada perbedaan bermakna antara sampel satu dengan yang lain
2. Komparasi nilai mean beda hasil pretest posttest (2 Paired Samples T Test)
H0 : tidak ada perbedaan bermakna antara sampel satu dengan yang lain
1. Bentuk dan sifat intervensi SMS yang dimaksud adalah one way SMS
74
b. 2 SMS per hari pada 15 hari pertama dan kemudian diulang lagi 2 SMS per
c. Waktu pengiriman pesan SMS (SMS 1 pukul 13.00 WIB dan SMS 2 pukul
18.00 WIB)
d. Untuk mengetahui apakah SMS telah sampai pada responden atau tidak
Media intervensi (pesan SMS) dalam penelitian ini telah di uji coba pada 10
pernyataan benar salah, masing-masing pernyataan mewakili tiap item pesan SMS
(30 SMS).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa instrumen pesan SMS telah valid dan
reliabel untuk digunakan sebagai media intervensi penelitian. Hasil lengkap uji
validitas media intervensi penelitian dapat dilihat pada lembar lampiran 11.
75
Kelompok Kelompok
Uji Homogenitas
Eksperimen Kontrol
Pretest Pretest
Posttest Posttest
Analisis Hasil
Pretest Posttest
Indepth Indepth
Interview Interview
Focus Group
Discussion Pasca Eksperimental
76
M3 M4 M1 M2 M3
Pra Eksperimental
dilakukan saat
1. Studi Pendahuluan pembuatan
proposal
2. Penetapan dilakukan saat
Populasi dan pembuatan
Sampel proposal
Eksperimental
pemilihan sampel
untuk kelompok
1. Sample Selection
eksperimen dan
kontrol
dilakukan pada ke
dua kelompok
2. Pretest
(eksperimen dan
kontrol)
dilakukan dengan
memanfaatkan
3. Uji Homogenitas
hasil pretest pada
ke dua kelompok
4. Intervention dilakukan hanya
pada kelompok
77
eksperimen
pengiriman 2
SMS per hari (15
- SMS Tahap 1 hari pertama)
dengan total 30
SMS
pengiriman ulang
2 SMS per hari
- SMS Tahap 2 (15 hari ke dua)
dengan total 30
SMS
dilakukan pada ke
dua kelompok
5. Posttest
(eksperimen dan
kontrol)
analisis hasil
6. Pretest Posttest pretest posttest
Analysis pada ke dua
kelompok
Waktu Pelaksanaan
M3 M4 M1 M2 M3
Pasca Eksperimental
dilakukan pada
responden terpilih
1. Indepth Interview dari kelompok
eksperimen dan
kontrol
dilakukan pada 6
2. Focus Group responden terpilih
Discussion dari kelompok
eksperimental
Pelaporan Penelitian
dilaksanakan
setelah penelitian
1. Laporan Final
lapangan selesai
dilakukan
78
BAB 5
Perubahan Sikap Remaja mengenai Aborsi” ini dilaksanakan di dua lokasi, yaitu
yang didesain dan dikirimkan melalui pemanfaatan media SMS (Short Messaging
Service) pada seluler. Sedangkan pada lokasi penelitian berikutnya, yakni SMPN
kelompok kontrol ini tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti responden
melalui SMS ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas SMS pada
mulai beroperasi semenjak tahun 1983 ini merupakan institusi pendidikan negeri
Surabaya untuk perolehan nilai hasil UNAS SMP tahun 2008 dengan rata-rata
nilai 8,21.
Luas lahan total yang dimiliki oleh SMPN 26 Surabaya adalah ± 12.879 m2
dengan bangunan fisik seluas ± 7.411 m2 dan tanah kosong seluas ± 5.468 m2 yang
1. Hubungan kerja sama yang baik dan harmonis antara pihak sekolah dengan
4. Sarana penunjang lain seperti tempat ibadah, koperasi sekolah, fasilitas parkir,
Pada tahun ajaran 2008/2009 ini jumlah staf pengajar yang dimiliki oleh
administratif, yang membimbing dan melayani total 1.057 siswa (342 siswa kelas
VII, 358 siswa kelas VIII, dan 357 siswa kelas IX).
Tabel 5.1. Distribusi SDM dan Siswa Didik SMP Negeri 26 Surabaya Tahun
Ajaran 2008/2009
Distribusi Tenaga Pendidik
Status Pegawai
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tetap Tidak Tetap
S2 5 - 5
Sarjana 58 7 65
D3/Sarmud 2 1 3
PGSMTP/D1/SLTA 3 - 3
Jumlah 68 8 76
Distribusi Tenaga Administrasi
Status Pegawai
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tetap Tidak Tetap
Sarjana 1 5 6
D1/SLTA 2 8 10
SLTP - 1 1
SD - 2 2
Jumlah 3 16 19
Distribusi Siswa Didik
Jenis Kelamin
Kelas Jumlah Kelas Jumlah Siswa
L P
VII 9 147 195 342
81
keberadaan ruang belajar utama, ruang tenaga pengajar, dan ruang pendukung lain
guna memenuhi kebutuhan belajar mengajar siswa. Walaupun kondisi fisik sarana
dan prasarana belajar siswa relatif baik namun terdapat beberapa fasilitas yang
kondisinya rusak dan berada dalam masa perbaikan, atau menunggu untuk diganti
19. WC Siswa 5 5 - -
20. Gudang 3 2 - 1
21. Ruang Ibadah 1 1 - -
22. Pos dan Rumah Penjaga Sekolah 1 1 - -
23. Lapangan Olahraga 1 1 - -
24. Kantin Pujasera 4 3 1 -
25. Lahan Parkir 2 2 - -
Jumlah Fasilitas Ruang 64 54 7 3
Sumber : Data Sekunder SMPN 26 Surabaya 2009
tidak sebaik SMPN 26 Surabaya, namun SMPN 20 juga memiliki nilai hasil
UNAS dalam kategori yang cukup baik, dengan rata-rata nilai 7,54 pada tahun
2008.
Institusi pendidikan negeri ini berdiri pada lahan seluas ± 9.139 m 2 dengan
luas bangunan fisik ± 6.709 m2 dan pemilikan tanah kosong seluas ± 2.430 m2
yang direncanakan untuk pembangunan kelas dan fasilitas gedung serba guna
pendidik yang didukung oleh 11 tenaga administratif, dengan total 809 siswa (263
siswa kelas VII, 278 siswa kelas VIII, dan 268 siswa kelas IX) pada tahun ajaran
2008/2009.
