You are on page 1of 19

ANALISIS KEAHLIAN AUDITOR BPK-RI MENUJU PELAKSANAAN FRAUD AUDITING

Anna Retno Widayanti BPK-RI Imam Subekti Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

Abstract The objective o f this research was to analyze the expertise o f Su preme Audit Board o f Indonesia (BPK-RI), which related to the imple mentation of Fraud Auditing. The analysis was based on the data acquired from 147 respondents. The result showed that the audit expertise of Supreme Audit Board of Indonesias Auditor unconformity with the criteria o f Fraud auditor. So, with this condition Supreme Audit Board o f Indonesia is not ready fo r the implementation o f fraud auditing yet. The other result showed that there are significant expertise differences between structural official and functional auditor in con formity with fraud auditors criteria. The most significant difference was in their knowledge and cognitive ability. The structural official expertise was better than the functional official. This is logical, be cause the structural officials usually become a team leader. Besides that, based on the expertise difference test, accord ing the auditing scope, it was known that there are no significant expertise differences between employee in APBN, APBD/BUMD and BUMN sectors, in conformity with the Fraud auditors criteria. In ad dition, fo r the improvement o f the expertise o f supreme audit board of Indonesias auditor most of the respondents emphasize in the train ing quality improvement fo r the auditor. Keywords: fraud auditing, the expertise, task analysis, knowledge component, decision strategies, psychological traits, cog nitive ability, ethical conduct.

I. Pendahuluan
Masalah korupsi merupakan topik hangat yang menjadi perhatian masyarakat dewasa ini. Dan, praktek korupsi yang dilakukan pejabat Indonesia adalah hal yang menjadi perhatian utama karena saat ini hal ini sudah mencapai kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Praktek korupsi yang dilakukan oleh para pejabat selama ini dilakukan melalui APBN secara langsung, dan melalui dana 97

Widayanti dan Subekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI.

non budgeter. Pertanggungjawaban penggunaan dana non budge ter umumnya kurang transparan dan tidak tercatat secara resmi, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik (Anonim, 2000). Pada beberapa departemen maupun instansi non departemen, seperti Departemen Kehutanan dan Bulog, dana-dana seperti dana non budgeter sering menjadi incaran para pejabatnya, karena dana ini aman dari pengawasan dan kontrol secara langsung dari pemerintah. Hal tersebut terbukti dengan adanya pengungkapan beberapa kasus tentang korupsi yang telah teijadi. Kasus-kasus tersebut antara lain tentang adanya dana reboisasi yang digunakan untuk kepentingan sewa-beli helikopter oleh perusahaan swasta, adanya dana sebesar Rp 80 miliar yang digunakan untuk menjamin pinjaman perusahaan swasta, dan di Bulog berdasarkan audit BPK-RI menunjukkan adanya dana sebesar Rp 2,7 triliun yang tidak dicatat dalam neraca anggaran (Anonim, 2000). Beberapa hal yang disebutkan diatas merupakan sebagian kecil dari berbagai bentuk kecurangan (fraud) yang teijadi dalam pengelolaan keuangan negara. Sehubungan dengan kecurangan, di Amerika Serikat muncul suatu disiplin ilmu yang relatif masih baru dalam bidang auditing, yaitu pemeriksaan kecurangan (fraud auditing). Dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap White-Collar Crime dan kecurangan-kecurangan lainnya, maka terjadi perkembangan yang pesat pada fraud auditing. Perkembangan fraud auditing ini justru berasal dari pemerintah, dan sedikit sekali akuntan publik yang memiliki keahlian ini. Di Amerika Serikat, lembaga terbesar yang berpengalaman dan mengadakan pelatihan bagi fraud auditor berasal dari lembaga-lembaga audit dan investigasi pemerintah seperti IRS, FBI, GAO dan SEC (Bolognadan Lindquist, 1995). Bila dilihat dari sifat penanganannya terhadap kecurangan, fraud audit ing berada pada tahap detective. Fraud auditing ini merupakan pemeriksaan yang lebih rumit dibanding dengan financial atau operational audit. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya diperlukan auditor yang profesional dan kompeten. Profesionalisme itu sendiri disyaratkan dengan tiga hal utamayang harus dimiliki oleh anggota profesi yaitu, berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Dalam hal berkeahlian, fraud auditor harus memiliki keahlian khusus selain yang telah dimiliki oleh financial auditor. Keahlian yang harus dimiliki oleh seorang fraud auditor merupakan perpaduan dua keahlian yaitu keahlian sebagai financial au ditor dan investigator. Hal ini disebabkan dalam fraud auditing sering kali jejak audit itu sendiri tidak ada. Berkaitan dengan keahlian, peneliti telah melakukan riset tentang keahlian audit di Indonesia adalah Murtanto dan Gudono (1999). Peneliti yang telah merumuskan model kineija auditing adalah Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Luft (1993), Libby dan Tan (1994). Penelahaan yang dilakukan oleh Murtanto dan Gudono (1999) menunjukkan bahwa penelitian-penelitian tersebut belum memberikan rerangka yang kom prehensif untuk m engidentifikasi dan mengorganisasikan karakteristik keahlian audit karena masih terfokus pada pengetahuan dan pengalaman. Abdolmohammadi dan Shanteau (1992) mengungkapkan bahwa terdapat 20 atribut personal keahlian auditor. P en eliti-p en eliti ini ju g a telah mengembangkan suatu rerangka yang lebih komprehensif dan memberikan tambahan atribut menjadi 25 karakteristik dan dikelompokkan menjadi lima karakteristik, yaitu komponen pengetahuan (knowledge component), ciri-ciri