Tabel 5.3. Distribusi SDM dan Siswa Didik SMP Negeri 20 Surabaya Tahun
Ajaran 2008/2009
Distribusi Tenaga Pendidik
Status Kepegawaian
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tetap Tidak Tetap
83
S2 4 - 4
Sarjana 51 9 60
D3/Sarmud 2 - 2
D2 1 - 1
PGSMTP/D1/SLTA 1 - 1
Jumlah 59 9 68
Distribusi Tenaga Administrasi
Status Kepegawaian
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tetap Tidak Tetap
Sarjana 1 2 3
D3/Sarmud - 1 1
D1/SLTA 3 2 5
SLTP 1 1 2
Jumlah 5 6 11
tidak selengkap dan sebaik fasilitas yang dimiliki SMPN 26. Fasilitas gedung
serba guna misalnya, sampai saat ini SMPN 20 masih belum memilikinya dan
baru pada tahap perencanaan untuk pembangunan. Keberadaan dan kondisi fisik
sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang dimiliki oleh SMPN 20 dapat
1. Ruang Kelas 21 12 7 2
2. Laboratorium IPA 1 1 - -
3. Laboratorium Bahasa 1 1 - -
4. Laboratorium Komputer 1 1 - -
5. Ruang Perpustakaan 1 1 - -
6. Ruang Seni dan Ketrampilan 1 1 - -
7. Ruang UKS 1 1 - -
8. Ruang BP/BK 1 1 - -
9. Ruang Kepala Sekolah 1 1 - -
10. Ruang Guru 1 1 - -
11. Ruang TU 1 1 - -
12. Ruang OSIS 1 - 1 -
13. Hall Looby 1 1 - -
14. Koperasi 1 1 - -
15. WC Siswa 5 3 1 1
Kondisi
No. Fasilitas Jumlah Rusak Rusak
Baik
Ringan Berat
16. WC Guru 1 1 - -
17. Gudang 1 1 - -
18. Ruang Ibadah 1 1 - -
19. Pos dan Rumah Penjaga Sekolah 1 1 - -
20. Lapangan Olahraga 1 1 - -
21. Kantin Pujasera 3 3 - -
22. Lahan Parkir 1 1 - -
Jumlah Fasilitas Ruang 48 36 9 3
Sumber : Data Sekunder SMPN 20 Surabaya 2009
kegiatan belajar mengajar yang dimiliki SMPN 20 Surabaya tidak sebaik dan
Surabaya. Begitu juga dengan jumlah tenaga pendidik maupun non pendidik, di
mana SMPN 26 memiliki 8 orang staf pengajar 8 dan staf administrasi lebih
banyak dari tenaga yang dimiliki oleh SMPN 20. Tentu saja hal ini juga
memiliki 248 siswa lebih banyak dari siswa yang ada di SMPN 20. Namun dalam
hal kelulusan ke dua SMPN ini memiliki angka yang sama, yaitu 100 % kelulusan
maupun kelompok kontrol merupakan siswa kelas VIII SMP yang rata-rata berada
pada usia 13-14 tahun (96,7%). Distribusi responden berdasarkan tempat tinggal
laki-laki dan 18 siswa perempuan, diambil secara random dari 284 siswa (79,3%)
yang mengaku memiliki handphone secara pribadi dari total 358 siswa kelas VIII
SMPN 26. Sedangkan untuk responden kelompok kontrol (SMPN 20) walaupun
random dari 215 siswa (77,4%) yang mengaku menggunakan handphone dalam
kesehariannya dari total 278 siswa kelas VIII SMPN 20, responden kelompok ini
dan nilai ρ (probabilitas) untuk variabel sikap adalah 0,234 > α (0,05).
untuk variabel pengetahuan dan sikap responden pada ke dua kelompok sebelum
homogen. Melalui hasil uji normalitas, diketahui data (pengetahuan dan sikap)
responden pada ke dua kelompok berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas dan
5.2.1. Variabel
Pengetahuan
Dari data penelitian diketahui bahwa hasil pretest sebelum perlakuan antara
menunjukkan perbedaan yang berarti. Nilai mean hasil pretest antara ke dua
kelompok relatif setara, yaitu 54,9 (experiment) dan 53,7 (control) dengan selisih
1,2 point. Berdasarkan nilai rata-rata hasil pretest ini maka tingkat pengetahuan
Test dengan tingkat kemaknaan 5% (α = 0,05). Dari uji statistik ini didapatkan
Nilai ρ (0,607) > α (0,05), maka H0 diterima. Artinya tidak ada perbedaan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada grafik berikut.
yang cukup berarti. Nilai rata-rata (mean) yang diperoleh berdasarkan hasil
posttest antara ke dua kelompok relatif berbeda, yaitu 76,3 untuk experiment
group dan 55,3 untuk control group. Selisih nilai rata-rata antara ke dua kelompok
Dari hasil posttest ini dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan mengenai
aborsi untuk responden pada kelompok eksperimen berada pada kategori “baik”
89
Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa nilai ρ (0,000) < α (0,05),
maka H0 ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan yang cukup bermakna antara
Berikut ini adalah data hasil posttest untuk variabel pengetahuan responden
nilai posttest yang didapatkan oleh responden pada kelompok eksperimen (dengan
perlakuan) dan nilai posttest yang didapatkan oleh reponden pada kelompok
terhadap aborsi. Nilai mean hasil pretest pada kelompok eksperimen adalah 60,8
91
sementara nilai mean untuk kelompok kontrol adalah 58,3. Selisih nilai mean
Variabel Sikap
Hasil uji
statistik di atas menunjukkan bahwa nilai ρ (0,234) > α (0,05), maka H0 diterima.
Yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara sikap reponden
Grafik distribusi hasil pretest untuk variabel sikap sebelum perlakuan antara
berikut.
mean yang cukup berbeda. Nilai rata-rata hasil posttest yang diperoleh kelompok
eksperimen adalah 64,8 sedangkan nilai rata-rata hasil posttest yang diperoleh
kelompok kontrol adalah 57,2. Selisih nilai rata-rata antara ke dua kelompok ini
Perbedaan yang cukup besar untuk nilai mean hasil posttest variabel sikap
kontrol setelah diberikan intervensi (posttest) ini diperkuat dengan uji statistik
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai ρ (0,003) < α (0,05), maka H0 ditolak.
Artinya terdapat perbedaan yang cukup bermakna antara sikap responden pada
intervensi diberikan.
94
Grafik berikut merupakan data hasil posttest untuk variabel sikap responden
Perbedaan yang cukup bermakna dapat terlihat pada perolehan hasil posttest
kontrol.
cukup berarti. Nilai rata-rata hasil pretest (sebelum intervensi) untuk variabel
pengetahuan adalah 54,9 dan nilai ini naik 21,4 point menjadi 76,3 pada saat
95
intervensi berada pada kategori “cukup” (51-75), dan berubah menjadi kategori
Uji beda hasil pretest posttest variabel pengetahuan sebelum dan sesudah
T Test dengan tingkat kemaknaan 5% (α = 0,05). Dari uji statistik ini didapatkan
eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada grafik berikut.
96
Namun untuk nilai mean hasil pretest posttest variabel sikap pada kelompok
yang cukup mencolok. Nilai mean hasil pretest posttest variabel sikap pada
kelompok ini hanya memiliki perbedaan 4,0 point, di mana rata-rata nilai pretest
Walaupun nilai mean hasil pretest posttest untuk variabel sikap pada
responden kelompok eksperimen tidak berbeda jauh, namun hasil tersebut telah
dari kategori bersikap “ambivalent” atau “tidak menentu” (31-60) terhadap aborsi
97
dilakukan intervensi.
Melalui hasil uji statistik di atas diketahui bahwa nilai ρ (0,001) < α (0,05),
diberikan.
Hasil lengkap distribusi hasil pretest posttest untuk variabel sikap sebelum
dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dapat dilihat melalui
Melalui grafik di atas dapat dilihat perbedaan hasil pretest posttest untuk
diberikan perlakuan.
nilai mean hasil prertest posttest (tanpa intervensi) variabel pengetahuan pada
kelompok kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Nilai rata-rata hasil
pretest yang diperoleh untuk variabel pengetahuan adalah 53,7 dan berubah
menjadi 55,3 pada saat posttest, dengan selisih perbedaan 1,6 point.
99
pengetahuan mengenai aborsi untuk responden kelompok kontrol baik itu pada
saat pretest maupun posttest tanpa diberikan perlakuan, berada pada kategori
“cukup” (51-75).
diperkuat dengan hasil uji beda statistik menggunakan 2 Paired Samples T Test,
5% (α = 0,05).
Melalui hasil uji statistik didapatkan nilai ρ (0,142) > α (0,05), maka H0
diterima. Dapat diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk
pengetahuan responden kelompok kontrol baik pada saat pretest maupun posttest
Berikut ini adalah distribusi hasil pretest posttest variabel pengetahuan pada
Sementara untuk nilai mean hasil pretest posttest variabel sikap pada
kelompok kontrol (tanpa intervensi), juga tidak memiliki perbedaan yang cukup
berarti. Bahkan terdapat penurunan hasil pretest posttest untuk variabel sikap pada
kelompok ini, di mana rata-rata nilai pretest adalah 58,3 dan turun menjadi 57,2
kelompok ini dapat dikategorikan masih memiliki sikap yang “ambivalent” atau
sebesar 0,131.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai ρ (0,131) > α (0,05), maka H0
diterima. Artinya tidak ada perbedaan yang bermakna untuk sikap responden
kelompok kontrol baik pada saat pretest maupun posttest tanpa diberikan
intervensi.
Data distribusi nilai mean hasil pretest posttest (tanpa perlakuan) untuk
variabel sikap pada responden kelompok kontrol dapat dilihat melalui grafik
berikut ini.
102
posttest untuk variabel sikap pada responden kelompok kontrol (tanpa intervensi).
masalah aborsi ditinjau melalui dua aspek, yaitu pengetahuan dan sikap yang
(kenaikan) nilai mean hasil pretest posttest pada kelompok yang mendapatkan
hasil pretest (sebelum intervensi) dan posttest (setelah intervensi) untuk variabel
100
Nilai Mean Hasil Pretest Posttest
80
60
64,8
60,8
76,3
54,9
53,7
55,3
58,3
57,2
40
20
Ai A Ki K K Ki A Ai
Experiment Group Control Group
A : Hasil Pretest Variabel Sikap
Ai : Hasil Posttest Variabel Sikap
K : Hasil Pretest Variabel Pengetahuan
Ki : Hasil Posttest Variabel Pengetahuan
Perbedaan nilai mean dan persentase perubahan hasil pretest posttest untuk
Experiment Group
Nilai Mean Persen
Variabel Intervensi Indikator Efektif
Pre Post Selisih (%)
Knowledge 54,9 76,3 21,4 up 38,9 ada ≥ 10% ya
Attitude 60,8 64,8 4,0 up 6,6 ada ≤ 10% tidak
Control Group
Nilai Mean Persen
Variabel Intervensi Indikator Efektif
Pre Post Selisih (%)
Knowledge 53,7 55,3 1,6 up 2,9 tidak - -
Attitude 58,3 57,2 1,1 down 1,9 tidak - -
Sumber : Data Primer SMPN 26 dan SMPN 20 Surabaya 2009
perubahan 38,9% untuk pengetahuan dan 6,6% untuk sikap. Sedangkan pada
kelompok kontrol peningkatan nilai mean hasil pretest posttest hanya terdapat
pada variabel pengetahuan dengan persentase perubahan 1,6%, dan untuk variabel
sikap justru terjadi penurunan nilai mean dengan persentase perubahan 1,1%.
Dari persentase perubahan nilai mean hasil pretest posttest untuk variabel
3. Hipotesis Satu
sebesar 38,9% > 10%, hipotesis satu diterima. Artinya pemanfaatan SMS
4. Hipotesis Dua
Peningkatan persentase nilai mean hasil pretest posttest untuk sikap sebesar
6,6% < 10%, hipotesis dua ditolak. Artinya pemanfaatan SMS sebagai media
interview dan FGD (Focus Group Discussion), yang dilaksanakan pada siswa
mengenai aborsi yang telah sampai pada siswa, digunakan instrumen indepth
interview (SMPN 26 dan SMPN 20). Sedangkan untuk eksplorasi lebih dalam
merupakan siswa kelas VIII SMP Negeri 26 (dua informan) dan SMP Negeri 20
106
ini mengenai aborsi hanya pada batas pengguguran bayi dalam kandungan. Alasan
yang paling sering diungkapkan oleh mereka dalam kasus-kasus yang mendasari
terjadinya aborsi adalah ketidaksiapan pelaku untuk memiliki anak karena hamil
pada usia sekolah, selain itu dikatakan bahwa korban pemerkosaan dan jumlah
anak yang terlalu banyak juga mendasari dilakukannya aborsi. Kelompok remaja
sekolah menengah dan mahasiswa dituding menjadi kelompok paling rawan dan
“...tidak mau punya anak saat masih sekolah..., juga bisa karena
diperkosa...” (Informan 2 SMPN 26 Surabaya).
Metode aborsi yang banyak diketahui oleh informan adalah pemijatan oleh
dukun beranak atau juga melalui praktek ilegal oleh dokter. Sementara untuk
sependapat bahwa tindakan aborsi memiliki konsekwensi secara etis dalam sudut
pandang sosial serta konsekwensi secara vetikal (dosa) dalam sudut pandang
alasan moral, namun terdapat juga informan yang menyatakan bahwa aborsi bisa
terhadap resiko bayi yang dilahirkan oleh orang tua yang tidak memiliki kesiapan
secara moral maupun material, atau bayi yang dilahirkan oleh keluarga yang telah
“...ga setuju..., tapi kayaknya ada juga yang boleh, jadi ya bisa boleh
bisa enggak...” (Informan 4, SMPN 20 Surabaya).
“...ya kalo orangnya masih kecil..., terus kalo orangnya sudah punya
banyak anak..., terus daripada entar anaknya terlantar gimana, kan
ibunya masih kecil...” (Informan 4, SMPN 20 Surabaya).
Walaupun dalam tingkatan tertentu informan telah memahami apa itu aborsi,
dilakukannya aborsi.
“...ga pernah tahu kalo di kehidupan nyata..., kalo yang hamil tapi ga
nikah sih pernah tahu, tapi kalo aborsi belum pernah...” (Informan 4,
SMPN 20 Surabaya).
“...kalo tempatnya ya saya mana tahu kak..., baru tahu kalo sudah
dipraktekkan....” (Informan 4, SMPN 20 Surabaya).
Media informasi publik seperti televisi dan koran justru menjadi saluran
utama dalam mendapatkan informasi mengenai aborsi. Namun informasi ini tidak
dikemas dalam kerangka edukatif, karena hanya sebatas pada liputan berita
kriminal seputar kejadian aborsi, atau juga didesain sebagai media hiburan
peran media di atas juga mampu menyentuh sisi sensitifitas emosional informan.
“...iya uda tau..., sebelom terima SMS nya mas juga uda pernah tau
tentang aborsi..., taunya dari teve, dari majalah juga ada..., tapi
emang kebanyakan tau aborsi dari teve...” (Informan 1, SMPN 26
Surabaya).
Televisi dan koran menjadi sumber informasi utama tentang aborsi, karena
hanya dari media inilah mereka banyak mendapatkan informasi. Aborsi sendiri
merupakan hal masih dianggap tabu oleh informan sehingga informasi tersebut
tidak pernah ditanyakan langsung kepada orang yang lebih dewasa, terutama
orang tua atau guru di sekolah. Aborsi sering hanya menjadi pembicaraan ringan
109
antar teman sebaya, terlebih bila terdapat momentum yang memicu terjadinya
pembicaraan.
“...yang diomongin ya kok tega ada orang yang nglakuin hal kayak
gitu..., ga tau tiba-tiba aja ngomongin masalah itu, biasanya se abis
liat teve ato kalo ada orang yang ketauan hamil tapi belum kawin...”
(Informan 1, SMPN 26 Surabaya).
informasi aborsi secara mandiri. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka merasa
bahwa informasi aborsi tidak terlalu relevan dengan kebutuhannya. Selain itu
kendala rasa malu dalam mengkomunikasikan aborsi pada orang yang dianggap
lebih tahu (orang tua dan guru) juga menjadi alasan mengapa selama ini informan
“...kadang aku pengen tau aborsi itu sendiri gimana se..., tapi ya ga
pernah bener-bener nyari gitu..., mau tanya kakak juga ga enak...”
(Informan 1, SMPN 26 Surabaya).