98

TEMA, Volume II, Nomor 2, September 2001

psikologis (psycological traits), kemampuan berpikir (cognitive abilities), strategi penentuan keputusan (decision strategies), dan analisis tugas (task analysis). Di Indonesia, Murtanto dan Gudono (1999) melakukan penelitian tentang keahlian audit yang merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Abdolmohammadi dkk (1992). Selanjutnya, penelitian ini ditindaklanjuti oleh Fransiscus (2000) yang meneliti tentang keahlian auditor dengan mengembangkan satu rerangka keahlian yang baru yaitu perilaku etis auditor, sehingga karakteristik keahlian yang diteliti menjadi 35 buah karakteristik. Penelitian ini juga menggunakan responden yang berasal dari auditor Kantor Akuntan Publik, auditor Pemerintah, dan auditor BPK-RI. Adanya fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia, BPK-RI harus melakukan tindakan proaktif untuk merespon tantangan tersebut. Oleh Karena itu untuk menjawab tantangan yang ada, terutama dalam hal pemeriksaan terhadap kecurangan (fraud), BPK-RI akan lebih efektif bila melaksanakan fraud auditing dibandingkan jika hanya melakukan general audit atau operational audit saja, yang telah dilaksanakan selama ini. Walaupun fraud auditing berada pada tahap detective dalam penanganan kecurangan, tidak seperti forensic audit yang sudah pada tahap reaktif, hal ini tetap diperlukan dan harus dilakukan oleh auditor yang profesional. Karena itu, dibutuhkan auditor-auditor profesional yang mampu mendeteksi kemana saja hasil kecurangan tersebut disembunyikan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam menjawab semua tantangan ini adalah kualitas dan kemampuan sumber daya manusiayang dimiliki BPK-RI. Berpedoman pada lima kategori keahlian audit yang dikembangkan oleh Abdolmohammadi dan Shanteau (1992) serta penambahan perilaku etis sebagai rerangka keahlian yang baru oleh Fransiscus (2000), maka penelitian ini akan dilakukan terhadap keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI. Selanjutnya, dengan keenam komponen rerangka keahlian tersebut, akan dianalisis apakah keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI telah memenuhi kriteria keahlian yang harus dimiliki sebagai fraud auditor. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, adalah bagaimana keahlian audit yang dimiliki oleh auditor-auditor BPK-RI, apakah keahlian audit yang dimiliki tersebut sesuai dengan yang seharusnya dimiliki oleh fraud audi tor dan dengan keahlian audit yang dimiliki oleh auditornya, siap dan mampukah auditor BPK-RI melaksanakan fraud auditing? Selain itu juga ingin diketahui, apakah dengan kriteria keahlian audit sebagai fraud auditor terdapat perbedaan keahlian yang signifikan antara pejabat struktural dan auditor fungsional serta antara auditor BPK-RI yang bekeija pada sektor APBN, APBD/BUMD dan BUMN?

II. Tinjauan Pustaka


2.1. Definisi Kecurangan (fraud), dan Fraud Auditing Menurut Bologna dan Lindquist (1995), secara singkat kecurangan (fraud) didefinisikan sebagai penipuan yang disengaja (intentional deception), biasanya dikenal juga dengan istilah pemalsuan, penipuan dan pencurian. Beberapa pihak mengemukakan definisi yang berbeda-beda untuk kecurangan (fraud), hal itu tergantung pada pihak yang membuat definisi tersebut. Bagaimanapun juga, semua definisi yang ada merujuk pada definisi dasar yang diambil dari Websters New Collegiate Dictionary yang mendefinisikan fraud sebagai An intentional

99

Widayanti dan Subekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI

pervesion of the truth in order to induce another to part with something o f value or to surrender a legal right. Definisi lain dari fraud adalah merupakan serangkaian irregularities dan illegal acts yang dilakukan untuk menipu atau memberi gambaran keliru terhadap pihak lain yang dilakukan oleh pihak intern/ekstern suatu organisasi untuk menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain dengan merugikan pihak lain secara langsung atau tak langsung (Anonim, 2000). The Institute of Internal Audi tor di Amerika (Tunggal, 1992) mendefinisikan kecurangan mencakup suatu kesatuan ketidakberesan (irregularities) dan tindakan illegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Kecurangan tersebut dapat dilakukan untuk manfaat dan/atau kerugian organisasi oleh orang di luar atau dalam organisasi. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecurangan (fraud) merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran yang dilakukan dengan sengaja, yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya. Definisi fraud auditing menurut Association o f Certified Fraud Examiner (1993) adalah An initial approach (proactive) to detecting financial fraud s, using accounting records and information, analytical relationships, and an awamess of fraud perpetration and concealment efforts. Definisi lain fraud auditing adalah pendekatan awal (initial approach) yang bersifat pro aktif untuk mendeteksi f i nancialfraud, dengan menggunakan catatan dan informasi akuntansi, hubungan yang analitis dan sifat kehati-hatian atas tindakan fraud serta usaha-usahayang menutup-nutupi tindakan fraud yang dilakukan (Anonim 2000). Fraud audit mempunyai tujuan yang lebih sempit dari financial audit yaitu mengungkapkan keberadaan, ruang lingkup, dan kesalahan pencatatan yang disengaja dan/atau penyalahgunaan aktiva. Penugasan pemeriksaan demikian tidak normal (atypical), karena kecurangan adalah kejadian yang tidak biasa. Suatu fraud audit cenderung akan leb ih detail dan terfokus dalam pelaksanaannya, karena ia harus mengungkapkan apa yang telajh sengaja disembunyikan. Arus angka-angka akuntansi, demikian juga aktiva, mungkin harus direkonstruksikan tanpa suatu jejak pemeriksaan (audit trail) (Tunggal, 1992). 2.2. Prinsip-prinsip Pemeriksaan Kecurangan (Fraud Auditing) Bologna dan Lindquist (1995) mengemukakan tentang tigabelas prinsip fraud auditing sebagai berikut: 1. Fraud auditing tidak seperti financial auditing. Fraud auditing lebih merupakan serangkaian pemikiran (mind-set) daripada suatu metodologi. 2. Fraud auditor tidak seperti financial auditor. Fraud auditor memfokuskan pada hal yang tidak lazim (exception), keanehan (oddities), accounting irregularities dan pola tingkah laku, bukan pada kesalahan (errors) dan penghilangan (ommisions). 3. Fraud auditing dipelajari terutama melalui pengalaman, bukan dari bukubuku teks audit maupun kertas keija tahun lalu. Belajar menjadi seorang fraud auditor berarti belajar untuk berfikir seperti seorang pencuri"dimanakah letak rangkaian terlemah dalam rantai pengendalian intern? 4. Dari perspektif financial audit, kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja atas fakta-fakta keuangan dalam jumlah yang material. Dari perspektif fraud -audit, kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja

100

TEMA, Volume II, Nomor 2, September 2001

atas fakta-fakta keuangan. 5. Kecurangan (fraud) dilakukan dengan alasan ekonomi, egosentris, ideologis dan psikotik (phsychotic). 6 . Kecurangan (fraud) cenderung mencakup suatu teori yang terstruktur tentang motif, kesempatan dan keuntungan (benefit). 7. Kecurangan (frau d) dalam lingkungan akuntansi yang terkomputerisasi dapat terjadi pada saat proses-input, throughtput, ataupun output. Kecurangan input (memasukkan data yang salah dan kecurangan data) adalah yang sering terjadi. 8 . Pola kecurangan yang umum pada pegawai level bawah meliputi masalahmasalah yang berkaitan dengan pengeluaran (hutang, gaji dan klaim atas keuntungan (benefit) dan biaya). 9. Pola kecurangan yang umum pada level manajer meliputi profit smoothing (menangguhkan biaya, membukukan penjualan terlalu awai, melaporkan persediaan lebih besar dari keadaan sesungguhnya). 10. Tipe-tipe kecurangan (fraud) akuntansi yang teijadi lebih sering dikarenakan tidak adanya kontrol yang memadai bukan karena penerapan loose control. 11. Kerugian karena kecurangan (fraud losses) berkembang secara eksponensial tetapi tidak demikian dengan kejadian kecurangan (fraud incident). 12. Kecurangan dalam akuntansi sering kali ditemukan karena ketidaksengajaan dibandingkan dengan menggunakan dan disain pemeriksaan keuangan. Lebih dari 90% kecurangan keuangan (financial fraud) ditemukan dengan secara tidak sengaja. 13. Pencegahan terhadap kecurangan (fraud) adalah masalah memadainya pengendalian dan lingkungan keijayang menempatkan nilai yang tinggi pada kejujuran personal dan perlakuan yang wajar. Fraud auditor adalah auditor seperti pada umumnya dengan pendidikan dan pengalaman yang sama dengan auditor lainnya. Namun, auditor ini telah mendapat pelatihan dalam hal peraturan pembuktian dan keahlian investigasi serta kepekaan untuk lebih siap dalam mengenali indikasi-indikasi kecurangan. Dengan menggunakan kombinasi tersebut, fraud auditor secara khusus telah dilengkapi untuk melaksanakan fungsinya dalam mengambil tindakan proaktif, untuk menyelidiki dan menemukan kecurangan. Memang selalu ditekankan bahwa auditor yang telah dilatih dengan kemampuan fraud auditing, pada dasamya lebih baik di kaiyakan pada bidang fraud auditing. Dengan demikian, para auditor dapat secara berkesinambungan membentuk keahlian fraud find ing dan meningkatkan sensitivitas mereka dalam mengindikasikan kecurangan. Keahlian khusus harus dimiliki oleh seorang fraud auditor. Dengan keahlian teknis tambahan, seorang fraud auditor yang baik memiliki kemampuan untuk secara hukum mendapatkan fakta dari pemeriksaan tersebut dengan akurat dan lengkap. Kemampuan untuk mem astikan fakta-fakta dan melaporkannya dengan akurat merupakan hal yang sama pentingnya. Keahlian yang akan dibahas disini tidak terbatas hanya keahlian teknis saja, melainkan dari perspektif komponen keahlian audit itu sendiri, antara lain meliputi hal-hal berikut: ( 1 ) atribut-atribut individu yang harus dimiliki seorang fraud auditor, (2) kemampuan teknis, (3) pengetahuan, (4) pengalaman dan (5) perilaku etis. Atribut-atribut individu yang harus dimiliki fraud auditor menurut Bolo gna dan Lindquist (1995) adalah: (1) Percaya diri, (2) Tekun, (3) Komitmen terhadap kejujuran dan permainan yang bersih, (4) Kreativitas, (5) Memiliki rasa ingin

101

Widayanti dan Subekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI.

tahu yang tinggi, (6 ) Memiliki naluri terhadap sesuatu yang tidak seharusnya, (7) Independen, (8 ) Objektif, (9) Memiliki penampilan yang baik, (10) Mampu berkomunikasi dengan baik, (11) Memiliki sensitivitas terhadap perilaku manusia, (12) Memiliki pikiran yang sehat, (13) Kemampuan menguraikan suatu masalah yang pelik secara bersama- sama (tim) tanpa menimbulkan kontroversi. Profesi auditor merupakan profesi yang tergantung pada kepercayaan publik. Oleh karena itu, anggota profesi tersebut harus memperhatikan dengan cermat kode etik pemeriksaan. Dalam pedoman etika (kode etik) International Federation of Accountant (IFAC) mengatur tentang prinsip-prinsip dasar mengenai tindakan (perilaku) seorang auditor dalam pelaksanaan tugas profesionalnya. Prinsip-prinsip tersebut terdiri dari Integritas, obyektivitas, kebebasan, kepercayaan, standar-standar teknis, kemampuan profesional, dan perilaku etis. Pedoman mengenai perilaku etis auditor dalam pelaksanaan audit, sebenarnya sudah tercantum dalam kode etik akuntan. Kode etik juga berlaku baik untuk financial auditor maupun fraud auditor. Masalah etis yang lebih ditekankan bagi fraud auditor adalah kerahasiaan. Kerahasiaan ini sangat penting karena dalam pelaksanaan tugasnya, fraud auditor membutuhkan keterangan dari pihak ketiga sebagai saksi. Sehingga selain menghormati kerahasiaan informasi juga kerahasiaan mengenai saksi-saksi yang terkait dalam masalah pemeriksaan. 2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti telah mencoba merumuskan model kineija auditing yang secara implisit menunjukkan keterkaitan antara kemampuan, pengetahuan, pengalaman, dan kinerja. Bonner dan Lewis (1990) menyajikan suatu model kineija (performance) yang dihubungkan dengan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman. Gibbin dan Larocque (1990) memberikan suatu model umum atas keahlian auditor dengan lima komponennya yaitu person, task, the social and interpersonal setting, enuiromental incentives, constrains dan practicalities, judge ment process. Kemudian Libby (1991) juga memberikan suatu model kineijayang merupakan suatu fungsi dari kemampuan, pengetahuan, motivasi dan lingkungan. Abdolmohammadi dan Shanteau (1992) memberikan suatu model berdasar pada literatur psikologi dengan menyajikan 20 atribut personal seorang ahli. Model ini dikembangkan pada penelitian berikutnya oleh Abdolmohammadi dkk (1992) dengan memberikan suatu rerangka untuk menganalisa keahlian seorang audi tor ke dalam 25 karakteristik dan dikelompokkan menjadi lima karakteristik, yaitu komponen pengetahuan (knowledge component), ciri-ciri psikologis (psycological traits), kemampuan berpikir (cognitive abilities), strategi penentuan keputusan (decision strategies), dan analisis tugas (task analysis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ciri-ciri psikologis merupakan kategori yang dipertimbangkan sangat penting dan memiliki pengarah yang besar terhadap suatu keahlian auditor. Hasil analisis ini mengisyaratkan bagi profesi auditor untuk mempertimbangkan karakteristik-karakteristik keahlian lain disamping pengetahuan dan pengalaman guna meningkatkan profesionalismenya. Murtanto dan Gudono pada tahun 1999 melakukan penelitian tentang keahlian audit yang merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Abdolmohammadi dkk (1992). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pengalaman dan pengetahuan masih merupakan karakteristik yang penting bagi keahlian auditor, namun untuk meningkatkan kualitas profesi auditor perlu 102