“...yo males ae mas, soale kan gak penting..., di pelajaran juga gak
ada mas...” (Informan 3, SMPN 20 Surabaya).
informasi tentang aborsi. Rasa ingin tahu lebih banyak mengenai aborsi dan
ketidakpuasan karena selama ini informasi aborsi tidak pernah didapatkan secara
110
langsung melalui orang lain yang dianggap lebih tahu menjadi alasan
dikarenakan informasi yang didapatkan melalui media ini dianggap lebih banyak
dan lengkap, serta adanya kemudahan dalam mengaksesnya apalagi terdapat juga
FGD (Focus Group Discussion) yang melibatkan enam siswa (informan) kelas
VIII SMP Negeri 26 Surabaya. Dari hasil FGD yang dilaksanakan selama 90
menit pada hari Rabu 22 Juli 2009, didapatkan beberapa pernyataan siswa terkait
yang jelas mengenai apa itu promosi kesehatan, tetapi rata-rata telah mampu
menunjukkan contoh kegiatan atau program promosi kesehatan itu sendiri yang
111
Untuk media promosi kesehatan itu sendiri, sebagian informan juga telah
pemaparannya juga masih sangat umum, seperti media cetak dan elektronik yang
Iklan layanan SMS yang sering masuk pada handphone informan dirasakan
sedikit mengganggu, terutama bentuk pesan SMS dengan ajakan untuk bergabung
atau mendaftar (registrarsi) pada layanan tertentu dengan tarif jauh di atas tarif
SMS normal. Informan menganggap SMS seperti ini merupakan bentuk penipuan
“...tidak suka karena biasanya iklan layanan SMS itu berisi penipuan
dan menyedot pulsa hp...” (Informan 5, SMPN 26 Surabaya).
pesan aborsi yang diterimanya telah dibaca walaupun beberapa dari mereka
Pesan aborsi yang masuk pada handphone informan juga memiliki nilai
khusus bagi sebagian dari mereka. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya dari
beberapa informan untuk tetap menyimpan pesan SMS tersebut. Namun terdapat
juga dari mereka yang mengaku langsung menghapus pesan aborsi yang diterima
setelah membacanya.
113
SMS karena mereka menganggap bahwa orang lain juga berhak untuk mengetahui
informasi tersebut. Selain itu juga karena banyak pertanyaan dari pihak keluarga
Namun juga banyak dari mereka yang mengatakan bahwa informasi tersebut
tidak diberikan pada yang lain dengan alasan bahwa hal itu tidak terlalu penting
bagi mereka, atau juga karena mereka masih merasa bahwa informasi aborsi
merupakan sesuatu yang tidak wajar untuk diberitahukan kepada orang lain.
“...ya ada yang buka-buka inbox terus baca SMS nya..., ya malu sih
koq SMS nya aborsi..., sempat ditanya-tanya tapi uda tak jelasin...”
(Informan 3, SMPN 26 Surabaya).
masuknya pesan SMS aborsi pada handphone mereka, namun pengiriman pesan
bosan. Selain itu bagi sebagian informan pesan aborsi masih dianggap sedikit
Sementara untuk teknis dan desain pesan aborsi melalui media SMS sendiri,
memberikan komentar terhadap bahasa penulisan pesan. Selain itu durasi dan
frekwensi pengiriman pesan SMS juga tidak lepas dari perhatian mereka.
aborsi pada handphone mereka, sebagian dari informan mengaku berusaha untuk
mencari informasi aborsi lebih banyak melalui media lain. Rasa ingin tahu
115
mengenai aborsi dan harapan untuk memperoleh informasi aborsi secara lebih
mengenai aborsi, namun demikian informasi aborsi yang mereka dapat melalui
media internet secara garis besar relatif sama dengan informasi pada SMS yang
“...sama juga..., coba cari-cari lewat internet..., ada juga teman yang
beritahu...” (Informan 2, SMPN 26 Surabaya).
aborsi. Bagi mereka informasi dalam bentuk pesan teks SMS sedikit kurang
lebih mempermudah dalam pemahaman, selain itu juga akan lebih menarik untuk
membacanya.
nilai lebih dari penggunaan SMS sebagai media promosi kesehatan, terutama pada
“...kalo SMS itu bikin penasaran bakal SMS apalagi ya..., jadi ya
lebih seneng aja...” (Informan 3, SMPN 26 Surabaya).
“...lain kali dikirim SMS tentang narkoba..., atau SMS dunia remaja
seperti dunia cinta...” (Informan 3, SMPN 26 Surabaya).
Saran yang diberikan oleh informan selain pada desain dan teknis
pengiriman pesan, juga lebih ditujukan pada isi informasi SMS, di mana mereka
BAB 6
117
PEMBAHASAN
informasi. Efektif tidaknya suatu media dalam kegiatan promosi kesehatan tentu
saja juga bergantung pada provider, sasaran, dan informasi itu sendiri.
sesuatu yang relatif baru. Bagaimana bentuk, desain, teknis implementasi, dan
pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian berjudul “Pemanfaatan SMS pada
Penelitian ini sendiri didesain dan ditujukan untuk mengetahui sejauh mana
aborsi. Dengan subyek penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 26 dan SMP
Negeri 20 Surabaya.
Responden dalam penelitian ini baik itu experiment group dan control group
sebagian besar berada pada kisaran usia 13-14 tahun (96,7%), ini merupakan masa
pra pubertas atau masa peralihan dari kanak-kanak menuju pubertas yang diikuti
2003).
Pada remaja usia dini ini secara biologis telah dicapai kematangan fungsi
ketertarikan terhadap lawan jenis, dan secara tingkah laku mulai senang untuk
lebih banyak bergaul dan berada di luar rumah (BKKBN, 1998). Bagaimanapun
juga ini merupakan titik kritis di mana perilaku seksual beresiko mulai muncul
dan dapat berdampak pada terjadinya aborsi pada remaja. Tentu saja pendidikan
dan promosi kesehatan mengenai masalah perilaku seksual dan khususnya tentang
remaja terkait aborsi, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masalah aborsi
Resiko aborsi pada kesehatan fisik (infeksi rahim, infertility, dll) maupun
psikologis PAS (Post Abortion Syndrome) dan bahkan kematian tentu saja berada
sering menjadi pihak yang mendorong terjadinya aborsi, terlebih dengan masih
lebih melekat pada pihak perempuan pelaku aborsi daripada pihak laki-laki yang
beberapa pasal yang memuat konsekwensi normatif berupa sanksi tindak pidana
bagi pelaku serta orang yang membantu dilakukannya aborsi (ilegal). Produk
hukum yang tertuang pada KUHP Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 ini berlaku
bagi mereka baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dilakukannya aborsi
kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women), dan
keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security). Dari empat
point ini dapat dipahami terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam
(khususnya aborsi) ada pada ke dua belah pihak baik laki-laki maupun
perempuan, serta adanya pemahaman bahwa pengetahuan yang cukup dan sikap
yang positif mengenai aborsi harus dimiliki oleh remaja tanpa ada pemisahan
gender, maka studi ini dilakukan pada subyek penelitian dengan tanpa
tidak menjadi perhatian dalam penelitian ini. Namun melalui kegiatan indepth
120
memegang nilai-nilai spiritual yang juga turut berperan sebagai kontrol sikap dan
tindakan mereka sehari-hari. Sesuai yang dikatakan oleh Azwar (1995), bahwa
agama atau keyakinan spiritual dapat memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap sikap dan perilaku. Dari sini diharapkan dengan nilai spiritual (agama)
Tandes. Seperti diketahui bahwa wilayah Surabaya bagian barat yang dikenal
wilayah ini seperti Moroseneng, Kembang Kuning, Jarak, dan Dolly. Walaupun
pengaruh lingkungan sosial responden tidak ikut diteliti namun faktor lingkungan
sosial juga dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gunarsa (2003), bahwa
bersosialisasi dengan orang lain pada situasi tertentu. Lingkungan sosial sering
terkait aborsi aborsi baik SMPN 26 maupun SMPN 20 Surabaya relatif homogen
dan cukup representatif digunakan sebagai subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan
pengetahuan dan variabel sikap masing-masing sebesar 0,607 dan 0,234 yang
lebih besar dari α (0,05) yang artinya bahwa keadaan awal responden (SMPN 26
responden berasal dari SMP dengan status yang relatif setara. SMP Negeri 26 dan
yang juga berlokasi di wilayah Surabaya bagian barat. Selama ini pihak ke dua
diberikan sebatas pada Narkoba, Rokok, serta Pola Pacaran (SMPN 26), itupun
bentuk penyuluhan dan pemberian informasi oleh pihak sekolah tersebut lebih
bahwa informasi tersebut masih terlalu dini untuk siswa setingkat SMP. Bahkan
untuk pemahaman tentang perilaku seksual remaja pun juga cenderung direduksi
menjadi bagaimana pola pacaran yang baik. Tampak masih ada batasan yang kuat
antara guru dan siswa dalam mendiskusikan hal-hal yang berbau seksualitas,
informasi bagi siswa mengenai perilaku seksual remaja yang secara implisit juga
menyinggung tentang aborsi. Media informasi ini berupa VCD pengetahuan yang
secara bebas dalam ruang perpustakaan. Hal ini diketahui dari hasil FGD, dimana
dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan dua teknik pengukuran (uji
komparasi). Pertama uji perbandingan nilai mean hasil pretest dan posttest (2
berikutnya uji perbandingan nilai mean beda hasil pretest posttest (2 Paired
Practice - Behavior).
promosi kesehatan tentang perilaku aborsi pada remaja harus dimulai dengan
Sejalan dengan hal tersebut, studi ini dilakukan dengan aspek pengetahuan
berikut :
pretest pengetahuan yang tidak jauh berbeda, yaitu 54,9 untuk kelompok
eksperimen dan 53,7 untuk kelompok kontrol. Dengan nilai ρ (0,607) > α
nilai rata-rata hasil posttest pengetahuan pada ke dua kelompok. Nilai 76,3
untuk kelompok eksperimen dan 55,3 untuk kelompok kontrol. Dengan nilai ρ
(0,000) < α (0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna antara pengetahuan
(dengan intervensi) memiliki perbedaan yang cukup tinggi, yaitu 54,9 untuk
pretest dan 76,3 untuk posttest. Dengan nilai ρ (0,000) < α (0,05), yang berarti
124
intervensi.
intervensi) tidak menunjukkan banyak perbedaan, yaitu 53,7 untuk pretest dan
55,3 untuk posttest. Dengan nilai ρ (0,142) > α (0,05), yang berarti tidak ada
menurut tiga kategori, yaitu pengetahuan “kurang” (≤50) , “cukup” (51-75), dan
responden ke dua kelompok berada pada kategori “cukup”. Melalui hasil posttest,
saat ini, namun informasi tersebut ternyata dapat diserap dan disimpan dalam
mana otak manusia mampu menerima semua bentuk kesan melalui panca indera
baik disengaja atau tidak disengaja, menyimpan kesan yang telah diterima secara
sadar atau tidak sadar, dan mengeluarkan kesan yang tersimpan dalam ingatan
pengiriman pesan SMS yang sering diulang-ulang, terutama dengan jarak waktu
dimaksudkan agar informasi tersebut dapat tersimpan kuat dalam alam sadar
Sejalan dengan yang dikemukakan Hebart, bahwa potensi dari kesan dalam
alam sadar manusia bergantung pada dua hal. Pertama adalah jelas atau tidaknya
kesan yang pertama kali diterima, semakin jelas suatu kesan diterima kesadaran
maka semakin kuat berada dalam alam sadar. Berikutnya adalah frekwensi kesan
yang diterima, semakin sering suatu kesan masuk dalam kesadaran maka semakin
kuat kesan tersebut berada dalam alam sadar. Tiap kesan yang berada dalam alam
126
sadar memiliki kekuatan yang berbeda-beda, semakin kuat kesan maka semakin
kosong, juga dugaan akan adanya faktor perancu di mana selama penelitian
berlangsung responden bisa mendapatkan informasi aborsi dari sumber lain yang
dan koran. Mereka juga telah mengetahui apa dan bagaimana itu aborsi walaupun
dengan tingkat pemahaman yang berbeda-beda dan tidak terlalu luas. Sedangkan
melalui FGD diketahui bahwa beberapa informan juga mencari informasi lebih
sebelum studi dilakukan, namun hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan
untuk responden yang ternyata juga mendapatkan informasi aborsi dari sumber
tersebut relatif sama dengan informasi yang diterima melalui SMS, sehingga
127
informasi dari sumber lain tersebut hanya bersifat memperkuat informasi yang
difokuskan pada pencapaian tiga hal utama, yaitu reponden dapat mengetahui,
memahami, dan mengevaluasi segala sesuatu terkait aborsi. Tujuan ini diadopsi
dari enam domain pengetahuan Bloom (1979), yaitu to know (mengingat materi),
materi), analyze (menjabarkan materi dalam komponen yang lebih kecil namun
tetap utuh), synthesize (merangkai materi menjadi entitas baru), dan evaluation
pengetahuan, sikap, dan tindakan yang saling berinteraksi satu sama lain terhadap
sikap sendiri adalah pemicu dari tindakan nyata, dan tindakan yang telah
terhadap suatu obyek belum tentu diikuti oleh perubahan sikap individu terhadap
obyek yang sama. Cognitive Dissonance Theory dari Festinger (1957) setidaknya
pendapat atau keyakinan berbeda dan saling bertentangan dalam diri individu
aborsi yang cukup tinggi tidak diikuti oleh perubahan sikap mengenai aborsi yang
pesan SMS mengenai aborsi ternyata mampu memberikan pengaruh yang cukup
nilai rata-rata hasil pretest posttest pada variabel sikap ini tidak sebanding dengan
Test) variabel sikap antara responden pada ke dua kelompok, adalah berikut :
1. Sebelum intervensi dilakukan, nilai rata-rata hasil pretest sikap pada ke dua
kelompok tidak jauh berbeda, yaitu 60,8 untuk kelompok eksperimen dan 58,3
untuk kelompok kontrol. Dengan nilai ρ (0,234) > α (0,05), yang berarti tidak
2. Setelah intervensi dilakukan, nilai rata-rata hasil posttest sikap pada ke dua
(0,003) < α (0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna antara sikap
intervensi) memiliki perbedaan yang cukup tinggi, yaitu 60,8 untuk pretest
dan 64,8 untuk posttest. Dengan nilai ρ (0,001) < α (0,05), yang berarti ada
2. Nilai rata-rata hasil pretest posttest sikap kelompok kontrol (tanpa intervensi)
tidak menunjukkan banyak perbedaan, yaitu 58,3 untuk pretest dan 57,2 untuk
posttest. Dengan nilai ρ (0,131) > α (0,05), yang berarti tidak ada perbedaan
Sikap responden terhadap aborsi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sikap
“pro aborsi” (≤30) , “ambivalent” (31-60), dan “anti aborsi” (≥61). Melalui hasil
pretest didapatkan sikap responden pada ke dua kelompok berada pada kategori
(dengan intervensi) berubah pada kategori “anti aborsi”, sedang sikap responden
sikap ambivalent sikap anti aborsi
Experiment Group
kelompok kontrol
Pretest(tanpa intervensi) tetap berada pada kategori Posttest
“ambivalent”.