TEMA, Volume II, Nomor 2, September 2001

memperhatikan juga karakteristik lain yang terungkap melalui penelitian ini. Hal ini dapat dilihat juga berdasar kategori karakteristiknya dimana Ciri-Ciri Psikologis dan Komponen Pengetahuan merupakan kategori yang penting, diikuti kategori karakteristik keahlian lainnya. Fransiscus (2000) melakukan penelitian terhadap keahlian auditor dengan berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdolmohammadi dkk. (1992) serta Murtanto dan Gudono (1999). Dalam penelitiannya terdapat beberapa pengembangan dengan penambahan satu buah rerangka keahlian yang baru yaitu perilaku etis sehingga karakteristik keahlian yang diteliti menjadi 35 buah karakteristik. Hasil penelitian Fransiscus ini menunjukkan hasil, yang menyatakan adanya delapan faktor rerangka keahlian auditor yang baru. Perbedaan rangking dari hasil penelitian Fransiscus (2000) ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian Murtanto dan Gudono (1999) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan Rangking Kategori Faktor
Fransiscus (2000) K ategori Rerangka Indeks Faktor Analisis Tugas Kom ponen Pengetahuan Kem am puan Personal Strategi Penentuan Keputusan Kem am puan Perencanaan Ciri-ciri Psikologis Kem am puan Berpikir Perilaku Etis 1,9539933.10 1 4 1,085243.10 1 4 0 ,9992007.1 0 1 4 0,9145462.10 1 4 0,8881784.10 1 4 -1,421085.10 1 4 -2,486900.1 0 1 4 -2,742251.10 1 4 Rangking 1 2 3 4 5 6 7 8 Murtanto Dan Gudono (1999) Factor Rangking Loading 4,237 5 3 2,474 2 0,498 3,663 1 2,576 4 -

Penelitian Fransiscus (2000) ini memperlihatkan bahwa analisis tugas dan komponen pengetahuan merupakan karakteristik yang paling penting bagi keahlian auditor, meskipun tetap perlu memperhatikan karakteristik keahlian lain yang muncul dalam penelitian tersebut. 2.4. Perumusan Hipotesis Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian dan model yang telah dikembangkan oleh Abdolmohammadi, dkk (1992), Murtanto dan Gudono (1999), dan Fransiscus (2000). Secara ringkas model tersebut ditunjukkan dalam tabel 2. Komponen Pengetahuan (knowledge Com ponent) merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur, dan pengalaman. Dalam beberapa literatur auditing, pengalaman sering digunakan sebagai surogasi dari pengetahuan, sebab pengalaman akan memberi kemajuan bagi pengetahuan. Tabel 2. Model Penelitian Rerangka Keahlian
Komponen Komponen Pengetahuan Kategori Arti Pengetahuan terhadap kenyataan-kenyataan, proses, dan prosedur-prosedur Ciri-ciri Psikologis Ciri-ciri kepribadian diri Kemampuan Berpikir Kemampuan untuk memperoleh dan memproses informasi Strategi Penentuan Keputusan Strategi untuk membantu pembuatan keputusan Analisa Tugas Penilaian terhadap kesulitan tugas Perilaku Etis Penilaian terhadap perilaku profesionalitas Sumber: Murtanto dan Gudono (1999) dan Fransiscus (2000)

103

Widayanti dan Subekti, Analisis Keahlian Auditor BPK-RI.

Ciri-ciri Psikologis (psychological traits) merupakan self-presentation-image attributes of expert seperti kemampuan dalam komunikasi, kreativitas, bekeija sama dengan orang lain, dan kepercayaan kepada keahlian. Kemampuan berpikir (cognitive abilities) merupakan kemampuan untuk mengakumulasi dan mengolah informasi. Beberapa karakteristik yang dapat dimasukkan sebagai unsur kemampuan berpikir misalnya kemampuan beradaptasi pada situasi yang baru dan ambigius, perhatian terhadap fakta-fakta yang relevan dan kemampuan untuk mengabaikan faktayang tidak relevan merupakan suatu kemampuan yang efektif untuk menghindari tekanan-tekanan. Strategi penentuan keputusan (decision strategies) baik formal maupun informal akan membantu dalam pembuatan keputusan yang sistematis dan membantu keahlian didalam mengatasi keterbatasan manusia. Selain itu, menurut Abdolmohammadi dkk (1992), para profesional auditing sangat berkepentingan dalam mengembangkan dan menggunakan strategi penentuan keputusan dalam membuat keputusan secara umum. Analisis tugas (task analy sis), banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman audit dan akan mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan. Kompleksitas tugas akan mempengaruhi pilihan terhadap bantuan keputusan oleh auditor yang tinggi pengalamannya. Fransiscus (2000) menguraikan perilaku etis sebagai hal yang sangat berkaitan erat dengan kata profesional, karena profesional berarti bertanggung jawab untuk beiperilaku yang lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat. Sebagai seorang profesional, maka auditor harus juga mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien dan juga rekan seprofesi termasuk untuk berperilaku secara terhormat, sekalipun ini dapat berarti pengorbanan pribadi. Alasan mengapa sangat dibutuhkan perilaku dengan keprofesionalan yang tinggi pada profesi auditor adalah karena kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang akan dihasilkan dari profesi auditor, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Karakteristik yang termasuk dalam perilaku etis adalah kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, memiliki kepedulian, menghargai orang lain, menjadi warga yang bertanggung jawab, dan mencapai yang terbaik. Berdasarkan uraian sebelumnya maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI-RI telah memenuhi kriteria yang seharusnya dimiliki oleh fraud auditor. H2 : Terdapat perbedaan dalam keahlian audit sebagai fraud auditor antara pejabat struktural dan auditor fungsional pada BPK-RI-RI. H3 : Terdapat perbedaan dalam keahlian audit sebagai fraud auditor antara au ditor yang bekeija pada sektor APBN, APBD/BUMD, dan BUMN

3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah auditor BPK-RI-RI yang berada di Jakarta dan tersebar di tujuh propinsi di Indonesia. Populasi penelitian ini di batasi pada auditor yang bekeija sebagai tenaga teknis pada level Auditor Utama