dengan intervensi
60,8 64,8
“ambivalent” menjadi “anti aborsi” sebenarnya tidak terlalu banyak berarti karena
secara kuantitas perubahan nilai rata-rata hasil pretest posttest variabel sikap
kelompok ini hanya memiliki selisih 4,0 point. Sementara hasil pretest posttest
sikap ke dua kelompok untuk kategori “ambivalent” rata-rata hanya 2,2 point
di dalam diri individu yang tidak dapat dilihat secara langsung, dan merupakan
bagian dari covert behavior. Sikap merupakan sesuatu yang sangat sulit dikontrol
dan diamati, serta membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang untuk dapat
Begitu juga dengan variabel sikap responden yang secara kuantitas tidak
relatif kurang, sikap awal responden yang sebelumnya memang telah menolak
aborsi, serta adanya perbedaan nilai maximum antara hasil tes sikap dan tes
pengetahuan (80 dan 100), ikut menjadi penyebab mengapa kuantitas perubahan
cenderung menolak, sikap ini tentu saja didasari oleh penilaian-penilaian berdasar
pada standar nilai tertentu. Keyakinan terhadap dosa maupun stigma masyarakat
menjadi alasan sikap penolakan terhadap aborsi. Hanya beberapa informan saja
yang ikut menyertakan aspek kesehatan sebagai alasan dalam penolakan tindakan
131
aborsi. Sikap anti aborsi pada informan lebih dikarenakan alasan-alasan etis,
lahir dari pengaruh nilai-nilai (norma) yang berlaku pada masyarakat dimana
informan berada. Karena pada dasarnya norma masyarakat merupakan nilai yang
ada dan dipercaya pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma masyarakat
berupa keyakinan umum yang berakar dari tradisi dan kepercayaan yang telah
memberikan batasan dalam bersikap dan bertindak bagi tiap individu yang
Dari hasil indepth interview juga ditemukan informan yang menolak aborsi
dengan alasan etis dan agama, sekaligus dapat menerima aborsi sepanjang
terdapat kondisi yang beresiko (secara ekonomi) bagi ibu dan bayi kedepannya
nanti bila kehamilan tetap dilanjutkan. Sikap ambivalent ini tentu saja merupakan
aborsi dengan menggunakan beberapa standar nilai tertentu. Nilai agama dan etis
sosial menjadi standar pertimbangan untuk ditolaknya aborsi, serta nilai ekonomi
nilai mana yang lebih berperan dalam mempengaruhi sikap informan ke depan
sebagai baik dan buruk atau positif dan negatif, tergantung oleh standar nilai yang
tertentu, serta tendensi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dengan
Sejalan dengan pendapat di atas maka dengan berbekal sikap yang relatif
lebih dekat pada pilihan anti aborsi sebagai kecenderungan potensial dalam
akan selalu dapat bertindak dan berperilaku secara positif terkait aborsi.
media audio visual (gambar dan suara). Fasilitas SMS (Short Messaging Service)
kesehatan terkait masalah abosi diukur melalui dua variabel, yaitu pengetahuan
nilai rata-rata hasil pretest posttest untuk masing-masing variabel pada kelompok
Melalui hasil pretest posttest untuk variabel pengetahuan dan variabel sikap
sebesar 38,9% (di atas 10%) untuk pengetahuan dan 6,6% (di bawah 10%) untuk
sikap. Dari persentase perubahan hasil ini didapatkan jawaban terhadap dua
hipotesis penelitian.
pengetahuan sebesar 38,9% > 10%. Artinya pemanfaatan SMS sebagai media
6. Peningkatan persentase nila rata-rata hasil pretest posttest untuk variabel sikap
sebesar 6,6% < 10%. Artinya pemanfaatan SMS sebagai media promosi
b. Pengetahuan tentang aborsi bukan hal baru bagi responden, sehingga ada
umum yang tidak terlalu luas, sehingga pemberian informasi aborsi yang lebih
d. Desain pesan SMS aborsi yang mudah untuk dipahami dan sifat dari media
informasi aborsi.
a. Sikap lebih bersifat subyektif dan selalu melibatkan aspek penilaian (baik
b. Perubahan sikap membutuhkan proses yang lama dan tidak dapat berlangsung
singkat.
d. Desain pesan SMS aborsi yang lebih difokuskan pada bentuk informasi
dipahami beberapa kriteria media promosi yang efektif diantaranya adalah mudah
kecil, mampu menarik dan merangsang perhatian sasaran, desain pesan informatif
dan tidak bermakna ganda, efektif dan berdayaguna bagi sasaran, mampu
mendorong sasaran untuk belajar secara lebih positif, tepat waktu dan aktual
pengetahuan dan perubahan sikap siswa terkait aborsi, dalam beberapa point telah
Seperti hasil yang didapatkan dari FGD bahwa informan membaca semua
pesan aborsi yang masuk pada handphone mereka, lepas dari informasi itu
menarik atau tidak, dan apakah informasi itu memiliki keterkaitan langsung
dengan mereka atau tidak. Rasa penasaran terhadap isi pesan SMS menjadi alasan
untuk ini, dan bagaimanapun juga selalu terdapat naluri untuk membaca setiap
pesan yang masuk pada handphone tanpa memandang isi pesan itu sendiri.
kapanpun, dan dimanapun, karena bagaimanapun juga pesan SMS yang masuk
pada handphone informan akan selalu ada sepanjang mereka tetap menggunakan
juga mengaku lebih mudah memahami pesan SMS aborsi karena kesederhanaan
dari pesan SMS itu sendiri, yang menjadikan mereka tidak terlalu membutuhkan
banyak waktu dan usaha untuk dapat memahaminya. Walaupun harus diakui
bahwa beberapa informan merasa akan jauh lebih mudah untuk memahami
informasi bila disertai ilustrasi gambar yang menunjukkan aborsi itu sendiri.
mencari informasi lebih banyak mengenai aborsi melalui berbagai sumber media
136
lain. Setidaknya hal ini diketahui dari informan yang mengaku berusaha mencari
informasi aborsi secara lebih lengkap melalui media internet setelah menerima
nanti. Baik itu informasi dalam konteks kesehatan maupun non kesehatan, seperti
informasi siklus menstruasi, narkoba, dan juga dunia remaja. Banyaknya harapan
dari informan ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan media SMS telah dapat
diterima dan diminati secara serius, walaupun hal ini masih merupakan sesuatu
masalah aborsi serta berbagai faktor yang ada didalamnya dalam perspektif
kedepannya akan memiliki sikap dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap
secara positif perilaku sasaran dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode
Sejalan dengan hal di atas, bentuk komunikasi dalam studi penelitian ini
pemanfaatan media komunikasi (SMS) dalam proses transfer pesan (aborsi) dari
(terukur) secara lebih positif terkait aborsi, dan diharapkan dengan pemahaman
yang baik dan sikap yang positif akan berpengaruh secara linier terhadap perilaku
komunikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah komunikasi persuasif dengan
tujuan yang lebih jauh lagi, yaitu mengajak komunikan (responden) untuk
bertindak sesuai dengan isi pesan (aborsi). Komunikan diberi pandangan baru lalu
diajak untuk meneliti kembali kerangka acuan tindakan dan pola perilakunya
selama ini, kemudian dipengaruhi untuk merubah kerangka acuan tindakan dan
penelitian ini diukur melalui tingkat efektifitas SMS yang dinilai dari sejauh mana
dan sikap responden terkait aborsi, atau dengan kata lain komunikasi digunakan
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Claude E. Shannon dan
komunikasi dapat dihitung dan diukur secara matematis (akurasi transmisi pesan,
tindakan), sehingga komunikasi dapat dipakai sebagai alat kontrol. Karena pesan
dapat mempengaruhi pola pikir dan membentuk nilai sesuai dengan apa yang
diharapkan, dan dapat dijadikan alat penyampai pesan yang efektif guna mencapai
Dalam studi ini hubungan antara komunikasi dan perilaku aborsi memang
tidak ikut diteliti. Namun dari pernyataan informan didapatkan relevansi yang
dan sikap). Hasil indepth interview menunjukkan bahwa informasi aborsi yang
diterima informan selama ini lebih banyak berasal dari media televisi dan koran,
ini merupakan bentuk komunikasi massa yang lebih bersifat informatif daripada
edukatif. Namun bentuk komunikasi ini ternyata juga memiliki peran terhadap
pengetahuan dan sikap informan terkait aborsi. Juga didapatkan fakta bahwa
selama ini terdapat nilai-nilai etis yang menjadi batasan bagi informan untuk
dapat berkomunikasi dengan orang yang dianggap lebih paham tentang aborsi
(guru dan orang tua), ini tentu berpengaruh secara negatif terhadap pengetahuan
harus dilalui. Pada tahap awal fungsi komunikasi adalah penyampaian informasi
diharapkan terdapat perubahan sikap pada komunikan. Dan pada tahap akhir
profesional dan dunia usaha), serta publik (negara dan daerah) dalam mendukung
praktek-praktek kesehatan yang positif sehingga menjadi tata nilai dan budaya
ekonomi, dan budaya. Tidak hanya mencakup upaya peningkatan kemampuan dan
kesadaran masyarakat di bidang kesehatan saja, tetapi juga upaya yang bertujuan
kesehatan, serta peran strategis untuk ikut mempengaruhi arah kebijakan (pusat,
daerah, dan kelembagaan), agar setiap bentuk kebijakan yang dikeluarkan juga
merupakan proses yang panjang dan dinamis, dan tentu saja sebelum titik “sadar”
tercapai haruslah diawali dengan proses “tahu” terlebih dahulu. Proses pemaparan
keasadaran, dan melalui tahap sadar inilah perubahan perilaku yang diharapkan
dapat terwujud.
Untuk menunjang strategi ini tentu saja dibutuhkan suatu bentuk media
ini pemanfaatan fasilitas SMS (Short Messaging Service) pada teknologi seluler
jumlah karakter yang terbatas (160 karakter pes SMS). Karena itu desain
kesederhanaan informasi tanpa harus mengurangi isi dan makna dari informasi itu
sendiri.
Namun tentu saja satu jenis informasi kesehatan secara lengkap dipastikan
tidak akan dapat ditampung seluruhnya dalam satu pesan teks SMS. Sehingga
melalui SMS kepada sasaran dapat berlangsung secara continue dan tidak terputus
Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam teknis pemberian informasi
pada sasaran, namun bila frekwensi pengiriman pesan terlalu rendah akan
berbeda dengan makna yang dimaksud, namun bila durasi pengiriman pesan
asing, karena sasaran pesan bersifat acak dan berasal dari lapisan yang
beragam.
Juga terdapat beberapa karakteristik lain dari media SMS yang dapat
1. Peluang informasi kesehatan untuk dibaca oleh sasaran lebih besar, karena
secara psikologis terdapat naluri dari seseorang untuk selalu membaca pesan
SMS yang masuk pada handphone milikinya tanpa memandang isi dari pesan
itu sendiri.
sendiri berbentuk teks digital yang dapat dengan mudah disimpan dalam
juga informasi kesehatan yang masuk pada handphone sasaran akan selalu
2009, angka penetrasi penggunaan seluler di Indonesia mencapai kisaran 140 juta
143
pengguna atau sekitar 58% dari total jumlah penduduk Indonesia yang
diperkirakan mencapai 240 juta jiwa, artinya 3 dari 4 orang menggunakan seluler
seluler dengan lebih dari 100 ribu BTS yang memiliki coverage area sekitar 90%
wilayah tanah air, baik untuk jaringan seluler berbasis GSM maupun CDMA
(demografis dan geografis) pemanfaatan SMS pada seluler sebagai media dalam
media SMS mampu menjangkau masyarakat pada hampir semua kelompok umur,
segmentasi sasaran bersifat acak dan beragam dari semua lapisan masyarakat yang
penggunaan media promosi kesehatan lain di mana sasaran dapat lebih spesifik
dan terkontrol. Dalam penggunaan media SMS sasaran tidak dapat terspesifikasi
atau terkontrol karena sasaran lebih bersifat majemuk tanpa ada kategorisasi.
sasaran setiap kali melaksanakan kegiatan promosi kesehatan untuk setiap jenis
permasalahan kesehatan.
Dalam hal sasaran, penggunaan media SMS lebih memiliki peran informatif
seperti pada media komunikasi massa lain, misalnya televisi atau koran. Namun
144
dalam hal content informasi, penggunaan media SMS tetap memiliki peran
kesehatan tersebut memiliki korelasi langsung atau tidak, dan memiliki tujuan
kesehatan pada dasarnya bukan hanya pada sasaran yang memiliki kepentingan
konteks reinformation ini sasaran tidak hanya dipandang sebagai target promosi
kesehatan lainnya. Terlebih bila dikaitkan dengan jumlah dan jangkauan sasaran
1. SDM
Konsep dan materi informasi kesehatan didesain khusus oleh tenaga promosi
kesehatan dalam naungan Departemen Kesehatan RI. Untuk desain konsep dan
materi informasi ini tidak dibutuhkan jumlah tenaga promosi kesehatan (SDM)
yang terlalu besar. Minimnya pemakaian SDM secara linier akan berpengaruh
2. Teknologi
radio yang mampu membagi suatu area dalam beberapa sel kecil. Dengan
kemampuan membagi area dalam beberapa sel kecil maka frekwensi sinyal
dapat meluas hingga mencapai semua bagian pada suatu area tertentu, sehingga
dapat digunakan secara bersamaan secara simultan tanpa jeda dan tanpa
(bandwidth) yang ada, dan secara teknis frekwensi tersebut dihasilkan oleh
Teknologi seluler menggunakan frekwensi gelombang radio, tentu saja hal ini
frekwensi melalui BTS untuk melayani semua pengguna layanan pada area
yang sama. Jadi berapapun jumlah pengguna jasa suatu operator jaringan
146
dalam satu area jangkauan, tidak akan terjadi pembengkakan biaya operasional
Dalam komunikasi melalui SMS terdapat sistem yang disebut SMSC (Short
pesan teks dalam jaringan. SMSC sendiri merupakan pusat aliran pesan SMS
Saat ini setiap operator jaringan seluler yang beroperasi di wilayah Indonesia
pesan teks SMS bagi pengguna. Pemanfaatan SMS sebagai media promosi
kesehatan tentu saja juga bekerja dalam sistem jaringan seperti diungkapkan
sebelumnya. Namun dengan beban operasional yang lebih murah karena sifat
pesan SMS dalam promosi kesehatan ini adalah one way SMS (provider to
Operator Y Pengguna 3
SMS
satu arah intra operator
SMS SMS
Pengguna 1 Operator X Pengguna 2
SMS SMS
Pengguna 3 Operator Y Pengguna 4
dengan dua metode pentarifan, yaitu penerapan tarif variabel yang didasarkan
147
pada perhitungan jarak (zona), letak geografis, dan waktu penggunaan (peak
dan off peak), serta penerapan tarif flat yang memberlakukan tarif secara setara
pola bisnis, strategi pasar, segmenting, positioning, dan targeting (Haryo, 2007
online).
Penetapan tarif oleh pemerintah dengan berdasar pada jenis layanan yang
Komponen ini tidak diatur oleh pemerintah, tetapi diserahkan langsung pada
seluler memberikan tarif percakapan dan pengiriman pesan SMS dari 0,01
rupiah hingga gratis bagi para pelanggannya. Pasar, kompetisi, strategi bisnis,
demikian tentu saja pihak provider seluler masih akan menetapkan tarif yang
148
rasional bagi jasa layanan mereka. Biaya overhead cost yang murah menjadi
alasan paling logis atas fenomena perang tarif antar operator seluler ini.