104

TEMA, Volume II, Nomor 2, September 2001

Keuangan Negara (Auditama I sampai V). Pembatasan populasi ini disebabkan oleh auditor pada level ini tugas utamanya adalah sebagai tenaga teknis lapangan yang secara langsung melaksanakan tugas fraud audit Pola pengambilan sampel dilakukan secara convinience pada setiap Au ditor Utama Keuangan Negara (Auditama I sampai V) dengan menyebarkan kuesioner tersebut secara langsung kepada responden. Responden penelitian ini adalah auditor yang berada di kantor pusat, Jakarta. Responden ditetapkan sebanyak 180 auditor. Penentuan sampel (responden) yang hanya memilih audi tor BPK-RI yang ada di Jakarta dengan memperhatikan beberapa pertimbangan, yaitu sebagian besar (sekitar 70%) auditor BPK-RI berada di kantor pusat Jakarta. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data penelitian tentang keahlian auditor BPK-RI ini digunakan metode survei, yakni informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun, 1995). Kuesioner dalam penelitian ini disusun dengan skala Likert dengan rentang 1 sampai 5. Dari data yang terkumpul kemudian dilakukan pengujian instrumen melalui uji validitas konstruksi (construct validity) dengan metode korelasi product moment. Dan, pengujian reliabilitas berdasarkan pada nilai Alpha Cronbach-nya. 3.3 Metode Anlisis Data dan Pengujian Hiptesis Dalam penelitian ini, digunakan statistik nonparametrik untuk pengujian hiptesis. Hal ini disebabkan pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah menggunakan data ordinal, sehingga statistik nonparametrik lebih tepat untuk digunakan hipotesisnya. Pengujian hiptesis satu (H l) dimaksudkan untuk mengetahui apakah keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI telah memenuhi kriteria yang seharusnya dimiliki oleh fraud auditor, teknik pengujian yang digunakan adalah one sample Wilcoxon Singed Rank. Pengujian hiptesis dua (H2) adalah untuk mengetahui apakah berbeda atau tidak dalam keahlian audit BPK-RI-RI sebagai fraud auditor antara pej abat struktural dan auditor fungsional, yang pengujiannya menggunakan statistik non par ametrik U Mann-Whitney test karena dalam hiptesis ini membandingkan dua rata-rata dari sampel yang independen. Selanjutnya, hiptesis tiga (H3) dimaksudkan untuk mengetahui apakah berbeda atau tidak dalam keahlian audit sebagai fraud auditor antara auditor yang bekerja pada sektor APBN, APBD/BUMD, dan BUMN, yang pengujiannya menggunakan statistik non parametrik Kruskal-Wallis H test.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan


4.1 Deskripsi Pada penelitian ini disebar sebanyak 180 kuesioner secara langsung kepada responden. Darijumlah kuesioner yang disebarkan tersebut, jumlah yang diterima kembali adalah 150 atau sebesar 83,44%. Dari 150 kuesioner yang dikembalikan terdapat 3 kuesioner yang cacat berupa data jawaban dan data responden yang tidak lengkap diisi, sehingga kuesioner yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebanyak 147, dan jumlah ini telah memenuhi syarat untuk dianalisis. Dari 147 responden terdapat 18 pejabat struktural dan 129 auditor fungsional.

105

Widayanti dan Subekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI.

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 9 responden (6 ,12%) yang belum pernah mendengar tentang fraud auditing, 107 responden (72,79%) sudah mengetahui konsep fraud auditing secara garis besar, dan sisanya 40 responden (27,21%) belum mengetahui konsep fraud auditing. Simpulan yang dapat diambil dari dua pertanyaan tersebut adalah bahwa pengetahuan auditor BPK-RI tentang fraud auditing masih kurang.
Tabel 3 Pernyataan Tentang Fraud Auditing Keterangan Pernahkah Anda mendengar tentang Fraud Auditing: a. Ya b. Tidak Junilah Apakah Anda mengetahui konsep Fraud Auditing secara garis besar: a. Ya b. Tidak Jumlah Jumlah %

138 9 147

93,88 6,12 100

107 40 147

72,79 27,21 100

Hasil survei mengenai persepsi auditor BPK-RI terhadap pentingnya perilaku etis dalam pemeriksaan menunjukkan bahwa semua responden (147 responden) menyatakan bahwa sebagai auditor perilaku etis diperlukan dalam pelaksanaan pemeriksaan. Pernyataan tersebut memperkuat penelitian sebelumnya untuk memasukkan perilaku etis sebagai komponen keahlian audi tor. 4.2 Pengujian Data Berdasarkan uji validitas yang dilakukan menunjukkan bahwa 34 butir pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner dinyatakan valid karena nilai p yang dihasilkan adalah 0,000 sehingga instrum en yang digunakan mampu menjalankan fungsi ukurnya. Ringkasan hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel 4. Demikian juga, hasil uji reliabiltas data berdasarkan pada nilai alpha cronbach menyatakan data penelitian adalah reliabel atau andai, yang ditunjukkan dengan besamya koefisien alpha antara 0,5043 sampai 0,6692 dengan tingkat signifikansi 0,000. Dengan demikian, data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tidak bias sebagai dasar dalam pengujian hiptesis. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada tabel 5.

106

TEMA, Volumen, Nomor2, September2001

Tabel 4 Hasil Uji Validitas


Rerangka Keahlian Analisi Tugas Butir ATI AT 2 AT 3 AT4 AT 5 AT6 AT7 AT 8 AT9 KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7 SPK1 SPK2 SPK3 CP 1 CP 2 CP 3 CP 4 CP 5 CP 6 CP 7 KB 1 KB 2 KB 3 KB 4 PE I PE 2 PE 3 PE 4 rxy 0,663 0,602 0,400 0,645 0,387 0,374 0,537 0,451 0,431 0,652 0,524 0,439 0,407 0,432 0,591 0,469 0,774 0,777 0,688 0,616 0,489 0,674 0,659 0,555 0,530 0,617 0,665 0,601 0,645 0,646 0,609 0,708 0,613 0,677 P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Kom ponen Pengetahuan

Strategi Penentuan Keputusan

Ciri-ciri Psikologis

Kem am puan Berpikir

Perilaku Etis

Tabel 5. Hasil Uji Realibilitas Terhadap Enam Kerangka Keahlian Yang Diteliti
R erangka K eahlian K oefisien A lph a P S tastus

Anlisis Tugas Komponen Pengetahuan Strategi Penentuan Keputusan Ciri-ciri Psikologis Kemampuan Berpikir Perilaku Etis

(R tt) 0,6186 0,5043 0,6016 0,6692 0,5135 0,5401

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Andai Andai Andai Andai Andai Andai

4.3 Pengujian Hiptesis 4.3.1 Pengujian Hiptesis Satu Berdasarkan hasil pengujian hiptesis satu yang dilakukan dengan menggunakan one sample Wilcoxon Singed Rank dalam tabel 6 menunjukkan

107

Widayanti dan Subekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI

bahwa keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI tidak memenuhi kriteriayang seharusnya dimiliki oleh fraud auditor. Lebih lanjut, bila dilihat dari perhitungan mean-nya keahlian yang paling dikuasai oleh auditor BPK-RI adalah perilaku etis. Dengan demikian, auditor BPK-RI belum mampu melaksanakan fraud au diting. Hasil ini menunjukkan bahwa hiptesis satu (H l) tidak didukung oleh bukti empiris. Tabel 6 Hasil Wilcoxon Signed Rank Test
W ilcoxon Signed Rank Test R erangka Keahlian Mean Skor H arapan (Mo) p value Anlisis Tugas Kom ponen Pengetahuan Strategi Penentuan Keputusan Ciri-ciri Psikologis Kem am puan Berpikir Perilaku Etis Rata-rata keseluruhan 3,2012 3,6531 3,0915 3,7075 3,8639 4,1990 3,6193 4 4 4 4 4 4 4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,001 0,000 E stim ated M edian 3,111 3,214 3,667 3,643 3,875 4,125 3,500

4.3.2 Pengujian Hiptesis Dua Hasil pengujian hiptesis dua (H2) dapat dilihat pada tabel 7. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keahlian sebagai fraud auditor yang signifikan antara pejabat struktural dan auditor fungsional. Perbedaan yang signifikan tersebut terutama pada komponen pengetahuan dan kemampuan berpikir. Secara keseluruhan bila dilihat dari perhitungan mean, keahlian yang dimiliki pejabat struktural lebih baik dibanding auditor fungsional. Dengan demikian, hiptesis dua didukung oleh bukti empiris dalam penelitian ini. Hal ini memang keadaan yang diharapkan mengingat pejabat struktural merupakan auditor yang mempunyai kedudukan sebagai pemimpin tim dan supervisor (pengendali teknis dan pengendali mutu) auditor fungsional. Tabel 7 Hasil Pengujian UMann-Whitney
Mean Rerangka Keahlian structural Anlisis Tugas Komponen Pengetahuan Strategi Keputusan , Penentuan 3,4286 3,6296 3,1111 4,0278 4,2639 3,8413 3,7170 FungSOIlal 3,1634 3,6563 3,0887 3,8411 4,1899 3,6888 3,6047 Z-score -0,216 -2,208 -0,396 -1,933 -2,080 -0,253 -2,266 Sig.(2-tailed) 0,802 0,027 0,692 0,053 0,038 0,800 0,023 U-test

Ciri-ciri Psikologis Kemampuan Berpikir Perilaku Etis Rata-rata keseluruhan

108

TEMA, Volume!!, Nomor 2, September 2001

4.3.2 Pengujian Hipotesis Tiga Hasil pengujian hipotesisi tiga dapat dilihat pada tabel 8 . Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan keahlian audit sebagai fraud auditor antara auditor yang bekerja pada sektor APBN, APBD/ BUMD, dan BUMN. Hasil keseluruhan pengujian menunjukkan besarnya signifikansi adalah 0,195 atau diatas 5%. Dengan demikian, hipotesis tiga tidak didukung oleh bukti empiris dalam penelitian ini. Hasil ini mengindikasikan bahwa kemampuan auditor BPR-RI pada semua sektor pekeij aannya adalah sama khususnya yang berkaitan dengan kemampuan dalam melaksanakan fraud au dit. Tabel 8 Hasil Pengujian Kruskal-Wallis
R a ta -ra ta R iil R e ra n g k a K eah lian A PB N A n a lis is T u g a s K om p on en P en g eta h u a n S tra te g i P e n e n tu a n K ep u tu san C iri-c iri P sikologis K e m a m p u a n B erp ik ir P erilak u Etis H a s il k e se lu ru h a n 3 ,2 6 6 5 3 ,6 8 1 6 3 ,0 8 4 6 3 ,7 5 6 9 3 ,8 3 5 8 4 ,2201 3 ,1 4 0 9 A PB D / BUMN BUM D 3 ,1 2 3 2 3 ,5 4 0 2 3,111 3 ,5 5 1 7 3,7241 3,4181 3 ,5 3 8 5 3 ,1 5 9 7 3 ,6 7 9 7 3 ,0 8 9 3 3,731 1 3 ,9 8 0 4 4 ,1 8 1 4 3 ,6 3 6 9 %2 sc o re 0 ,02 9 2 ,642 1,67 1 7,231 0 ,389 0 ,73 8 3 ,2 6 8 te st Sig. (0 ,0 5 ) 0 ,98 5 0 ,2 6 7 0 ,43 4 0 ,02 7 0,041 0,69 1 0,1 9 5

5. Simpulan, Saran dan Keterbatasan


5.1. Simpulan Penelitian ini menggunakan suatu rerangka untuk menganalisis keahlian auditor BPK-RI, yang bertujuan untuk mengetahui keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI sehubungan dengan pelaksanaan fraud auditing. Keahlian audit yang dianalisis pada penelitian ini adalah keahlian audit yang disesuaikan dengan kriteria keahlian audit yang seharusnya dimiliki oleh fraud auditor. Dengan menggunakan model penelitian yang dikembangkan oleh Abdolmohammadi dkk. (1992), yang meliputi lima komponen rerangka keahlian, dan ditambah dengan pengembangan satu rerangka keahlian oleh Fransiscus (2000), sehingga diperoleh 34 butir pertanyaan yang diintegrasikan ke dalam enam rerangka keahlian tersebut. Dari pengujian hipotesis dapat dicermati beberapa kondisi keahlian au ditor BPK-RI, yaitu keahlian audit yang dimiliki oleh auditor BPK-RI tidak memenuhi kriteria sebagai fraud auditor dan dengan kata lain saat ini BPK-RI belum siap untuk melaksanakan fraud auditing. Sehingga bila fraud auditing ingin dilaksanakan, berhubungan dengan tuntutan publik dalam penanganan kasus korupsi, kualitas sumber daya manusia dalam hal ini keahlian auditor

109

Widayanti dan Suhekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI

BPK-RI harus lebih diperhatikan. Dalam penelitian ini juga dapat diungkap bahwa dengan kriteria keahlian audit sebagai fraud auditor terdapat perbedaan keahlian yang signifikan antara pejabat struktural dan auditor fungsional. Dengan kriteria keahlian audit sebagai fraud auditor dapat juga diungkap bahwa tidak terdapat perbedaan keahlian yang signifikan antara pegawai yang bekerja pada sektor APBN, APBD/BUMD, dan BUMN. 5.2. Saran-saran Bagi BPK-RI Hasil penelitian ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa dengan keahlian audit yang dimiliki auditor BPK-RI belum siap untuk pelaksanaan fraud auditing. Oleh karena itu, hasil ini dapat berfungsi sebagai bukti empiris bahwa apabila BPK-RI ingin melaksanakan fraud auditing maka masalah pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang harus mendapat perhatian utama. Pelatihan yang lebih spesifik untuk menunjang keahlian yang dibutuhkan berkaitan dengan fraud auditing. Bagi Penelitian Selanjutnya Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik dan lebih mewakili fenomena keahlian auditor BPK-RI, penelitian dimasa datang diperlukan perluasan lingkup sampel penelitian. Sampel tersebut sebaiknya meliputi baik auditor BPK-RI yang berada di kantor pusat maupun auditor BPK-RI di perwakilan-perwakilan. 5.3. Keterbatasan Penelitian yang dilaksanakan ini kemungkinan mempunyai beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan ini meliputi keterbatasan baik alat ukur maupun sampel penelitian. Keterbatasan pertama terletak pada butir-butir pertanyaan (34 butir pertanyaan) dalam penelitian ini yang dikembangkan berdasarkan kriteria keahlian fraud auditor yang diintegrasikan ke dalam enam rerangka keahlian. Walaupun telah diupayakan untuk disesuaikan dengan kondisi pemahaman di BPK-RI, dan diujicobakan terhadap tiga puluh responden, tetap tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan karena perbedaan pemahaman antara responden yang dijadikan sampel uji coba dengan sampel penelitian sesungguhnya. Sehingga, bervariasinya persepsi dan tingkat pemahaman diantara responden dapat menyebabkan beberapa butir pertanyaan menjadi kurang dapat mengukur hal yang ingin diukur. Sampel penelitian ini masih terbatas pada auditor BPK-RI di kantor pusat, Jakarta. Karena kondisi kantor pusat Jakarta yang berbeda dengan perwakilanperwakilan BPK-RI di tujuh propinsi sudah tentu terdapat keahlian audit yang berbeda pula. Sehingga sampel yang diambil dalam penelitian ini belum tentu dapat mewakili seluruh populasi. Karena itu, hasil penelitian yang diperoleh mungkin kurang dapat mewakili fenomena yang sebenarnya tentang keahlian audtor BPK-RI secara keseluruhan.