3. Sasaran
akan terbebas dari segala bentuk beban pembiayaan, karena praktis hanya
menerima informasi kesehatan dalam bentuk pesan teks SMS yang dikirimkan
oleh provider jaringan yang mereka gunakan. Sasaran tidak harus mengakses
serta dapat membacanya kapanpun mereka mau. Tentu saja sasaran adalah
mereka yang notabene memiliki dan menggunakan fasilitas seluler, namun ini
tentu tidak menjadi suatu kendala yang berarti karena diketahui terdapat 140
juta nomer aktif dari berbagai provider jaringan yang tersebar pada 240 juta
seluruh pelosok tanah air yang berada dalam area jaringan seluler. Transfer
jangkauan yang sangat luas (jumlah dan jarak), dan hanya dilakukan melalui
informasi kesehatan baik dalam jarak maupun jumlah, menjadi salah satu
149
kesehatan yang telah ada. Di mana untuk bentuk informasi kesehatan yang
bersifat umum, bagi sasaran yang juga lebih bersifat umum (khalayak) dapat
yang lebih bersifat spesifik, bagi sasaran pada kelompok yang spesifik dapat
lembar balik, buku saku, slide show dan film strip. Sementara untuk pemanfaatan
yang lebih luas, diantaranya adalah media internet, televisi, radio, tabloid, dan
koran. Walaupun beberapa media yang terakhir disebutkan ini jarang sekali
dimanfaatkan.
direct approach dan target oriented dalam kaitannya dengan sasaran. Hubungan
konvensional seperti leaflet, poster, lembar balik, dan slide show lebih menjadi
Untuk program promosi kesehatan yang lebih bersifat holistik dan lebih
Media ini memiliki keunggulan di mana terdapat jaminan untuk tebit setiap
hari atau minimal setiap minggu, dan bila dimanfaatkan secara optimal sebagai
media promosi kesehatan, hasilnya tentu akan lebih baik paling tidak dalam
Namun masih dijumpai adanya kendala untuk pemanfaatan media jenis ini,
salah satunya adalah biaya pemanfaatan space media yang relatif tinggi. Dan
seandainya permasalahan biaya ini dapat diatasi dan juga terdapat jaminan
bahwa media ini akan memuat informasi kesehatan setiap hari, hasilnya belum
koran dan tabloid, biaya berlangganan yang cukup mahal serta budaya baca
Dalam banyak hal televisi terlihat lebih menjanjikan daripada radio, terutama
media audio visual tentu saja jauh lebih informatif dan lebih menarik dalam
151
kesehatan masyarakat pada media ini sangat kurang, dan tentu saja lagi-lagi
kebanyakan dari mereka hanya menikmati televisi pada jam-jam tertentu atau
kesehatan yang disampaikan melalui media ini akan dapat diterima oleh setiap
orang pada setiap waktu, frekwensi dan durasi tayang informasi akan sangat
dibatasi karena sifatnya yang non komersial dan tidak memiliki rating. Televisi
juga tidak fleksibel karena sifatnya yang kurang mobile, dan juga informasi
3. Internet
Media ini terbilang cukup baru bila dibandingkan dengan dua media
belakangan ini banyak dikembangkan. Media ini cukup efektif bila sasarannya
internet. Informasi kesehatan yang dapat diakses oleh pengguna tidak sekedar
informasi di tingkat lokal saja tetapi juga informasi kesehatan yang berasal dari
internet di negara ini yang tidak terlalu tinggi. Media ini menuntut keaktifan
152
atas cukup mewakili gambaran media saluran informasi publik terkait dengan
itu sendiri. Sementara untuk content informasi, terutama untuk kesesuaian antara
informasi dengan sasaran kurang menjadi perhatian, karena bidikan dari media
adalah komunikasi yang termediasi oleh berbagai bentuk media baru. Media baru
ini adalah mass media dengan perubahan konsep yang mengikuti perkembangan
teknologi digital. Tumbuhnya media komunikasi baru ini juga diikuti oleh
peranan petugas promosi kesehatan saja tetapi juga melibatkan pihak lain dalam
konteks networking. Selain itu juga dibutuhkan dukungan berupa regulasi dan
kebijakan publik yang mampu menjadi pilar utama dalam menjamin pelaksanaan
perumusan kebijakan kesehatan (Health Policy dan Healthy Public Policy) baik
ditingkat pusat maupun daerah, upaya networking dan kerjasama lintas sektoral
Juga merupakan strategi yang diadopsi dari Piagam Ottawa November 1986
dasar, yaitu :
promosi kesehatan dengan provider jaringan seluler baik berstatus BUMN, swasta
kerjasama yang bisa dilakukan oleh ke dua organisasi pelayanan publik ini.
sebagai client dari provider jaringan seluler, dengan cost yang mengikuti
mekanisme pasar.
3. Pembiayaan program dibebankan ke dua belah pihak, dimana untuk jenis, isi,
pernah mencapai 5% dari total APBN. Pada tahun 2008 alokasi dana kesehatan
sekitar 18,8 triliun (2,4% APBN) dengan 1,5 triliun dana bantuan asing, ini masih
jauh dibawah anggaran kesehatan yang diwajibkan UU sebesar 15% dari total
APBN (Afriatni, 2009 online). Dana ini dialokasikan untuk pembiayaan sektor
untuk promosi kesehatan, tentu saja alternatif bentuk kerjasama pertama akan sulit
dasar hukum bagi implentasi pemanfaatan SMS sebagai media promosi kesehatan
tentu saja tidak secara eksklusif diperuntukkan bagi sektor kesehatan saja, atau
hanya berlaku sebatas pada peranan provider jaringan seluler. Namun secara luas
harus memuat tentang peranan provider jasa komunikasi dan informasi (cetak dan
komersial ini lebih dari sekedar kontribusi terhadap pendapatan negara dalam
bentuk pajak, melainkan juga pemanfaatan sebagian dari produk dan jasa layanan
Bentuk regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini secara
ideal merupakan peraturan setingkat UU, hal ini ditujukan untuk menjamin
kekuatan hukum dalam pelaksanaan jangka panjang. Kebijakan ini sendiri secara
swasta asing.
3. Bentuk peran aktif di sini adalah penyediaan layanan informasi (free cost)
b. Televisi, radio dan media sejenis lainnya harus menyediakan waktu tayang
dan Informasi RI
Tentu saja dibutuhkan usaha keras (advokasi) agar kebijakan ini dapat
dirumuskan oleh pemerintah pusat. Namun bukan berarti upaya ini mustahil
memiliki hak untuk ikut andil dalam merumuskan dan mempengaruhi kebijakan
diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan
peran KKP (Koalisi Kebijakan Partisipatif). Yaitu sebuah wadah organisasi tingkat
nasional yang memiliki visi untuk menjadi kendaraan advokasi publik, sebagai
159
kesejahteraan (wellfare state) hal ini merupakan filosofi dasar dari pemenuhan
hak-hak dasar rakyat terkait posisi negara dan warga negara, dengan hasil akhir
yang diharapkan tentu saja adalah pencapaian derajat kesehatan rakyat Indonesia
yang optimal.
Education
partnership
health policy
Environment
Communication
networking
Judicial and Law
Industry and
Preventive Promotive Technology
Approach
Agriculture
Upaya pencapaian derajat kesehatan rakyat yang optimal difasilitasi oleh dua
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka wellfare state. Ke lima hal
menjadi syarat utama pencapaian derajat kesehatan rakyat yang optimal. Lima
pondasi hak dasar ini adalah Economical Right, Political Right, Civil Right,
private).
161
pelayanan kesehatan.
BAB 7
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
kesehatan :
sering, jarak antar pengiriman pesan tidak terlalu dekat, dan layanan pesan
3. Selama ini program promosi kesehatan terkait masalah aborsi belum pernah
media televisi dan koran (non edukatif), dan tidak pernah didapatkan melalui
materi dalam jumlah besar, mensyaratkan desain pesan yang lebih sederhana
adalah :
perubahan sikap.
pengetahuan dan sikap sasaran, namun masih perlu didukung oleh penggunaan
pemahaman dan sikap itu sendiri, selain juga untuk mengetahui informasi lain
7.2. Saran
melalui studi-studi lain dengan materi informasi dan sasaran yang berbeda,
lanjutan :
164
c. Penelitian dengan waktu intervensi yang lebih lama, ini dilakukan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Amir. (1991). Media Audio Visual untuk Pengajaran, Penerangan, dan
Penyuluhan. Penerbit PT Gramedia. Jakarta
Koblinsky, Marge. Timyan, Judith. Gray, Jill (1993). Kesehatan Wanita (Sebuah
Perspektif Global). Gajahmada University Press. Yogyakarta
Sheriff, Ray. Hu, Fun (2001). Mobile Satelite Communication Networks. John
Wiley & Sons. Bradford
Uchajana, Onong (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Cetakan Tiga. PT
Citra Aditya Bakti. Bandung
By :
Eko Teguh Pribadi, 2008
red_camarade@yahoo.co.id
031 71440055 or 081 75124748