110

TEMA, Volume II, Nomor 2, September 2001

Daftar Pustaka
Anonim, 2000, Audit Besar-besaran Dana Non Budgeter, Media Akuntansi, No. 10/Th. VII/ Juni. Abdolmohammadi, M.J., dan J. Shanteau, 1992, Personal Attributes o f Experts Auditors, Organizational Behaviour and Human Decision Process 53 (No vember): 158-172. _________, dan D. Gerald Searfoss, 1992, A Framework fo r Analysis o f Characteris tics o f Audit Experts, Kertas Keija disampaikan pada Workshop di Univer sitas Trisakti Jakarta (Agustus). Association of Certified Fraud Examiners, 1993, The Corporate Control: Internal Fraud and The Auditor, New York. Bologna, G. Jack, dan Robert J. Lindquist, 1995, Fraud Auditing and Forensic Accounting New Tools and Techniques 2th ed., New York: John Wiley & Sons Inc. Borner, S., dan B. Lewis, 1990, Determinants o f Auditor Expertise, Journal of Ac counting Research 28 (Supplement): 21-45. Fransiscus, Selamat Sodugaon Carl, 2000, Identifikasi Karakteristik Keahlian Au ditor (Analisa Perbandingan Auditor Pada Kantor Akuntan Publik dan Audi tor Pemerintah), Skripsi (SI), Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Uni versitas Brawijaya Malang. Gibbins, M., dan J. F. Larocque, 1990, Modeling the Development and Nature of Judgment Expertise in Public Accounting, dalam Abdolmohammadi, M.J., dan J. Shanteau, dan D. Gerald Searfoss, 1992, A Framework for Analysis of Characteristics of Audit Experts, Kertas Keija disampaikan pada Work shop di Universitas Trisakti Jakarta (Agustus). Libby, R., 1991, The Role o f Knowledge and Memory in Audit Judgment, dalam Libby, R., dan H.T. Tan, 1994, Modeling Determinants of Auditing Exper tise, Accounting Organization and Society 29 No. 2: 575-595. ________, dan J. Luft, 1993, Determinants o f Judgment Perfomance in Accounting Setting: Ability Knowledge, Motivation, and Environment, Accounting Or ganization and Society 28 No. 5: 425-450. ________, dan H.T. Tan, 1994, Modeling Determinants o f Auditing Expertise, Ac counting Organization and Society 29 No. 2: 575-595. Murtanto dan Gudono, 1999, Identifikasi Karakteristik-karakteristik Keahlian Au dit: Profesi Akuntan Publik di Indonesia, Jurnal Riset Akuntansi Indone sia, Vol.2, No. 1: 37-52. Singarimbun, Masri, 1995, Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedua, Jakarta: LP3ES. Tunggal, AminWidjaya, 1992, Pemeriksaan Kecurangan (fraud auditing), Penerbit Renika Cipta (cetakan pertama), Jakarta.

111

Widayanti dan Suhekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI.

LAMPIRAN KUISIONER ANALISIS KEAHLIAN AUDITOR BPK-RI MENUJU PENERAPAN FRAUD AUDITING

I. Data Tentang Responden .......................................................................... 1. APBN 2. APBD 3. BUMN ......................................................................... .......................................................................... 1. Dibawah strata 1 3. Strata 2 (Master) 2. Strata 1 (Sarjana) 4. Strata 3 (Doktoral) Jurusan: 1. Akuntansi 3. Hukum 2. Manajemen 4. Lainnya................ 4. Berapa lamakah Anda telah menjadi auditor pada BPK-RI: (1) 1 -3 tahun (2) 4 - 7 tahun (3) 8 - 11 tahun (4) > 11 tahun 5. Berapa kalikah Anda telah melakukan audit? (1). kurang dari 5 kali (2). 5 - 1 0 kali (3). 10 - 15 kali (4). > 15 kali 6 . Jenis audit audit apakah yang sering anda lakukan? (1). General audit (4). Audit lingkungan (2). Operational audit (5). Audit lainnya, (3). Compliance audit sebutkan...........
*Di isi bila anda menduduki jabatan struktural

1. Unit keija: Bidang: 2. a. Jabatan struktural:* b. Jabatan fungsional: 3. Pendidikan terakhir:

II. Berilah tanda silang (X) pada pernyataan yang sesuai dengan pendapat Anda. 1. Apakah Anda pernah mendengar tentang pemeriksaan kecurangan (fraud auditing)? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Anda mengetahui tentang konsep fraud auditing tersebut secara garis besar? a. Ya b. Tidak 3. Sebagai auditor, apakah perilaku etis diperlukan dalam pelaksanaan pemeriksaan? a. Ya b. Tidak

112

TBMA, Volume II, Nomor 2, September 2001

III. Berilah tanda silang (X) pada pernyataan yang paling sesuai dengan anda. Sangat Setuju
( 1)

Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju


(2) (3) (4)

SangatTidak Setuju
(5)

No. 1 .

Keterangan Sa/a kurang memiliki pengetahuan tentang bagaimana mengumpulkan bukti-bukti tentang kecurangan (fraud) dan mendokumentasikan kerugian-kerugian akibat kecurangan tersebut

SS

S (2)

RR (3)

TS (4)

STS (5)

(D

2.

Mengetahui cara yang efek tif bagaimana seharusnya mewawancarai pihak ketiga ,sebagai saksi, atas tindak kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pengurusan keuangan negara merupakan sesuatu yang tidak saya kuasai

(D

(2)

(3)

(4)

(5)

3.

Dalam melaksanakan pemeriksaan sering kali saya tidak menggunakan suatu metode audit yang baku, yang terpenting adalah menyelesaikan tugas sesuai dengan tujuan pemeriksaan

(D

(2)

(3)

(4)

(5)

4.

Sa/a tidak memiliki kemampuan untuk menjadi saksi ahli dalam hal kasus tindak kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pengurusan keuangan negara

(D

(2)

(3)

(4)

(5)

5.

Sa/a tidak memiliki pengalaman menjadi saksi ahli dalam hal kasus tindak kecuranngan (fraud) dalan pengelolaan dan pengurusan keuangai negara

(D

(2)

(3)

(4)

(5)

6.

Sa/a tidak mampu mengindikasikan setiap kecurangan (fraud) yang terjadi pada on book (e jak audit ada) Sa/a tidak mampu mengindikasikan setiap kecuraigan (fraud) yang terjadi pada o f f book Hanya dengan mengevaluasi pengendalian intern auditee, saya tidak dapat menentukan apakah organ isasi tersebut penuh dengan kecurangan atau tidak

(D (D (D

(2) (2) (2)

(3) (3) (3)

(4) (4) (4)

(5)

7.
8.

(5) (5)

9.

Sa/a tidak menyusun rencana audit secara cermat ketika akan melaksanakan audit di suatu obyek, semua itu tergantung keadaan di lapangan

(D

(2)

(3)

(4)

(5)

113

Widayanti dan Suhekti, Anlisis Keahlian Auditor BPK-RI.

Kelompok I I (Pernyataan tentang komponen pengetahuan) No. Keterangan 1 . Dapat memahami instrumen laporan keuangan dengan baik merupakan suatu hal yang sulit 2. Error (kesalahan), irregularities dan kecurangan (fraud) merupakan tiga hal yang tidak berbeda secara signifikan 3. Antara audit khusus (special audit) dan pemeriksaan kecurangan (fraud auditing) tidak terdapat perbedaan 4. Bila berdasarkan pengujian struktur pengendalian intern ternyata tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan audit, maka pemeriksaan kecuranqan (fraudauditing)tidak dilaksanakan 5. Pemeriksaan kecurangan (fraud auditing) sangat tergantung pada jejak audit 6. Saya sering mengalami kesulitan dalam memahami standar, peraturan, dan perundang-undangan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan audit 7. Saya tidak memiliki pengetahuan lain, misalnya hukum, perpajakan, perbankan atau lainnya, selain bidang auditing. Bila memiliki, sebutkan.............................................

SS (1)

S (2) (2) (2) (2)

RR (3) (3) (3) (3)

TS (4) (4) (4) (4)

STS (5) (5) (5) (5)

(D
(1)

(D

(D (D

(2) (2)

(3) (3)

(4) (4)

(5) (5)

(D

(2)

(3)

(4)

(5)

Kelompok III (Pernyataan tentang Strategi Penentuan Keputusan) No. 1 . Keterangan Tidak mempermasalahkan adanya hubungan yang erat dengan auditee, karena saya dalam mengambil keputusan berdasarkan temuan dalam pemeriksaan 2. 3. Untuk kepentingan tertentu bersedia kompromi tentang hasil pemeriksaan denqan auditee Tidak peduli dengan kondisi yang ada, selama masih bisa dikompromikan semuanya pasti dapat selesai Kelompok IV (Pernyataan tentang a'ri-ciri psikologis) No. 1 . 2. Keteranqan Saya terkadang merasa minder bila menghadapi auditee denqan jabatan yanq lebih tinqqi Untuk kepentingan tertentu saya bersedia kompromi tentanq hasil pemeriksaan denqan auditee Bila menemukan suatu keadaan yang ganjil, dengan alasan rumit saya tidak berusaha mencari penyebabnya Saya memiliki masalah denqan penampilan saya Dalam pemeriksaan kecurangan (fraud auditing) saya sanqat terqantunq pada je jak audit 6. Dalam memecahkan masalah pada pelaksanaan pemeriksaan saya serinq menimbulkan kontroversi dalam tim Dengan alasan tidak enak, saya menerima tawaran dari auditee untuk melakukan atau menerima sesuatu SS S RR TS STS (1) (2) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) SS S (2) RR (3) TS (4) STS (5)

(D

(D

(1) (D (D (1) (D (D (D

(2) (2) (2) (2) (2) (2) (2)

(3) (3) (3) (3) (3) (3) (3)

(4) (4) (4) (4) (4) (4) (4)

(5) (5) (5) (5) (5) (5) (5)

3 . 4. 5.

7.

114

TEMA, Volumen, Nomor2, September2001

Kelotrpok V (Pernyataan tentang Kemanyuan Berpikir) No. 1 . 2. Keterangan Dalam berpikir saya kurang cepat dan bertele-tele Dalam mempertimbangkan Suatu keputusan saya tidak memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah yang ada Saya sering tidak dapat mengendalikan emosi, terutama menqhadapi auditee yang curanq 4. Berpikir analitis dan logika bukan merupakan kebiasaan saya SS S (2) (2) RR (3) (3) TS (4) (4) STS (5) (5)

G) (D

3.

(D (D

(2) (2)

(3) (3)

(4) (4)

(5) (5)

Kelompok VI (Pernyataan tentang perilaku etis) No. 1 . Keterangan Dengan cara-cara tertentu secara tidak langsung saya pernah meminta uang saku kepada klien audit ketika selesai mengadakan pemeriksaan 2. 3. Saya dalam batas tertentu dan dengan konsekuensi tertentu bersedia "mengatur" laporan audit Saya bersedia memberikan informasi tentang data-data saksi kepada pihak tertentu dengan alasan tertentu, karena informasi data saksi bukan hal yang penting 4. Saya secara diam-diam pernah menawarkan temuan audit secara 'barter' dengan imbalan tertentu (1) (2) (3) (4) (5) SS 0) S (2) RR (3) TS (4) STS (5)

(D (D

(2) (2)

(3) (3)

(4) (4)

(5) (5)

IV. Pernyataan Pendapat 1 . Dari enam rerangka keahlian yang telah disebutkan diatas, keahlian yang manakah yang paling anda kuasai? ( ) Komponen Pengetahuan ( ) Strategi Penentuan Keputusan ( ) Anlisis Tugas ( ) Kemampuan Berpikir ( ) Perilaku Etis ( ) C iri-ciri Psikologis

2.

Menurut Anda, bagaimanakah keahlian audit yang dimiliki oleh auditor BPK-RI saat ini? a. Sangat baik b. Baik c. Biasa-biasa saja d. Buruk e. Buruk sekali

3.

Menurut Anda, apakah faktor yang sangat mempengaruhi keahlian audit yang dimiliki oleh auditor BPK-RI? (dapat lebih dari satu jawaban) ( ) Pengalaman ( ) Latar belakang pendidikan ( ) Jenjang pendidikan ( ) Pelatihan yang telah diperoleh ( ) lainnya.............................

Saran Anda untuk peningkatan kualitas keahlian audit auditor BPK-RI:

115

You might also like